Share

The Day I Ruined Your Life
The Day I Ruined Your Life
Penulis: Nosaetre

Chapter 01: Suku Mhthyr

Gadis muda itu bergerak segesit mungkin tanpa suara di antara pepohonan. Dengan sebelah tangan membekap mulut, dia menahan napas, sementara mata secerah safir kuning mengawasi sekeliling. Ia memastikan tempat persembunyiannya aman dan posisinya tidak diketahui oleh siapa pun.

Setelah memastikan dengan teliti selama beberapa detik, gadis itu bersembunyi di antara semak berduri yang terlindung oleh pohon besar yang kokoh dan megah seperti pagar raksasa. Pohon tersebut memberikan perlindungan alami dari mata sang pencari, sehingga gadis itu merasa aman dan terlindung.

Kaiâ mengintip dengan hati-hati, menguping percakapan di seberang jalan dengan telinganya yang sangat peka. Suasana di sekitar menjadi sangat tenang, hanya dihuni oleh suara-suara alam, pertemuan rahasia, dan desahan kabut.

Di sana, ada sebuah pertemuan rahasia kecil yang disebut hazásit, sebuah ritual tahunan Suku Mhthyr.

Kaiâ melihat Tetua Rosaliè bersama dua saudari sesukunya yang mengikuti hazásit.

Dikelilingi wanita-wanita muda tidak membuat Tetua Rosaliè terlihat tua, justru membuat wanita tua itu terlihat menonjol dengan citranya yang luar biasa meski usianya sudah mendekati akhir 50-an. Beliau masih terlihat cantik, berwibawa, dan bijaksana. Kaiâ tak bisa tidak mengagumi betapa kerennya Tetua Rosaliè di matanya.

Namun, Kaiâ tidak sembunyi untuk memuji Tetua Rosaliè atau tertarik dengan proses pertemuan hazásit. Ia punya tujuan sendiri dan kebetulan menyaksikan pertemuan tersebut.

Omong-omong, dia sedikit tertarik dengan kehadiran seseorang. Ada seseorang yang berbeda di pertemuan itu, seseorang yang memicu rasa penasaran dan kagum di hatinya.

Seseorang yang berbeda dari kami .... 

Mata Kaiâ berbinar penuh rasa ingin tahu. Kilatan rasa kagum berkelebat di matanya, memicu keingintahuan yang begitu besar.

Rasanya saat melihat sosok individu tersebut, dia memiliki dorongan kuat untuk meloncat keluar di tengah pertemuan, untuk melihat sosoknya dari jarak dekat. Meskipun bukan pertama kalinya dia melihat seorang möj brat di Suku Mhthyr, Kaià masih saja tertarik dan ingin melihat secara langsung sosok manusia berjenis kelamin laki-laki.

Suku Mhthyr merupakan suku pendalaman yang penduduknya hanyalah seorang wanita. Mulai dari bayi yang baru dilahirkan, anak-anak, orang dewasa, dan lansia, mereka semua adalah manusia berjenis kelamin wanita. Tidak ada satu pun seorang laki-laki di antara wanita Suku Mhthyr. Manusia berjenis kelamin laki-laki dilarang untuk tinggal atau menjadi bagian dari suku itu sendiri. Bahkan bayi laki-laki yang baru lahir pun tidak diizinkan untuk menetap di suku.

Para wanita Suku Mhthyr sangat menjunjung tinggi nilai tradisi yang sudah dijalani selama ratusan tahun. Untuk menghormati sang Dewi Kesuburan Mhyêr, para leluhur meninggalkan pesan kepada keturunannya agar tidak membiarkan seorang laki-laki tinggal di suku.

Namun, untuk menjaga eksistensi suku dan mempertahankan garis keturunan, para wanita Suku Mhthyr juga membutuhkan seorang laki-laki untuk mendapatkan keturunan. Untuk itu sang Dewi Mhyêr memberikan nubuat kepada salah satu putrinya, Mìonna, agar Suku Mhthyr menciptakan sebuah tradisi bernama hazásit. Sang Dewi mengizinkan putri-putrinya untuk melahirkan keturunannya bersama moj brat—seorang laki-laki—yang berasal dari tanah asing.

Suku Mhthyr merayakan pertemuan rahasia Hazásit setahun sekali, di mana para laki-laki dari tanah asing datang untuk menjadi pasangan kawin wanita Suku Mhthyr.

