Tamara memahami dan bisa melihat betapa pentingnya meeting ini, apalagi dengan jadwal yang mendadak diubah oleh klien. Tanpa berpikir panjang, ia segera mengambil tasnya dan bersiap mengikuti Carson.Sesuai permintaan klien, mereka berdua meninggalkan kantor dan menuju salah satu restoran yang sudah ditentukan. Perjalanan terasa singkat dengan rasa tegang yang menyelimuti keduanya. Sesampainya di restoran, mereka disambut oleh suasana yang hangat dan elegan. Carson memilih meja di sudut, tempat yang cukup tenang untuk meeting. Mereka duduk menunggu, sambil sekali lagi memeriksa dokumen dan bahan presentasi.Tak lama kemudian, klien mereka datang, seorang pria paruh baya dengan setelan rapi dan senyum ramah. Meeting pun dimulai. Carson memimpin diskusi dengan penuh percaya diri.Tamara duduk di sampingnya, memperhatikan setiap detail percakapan. Carson tampak begitu profesional; caranya berbicara tegas namun tetap sopan. Ada aura kharisma yang memancar dari dirinya, membuat Tamara tak
Tamara sedang menikmati makan siangnya dengan Carson ketika ponselnya bergetar di atas meja. Dia mengambilnya dan melihat sebuah pesan baru dari Davis. Awalnya, Tamara berpikir itu hanya pesan biasa, karena Davis awalnya hanya bertanya apakah dia sudah makan siang atau belum. Tetapi setelah membaca isi pesan berikutnya, alisnya mengernyit. Pesan itu terasa aneh baginya.Davis: Kenapa kau makan siang di sini?Tamara terdiam sejenak, mencerna maksud dari pesan tersebut. Apa maksud dari ucapannya? Kenapa dia mengirimkan pesan dengan kalimat yang seperti ini?Dengan cepat, Tamara mengetik balasan.Tamara: Apa maksudmu?Sambil menunggu balasan, Tamara mengalihkan pandangannya ke sekeliling restoran. Dia mencoba mencari tahu apakah ada sesuatu yang aneh atau mencurigakan. Tidak lama kemudian, ponselnya kembali bergetar. Pesan balasan dari Davis muncul di layar.Davis: Aku ada di restoran yang sama denganmu!Mata Tamara melebar, dan dia secara refleks mengangkat pandangannya, mencoba menemuk
Mereka mengakhiri pembicaraan singkat itu, dan Davis menyandarkan punggungnya ke dinding, menatap langit-langit restoran dengan pikiran yang berputar-putar. Setelah beberapa detik, dia kembali ke meja di mana Fabio sudah menunggunya.Sementara itu, Tamara menutup teleponnya dan mengambil napas panjang. Dia berjalan kembali ke meja dengan langkah tenang, meskipun dalam hatinya dia masih merasa cemas.Begitu tiba di meja, dia melihat Carson yang hampir menghabiskan makan siangnya.Carson mengangkat pandangannya dan tersenyum saat melihat Tamara kembali.Tamara duduk di kursinya dengan senyum kecil. "Maaf, toiletnya cukup penuh.” Davis samar-samar bisa mendengar pembicaraan mereka.Keduanya kembali menikmati makan siang mereka. Tamara berusaha tetap tenang, meskipun dia tidak bisa menghilangkan perasaan khawatir yang masih menghantuinya. Dia tahu bahwa Davis ada di dekatnya, dan dia harus memastikan bahwa Carson tidak menyadari kehadiran suaminya.Mereka mulai berbicara tentang topik-top
Carson merasa canggung dengan suasana yang tiba-tiba berubah setelah kejadian tadi. Dia memutuskan untuk beranjak bangkit dari tempat duduknya, berpamitan sebentar pada Tamara dengan alasan ingin pergi ke toilet. Tamara hanya mengangguk, membiarkan Carson pergi sementara dia melanjutkan makan siangnya, meski rasa canggung masih menggantung di antara mereka.Sepanjang langkahnya menuju toilet, Carson merasa ada yang aneh dengan dirinya. Pikirannya terus kembali pada momen ketika dia beradu tatap dengan Tamara.Wajah cantik wanita itu terbayang jelas dalam benaknya. Sentuhan tangan lembut Tamara juga tak bisa dihilangkan dari pikirannya. Carson menghela napas, merasa sedikit gugup dengan perasaan yang mulai mengganggu dirinya. Dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi satu hal yang pasti, situasi ini membuatnya merasa canggung.Carson kemudian melangkah masuk ke dalam toilet pria. Dia berharap dengan berada di sana, dia bisa menenangkan pikirannya dan menghilangkan perasaan cangg
“Apakah pria itu adalah suamimu?” tanya Carson tiba-tiba, suaranya terdengar serius.Tamara tertegun. Jantungnya berdegup kencang, namun dia berusaha keras menutupi keterkejutannya agar Carson tidak mencurigai apa pun.Apa maksudnya? Kenapa dia mendadak bertanya seperti ini? Apakah Carson melihat Davis di restoran tadi? pikir Tamara panik. Berbagai kemungkinan melintas di benaknya, dan hal itu semakin membuatnya gelisah. Namun, dia tetap mencoba untuk terlihat tenang, menahan semua kegelisahan yang menggerogoti pikirannya.Di sisi lain, Carson mengamati perubahan ekspresi Tamara. Wajah wanita itu terlihat sedikit tegang, seolah-olah ia sedang merenungkan sesuatu yang penting. Perasaan bersalah menyelinap di hati Carson. Apakah pertanyaanku barusan terlalu menyinggung?“Anda baik-baik saja, Tamara?” tanya Carson lagi, mencoba mengatasi kebingungannya dengan nada suara yang lebih lembut.Pertanyaan itu membuyarkan Tamara dari lamunannya. Dia mengerjapkan mata, berusaha menenangkan diri.
