Setelahnya, David kembali masuk dan melihat Rosa yang sudah selesai dengan makan malamnya."Eh, sudah habis?" Rosa mengangguk."Kau pasti ingin menjemput Tiffany, kan? Makanya, aku ingin cepat-cepat menyelesaikan makan agar bisa segera pulang dan memesan taksi.""Tidak perlu, kau akan pulang bersamaku.""Benarkah? Lalu, bagaimana dengan Tiffany? Aku sungguh tidak enak padanya.""Dia akan menyusul. Aku juga sudah memberitahunya bagaimana keadaanmu sekarang. Jadi, kau tidak perlu khawatir.""Ah, Tiffany memang gadis baik. Kau sangat beruntung memilikinya."David terkekeh, "Ya, aku sangat beruntung dapat bertemu dengannya."Rosa hanya tersenyum tipis mendengar itu, dari balik selimutnya, satu tangannya kembali terkepal kuat. Baru saja, ia merasakan bahagianya bersama David, kini sudah ada saja yang menjadi pengacau. Benar-benar menyebalkan."Rosa? Kau sudah lebih baik?"Rosa mengangguk, "Ya, aku sudah lebih baik. Aku ingin segera pulang.""Baiklah, aku akan memanggil dokter lebih dulu un
"Tidak masalah, kau ini adalah sahabatku dari kecil. Jadi, aku tidak mungkin meninggalkanmu begitu saja. Lagipula, kita memang satu tempat kerja. Sudah seharusnya, aku menolongmu."Wajah Rosa yang semula nampak sumringah kini kembali mendadak suram, ia tersenyum miris mendengar lontaran ucapan David yang sungguh menganggapnya hanya sebatas sahabat."Kau sudah jauh lebih baik?"Rosa mengangguk, "Kau ingin makan malam dulu? Aku bisa memesankan makanan untukmu."David menggeleng, "Tidak perlu, Tiffany akan datang ke apartemenku, dia akan membawakan makan malam.""Oh, begitu. Sepertinya, di luar sangat mendung, sebentar lagi pasti akan hujan. Sebaiknya, kau di sini saja dulu."Philip lagi-lagi menggeleng, "Tidak perlu, Rosa. Tiffany akan datang, jadi sebaiknya aku kembali ke apartemenku. Lagipula, keadaanmu sudah lebih baik, kan?"Rosa terdiam mendengar itu, dalam hati ia merutuki ucapannya barusan, seharusnya biar saja ia pura-pura sakit."Sudah malam, lebih baik kau istirahat saja. Aku
"Kau sudah menunggu lama?"Tiffany menggeleng cepat, "Tidak, aku baru saja datang."Senyuman David semakin lebar, meski Tiffany adalah sosok gadis dewasa, namun tingkahnya masih sangat menggemaskan, ia mengacak rambut panjang gadis itu."Baiklah, ayo masuk."Tiffany yang hendak menghambur pelukan pada David sontak terhenti saat ia melihat sesuatu yang ada pada kemejanya."Kenapa berhenti? Kau tidak ingin memelukku?"Tiffany langsung mengubah raut wajah, "Aku tidak mau, kau bau keringat."David terkekeh mendengarnya, "Ey, bau seperti ini juga kau sayang padaku.""Tidak." Tiffany menjulurkan lidahnya, bermaskud menggoda pria itu."Yakin?""Sudahlah, lebih baik kau mandi lebih dulu, setelah itu kita akan makan malam bersama.""Baiklah, aku mandi dulu." David berjalan mendekat dan mengecup singkat kening Tiffany hingga ia semakin jelas melihat noda itu."Noda lipstik?" gumamnya dalam hati seraya melihat David yang sedang membuka kemejanya dan meletakkannya pada tempat pakaian kotor."Davi
Tiffany keluar dari bilik kamar dengan piyama bermotif panda kesukaannya. Di meja makan, sudah ada David dengan dua nasi goreng yang masih mengepulkan asap. "Tiffany, kemarilah. Ayo, kita makan. Tidak enak jika sudah dingin."Kakinya berjalan mendekat dan duduk di hadapan David yang menampilkan senyum manisnya pada Tiffany. Dalam hati, ia tidak hentinya mengagumi sosok pria itu, lihat saja lesung pipinya, benar-benar menggoda."Makanlah. Kau sudah membelinya, masa tidak kau makan. Ayo, makan."Tiffany tersenyum lalu mengangguk. Ia mulai memakan makan malamnya. Namun, David masih menyadari perubahan raut wajah Tiffany yang tidak seperti biasanya lepas melihat noda lipstik di kemejanya. "Tiff?""Hm?""Kau baik-baik saja? Kau masih memikirkan lipstik itu?"Pergerakan tangan Tiffany yang hendak menyendok satu suapan kini terhenti, ia menatap David dengan raut wajah yang gelisah dan nampak tak nyaman."Aku sudah katakan padamu, tidak ada yang terjadi antara aku dan Rosa. Aku hanya mencin
