Rhea menggamit lengan Maven untuk menarik perhatian pria itu. Lalu berkata dengan suara manis, “Aku akan memesan minuman di sana.”Tiba-tiba saja Cade tertawa dan seketika suasana kaku menghilang. Dia menyadari maksud Rhea agar ketegangan di sana terputus dengan kehadirannya. “Jangan pedulikan para pria tua ini. Hal seperti ini sudah biasa terjadi.”Rhea tersenyum bagaimana ramahnya Cade. “Aku akan mengingatnya.” Maven mengajak Rhea mendekati bartender. Kemudian dia menarik kursi untuk istrinya.Rhea menggumamkan terima kasih untuk Maven lalu memesan mocktail. “Tunggu di sini sebentar. Aku tidak akan lama.”Rhea mengangguk dan memperhatikan Maven yang mendekati Zade kembali.“Ada yang ingin aku tanyakan.”Zade bersandar di meja billiard. Tatapannya yang memang tajam masih ada, namun tidak seperti sebelumnya.“Cade bilang, kau mengenal Pak Lukman Ameesh.”Zade mengerutkan dahinya samar. “Lukman Ameesh? Pemilik maskapai penerbangan itu?”Maven mengangguk.“Ya, beliau teman main ayahku.
Tidak langsung pulang, Maven mengajak Rhea untuk makan di hotel tersebut. Seorang pelayan datang untuk mencatat pesanan mereka. Pelayan pria tersebut bersikap sopan ketika menyapa mereka berdua. Tidak seperti Maven yang tidak menjawab, Rhea mencoba membalas sikap sopannya dengan singkat.“Apa signature menu di sini pasta?” tanya Rhea ketika membuka menu.“Bukan, Bu.” Pelayan tersebut dengan sigap menjawab dan menjelaskan menu unggulan mereka.“... Anda bisa menambahkan citrus soya sauce with grated radish chili, atau extra virgin olive oil.”“I see.” Setelah berpikir singkat, Rhea menggeleng. “Tapi, saya ingin memesan pasta saja.”“Kami memiliki ....” Pelayan tersebut lagi-lagi menjelaskan jenis menu pasta mereka secara rinci.“Baiklah, saya akan memesan itu saja.” Membiarkan pelayan mencatat pesanannya, Rhea menatap Maven. “Apa yang ingin kamu pesan?”“Samakan saja.”Rhea mengangguk dan menyampaikannya kepada pelayan.“Baiklah, mohon tunggu sebentar. Kami akan menyiapkan makanannya s
“T-tunggu sebentar, Mav—” Sebuah erangan lolos dari mulutnya yang kecil. Kepala Rhea tersentak ke belakang ketika Maven mendorong ketebalannya di dalam Rhea.Pria itu mendesah nyaman. Selalu menyenangkan berada di dalam kehangatannya. Perasaan itu sungguh mengagumkan. “Kita sedang di dalam mobil.” Rhea mengingatkannya.Jika dia masih ingat, sekarang bukan jam mereka berhubungan intim.“Memangnya kenapa? Aku sudah tidak tahan, kenapa kita tidak bisa melakukannya di mobil?”“Bagaimana jika banyak orang yang melihat?Maven menggeram pelan ketika Rhea tiba-tiba mengepalkan miliknya di bawah sana. “Istriku mesum juga ternyata. Apa kamu sangat semangat tentang kita yang dilihat ketika melakukan ini?”Rhea secara refleks menggeleng. Dia menegang dan panik. “Kita pulang dulu, ya. Atau pesan kamar di sini.”“Tidak akan ada yang memperhatikan kita karena jendela mobil cukup gelap. Jadi, bergeraklah.” “Maven ....” Rhea menatapnya memohon. Dan bukannya menyetujui permintaan istrinya, Maven mala
Seorang pria bersandar di jendela dengan salah satu tangan berada di dalam saku celana sedangkan tangan lainnya menggoyangkan pelan gelas wiski. Tatapannya yang dalam dan tenang menatap ke langit malam di luar jendela unit apartemen tersebut."Sir."Begitu sekretarisnya memanggilnya, dia pun menoleh dan menatap pria yang memegang tumpukan kertas. Dia berjalan menuju meja kopi sambil mendengarkan perkataan sekretarisnya, Albar."Ini daftar wanita yang lajang. Dan ini yang memiliki kekasih. Lalu ini yang sudah bertunangan."Mengambil satu tumpukan pertama, dia mengembuskan napas singkat. Karena perintah kakeknya, dia harus menambah jam kerjanya demi hal yang tidak berguna seperti ini.Dan setelah memakan waktu 1 jam, dia akhirnya memilih empat nama. Empat wanita yang berpotensial melahirkan seorang penerus untuknya."Buat janji temu dengan mereka satu per satu." Setidaknya dia harus melihat langsung mereka untuk diseleksi sekali lagi."Baik. Saya akan mengambil sekitar 2 jam kosong Anda