Davis menghela napas panjang saat membuka pintu rumahnya. Perasaan lelah menggelayuti tubuhnya, seperti beban berat yang terus-menerus menekan tanpa henti.Hari ini terasa sangat panjang. Tumpukan pekerjaan di kantor yang tak ada habisnya membuat kepalanya berdenyut dan tubuhnya terasa berat. Namun, Davis tahu ini bukanlah satu-satunya hari yang akan melelahkan. Di depan sana, masih ada hari-hari lain yang menunggu, sama sibuknya, mungkin bahkan lebih melelahkan.Dengan langkah gontai, Davis melangkah masuk ke dalam rumah sambil membawa tas kerjanya. Pikirannya masih dipenuhi oleh berbagai urusan pekerjaan, namun begitu memasuki ruang tamu, pandangannya tertuju pada sesuatu yang membuatnya berhenti sejenak.Di sana, di atas sofa, Tamara terbaring dengan tenang dalam kondisi tertidur lelap. Davis terdiam sambil memperhatikan sosok istrinya yang terlihat begitu damai dalam tidurnya. Tamara tampak sangat kelelahan, seolah-olah telah menunggu Davis pulang hingga akhirnya ketiduran.Davis
Carson berjalan menghampiri meja kerja Tamara, langkahnya mantap dan tatapan mata fokus. Di tangannya, terdapat beberapa berkas tebal. Sesekali, pandangannya menyapu layar komputer Tamara yang menampilkan grafik dan dokumen-dokumen yang tengah ia kerjakan. Tamara yang sedang fokus menulis di komputernya, lantas mendongak begitu menyadari kehadiran Carson."Tamara," panggil Carson dengan suara yang cukup untuk membuat Tamara langsung beralih memperhatikannya."Saya butuh anda mengerjakan laporan ini. Ini penting untuk proyek kita minggu depan, dan harus selesai hari ini.” Carson meletakkan tumpukan berkas di depan Tamara. “Saya juga ingin mengingatkan kalau nanti siang kita akan ada meeting untuk membahas perkembangan proyek ini. Divisi kita akan adakan rapat serius, jadi pastikan anda ikut dalam meeting ini," jelas Carson tanpa basa-basi.Tamara mengangguk paham. "Baik, saya akan segera mengerjakannya," jawabnya cepat, sambil menerima tumpukan berkas tersebut.Setelah memberikan instru
Tamara melangkah keluar dari dalam lift dengan langkah ringan, namun tubuhnya seketika membatu ketika pandangannya secara tidak sengaja menangkap sosok Davis yang tengah berjalan menuju lift. Bersamanya, Fabio dan salah satu sekretarisnya yang lain terlihat sibuk membahas sesuatu. Tamara tak sempat berpikir. Tubuhnya kaku saat matanya bertemu dengan tatapan Davis yang juga terhenti sejenak ketika melihatnya.Mereka berdua saling menatap untuk beberapa detik. Tatapan itu hening, tak ada kata yang diucapkan. Tamara akhirnya mengulas senyum tipis. Davis, di sisi lain, ikut tersenyum sekilas, singkat, sebelum akhirnya memalingkan wajahnya. Ekspresi dinginnya kembali, seolah berusaha untuk terlihat tidak mengenal Tamara sama sekali.Sekretaris Davis yang terus berbicara di sebelahnya tampaknya tidak menyadari momen singkat tersebut. Davis menghindari kontak lebih lanjut, tidak ingin membuat tindakannya berujung membongkar hubungan pribadinya dengan Tamara di depan para stafnya.Sementara i