Rhea menyentuh kelopak bunga yang basah lalu tersenyum. “Wow, ternyata Kakek benar-benar pandai merawat tanaman!”Dia sedang berada di kebun Tony dan membantunya untuk menyiram tanaman di sana. Kegelisahan Rhea beberapa hari lalu sepertinya telah didengar Tuhan. Henry tidak datang hari ini.Tony berkata bahwa Henry jarang kemari karena anak mereka masih kecil. Namun terkadang dia akan datang sepulang kerja membawa istri dan anaknya.“Tentu saja! Aku belajar dari ahlinya.” Tony tersenyum lebar merasa bangga. Kemudian mendesah lambat. “Mendiang istriku sangat suka menanam bunga hias. Dia akan menghabiskan waktunya di sini. Dan aku akan membantunya, yah walaupun awalnya aku terlalu banyak membuat masalah pada bunga-bunga kesukaannya. Lalu, setelah dia tiada, aku yang mengurusi mereka semua.”Pandangan Tony menatap jauh seolah mengenang masa lalu sambil tersenyum lembut. Membuat Rhea ikut tersenyum. Hanya dengan pembahasan singkat tentang kebersamaan mereka, dia bisa merasakan kehangatan d
“Oh astaga. Pantas saja kau tidak mau membicarakan tentang suamimu ketika kami berkumpul dan bergosip.”Rhea tersentak kaget dan menoleh ke belakang di mana Ayu dan Dania menatapnya dengan tatapan jahil.Selain Rhea, Andini pun kaget. Dia dengan cepat memperbaiki raut wajahnya sebelum menoleh ke arah kedua wanita yang menghampiri mereka.“Melihat interaksi Andini dan suamimu, Rhea, ternyata kalian sedekat itu ya, An?”Andini ingin sekali mengangguk dan membusungkan dadanya dengan bangga, jika dia tidak melihat kemesraan singkat yang sepasang suami-istri itu lakukan di depan mata kepalanya sendiri. Belum lagi bagaimana Dania menatapnya dengan tatapan aneh. Oh tentu saja, Andini tahu arti dari tatapan wanita itu. Dia pasti bertanya-tanya apakah Andini tidak canggung melihat kemesraan di depan matanya langsung tadi. Jelas sekali bukan jawabannya?Menanggapi ucapan Ayu, Andini hanya tersenyum singkat lalu membuang wajahnya.Kembali pada Rhea, Ayu berseru, “Kau benar-benar rakus, Rhea. Bis
Rhea tersenyum menatap Naomi. “Thanks. Jika tidak ada kau, mungkin mereka akan tetap mengerumuniku.”Naomi tersenyum miring. Mereka bersandar di dinding bersama dan memperhatikan Joaquin.“Jadi, dia kekasihmu?”Naomi mengangguk santai. “Hmm.”Jawaban ringan itu sungguh membuat Rhea kaget. Dia pikir Naomi bercanda tentang mencium seorang selebriti. Tapi ternyata, orang itu memang kekasihnya?!“Sepertinya hanya aku saja di sini yang tidak tahu. Maafkan aku.”“Tidak ada yang tahu.” Naomi menoleh sekilas. “Hanya saja, karena mereka tahunya aku yang suka bercanda, jadi mereka tidak pernah menganggap serius perkataanku ketika aku tidak berbohong.”Rhea terkekeh pelan. Dia menatap Joaquin yang berfoto dengan Dania dan Ayu. Kemudian banyak wanita yang menyadari kehadirannya pun ikut mendekatinya hingga dia kewalahan. Rhea mengasihani pria itu. Naomi sungguh kejam menggunakan kekasihnya hanya untuk membebaskan Rhea dari Ayu dan Dania.Joaquin yang dikerumuni dan berfoto dengan fans, menatap Na
Rhea menggamit lengan Maven untuk menarik perhatian pria itu. Lalu berkata dengan suara manis, “Aku akan memesan minuman di sana.”Tiba-tiba saja Cade tertawa dan seketika suasana kaku menghilang. Dia menyadari maksud Rhea agar ketegangan di sana terputus dengan kehadirannya. “Jangan pedulikan para pria tua ini. Hal seperti ini sudah biasa terjadi.”Rhea tersenyum bagaimana ramahnya Cade. “Aku akan mengingatnya.” Maven mengajak Rhea mendekati bartender. Kemudian dia menarik kursi untuk istrinya.Rhea menggumamkan terima kasih untuk Maven lalu memesan mocktail. “Tunggu di sini sebentar. Aku tidak akan lama.”Rhea mengangguk dan memperhatikan Maven yang mendekati Zade kembali.“Ada yang ingin aku tanyakan.”Zade bersandar di meja billiard. Tatapannya yang memang tajam masih ada, namun tidak seperti sebelumnya.“Cade bilang, kau mengenal Pak Lukman Ameesh.”Zade mengerutkan dahinya samar. “Lukman Ameesh? Pemilik maskapai penerbangan itu?”Maven mengangguk.“Ya, beliau teman main ayahku.
