“Tidak, Pak. Aku tidak pernah membohongi pak Buston,” jawab Martano dengan sangat cepat saking takutnya.Bahkan suaranya terdengar bergetar, karena mungkin dia tahu kalau saat ini Buston juga sedang emosi saat melihat berita yang tersebar. Dan wajar kalau Buston menganggap Martano berbohong, sebab selama ini Martano adalah orang yang cukup dekat dengan Darren. Dan juga Buston pernah mengklarifikasi secara langsung dan saat itu Martano menyangkalnya.“Namun, apa yang terjadi saat ini? Kau lihat, dia bahkan dengan santainya menyebut Daze Company. Itu terang-terangan kalau dia mengakui kalau dia adalah anaknya Rudi. Dan sejak awal saat aku mencurigainya, kau dengan tegas mengatakan dia bukan anak Rudi. Atau kau memang sudah mengetahuinya?” tanya Buston yang sejak tadi tidak memberikan waktu kepada Martano untuk membela diri.Martano tidak berani menyela perkataan Buston, karena dia begitu takut.“Aku juga baru tahu saat melihat berita ini, Pak. Aku juga sangat terkejut,” jawab Martano pa
Di kediaman Darren, saat ini Darren beserta ibu, adik dan juga anaknya sedang menikmati sarapan pagi dengan santai.“Aku berencana membeli rumah di pusat kota, dan kita akan pindah kesana? Apakah kalian setuju?” tanya Darren membuka pembicaraan sembari menikmati sarapan paginya yang berupa nasi goreng dilengkapi dengan telur rebus yang tampak begitu menggugah selera.Amina menghentikan suapan nasi ke mulutnya, dia menatap Darren dengan tatapan penuh dengan tanda tanya. “Ada apa? Memangnya rumah ini ada masalah?”Amina memberonding Darren dengan pertanyaan, sebab dia sudah merasa nyaman tinggal di rumah itu yang tidak terlalu ramai dan juga tidak sepi. Dan yang pasti udara yang masih sangat alami. Dan sekarang Darren mau mengajak mereka pindah, pastinya ada alasan yang harus diketahui.“Gak ada masalah sih, aku pikir mungkin kita terlalu jauh kalau mau ke kota dan jalan-jalan,” jawab Darren.“Yakin gak ada alasan lain?” tanya Amina menyelidik.Sementara itu, Alisa tampak asyik membantu
"Kenapa ojek online itu terus mengikuti mobilku?" tanya Darren pada dirinya sendiri saat melihat ke belakang melalui kaca spionnya.Dan benar saja, Darren baru melihat kalau motor yang di belakangnya tampak aneh, karena terys mengikutinya."Tapi, mungkin tujuannya sama," ujar Darren lagi berprasangka baik.Dia tidak mau salah menduga, karena takutnya motor itu dan dia dengan tujuan yang sama. Hingga akhirnya Darren tidak memperdulikan lagi motor tersebut, dia segera melajukan mobilnya menuju Davano Corp..Whussssh!Ketika Darren berbelok masuk ke gerbang kantornya, motor itu melewati mobilnya dengan kecepatan yang sedang."Wow, kenapa dia ngebut sekali? Apakah sebenarnya dia bukan ojek online? Karena kalau ojek online seperti itu, penumpangnya pasti akan protes," ujar Darren pada dirinya sendiri.Darren bahkan sedikitpun tidak menaruh curiga kepada mobil itu. Bagi Darren mungkin penumpang ojek itu mau cepat-cepat tiba di tujuan karena takut terlambat walaupun jam di pergelangan tanga
Darren membelalakkan matanya melihat pesan yang diterimanya."Ada apa ini? Mengapa Pak Areas mengirimkan pesan seperti ini?" tanya Darren keheranan. Bagaimana tidak heran, karena Darren sendiri bahkan tidak tahu mengenai hal itu. Dan bahkan Darren merasa kalau Arras diam-diam menjaganya."Apakah beliau mengirim pengawal secara diam-diam?" tanya Darren lagi yang merasa sangat surprise mendapat perhatian dari Arras. Memang Arras tidak banyak menunjukkan perhatiannya kepada Darren, mereka sangat menjaga jarak. Semua juga mungkin karena beliau memegang peranan penting di sebuah bank swasta yang sebenarnya bank itu adalah miliknya. Arras memperhatikan Darren secara diam-diam, dan selalu gerak cepat kalau terjadi sesuatu.Daripada merasa terus penasaran, Darren akhirnya mendial nomor Arras. Dia ingin bertanya secara langsung kepada Arras mengenai apa sebenarnya yang terjadi."Halo, Pak," sapa Darren saat panggilan telepon sudah terhubung."Iya. Kamu sudah baca pesanku?" tanya Arras lembut
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.
