"Aku harus segera bergegas." Lily hanya mengangguk dan mengucapkan hati-hati. Setelahnya, tubuh Salsha menghilang di balik lorong.Namun, saat ia hendak keluar dari lift, tidak sengaja tubuhnya menabrak seseorang dari arah berlawanan yang mengakibatkan barang bawaan pria itu berhamburan di lantai."Maafkan aku, aku tidak sengaja." Gerakan tangan Salsha terhenti saat ia menangkap sebuah objek yang sudah tidak asing lagi, sebuah jus jambu. Jus yang ia rebut paksa dari Matthew. Ah, dia mengingat pria itu lagi."Maaf, itu milikku." Salsha mengerjap, "Ah, ya. Astaga, maafkan aku. Ini." Ia menyerahkan jus itu dan setelahnya mereka berpisah.Salsha menatap Vending Machine yang menampilkan jus jambu di sana. Salsha tersenyum melihat itu. Pikirannya, kembali melayang pada kejadian saat itu. Ah ya, ia sampai lupa, ia belum mengecek kadar gula darahnya sore ini. Dengan segera, ia mencari tempat duduk kosong di loby dan mengeluarkan alat-alat itu. Ia ingin segera agar tidak terlewat.***Tiffany
I spend my weekends tryna get you offMy mind again, but I can't make it stopI'm trying to pretend I'm good, but you can tellSalsha tertegun saat ia beradu pandang dengan Matthew. Pria itu tersenyum ke arahnya sebelum atensinya kembali mengarah pada penonton. I spend my weekends tryna get you offMy mind again, I can't make it stopTryna pretend I'm good, but you can tellMm, I'm notI spend my weekends tryna get you offMy mind again, but I can't make it stopI'm tryna pretend I'm good, but you can tell'Cause you know me, you know me too well Sorak tepuk tangan dari seluruh para gadis yang ada di sana kembali mulai terdengar, mereka terpukau dengan suara Matthew yang seakan menghipnotis mereka, tak hanya bakat bermusiknya saja, wajah tampan Matthew juga menjadi idola banyak gadis, terlebih lagi Matthew memang tidak pernah absen memamerkan pesonanya. Bahkan, Salsha hampir saja ingin menutup telinganya karena teriakan mereka benar-benar sangat kencang. "Enjoy semua! Nikmati makan
Saat ini, ia sedang berjalan menuju apartemen David selepas membeli beberapa bahan makanan yang tidak jauh dari sana. Tiffany memang berniat untuk menginap di apartemen pria itu setelah sepulangnya mereka dari makan malam.Tiffany menggosok gosok hidungnya, hingga meninggalkan seburat merah diujungnya. Dan, sepertinya ia terserang flu ringan."Kau kedinginan?" Tanpa menoleh, Tiffany mengangguk samar."Bertahanlah, sebentar lagi akan sampai." ucap David tanpa melepaskan pandangannya pada Tiffany."Kau benar benar melupakannya." Tiffany sontak menoleh dengan alis yang menyatu."Melupakan apa? Ku rasa, tidak ada yang ku lupakan." Tiffany menatap David dengan tanda tanya."Sebentar," Tiffany tersentak berhenti, mengamati David yang tengah mengeluarkan sesuatu didalam saku mantel tebalnya, "Kau melupakan syalmu." Tiffany menahan nafasnya, saat David melingkarkan syal tebal berwarna merah di lehernya. Lalu, mengikatnya simpul membuat lehernya tertutup tebalnya syal."Setelah sampai, kau har
