Tepat pukul satu pagi, pintu apartemennya terbuka, Tiffany segera berjalan mendekat dan langsung mendapati David yang sedang menuntun Rosa disampingnya. Tiffany terkejut saat melihat wajah pucat Rosa, "Astaga, kau kenapa? Sini, biar aku bantu."Dengan sigap, Tiffany segera mengambil alih tubuh Rosa dan membawanya ke sofa. Ia melirik ke arah David, lalu berkata."Kau baik-baik saja?" David mengangguk."Kau tunggu di sini. Aku akan siapkan air hangat untuk kalian mandi."David lagi-lagi mengangguk, sedangkan Rosa masih diam saja seraya memeluk dirinya sendiri. Bibirnya pucat dan bergetar. Selagi menunggu air hangat, Tiffany memberikan segelas coklat hangat pada Rosa. Kelihatannya, gadis itu benar-benar dalam keadaan menggigil."Ini, minum dulu untuk menghangatkan tubuhmu." Rosa perlahan menoleh ke arah Tiffany dan menggumamkan kalimat terimakasih.Setelahnya, Tiffany mendekati David yang baru saja keluar dari kamar berganti pakaiannya. Ia lalu menyeka air yang membahasi kening pria itu
Rosa melirik ke arah David yang sedari tadi hanya diam saja memakan nasi gorengnya, "Eh, sebentar."Tangan Rosa segera mengambil alih nasi goreng yang di makan David lalu menyingkirkan bawang goreng yang berada di sisi nasi itu. "Kau tidak suka bawang goreng, kan?"Tiffany yang melihat itu hanya bisa diam, dalam hatinya terus meronta. David tidak menyukai bawang goreng? Kenapa ia tidak tahu? Astaga, mengapa ia seperti selalu kalah cepat dengan Rosa.David yang menyadari perubahan raut wajah Tiffany sontak menghentikan tangan Rosa dari piringnya."Tak apa, aku sudah menyukainya sekarang.""Wah? Kau sudah menyukainya? Sungguh?" David mengangguk seraya mengambil alih kembali piring itu. "Lanjutkan saja makanmu itu." Dan, Rosa menurut."Apa kalian setelah ini akan langsung bekerja?" Tiffany mencairkan suasana yang sempat canggung tersebut."Ya, aku ingin melihat tempat yang akan aku jadikan kafe nanti dan segera menghubungi pekerja untuk memperbaiki sekaligus merenovasinya. Aku juga akan
Saat ini, Tiffany beralih pada rambutnya. Di sisi nakas sudah berada tiga jenis jepitan rambut dengan berbagai bentuk. Ia kembali mencari inspirasi gaya rambut yang cocok dengannya.Gadis itu mulai membagi kedua sisi rambut lalu menyatukannya ke belakang menggunakan salah satu dari jepitan tersebut."Apakah seperti ini bagus?" Tiffany bertanya pada Matthew yang baru saja ingin membaringkan tubuhnya. Matthew mengangguk, "Bagus. Cocok untukmu.""Ah, tapi ini terlalu biasa." Tiffany mengubah ulang tatanan rambutnya.Matthew hanya bisa terkekeh melihat kelakukan Tiffany. Sungguh, ini bukan seperti Tiffany yang dulu nampak angkuh dan sombong, kini gadis itu menjadi sosok gadis yang banyak bicara dan ceria, membuatnya jauh lebih menarik."Kau sudah memberitahu Salsha?" tanya Tiffany seraya sibuk dengan rambutnya."Sudah, tapi dia sedang ada beberapa pasien, mungkin setelahnya baru datang ke sini." Matthew fokus menatap ponselnya yang menampilkan banyak komentar dari penggemarnya, kebanyaka
Cuaca ibu kota saat ini sangat mendukung suasana hati Tiffany. Sedari tadi, senyuman itu tidak pernah luntur dari wajah cantiknya, apalagi David yang terkadang mencuri pandang ke arahnya seraya tersenyum. "Kau ingin makan sesuatu?"Tiffany menoleh lalu berdehem, "Aku ingin makan sesuatu yang pedas."David melirik seraya menaikkan satu alisnya, "Kau yakin? Bukankah kau paling tidak suka makanan pedas?""Aku hanya ingin saja. Ayolah."David terkekeh, "Baiklah."Waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore saat mereka akhirnya tiba di sebuah restoran yang tak jauh dari apartemen milik Tiffany. Restoran dengan nama Odyssey Resto memang cukup terkenal dengan makanan khas nasional yang beragam, rasa yang ditawarkan pun juga sangat menggiurkan. Pilihan yang tepat jika ingin mencicipi makanan dari beberapa daerah Nusantara.Setelah memesan makanan yang mereka inginkan, Tiffany memperhatikan sekitar selagi menunggu. Ini kali pertamanya ia datang ke sini, suasananya cukup nyaman, banyak se
