Salsha menatap ponselnya yang baru saja ia putuskan secara sepihak panggilan itu. Sebenarnya, ia juga tidak tega pada Matthew yang pasti sedang dalam posisi bimbang, tapi ia juga sedang tidak bisa berpikir jernih. Maksud dari pria itu jelas-jelas hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia seperti menjadi objek pengalihan perasaannya juga kemauan Ayahnya. Sebenarnya, Salsha tidaklah keberatan dengan kemauan Matthew itu, tapi mengingat pria itu yang masih berurusan dengan Tiffany membuatnya sedikit enggan."Aku tidak tahu apa yang aku rasakan, tapi aku merasa aku mulai nyaman denganmu, Matthew. Tapi, aku juga tidak terima jika kau hanya memanfaatkanku. Memang sudah seharusnya, kita tidak berpura-pura seperti ini." Setelahnya, kedua mata Salsha terpejam dengan bersamaan ponselnya berkedip, sebuah pesan masuk dari Matthew. 'Salsha, aku mohon, kau jangan berburuk sangka lebih dulu padaku. Aku tidak bermaksud untuk memanfaatkanmu dalam situasi ini. Tapi, aku benar-benar serius ingin menjalin
"Kau sudah sarapan?" Salsha lagi-lagi hanya mengangguk, gadis itu seperti enggan mengeluarkan suaranya."Sebenarnya, aku membeli ini untukmu, aku pikir kau belum sarapan. Tapi, aku rasa ini bisa juga dijadikan—"Kriuk! Kriuk!Perkataan Matthew terhenti saat mendengar suara yang bersumber dari perut Salsha. Sontak saja, ia terkekeh mendengar itu, Salsha memang tidak ditakdirkan untuk membohonginya. Sedangkan, gadis itu sedang memalingkan wajahnya seraya berkomat-kamit mengumpati dirinya sendiri. Jika boleh jujur, ia memang belum sarapan pagi ini, lebih tepatnya tidak sempat sarapan karena ia telat bangun."Makanlah. Aku tahu kau belum sarapan." Matthew menyodorkan sekotak makanan itu pada Salsha."Tidak perlu." Lagi, perut gadis itu berbunyi seolah tidak bisa diajak kerjasama dengan pikirannya. Matthew menyembunyikan kekehannya dengan cepat saat gadis itu meliriknya."Jangan ditahan, itu tidak baik. Makanlah, kau juga harus segera memeriksa pasien. Kau akan berkerja keras, tidak lucu j
"Bagaimana kantor? Apakah berjalan lancar?"David mengangguk antusias, "Kantor sangat berjalan sangat lancar. Kau tahu? Rosa berhasil meyakinkan vendor-vendor yang datang itu hingga mereka mau berperan andil dalam proyekku.""Aish, kau ini berlebihan sekali. Aku hanya bicara sebentar saja pada mereka.""Tapi, tetap saja! Kau sangat keren, Rosa. Aku saja awalnya sudah menyerah dengan mereka yang terus-menerus memojokkanku.""Aish, lagi-lagi kau berlebihan. Tidak usah dipercaya, Tiffany. Dia memang selalu seperti itu.""Tidak, tidak. Ini serius mengatakannya. Satu hal lagi, kau tau, Tiff? Rosa juga berhasil mendapatkan tiga investor sekaligus agar menyimpan sahamnya di proyek kali ini. Wah, aku tidak bisa berkata-kata lagi.""Aku kan sudah mengatakannya padamu jika sebelumnya aku sudah jauh-jauh hari menawarkan ini pada mereka dan baru hari ini mereka memberikan keputusan mereka.""Ya, pada intinya kau benar-benar hebat. Aku beruntung bisa mengandalkanmu dalam hal ini." Tiffany hanya m
"Terima kasih.""Salsha." Salsha yang hendak keluar dari mobil itu terhenti saat Matthew menyuarakan namanya."Ada apa?""Malam ini, aku manggung di tempat biasa, jika kau luang, aku harap kau bisa datang."Salsha mengangguk, "Ya.""Tunggu sebentar." Salsha kembali menjatuhkan bokongnya, ia kembali menoleh pada Matthew."Ada apa lagi?""Ini." Matthew menyodorkan jus buah naga pada Salsha. "Aku tidak tahu kau suka jus apa, setelah aku cari tahu, jus buah naga salah satu jus yang bagus untuk penderita diabetes. Jadi, aku membuatnya untukmu. Aku harap kau suka."Salsha memandang jus itu lumayan lama, hatinya menghangat dengan perilaku Matthew yang manis. "Kau membuatnya?"Matthew mengangguk seraya terkekeh, "Ya sebenarnya, tidak seratus persen aku yang buat, aku dibantu oleh Bi Arum."Salsha terkekeh, "Baiklah, terima kasih. Aku terima, ya."Matthew mengangguk dan Salsha berpamitan dan segera keluar. "Aku tunggu di kafe biasa." Matthew menyembulkan kepalanya dari jendela mobil pada Sals