"Sebentar. Aku sedang berbicara dengan Salsha. Ya, sebentar lagi aku akan masuk ke dalam.""Kau sedang bersama David?""Ya, aku menginap di tempatnya sekarang."Salsha terdiam mendengar itu. Omong-omong soal David, ia menjadi teringat dengan seorang gadis mabuk yang mengatakan jika ia sangat kesal dengan David. Entah kenapa, saat itu perasaannya tidak enak. Ia harap, tidak akan terjadi satu hal yang buruk."Sal?""Ya?""Aish, kau asik melamun saja. Kau pasti sedang memikirkan hari ini.""Astaga, kau ini bisa saja!""Ah ya, apa kau lusa ada waktu kosong di malam hari?""Lusa? Ada, aku hanya ada shift sampai sore. Ada apa?" Salsha membuka jus jambunya lalu meminumnya."Aku ingin mengajakmu pergi ke beauty festival jika kau mau. Aku juga mengajak temanku yang lain, kau bisa berkenalan dengannya.""Beauty festival? Ah, aku tidak terlalu menyukainya.""Oh ayolah, kau ini sudah memiliki kekasih. Kau harus memperhatikan penampilanmu juga. Aku tidak mau tahu, pokoknya kau harus ikut."Salsha
Akhirnya, Gilang sampai juga di dalam kamar Rosa. Ia segera membaringkan gadis itu di sana. Tubuhnya sangat pegal juga sakit, membawa gadis itu dari mobil hingga di sini bisa membuat tulangnya remuk."Astaga, badanku." Gilang mengeluh seraya merenggangkan tubuhnya pada sisi ranjang. Namun, secara tiba-tiba tangan Rosa menariknya hingga membuat Gilang sedikit menindih tubuh itu."Ros! Kau ini apa-apaan! Lepaskan—""David?""Hah?"Gilang salah, ia pikir Rosa sudah selesai dengan mabuknya."Rosa! Sadarlah! Aku ini Gilang, bukan David!"Agaknya, Rosa sudah sepenuhnya dikendalikan oleh rasa mabuk, bukannya menjauh gadis itu malah semakin kencang memeluknya seolah tidak menginginkan Gilang pergi."Rosa, kau ini sedang mabuk! Lepaskan!""David, ayolah. Kau sudah jarang sekali ada untukku, hari ini saja kau tidur bersamaku seperti di kantor saat itu. Jangan memikirkan Tiffany, hanya aku. Aku yang pantas untukmu!""Hah? Apa?" Gilang merasakan tubuhnya membeku. Ucapan Rosa tadi membuat pikiran
"Tiffany, maafkan aku." David terus mengulangi kalimat yang sama sampai Tiffany sudah selesai dengan tugasnya. Luka David sudah terbalut dengan kain kasa."Istirahat sebentar di sini, aku akan ambilkan selimut untukmu." Tiffany menyeka air matanya lalu membaringkan tubuh David di sana.Tak lama, ia kembali dengan selimut tebal yang ia ambil dari kamar. Bukannya ia tidak mau memapah David ke kamar, hanya saja tubuh pria itu sangat besar dan Tiffany tidak mempunyai cukup tenaga untuk itu."Tidurlah di sini untuk malam ini. Aku akan menjagamu, maafkan aku."Tiffany menata rapih selimut itu dan memastikan tidak ada satu hal yang terlewat. David masih terus merancau meminta maaf padanya, peluh perlahan mulai membanjiri kening pria itu hingga membuat tubuhnya menggigil. "David, astaga. Aku sudah memaafkanmu, tolong jangan seperti ini." Air mata sudah tidak dapat Tiffany bendung lagi, melihat kondisi David sekarang membuat hatinya jauh lebih sesak, seperti ditikam ribuan belati. Tubuhnya j
"Aku lepaskan." kuncian Rosa yang erat membuatnya tak bisa kabur dari cengkeramannya. Miliknya yang terangsang dibawah sana juga serasa sangat menderita, ingin mengeluarkan cairannya."Di dalam saja!" desahan beserta penolakan tegas keluar dari bibirnya.Gilang masih berusaha menahannya, berusaha membaringkan Rosa ke kasur. Tetapi Rosa melawan dengan menahan pundaknya dan terus memompa di sana. Gilang takut akan terjadi sesuatu hal yang lain setelah ini, ia tidak mau mengambil resiko yang terlalu jauh."David.. please.." mohon Rosa berharap penuh. Rosa mengabaikan permintaan Gilang agar keluar di luar. Tangan kanan yang merangkul leher Gilang tadi turun, menuju ke daerah dibawah sana. Mencapai kedua bola itu, ia meraba, meremas, memainkan bola itu dengan tangannya yang halus.Bibir di atas sana juga mengarah ke leher sahabatnya itu, menjilatinya dan memberi gigitan kecil di sana. Godaan tak tertahankan terus dilakukan oleh iblis kecil ini. Terus berusaha untuk membuatnya keluar. Rosa