"Kau sedang apa di sini? Bukankah, kau satu tempat kerja dengan David? David saja belum bersiap-siap.""Ah, aku sedang menunggu taksi, sama sepertimu. Kau mungkin sudah tahu dari David jika kemarin aku hampir saja pingan di proyek. Makanya, aku datang sepagi ini untuk menyelesaikan pekerjaanku agar lebih cepat."Tiffany hanya mengangguk paham. Dari raut wajah Rosa tidak ada yang nampak aneh ataupun mencurigakan. Semuanya nampak normal. Mungkin, benar apa yang dikatakan David, noda lipstik itu hanyalah ketidakseimbangan."Ah, ya, Tiffany. Jangan lupa nanti malam."Tiffany mengangguk, "Ya, aku akan membawa temanku satu lagi. Kau tidak keberatan, kan?""Temanmu? Justru, tidak. Malah sepertinya semakin seru jika aku juga mendapatkan kenalan baru."Setelahnya, mereka tersenyum yang dilanjutkan dengan ucapan basa-basi."Nanti, biar aku saja yang ke rumah sakit, kebetulan juga rumah sakitmu searah dengan mall-nya."Tiffany mengangguk, "Baiklah, kabari saja nanti."Rosa mengangguk, setelahnya
Tiffany berjalan menyusuri lorong seraya meminum susu pisang kesukaannya. Pagi ini, rumah sakit sangat padat karena semalam baru saja terjadi badai yang lebat di salah satu daerah Jakarta. Bahkan, Tiffany dapat melihat kursi tunggu yang biasanya masih tersisa kini sudah penuh hingga ke luar loby. Pintu lift terbuka, Tiffany segera masuk. Sama seperti keadaan di luar, di dalam lift juga sangat padat hingga membuat tubuh ramping Tiffany terhimpit. "Susu pisang? Dari temanmu?"Tiffany mendongak dan ia baru saja menyadari bahwa kini tubuhnya berdempetan dengan Philip bahkan terlihat tidak ada jarak antara mereka."Philip? Ah, ya. Aku masih menyimpannya." Tiffany agak risih dengan jarak mereka, yang lebih kesal lagi, setiap Tiffany ingin menjauh sedikit pasti ada salah seorang yang mendorongnya hingga membuat dia seolah terjatuh dalam pelukan Philip."Diam saja, ini akan semakin padat. Tahanlah sebentar." bisik Philip tepat di telinga Tiffany. Dan, mau tak mau gadis itu hanya menuruti sa
salsha berdecak, akibat bencana alam yang terjadi kemarin membuat beberapa lokasi harus di tutup sementara dan terbitlah kemacetan yang panjang. di sampingnya, ada matthew yang nampak asik dengan playlist lagu kesukaannya seraya bersenandung kecil. sedangkan, salsha semakin tidak bisa di tempatnya, ia nampak gelisah bahwa sebenarnya ia sudah ada janji temu dengan salah seorang pasien."tenanglah sebentar, kau bisa mengabari pihak rumah sakit jika kau sedang terjebak macet."salsha mengangguk, ia melakukan apa yang dikatakan matthew."masakanmu tadi cukup enak, mungkin kau kurang garam saja. selebihnya, aku cukup puas."salsha memutar bola matanya malas, sudah dibuatkan dan malah banyak komentar."kau ini sudah tinggal makan saja. jadi, tidak usah banyak komentar. paham?""baiklah, besok aku ingin mau buatkan aku bubur ayam. harus enak dan rasanya juga pas seperti bubur ayam biasa.""bubur ayam? kau gila? kau ingin gula darahku naik selalu membuatku emosi seperti ini?"tidak ada sahut
Salsha sedang duduk di depan salah satu toko mainan seraya meminum kopi hangatnya, tangannya sedang memegang ponsel yang menampilkan penampilan Matthew di salah satu kafe secara live. Seperti biasanya, lagi-lagi pria itu berhasil menghipnotis kalangan anak muda di sana."Salsha." Salsha segera mematikan ponselnya saat ia mendengar suara Tiffany sudah ada di sebelahnya."Maaf aku sedikit terlambat.""Tidak masalah, aku juga belum lama sampai.""Sal, perkenalkan ini Rosa, temanku, sahabatnya David dari kecil. Rosa, ini Salsha, dia sepupuku."Salsha sedikit terkejut melihat Rosa, namun ia menyembunyikannya dan memilih biasa saja selayaknya orang yang baru kenal."Kalian sudah mengenal lama?" Salsha bertanya serta terus memperhatikan Rosa. Ia tidak salah orang, pikirnya."Lumayan, kami kenal juga karena Tiffany kekasih sahabatku, David.""Ah, begitu. Kalian ingin makan malam dulu? Ini sudah jam tujuh.""Boleh."Setelahnya, mereka berjalan menyusuri mall, mencari tempat makan yang sekira m