Pintu ke Suku Mhthyr terbuka setiap satu tahun sekali bagi para laki-laki dari tanah asing untuk mengikuti tahun kawin bersama wanita pilihan Suku Mhthyr. Namun, tidak sembarangan laki-laki terpilih. Para laki-laki terpilih melalui rahmat sang dewi, demikian pula sang wanita.

Untuk para laki-laki dan wanita yang terpilih, harus melewati upacara sakral yang dipimpin oleh salah satu tetua suku sebelum diasingkan ke gua perkawinan selama satu bulan penuh. Gua perkawinan baru terbuka saat si wanita mengandung keturunannya dan sebuah tanda unik berupa benih dari sang dewi muncul di tangan kanan sebagai bukti bahwa keturunan itu telah ada.

Setelah itu, pasangan hazásit tidak boleh bertemu lagi dan mereka tidak ditakdirkan untuk bersama. Wanita yang mengandung akan dirawat oleh salah satu tetua suku; sang laki-laki harus meninggalkan suku atau sang dewi murka jika mereka memaksa untuk tetap tinggal. 

Kekurangan dari tradisi ini sendiri adalah ketika anak yang dilahirkan seorang bayi laki-laki, bayi itu harus dikembalikan kepada pasangan hazásitnya. Lalu ibu dari sang bayi tidak diizinkan untuk merawat atau menganggap sang bayi sebagai anak laki-lakinya. Sebaliknya, jika bayi itu perempuan maka dia akan menjadi bagian dari suku dan sang ibu boleh menganggap anak perempuannya.

Tapi tidak semua wanita dari Suku Mhthyr mengikuti hazásit, seperti Kaiâ yang harus dalam keadaan suci untuk menjadi Mìonna, putri sang Mhyêr.

“Di situ kau rupanya!”

DEG!

Kaiâ tersentak dan menoleh ke belakang, mendapati tatapan tajam Ròxy, saudarinya yang berhasil menemukan tempat persembunyiannya.

“Sìur.” Ia meringis malu saat kerpergok bermain kucing-kucingan.

Ròxy menarik telinga gadis muda itu, menyeretnya keluar dari tempat persembunyiannya sehingga menyebabkan keributan kecil. Tetua Rosaliè yang sedang berbicara berhenti dan menoleh dengan ekspresi tertegun sebelum berubah marah.

“Sedang apa kalian berdua di sana!?”

Rosaliè sangat marah karena dengan begini kedua wanita muda itu telah menganggu proses pertemuan hazásit yang semestinya dilakukan secara sakral dan tertutup. Selama prosesnya, tidak boleh ada banyak wanita dari suku yang terlihat oleh para laki-laki.

Salah satu dari sifat laki-laki. Mudah tergoda wanita.

Laki-laki mana yang tidak terpana saat melihat kecantikan tersembunyi dari Suku Mhthyr. Meskipun mereka tidak mengungkapkannya, tapi lirikan tajam Rosaliè cukup untuk membuktikan bahwa kedua laki-laki itu sudah telanjur terpana semenjak kedatangan kedua tamu tak diundang.

Ròxy panik apalagi Kaiâ yang lebih panik lagi melihat wajah damai Tetua Rosaliè berubah merah padam. Kaiâ melirik Ròxy menuntut pertanggungjawabnya karena kalau bukan gara-gara dia, mereka tidak akan sampai ketahuan apalagi sampai menganggu proses pertemuan hàzasìt yang seharusnya bersifat sakral.

“Te-tua ... kami hanya kebetulan ada di sini. Lalu ...,” gadis itu melirik Roxy yang terlihat pucat, takut kalau-kalau Tetua Rosaliè memukul mereka dengan tongkat kebanggaannya, “... lalu kami tidak sengaja—”

“Cukup, Kaiâ! Daripada memperpanjang keadaan, segera kembali ke desa. Dan ....” Mata biru Rosaliè menusuk langsung ke mata kedua wanita muda itu, yang spontan bergidik ngeri dan nyali mereka menciut seperti seekor lalat. “Katakan pada Serèia agar menghukum kalian berdua. Aku akan menemui kalian setelah ini. Sekarang, pergilah!”

“Ba-baik, Tetua.”