Tidak langsung pulang, Maven mengajak Rhea untuk makan di hotel tersebut. Seorang pelayan datang untuk mencatat pesanan mereka. Pelayan pria tersebut bersikap sopan ketika menyapa mereka berdua. Tidak seperti Maven yang tidak menjawab, Rhea mencoba membalas sikap sopannya dengan singkat.“Apa signature menu di sini pasta?” tanya Rhea ketika membuka menu.“Bukan, Bu.” Pelayan tersebut dengan sigap menjawab dan menjelaskan menu unggulan mereka.“... Anda bisa menambahkan citrus soya sauce with grated radish chili, atau extra virgin olive oil.”“I see.” Setelah berpikir singkat, Rhea menggeleng. “Tapi, saya ingin memesan pasta saja.”“Kami memiliki ....” Pelayan tersebut lagi-lagi menjelaskan jenis menu pasta mereka secara rinci.“Baiklah, saya akan memesan itu saja.” Membiarkan pelayan mencatat pesanannya, Rhea menatap Maven. “Apa yang ingin kamu pesan?”“Samakan saja.”Rhea mengangguk dan menyampaikannya kepada pelayan.“Baiklah, mohon tunggu sebentar. Kami akan menyiapkan makanannya s
“T-tunggu sebentar, Mav—” Sebuah erangan lolos dari mulutnya yang kecil. Kepala Rhea tersentak ke belakang ketika Maven mendorong ketebalannya di dalam Rhea.Pria itu mendesah nyaman. Selalu menyenangkan berada di dalam kehangatannya. Perasaan itu sungguh mengagumkan. “Kita sedang di dalam mobil.” Rhea mengingatkannya.Jika dia masih ingat, sekarang bukan jam mereka berhubungan intim.“Memangnya kenapa? Aku sudah tidak tahan, kenapa kita tidak bisa melakukannya di mobil?”“Bagaimana jika banyak orang yang melihat?Maven menggeram pelan ketika Rhea tiba-tiba mengepalkan miliknya di bawah sana. “Istriku mesum juga ternyata. Apa kamu sangat semangat tentang kita yang dilihat ketika melakukan ini?”Rhea secara refleks menggeleng. Dia menegang dan panik. “Kita pulang dulu, ya. Atau pesan kamar di sini.”“Tidak akan ada yang memperhatikan kita karena jendela mobil cukup gelap. Jadi, bergeraklah.” “Maven ....” Rhea menatapnya memohon. Dan bukannya menyetujui permintaan istrinya, Maven mala
Seorang pria bersandar di jendela dengan salah satu tangan berada di dalam saku celana sedangkan tangan lainnya menggoyangkan pelan gelas wiski. Tatapannya yang dalam dan tenang menatap ke langit malam di luar jendela unit apartemen tersebut."Sir."Begitu sekretarisnya memanggilnya, dia pun menoleh dan menatap pria yang memegang tumpukan kertas. Dia berjalan menuju meja kopi sambil mendengarkan perkataan sekretarisnya, Albar."Ini daftar wanita yang lajang. Dan ini yang memiliki kekasih. Lalu ini yang sudah bertunangan."Mengambil satu tumpukan pertama, dia mengembuskan napas singkat. Karena perintah kakeknya, dia harus menambah jam kerjanya demi hal yang tidak berguna seperti ini.Dan setelah memakan waktu 1 jam, dia akhirnya memilih empat nama. Empat wanita yang berpotensial melahirkan seorang penerus untuknya."Buat janji temu dengan mereka satu per satu." Setidaknya dia harus melihat langsung mereka untuk diseleksi sekali lagi."Baik. Saya akan mengambil sekitar 2 jam kosong Anda
“Kamu ingat hari itu? Hari pertama kita bertemu di kampus? Kamu tersenyum lebar dan banyak wanita yang mengelilingimu.” Enzo sering membicarakan topik ini ketika mereka berpacaran. “Saat itu aku sadar aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama ketika melihat senyuman indahmu.”Di luar pintu utama apartemen, Rhea mendenguskan tawa. “Keparat itu bicara omong kosong.”Dia menatap langit malam yang cerah. Bulan terlihat jelas dan bersinar terang. Bintang-bintang bertabur menghiasi langit. Tidak ada awan. Tidak ada tanda-tanda akan hujan.Dia tertawa pelan. Menertawakan dirinya sendiri. “Bahkan langit tidak ingin menangis untukku.”“Kenapa harus?” suara seorang pria bertanya padanya di sampingnya.Tanpa menoleh, dia menanggapi, “Aku baru saja ditipu keka— tidak, mantanku. Dia berselingkuh dan mencampakkanku. Dia berkata aku gila, bukankah dia yang lebih gila? Dan sekarang aku menyesal karena tidak bisa menendang bolanya tadi.”Pria itu menatapnya. “Apa kamu tidak sakit hati?”“Yah, jujur