Para wartawan itu tampak saling pandang, karena jelas bukan itu tujuan mereka datang kemari."Tapi, kami dari akun gosip," ujar salah satu wartawan itu protes.Karena jelas, mereka dari akun gosip yang akan meliput berita tentang selebritis bukan tentang bisnis."Saya bukan selebriti, jadi untuk apa kalian menggosipkan saya? Jadi, yang bisa saya jawab disini seputar Davano Corp.," jawab Darren santai."Silakan mulai pertanyaan kalian," lanjut Darren sambil menyunggingkan senyumannya.Dan dari para wartawan yang datang, ada beberapa yang akhirnya memilih untuk menurunkan kameranya."Mohon maaf ini bukan tugas kami."Ujar beberapa wartawan yang memilih untuk pergi dari ruangan itu."Tidak masalah. Yang merasa ini bukan tugasnya silakan pergi," jawab Darren dengan santai.Hingga akhirnya hanya tersisa beberapa orang saja yang masih bertahan di ruangan itu. "Kalian bertahan? Apa yang mau kalian tanyakan?"Darren mempersilakan para wartawan yang masih tersisa untuk bertanya, tapi seperti p
Darren hanya menggelengkan kepalanya saat membaca pesan dari Amina tersebut. Memang akhir-akhir ini Noah cukup sering mogok makan. Mungkin karena sudah bertambahnya usia, sehingga Noah pastinya suka mencoba makanan yang baru."Ada-ada aja. Tapi, dia ini menjadi penyalur semangat tersendiri," ujar Darren yang kemudian menekan gambar gagang telepon berwarna hijau.Begitu pedulinya Darren kepada Noah, bahkan tidak peduli seberapa sibuknya, dia akan tetap memberikan perhatian kepada Noah."Kenapa dia gak mau makan?" tanya Darren kepada Amina setelah telepon tersebut tersambung."Dia maunya makan es cream mulu," jawab Amina."Aduh… mana bisa seperti itu," kekeh Darren yang meminta Amina untuk memberikan ponselnya kepada Noah. Darren akan melihat sendiri wajah anaknya itu yang saat ini sudah mulai bisa pilih-pilih makanan."Papa! Es cream," ujar Noah setelah beberapa saat kemudian. Dia begitu antusias saat tahu kalau Darren yang menelepon. Walaupun kamera yang dia pegang arahnya tidak jelas
"Hah? Benarkah?" tanya Gia tidak percaya. Bahkan Gia sampai menutup mulutnya, saking syoknya mendengar apa yang baru saja dia dengar.Baginya ini benar-benar kejutan yang tidak pernah di duganya. Karena Gia juga pastinya tahu seperti apa kasus antara Rudi Zervano dan Martano, sedikit banyaknya Gia juga bahkan tahu apa sebenarnya yang terjadi, dan itu adalah ulah Martano.Apalagi Daze Company itu diambil alih oleh Martano yang kemudian diubah namanya. Dan Buston mengambil alih harta-harta Rudi yang lainnya. Kejadian waktu itu memang seperti sebuah perampokan, tapi dengan cara yang sangat halus dan penuh dramatisir."Makanya kalau ngomong itu di jaga, jangan asal ceplos! Kau mau dia dengan mudahnya menyelidiki ku?" tanya Martano kesal dengan sorot mata yang masih sangat tajam melihat ke arah sang istri."Gak, aku benar-benar tidak mendengarnya sampai akhir. Aku terlalu terkejut saat mengetahui dia orang kaya, dan aku merasa membuang emas. Tapi, kalau seperti itu kejadiannya, aku juga ti
“Tidak, Pak. Aku tidak pernah membohongi pak Buston,” jawab Martano dengan sangat cepat saking takutnya.Bahkan suaranya terdengar bergetar, karena mungkin dia tahu kalau saat ini Buston juga sedang emosi saat melihat berita yang tersebar. Dan wajar kalau Buston menganggap Martano berbohong, sebab selama ini Martano adalah orang yang cukup dekat dengan Darren. Dan juga Buston pernah mengklarifikasi secara langsung dan saat itu Martano menyangkalnya.“Namun, apa yang terjadi saat ini? Kau lihat, dia bahkan dengan santainya menyebut Daze Company. Itu terang-terangan kalau dia mengakui kalau dia adalah anaknya Rudi. Dan sejak awal saat aku mencurigainya, kau dengan tegas mengatakan dia bukan anak Rudi. Atau kau memang sudah mengetahuinya?” tanya Buston yang sejak tadi tidak memberikan waktu kepada Martano untuk membela diri.Martano tidak berani menyela perkataan Buston, karena dia begitu takut.“Aku juga baru tahu saat melihat berita ini, Pak. Aku juga sangat terkejut,” jawab Martano pa