Mereka bergegas pergi. Kedua laki-laki asing yang hadir dalam hazásit memperhatikan kepergian mereka dengan kekecewaan. Sayang disayangkan karena mereka tidak bisa melihat lagi keindahan lain dari Suku Mhthyr.

Tetua Rosaliè memperingatkan mereka, “Perhatikan mata kalian! Sang Dewi tidak menyukai laki-laki pendusta!”

Kedua wanita yang mengikuti hàzasìt tersenyum geli, menganggap kekecewaan kedua laki-laki ini sebagai hiburan belaka alih-alih merasa cemburu karena pasangan kawinnya tertarik dengan saudari sesukunya. Tidak ada kecemburuan karena pada dasarnya wanita Suku Mhthyr tidak diajarkan untuk jatuh cinta pada laki-laki.

Rasa tertarik pada lawan jenis selalu ada. Namun, wanita dari Suku Mhthyr identik dengan kepolosan mereka sehingga mereka tidak memahami konsep jatuh cinta, tak seperti kebanyakan wanita modern dari tanah asing.

⋅•⋅⊰∙∘☽༓☾∘∙⊱⋅•⋅

Setelah mendengar masalah yang melibatkan kedua wanita muda ini, Serèia mendesah panjang. Bagi orang awam kedengarannya masalah mereka sepele karena hanya “tertangkap basah” mengintip pertemuan hazásit. Meskipun mereka tidak melakukan apa-apa yang bersifat menganggu, tapi dengan muncul di tengah pertemuan hàzasìt sekalipun dilakukan secara tidak sengaja, kehadiran mereka cukup untuk mengacaukan tradisi itu sendiri.

Ya, tradisi suku yang sudah ada secara turun-menurun selama ratusan tahun. Sebuah tradisi yang melarang para wanita suku yang tidak terlibat dalam hàzasìt untuk melihat ataupun hadir dalam pertemuan. Baik secara disengaja maupun tidak disengaja. Mereka dilarang menunjukkan diri mereka di hadapan para laki-laki agar tidak menghasut pikiran picik pasangan kawin saudari sesukunya.

“Mitèra, kami benar-benar tidak sengaja berada di sana.”

Serèia tak mau mendengarkan pembelaannya sekalipun Kaiâ adalah putrinya. Beliau mengabaikan rengekan dan tetap memberi anak itu hukuman sesuai adat istiadat.

Mulut Kaiâ bungkam seiring dengan cambukan tiga kali di telapak tangannya. Eugh, sakit! Tapi ia harus kuat menerima hukumannya karena mau bagaimanapun ia tetap salah. Ia juga merasa kasihan pada Ròxy yang ikut terseret dan menerima hukuman cambukan karena kecerobohannya.

“Ròxy.”

Tanpa memprotes, Ròxy segera membalikkan badan. Punggung telanjangnya sudah dipersiapkan. Sambil mengepalkan kedua tangan dan mengigit bibir, dengan sekuat tenaga Ròxy menahan dua puluh cambukan atas hukumannya karena menganggu pertemuan Hazásit.

Kaiâ menutup mata, tidak sanggup melihat Ròxy menerima cambukan lebih banyak darinya. 

“Lebih baik daripada Rosaliè yang menghukummu!” Memang benar. Hukuman Tetua Rosaliè paling terkenal sangat menyakitkan dibanding hukuman dari para tetua suku yang lain. Ròxy bersyukur karena yang menghukumnya Tetua Serèia bukan Rosaliè.

Serèia melirik Kaiâ yang berpaling dengan wajah cemas karena rasa bersalah. “Pergi temui Grèta. Dia akan mengobatimu.”

Ròxy mencoba bangkit dengan sisa-sisa kekuatannya. Wanita itu hampir oleng namun untungnya ada saudarinya yang cekatan membantu. 

“Terima kasih, Tetua.” Ròxy melirik Kaiâ yang masih menghindari tatapan matanya. Gadis itu mendesah sangat pendek. Mau bagaimanapun alasan dia menerima hukuman cambukan karena kecerobohan Kaiâ, tapi Ròxy tidak marah kepadanya. Dia mengusap kepala Kaiâ sebagai ungkapan bahwa dia sudah memaafkannya.