"Wah, sepertinya ini terlihat enak.""Tentu saja, makanlah." Tiffany segera memasukan satu sendokan ke dalam mulutnya dan seketika saja raut wajahnya berubah."Bagaimana? Enak, bukan?" Tiffany mengunyah perlahan seraya tersenyum kecil, "Enak, hanya saja kau terlalu banyak.""Hah? Terlalu banyak?""Coba saja."David menuruti permintaan Tiffany dan sama seperti Tiffany, raut wajah pria itu berubah."Ini sangat asin!" David memprotes pada dirinya sendiri."Itu! Kau ini kenapa? Kau ingin cepat menikah? Omelette asin, nasi goreng juga asin." Tiffany tertawa renyah melihat perubahan raut wajah David yang sontak membuat pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia merutuki ucapannya tadi."Tak apa, aku akan mengatasinya." Tiffany mengambil kembali nasi goreng itu dan menyulapnya di atas wajan hingga rasanya kembali normal dan enak."Bagaimana sekarang rasanya?" David kembali mencicipinya dan reaksinya benar-benar membuat Tiffany tersenyum lebar."Wah! Kau benar-benar luar biasa! Ini
Menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya dokter yang menangani Rosa keluar. "Bagaimana keadaannya, Dok?""Rosa baik-baik saja, dia hanya kelelahan saja. Bayinya juga baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Gilang yang mendengar itu, tanpa basa-basi lagi langsung menyerobot masuk ke dalam, ia ingin melihat keadaan Rosa secara langsung. Rupanya, gadis itu sudah sadar, tatapannya nampak kosong, ia hanya menatap datar ke arah Gilang yang kini sedang menatapnya sendu."Aku akan menikahimu, Rosa. Jadi, aku mohon, jangan melakukan hal yang tidak-tidak padanya, dia tidak salah apapun. Bagaimanapun aku ini ayahnya, aku ingin membesarkannya."Samar-samar, Rosa mendengar suara David yang sangat perhatian pada Tiffany, penuh kasih sayang dan sangat lembut. Rosa hanya tersenyum kecil, sedetik kemudian, ia merasa tubuhnya hangat dalam dekapan Gilang.***Satu bulan kemudian...Tiffany sedang menatap hamparan laut biru depannya, sepanjang mata memandang hanya ada keindahan air yang
Gilang yang sedang memainkan ponselnya, menanyakan bagaimana kabar Rosa sekarang. Namun, sudah dari setengah jam yang lalu, gadis itu tak kunjung membalas. Detik berikutnya, David kembali ke dalam mobil. Wajahnya kali ini nampak lebih segar dari sebelumnya, dapat ditebak jika sesuatu yang baik baru saja terjadi."Ey, ada apa, nih? Wajahmu sumringah seperti itu. Bagaimana dengan Tiffany tadi?""Tiffany akhirnya percaya padaku, tapi aku harus membuktikan semuanya.""Ya, kau memang harus melakukannya. Kebenaran yang ditutupi juga tidak akan berkunjung baik.""Jadi, apa rencanamu, David?""Aku akan melakukan tes DNA besok. Gilang, kau tolong sampaikan ini pada Rosa."***Saat ini, mereka semua berada di dalam sebuah ruangan VIP yang memang telah disediakan khusus, menunggu hasil pemeriksaan test DNA keluar. Tiffany, David, Zelo, Andre, Mario, Philip, Gilang, dan Rosa tidak ada yang bersuara. Ruangan itu nampak senyap, hanya terdengar suara jarum jam yang beputar. Dari sudut pandangnya,