"Ah, menyebalkan sekali!" Rosa menjatuhkan tubuhnya pada sisi ranjang, emosinya benar-benar sudah mencapai puncak, ia tidak suka melihat David yang terus berdekatan dengan Tiffany.Selama mereka bekerja di Bali, ia benar-benar tidak tahu jika David sudah memiliki kekasih di Jakarta, jadi ia tidak terlalu memusingkan dan sangat senang saat David menyuruhnya untuk ikut bersamanya ke Jakarta. Pada awalnya, ia memang ingin menyatakan perasaannya pada David di Jakarta. Namun, semuanya naas saat setibanya ia di bandara, ia malah melihat David bersama sosok gadis lain yang ia kenalkan sebagai kekasihnya."Aku dan David sudah sangat mengenal saat masih kecil, aku juga sudah menaruh rasa ini sudah sangat lama. Tidak adil jika Tiffany yang malah mendapatkan David, aku tidak akan menyerah begitu saja." Rosa bergumam dengan kesal seraya mengepalkan tangannya. "Ah, sial!" Gadis cantik itu mengumpat saat ia kembali mengingat hari ini. "Kau ingin kemana?" Rosa bertanya saat David dengan tergesa-ge
Rosa yang sedang memoleskan lipstik pada bibirnya mendengar ponselnya yang bergetar. Ia menoleh dan mendapatkan sebuah pesan dari Zelo yang mengatakan ingin berkumpul bersama malam ini karena memang kebetulan mereka sudah lama sekali tidak berkumpul. Dengan cepat, Rosa mengiyakan.Secata tiba-tiba, ia mempunyai suatu pemikiran yang ia harap dapat mendekatkannya dengan David. Ia dengan cepat mendial nomor pria itu."Ada apa?""Apa kau sedang sibuk hari ini?""Tentu saja, aku harus pergi bekerja. Kau pun begitu.""Ah, maksudku, bisakah kau menjemputku? Aku sedang kesulitan karena masih tidak terbiasa dengan suasana Jakarta. Kau tidak keberatan, kan?" Rosa menggigit bibir bawahnya yang berharap cemas menunggu jawaban David. "Baiklah, tapi aku harus mengantar Tiffany ke tempat kerjanya. Tak apa?"Rosa memutar bola matanya, malas. "Baiklah. Aku tunggu."Setelahnya, panggil itu terputus. Rosa menarik sebuah laci dan mengeluarkan sebuah gambar anak kecil.***Tiffany berduduk santai di bali
Sesampainya di ruangan serba putih itu, ia tersenyum lebar mengingat ketika David mengecup keningnya. Astaga, awalan pagi hari yang sangat menyenangkan. Ia segera memakai jas putih kebanggaannya dan segera melangkah keluar karena ia hendak membuat kopi di salah satu pantry yang ada di sana, terletak di ujung lorong dan paling belakang. "Astaga, apakah ini Dokter Tiffany?" ujar salah satu perawat yang kerap dipanggil Mary itu ke arah Tiffany dan berjalan menghampiri. Mary memang sedang ada di sana, membuat kopi seperti Tiffany.Tiffany terkekeh, "Ya, ini aku. Memangnya kau sudah lupa dengan diriku setelah aku hanya cuti satu Minggu?""Ah, tidak. Bukan begitu maksudku, Dokter. Tapi, hari ini kau jauh lebih cantik! Astaga, lihatlah riasan itu, benar-benar cocok denganmu." "Kau bisa saja." Tiffany lagi-lagi hanya bisa terkekeh dan segera membuat kopinya."Aku tidak menyangka kau akan berubah secepat ini."Dari banyaknya perawat yang ada di rumah sakit ini, hanya Mary yang sangat akrab d
"Ah, itu, pasien itu bernama Nina, dia mengidap artritis yang cukup kronis pada sendi lututnya."Tiffany menoleh pada Philip, "Dia pasienmu?"Philip mengangguk, "Ya, aku yang melanjutkan untuk merawatnya. Usianya masih sangat muda, sekitar dua puluh lima tahun. Awal mulanya, ia mengalami kecelakaan hebat saat pulang bekerja, hal itu yang menyebabkan penyakitnya sekarang. Apalagi, orang tuanya belum lama meninggal dunia. Maka dari itu, Nina benar-benar membutuhkan perawatan yang khusus, mentalnya juga mengalami sedikit gangguan."Tiffany mengulum bibirnya. Ia ikut prihatin mendengar perkataan Philip mengenai salah satu pasiennya itu. Memang tidak terbayangkan bagaikan hidup yang harus Nina jalani. "Ah, ya. Apa kau hadir acara malam ini?"Tiffany menoleh seraya mengangguk, "David mengajakku. Sejujurnya, aku juga tidak enak karena itu adalah acara kalian, teman lama yang sudah lama berpisah. Aku hanyalah orang baru.""Astaga, kau tidak usah berlebihan seperti itu. Kami welcome pada siap