“Kamu ingat hari itu? Hari pertama kita bertemu di kampus? Kamu tersenyum lebar dan banyak wanita yang mengelilingimu.” Enzo sering membicarakan topik ini ketika mereka berpacaran. “Saat itu aku sadar aku jatuh cinta padamu pada pandangan pertama ketika melihat senyuman indahmu.”Di luar pintu utama apartemen, Rhea mendenguskan tawa. “Keparat itu bicara omong kosong.”Dia menatap langit malam yang cerah. Bulan terlihat jelas dan bersinar terang. Bintang-bintang bertabur menghiasi langit. Tidak ada awan. Tidak ada tanda-tanda akan hujan.Dia tertawa pelan. Menertawakan dirinya sendiri. “Bahkan langit tidak ingin menangis untukku.”“Kenapa harus?” suara seorang pria bertanya padanya di sampingnya.Tanpa menoleh, dia menanggapi, “Aku baru saja ditipu keka— tidak, mantanku. Dia berselingkuh dan mencampakkanku. Dia berkata aku gila, bukankah dia yang lebih gila? Dan sekarang aku menyesal karena tidak bisa menendang bolanya tadi.”Pria itu menatapnya. “Apa kamu tidak sakit hati?”“Yah, jujur
Prosesi pemakaman pagi itu berjalan khidmat dan lancar dengan diiringi rintik-rintik hujan. Kolega ayahnya, teman-teman ibunya, bahkan beberapa rekan kerja dan teman kuliah Rhea menghadiri pemakaman tersebut. Semua orang yang menghadiri pemakaman mulai pergi secara bertahap menyisakan Ivanka, Rhea, dan satu tamu mereka. Bahkan pamannya, adik kandung ayahnya sudah pergi bersama istri dan anak-anaknya.Ivanka menoleh ke belakang di mana seorang pria asing sedang sibuk berbicara dengan sopirnya di samping sebuah mobil. Tadi malam dia dibuat kaget dengan Rhea karena bukannya membawa Enzo, anaknya malah membawa pria yang tidak dia kenal ke rumah sakit. Dan sekarang pria itu juga datang ke pemakaman hari ini. Dia kemudian menatap anaknya yang duduk di depan makam ayahnya.“Mungkin ini bukan waktu yang tepat tapi Mama ingin kamu menjawab dua pertanyaan Mama. Di mana Enzo? Andini juga tidak—”“Ma,” potong Rhea pelan membuat Ivanka berhenti bicara. “siapa itu Enzo dan Andini?”“… Rhe.”“Apa mer
“Jadi, kau punya pacar dan dia hamil? Kenapa aku tidak tahu? Segeralah menikah.” “Aku bilang anak, bukan pacar.” Tony menatapnya dalam diam dan seperti biasa Maven tidak terusik sama sekali. Dia dengan santai mengelap mulut lalu berdiri. “Hati-hati di jalan nanti, Kek. Kabari aku jika sudah pulang.” Maven berbalik dan mendekati pintu ruang privasi tersebut. Ketika dia memegang gagang pintu, suara kakeknya terdengar. “Jauhi skandal jika ingin mempertahankan posisimu di perusahaan.” Maven melirik ke samping. “Hanya itu yang bisa aku sampaikan sebagai kakekmu, bukan sebagai Komisaris.” Dan Maven pun keluar. Berjalan keluar dari restoran, Albar sudah berada di belakangnya dalam diam. Dia kemudian memberi perintah, “Cari beberapa wanita yang unggul yang belum menikah. Mau itu yang masih lajang atau bertunangan.” “Baik,” Albar menjawab tanpa menyela. Lalu tepatnya di malam itu, 5 hari kemudian Maven pergi ke unit Albar untuk melihat para kandidat. Dan begitu selesai, dia melihat sos
“Jadi, bagaimana kita akan membuat skenario hubungan ini?” tanya Rhea ketika mereka dalam perjalanan menuju rumah Rhea.“Ada ide?”Rhea mengedikkan bahu. “Uh … mantan yang kembali?”Maven menatapnya tertarik membuat Rhea gugup.“Tidak ada yang akan percaya jika dua orang asing bertemu untuk kali pertama tiba-tiba ingin menikah. Aku dan dia sudah bersama selama enam tahun. Jika ada yang bertanya, jangan menyebutkan enam tahun terakhir ini.”“Itu bagus. Kita bisa katakan berpacaran saat masih sekolah,” respons Maven tersenyum samar.“Jadi, seperti itu yang akan kita katakan, oke?”Maven mengangguk ringan. “Setuju.”Seharusnya seperti itu.Tetapi, begitu mereka tiba di kediaman Rhea, Maven langsung menyatakan masuk kedatangannya, “Bu Ivanka, kami akan menikah.”Syok, bingung, dan terkejut, Ivanka benar-benar tidak bisa mengatakan apa pun.Maven mendeklarasikan sebuah pernikahan dengan santai dan tenang di hadapannya. Apa perlu Ivanka ingatkan dia baru saja bertemu dengannya? Belum lagi En