"Rosa? Apa ini Rosa?" gumamnya pelan, ia sontak mengeluarkan ponselnya, meyakinkan asumsinya bahwa itu benar Rosa melalui nomor ponsel yang terdaftar di sana, ia ingin mencocokannya.Sedetik kemudian, Tiffany terkejut bukan main bahwa itu benar Rosa, sahabat David yang ia kenal selama ini. Jadi, Rosa hamil? Dengan siapa?Masih terkejut, Tiffany malah mendapati sebuah pesan email masuk dari orang yang tidak ia kenal. Ia mengklik sebuah dokumen di sana. Lagi, napasnya seperti tercekat, pasokan udara terasa menipis di dadanya. Lututnya kembali lemas dan ia terjatuh begitu saja. Ia sungguh terkejut melihat foto David dan Rosa yang berbaring tanpa busana. Jadi, mungkinkah anak yang dikandung Rosa anaknya David?"Tiffany!"Itu, suara Philip. Pria itu berlari mendekat dan mengambil posisi di samping Tiffany. Dari raut wajahnya, jelas memperlihatkan jika gadis itu sudah mengetahuinya."Tiff, kau baik-baik saja?"Tiffany menggeleng, wajahnya pucat pasi. "Philip, apa benar Rosa hamil anaknya Da
David mengkliknya dan sontak ia membulatkan kedua matanya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, di sana terdapat banyak sekali foto yang menampilkan dirinya dengan Rosa yang sedang berbaring tanpa busana. David jelas tahu dimana tempat itu, di sebuah ruangan kecil yang memang ia sediakam untuk beristirahat. Dalam hati, ia meronta-ronta. Sungguh, ia berani bersumpah bahwa ia tidak yakin pernah berbuat sejauh ini dengan gadis itu. Yang ia ingat, ia hanya tertidur di ruangan itu, tidak lebih. Bahkan, ia juga ingat betul jika dirinya sangat bugar dan segar saat bangun, tidak seperti orang yang baru saja mengeluarkan tenaga banyak. Lagipula, ia tidak mengingat apapun. Sekalipun mabuk, ia yakin seratus persen jika ia tidak meminum jenis alkohol apapun saat ini. "David? Kau sudah melihatnya?""Tidak, aku tidak melakukannya. Sungguh, aku tidak pernah melakukannya. Aku harus meluruskannya langsung dengan Rosa.""Kau jangan gegabah. Aku dan yang lainnya sedang menuju ke tempatm
Baru saja, saat Tiffany ingin membuka ujung antiseptik, Philip dengan cepat menahan lengannya hingga pergerakannya terhenti secara tiba-tiba."Biar aku saja yang obati." ucap pria itu seraya mengambil alih lagi antiseptik itu. Ia meneteskan antiseptik pada kapas yang sudah dibalut kain kasa."Jangan diulangi lagi, aku tidak mau kau terluka."''Tidak perlu cemas, ini hanyalah luka kecil. Tidak seberapa."Philip tidak menggubris. Ia fokus mengobati bibir tipis Tiffany. Ia terdiam mengamati pemandangan dihadapannya. Bibir merah ranum itu lebih menggiurkan ketika dilihat dengan jarak dekat. Ya, seperti buah persik, atau mungkin rasanya juga sama. Pikir Philip. Ia semakingugup sekarang ketika membayangkan bagaimana tekstur dan rasanya. Namun, dengan cepat ia menepis semua pikiran jeleknya."Sudah. Jangan diulangi lagi."Tiffany tersenyum kecil, "Terima kasih."Tidak sengaja, saat ia hendak membereskan kotak P3K, matanya tidak sengaja melirik ke arah benda pipih yang tergeletak begitu saja
Di dalam mobil, Tiffany tentu mendengar teriakan itu. Ia hanya bisa diam dan sesekali melihat ke arah kaca spion yang masih menampilkan David hingga mereka berbelok di perempatan."Kau sebaiknya beristirahat malam ini. Kau tidak usah masuk dulu besok, aku akan memberitahu staff rumah sakit."Tak ada sahutan, Tiffany hanya diam saja seraya menatap lurus ke luar jendela. Ia sudah tidak menangis lagi, tenaganya sudah habis terkuras tadi. Yang tersisa hanya jejak air mata yang mengering di wajahnya. Philip memaklumi, ia tidak akan banyak omong.***Esok paginya, Tiffany terbangun dengan tubuhnya yang masih terasa lemas, juga wajahnya yang membengkak akibat menangis. Ia berada di apartemennya. Sebenarnya, ia sudah bangun sejak dua jam yang lalu, tapi rasanya ia sangat malas beranjak dari atas kasur. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Tidak ada yang ingin ia lakukan hari ini, apalagi mengingat kejadian semalam. Rasanya, seperti mimpi. Ia tidak pernah menyangka jika hub