"Jika, kau tidak keberatan dan ingin memilki teman untuk bercerita, aku siap mendengarkan."Tiffany terdiam mendengar penuturan Philip. Ia tidak mungkin menceritakan semuanya tentang dugaannya terhadap David dan Rosa. Bahkan, jika ia pikir-pikir itu adalah hal yang memalukan juga, jelas-jelas jika David dan Rosa adalah sahabatan dari kecil, jadi wajar saja jika mereka sangat dekat seperti ini. Agaknya, ia memang tidak perlu menceritakan soal ini pada siapapun. Toh, ini juga belum terbukti benar atau salah. Ini hanyalah dugaannya yang masih di awang-awang."Tidak, ini hanya urusan biasa saja. Aku hanya meluruskannya sedikit."Philp mengangguk paham lalu menyesap kopinya, "Aku pikir masalah mengenai David."Tiffany secara refleks menoleh pada Philip. Astaga, mengapa Philip mengatakan hal yang seperti itu? Sialnya, omongan Philip tepat sasaran. "Aku tahu jika kau dan David sedang dalam masalah. Tidak, bukan David, tapi ada padamu."Tiffany terdiam mendengar itu, pikirannya kembali berla
Kring!Tiffany terkejut saat ponselnya berbunyi. Ia dapat mendengar gadis itu mengumpat lalu pergi meninggalkan toilet, sepertinya ia tidak menduga jika ada orang lain selain dirinya. "Halo, David?""Kau sedang apa? Kenapa napasmu seperti itu?""Ah, tidak. Aku hanya habis dari toilet, aku kebelet." alibi Tiffany seraya keluar dari biliknya. Benar, gadis itu sudah menghilang."Pulang nanti, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Kau mau?""Kemana?"David terkekeh, "Jika, aku kasih tau sekarang, itu tidak surprise.""Aish, kau ini. Baiklah, jemput aku di jam seperti biasa, ya?""Ya, kau tinggal kabari aku saja.""Baiklah. Bagaimana pekerjaanmu?""Berjalan lancar seperti biasa. Kau bagaimana?""Ya, sama sepertimu, hanya saja tadi aku harus mengecek keadaan pasien Philip, dia meminta bantuanku karena dia ada urusan mendadak.""Philip?"Tiffany mengangguk seraya menyadarkan tubuhnya di dinding wastafel, "Ya.""Baiklah, semoga pekerjaanmu berjalan lancar.""Ya, aku juga.""Kalau begitu, aku
"Kalian pasti tahu jika Rosa sangat menyukai David."Andre mengangguk, "Jelas sekali terlihat sejak dulu.""Memangnya ada apa?""Akhir-akhir ini, aku sering memperhatikan Tiffany yang mendadak murung di rumah sakit. Tadi siang, aku menebaknya mengenai masalah hubungannya dan sepertinya benar, ada yang sedang tidak beres dengan mereka. Aku hanya takut jika ada sesuatu yang dilakukan Rosa.""Aku juga menyadari sejak kemarin. Rosa seolah sengaja memasak makanan kesukaan David. Padahal, kalian tahu sendiri jika Rosa tidak terlalu suka dengan Ayam Betutu, diantara kita juga tidak terlalu menyukainya. Daripada ayam betutu, kita semua lebih memilih Tum Ayam, lebih praktis.""Benar. Kehadiran Tiffany pasti benar-benar membuat Rosa terpukul.""Maka dari itu, aku hanya takut Rosa melakukan hal yang tidak-tidak pada mereka.""Tapi, yang aku lihat juga David sangat mencintai Tiffany.""Ya, kau benar. Tapi, tidak menutup kemungkinan hubungan mereka hancur karena Rosa. Apalagi, Rosa dan David sanga
"Aku tidak tahu harus bagaimana untuk kelanjutannya. Seperti yang sudah-sudah, Ayahnya Matthew sangat menaruh harapan besar padaku. Aku juga takut jika suatu hari nanti mengecewakannya.""Kau tidak berniat untuk menjelaskan semuanya sekarang?""Aku ingin, tapi aku rasa belum saatnya. Kondisi Ayahnya Matthew sedang dalam keadaan tidak baik.""Ini terlalu sulit. Konteksnya sama saja seperti aku, hanya mengulang kejadian yang sama.""Makanya itu, bahkan ayahnya Matthew menyuruhku untuk memanggil ayah mulai sekarang. Aku harus bagaimana setelah ini?""Benarkah?"Salsha mengangguk, "Ya. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?""Hm. Memangnya, kau sama sekali tidak ingin menjalin hubungan yang sesungguhnya dengan Matthew? Toh, kalian juga telah lama mengenal.""Tidak semudah itu, Tiff. Banyak sekali yang harus dikorbankan setelahnya. Apalagi, harus mengorbankan perasaan. Kau tahu? Matthew masih menyukaimu."Tidak ada jawaban, Tiffany sepertinya sedang terdiam tidak tahu harus menjawab apa men