Kaiâ mendongak, matanya berkaca-kaca, dan gadis itu pun menangis. Dengan suara lirih ia meminta maaf.

“Seorang Mìonna harus kuat. Mengerti?” Alasan Kaiâ tidak menerima cambukan di punggung bukan karena gadis itu putri Tetua Serèia, melainkan karena posisinya sebagai calon Mìonna, putri sang Dewi Mhyêr. “Tapi lain kali jangan berlarian keluar desa untuk mengintip hazásit.”

Kaiâ tercengang. Tanpa sadar ia menoleh ke arah ibunya yang sepertinya sudah siap untuk memberinya hukuman lagi saat mendengar pengakuan Ròxy. “Bu—bukan! Aku bukan mengintip hazásit! Aku sedang menunggu Astrid pulang!”

“Aku tahu.” Roxy tertawa kecil, senang sekali menggodanya. “Dia menunggu kepulangan Astrìd, Tetua. Anda tidak perlu cemas.”

Meskipun Roxy berkata demikian, Kaiâ tidak yakin ibunya percaya. Sebab setelah kepergiannya, Serèia langsung menyuruh Kaiâ masuk rumah dan mulai mengomelinya dengan banyak nasehat tentang ini dan itu.

Kedua telinga Kaiâ terasa panas. Walaupun sudah sering menerima omelan ibunya, ia masih saja belum terbiasa mendengarnya. Dan omelan itu baru mau berhenti setelah satu jam terlewatkan, setelah Kaiâ mengeluh sakit.

“Kau baru lulus dari masa pembelajaran. Alih-alih berdiam di rumah, kau kabur, dan menganggu hazásit.” Serèia mengomel sambil mengobati lukanya. “Putriku, kau harus menjaga dirimu sampai malam pemberkahan tiba. Sebagai putri Mhyër kau harus tetap suci dan tidak picik.”

Kaiâ mengangguk paham. Sebagai salah satu dari kandidat Mìonna, ia sangat mengerti hal-hal dasar apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sang Dewi menyukai anak-anaknya dalam keadaan suci dan tidak picik. Maka dari itu, sebagai Mìonna, dia tetap harus dalam keadaan suci dan tidak boleh berpikiran picik.

“Bersiaplah. Besok malam adalah malam pemberkahanmu.”

“Baik, Mitèra.”

Kaiâ sudah tidak sabar menerima pemberkahan dari sang Dewi Mhyër besok malam. Ia sudah menantikan moment ini sejak dari kecil dan sudah tak sabar menjadi salah satu Mìonna Suku Mhthyr.

Sayangnya, ia tidak tahu bahwa besok malam adalah malam pembantaian Suku Mhthyr.

Di sisi pulau bagian utara, sekelompok orang lengkap dengan barang bawaannya sedang berbaris menuruni kapal dan bersiap untuk melakukan invasi besar-besaran besok malam. Di antara mereka, seorang wanita tersenyum culas melihat para laki-laki yang bersiap untuk berperang dan di sebelahnya, seorang pria bermata hazel lengkap dengan pakaian mewah ala bangsawan dari tanah asing.

Pria itu berbicara dengan nada sombong, “Pulau ini akan segera menjadi milikku.”

“Mereka akan jadi milikmu, Luke, setelah kau mengambilnya dari para wanita itu.”

Luke menyeringai puas. Sudah beberapa kali dia mencoba mengambil alih pulau ini dan selalu berakhir kegagalan. Kelompoknya selalu gagal menemukan dan dibutakan oleh keberadaan tersembunyi dari Pulau M, seolah-olah ada kekuatan sihir yang melarangnya untuk menemukan keberadaan Pulau M. Tapi berkat bantuan wanita ini, rencananya untuk mendapatkan Pulau Mhthyr akan segera terwujudkan.

Untuk bisa memasuki pulau, mereka harus mendapatkan bantuan langsung dari penduduk asli Suku Mhtyr. Dan untungnya selama dua tahun, dia berkenalan dengan wanita cantik ini. Dia adalah kunci masuknya ke Pulau M. Seseorang yang sanggup mengkhianati Suku Mhthyr demi mendapatkan sedikit bantuannya untuk menemukan anak laki-lakinya yang telah dibuang oleh para tetua Suku Mhthyr.

Astrìd Mhthyr adalah seorang pengkhianat Suku Mhthyr.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status