"Tiffany, kau ingin keluar? Aku tidak nyaman berada di tengah-tengah mereka." "Baiklah. Sepertinya, udara di luar lebih sejuk." Tiffany merasakan hal yang sama, bau ruangan itu sudah bukan lagi aroma lezat makanan tapi sudah didominasi aroma minuman alkohol, ia tidak menyukainya.Tanpa berpamitan lagi pada David, Tiffany segera menyusul Rosa yang sudah lebih dulu keluar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sebuah danau kecil dengan beberapa pohon rindang di pinggirnya, gemerlap lampu yang temaram membuat suasana semakin nyaman dinikmati.Kedua gadis itu terus berjalan hingga mereka akhirnya tiba di sebuah jembatan kecil yang digunakan untuk menyebrangi sungai. Memang, di seberang sana ada kandang kuda dan juga lapangan golf. Besar sekali memang rumah Zelo. "Aroma parfummu sama sepertiku." Tiffany menyeletuk saat ia tidak sengaja mencium bau badan Rosa."Benarkah? Aku memakai parfum Channel no 5.""Benar! Aku juga memakainya, pemberian dari David."Rosa terkekeh, "Sepertinya, it
"Kau tidak ikut bermain?"Tiffany menoleh, Rosa sudah di sampingnya sedang mengikat rambut. "Tidak, aku tidak bisa bermain baseball.""Oh, benarkah? Padahal, David sangat menyukai permainan olahraga ini. Dari kecil, dia sudah sangat jago dan berlatih setelah pulang sekolah. Aku juga bisa bermain baseball karena David." Rosa berkata dengan senyumannya."Lebih menyenangkan jika kau bisa bermain baseball dengan seseorang yang kau sayangi, bukan?" Rosa melanjutkan dengan nada yang sedikit berbeda, seolah menyudutkan Tiffany.Tidak ada respon apapun yang diberikan Tiffany, ia hanya diam seraya memperhatikan Rosa yang tengah tersenyum miring ke arahnya seraya berjalan menuju sekumpulan pria itu. Di tempatnya, Tiffany hanya bisa memperhatikan mereka yang sedang asik bermain. Meski pandangannya tertuju pada lapangan juga David, tapi pikirannya sedang mengambang, ia kembali mengingat kejadian semalam dengan Salsha. Bukan hal yang tidak mungkin jika Rosa menaruh perasaan pada David, mereka sud
"Kau masih ingat bagaimana prianya?"Salsha mencoba mengingat kembali, "Sedikit. Aku ingat rambutnya."Tiffany dengan segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto yang berisi enam pria yang sedang tersenyum lebar di tengah-tengah lapangan baseball, lengkap dengan pakaian juga sebuah piala di sana."Apa ada di salah satu pria ini?"Salsha mengamatinya dengan teliti hingga ia merasa familiar dengan seorang pria di tengah-tengah, "Ini! Dia orangnya."Itu, Gilang.Setelahnya, Tiffany tidak banyak bicara, ia hanya diam mencoba mencerna apa yang terjadi selama ini. Mendapati hal ini, rasa curiga yang tadi sempat terpendam kini muncul kembali, ia menggali ingatannya dengan beberapa kejadian yang melibat Rosa belakangan ini. Gadis itu memang selalu hadir menjadi topik pertengkaran ia dan David hingga berujung salah paham."Tiffany, jika aku boleh menyarankan, kau harus berhati-hati dengan dia. Kau jangan terlalu percaya padanya. Dia memang sahabat David, tapi dia tetap orang asin