Di kediaman Darren, saat ini Darren beserta ibu, adik dan juga anaknya sedang menikmati sarapan pagi dengan santai.“Aku berencana membeli rumah di pusat kota, dan kita akan pindah kesana? Apakah kalian setuju?” tanya Darren membuka pembicaraan sembari menikmati sarapan paginya yang berupa nasi goreng dilengkapi dengan telur rebus yang tampak begitu menggugah selera.Amina menghentikan suapan nasi ke mulutnya, dia menatap Darren dengan tatapan penuh dengan tanda tanya. “Ada apa? Memangnya rumah ini ada masalah?”Amina memberonding Darren dengan pertanyaan, sebab dia sudah merasa nyaman tinggal di rumah itu yang tidak terlalu ramai dan juga tidak sepi. Dan yang pasti udara yang masih sangat alami. Dan sekarang Darren mau mengajak mereka pindah, pastinya ada alasan yang harus diketahui.“Gak ada masalah sih, aku pikir mungkin kita terlalu jauh kalau mau ke kota dan jalan-jalan,” jawab Darren.“Yakin gak ada alasan lain?” tanya Amina menyelidik.Sementara itu, Alisa tampak asyik membantu
"Kenapa ojek online itu terus mengikuti mobilku?" tanya Darren pada dirinya sendiri saat melihat ke belakang melalui kaca spionnya.Dan benar saja, Darren baru melihat kalau motor yang di belakangnya tampak aneh, karena terys mengikutinya."Tapi, mungkin tujuannya sama," ujar Darren lagi berprasangka baik.Dia tidak mau salah menduga, karena takutnya motor itu dan dia dengan tujuan yang sama. Hingga akhirnya Darren tidak memperdulikan lagi motor tersebut, dia segera melajukan mobilnya menuju Davano Corp..Whussssh!Ketika Darren berbelok masuk ke gerbang kantornya, motor itu melewati mobilnya dengan kecepatan yang sedang."Wow, kenapa dia ngebut sekali? Apakah sebenarnya dia bukan ojek online? Karena kalau ojek online seperti itu, penumpangnya pasti akan protes," ujar Darren pada dirinya sendiri.Darren bahkan sedikitpun tidak menaruh curiga kepada mobil itu. Bagi Darren mungkin penumpang ojek itu mau cepat-cepat tiba di tujuan karena takut terlambat walaupun jam di pergelangan tanga
Darren membelalakkan matanya melihat pesan yang diterimanya."Ada apa ini? Mengapa Pak Areas mengirimkan pesan seperti ini?" tanya Darren keheranan. Bagaimana tidak heran, karena Darren sendiri bahkan tidak tahu mengenai hal itu. Dan bahkan Darren merasa kalau Arras diam-diam menjaganya."Apakah beliau mengirim pengawal secara diam-diam?" tanya Darren lagi yang merasa sangat surprise mendapat perhatian dari Arras. Memang Arras tidak banyak menunjukkan perhatiannya kepada Darren, mereka sangat menjaga jarak. Semua juga mungkin karena beliau memegang peranan penting di sebuah bank swasta yang sebenarnya bank itu adalah miliknya. Arras memperhatikan Darren secara diam-diam, dan selalu gerak cepat kalau terjadi sesuatu.Daripada merasa terus penasaran, Darren akhirnya mendial nomor Arras. Dia ingin bertanya secara langsung kepada Arras mengenai apa sebenarnya yang terjadi."Halo, Pak," sapa Darren saat panggilan telepon sudah terhubung."Iya. Kamu sudah baca pesanku?" tanya Arras lembut
“Iya, Pak. Komandan kami yang membawa mereka kesini dan mengantarkan ke rumah pak Darren sekalian mereka di daftarkan disini sebagai penghuni perumahan sini,” jawab pak Danny serius.Bahkan pak Danny merasa keheranan ketika melihat ekspresi wajah Darren yang tampak terkejut saat mengetahui pengawalnya sudah terdata disana.“Pastinya kami percaya kalau komandan kami yang bawa. Jadi, mereka sudah aman pak. Keluar masuk kompleks sini sudah terdaftar,” lanjut Danny tersenyum.“Okelah kalau begitu, tadinya aku tidak tahu kalau langsung didaftarkan disini,” jawab Darren pelan.“Semuanya, terima kasih ya. Saya lanjut pulang,” ujar Darren kemudian berpamitan kepada para penjaga keamanan tersebut.