“Astaga, ibuku ini masih belum percaya. Semuanya hanya untuk berjaga-jaga, Bu,” jawab Darren tersenyum dan kali ini tangannya memegang tangan Amina yang sudah mulai keriput. Namun, sangat terawatt.“Kamu itu adalah orang yang paling tidak bisa berbohong kepada ibu, sejak kecil kamu tidak pernah berbohong. Saat kamu mulai mau berbohong, telinga memerah dan matamu tidak pernah bisa menatapku,” jawab Amina.Dari jawaban yang Amina berikan itu membuat Alisa tampak sangat bersemangat memeriksa telinga Darren, sehingga membuat Darren tergelak dan Amina hanya bisa menahan tawanya. Saat ini Amina memiliki dua orang anak yang sama kocaknya.“Bu, lihatlah telinganya memerah. Ini artinya dia memang sedang berbohong!” teriak Alisa kepala Amina.&l
Alisa tersentak mendengar apa yang dikatakan oleh Darren. Sebab, dia baru sadar kalau dia juga tidak lebih baik dari Renata."Iya, aku salah. Tapi, rasanya aku tidak rela saja kalau sampai orang sebaik kamu mendapatkan istri seperti Renata," jawab Alisa menunduk."Renata sangat baik, bahkan dia lebih baik dariku. Bisa jadi awalnya dia tidak baik, tapi sekarang dia sudah berubah," ujar Darren menjelaskan kepada Alisa.Alisa menganggukkan kepalanya. "Semoga kalian kuat, karena aku yakin akan banyak sekali halangan dan rintangannya kalau kalian memilih untuk kembali bersama."Darren tergelak mendengar apa yang disampaikan oleh sang adik. Sebab, saat mengatakan demikian Alisa terlihat sangat dewasa. "Kenapa tertawa?" tanya Alisa merengut."Kamu yang membuat aku merasa lucu. Kamu seperti seorang yang sangat dewasa dan berpengalaman dalam hidup. Kalau gak lihat orangnya, maka gak bakal tahu kalau yang baru saja berbicara adalah anak umur dua puluh tahun," kekeh Darren."Ejek aja terus!" ke
“Gapapa,” jawab Alisa tergelak.“Hei, kamu pasti tahu sesuatu. Memangnya ada apa kalau aku mau ke rumah Renata mala mini. Kan kebetulan sekarang aku sudah pulang kerja, dan besok kan hari libur. Gak salah kan kalau aku ke rumahnya?” tanya Darren membela diri.Darren tidak mau terlihat kalau dia sangat antusias untuk bertemu Renata, namun Darren juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia sangat senang saat mengetahui kalau Renata cemburu kepadanya.“Iya, kan sekalian malam mingguan. Padahal tadinya aku mau ikut, tapi saat ingat ini adalah malam minggu sepertinya aku harus mengurungkan diri kesana, apalagi dalam suasana yang syahdu. Gina juga saat ini sedang tidak ada di rumah,” kekeh Alisa yang kemudian segera berlari meninggalkan Darren dan menemui Noah yang tampak sedang asyik bermain dengan Amina dan pengasuhnya.“Sekarang main sama Aunty, ya,” ujar Alisa kepada Noah. Karena Alisa melihat kalau Amina dan pengasuhnya sudah sangat kewalahan mengajak Noah bermain bola dan ber