Setelah mengatakan pada Martin untuk menyelidiki lagi mengenai wanita yang terus berada di sekitar Sophia itu, Jevano kembali ke ruang tamu. Mau tak mau, ia kembali bertatap muka dengan Katya yang masih berdiri di sana."Saya harap kamu gak takut dengan teror ini, Kat. Mereka gak akan berani melakukan hal-hal buruk pada kamu."Katya menganggukkan kepalanya. Ia masih berpikir kalau mungkin masih ada keraguan pada Jevano pada pendapatnya. Tapi Katya juga yakin, Jevano bukan orang bodoh yang tidak akan mendengarkan kebenaran di hadapannya. Tinggal bagaimana caranya Katya menegaskan kalau wanita yang ia lihat itu adalah wanita bernama Laura. Sesuai foto yang ia lihat di basement tempo hari."Apa kamu sudah ingin tidur, Kat?" tanya Jevano menghentikan langkah Katya yang hendak berjalan ke kamarnya. "Saya juga belum tahu sih. Kenapa?" tanya Katya."Saya ... Masih ingin mengobrol dengan kamu."Sebelum Katya bereaksi dengan kalimatnya yang cukup mengejutkan itu, Jevano kembali menambahkan, "
"Berhenti sejenak. Semakin sering kamu muncul, maka mereka akan semakin mengenali kamu. Sebaiknya kamu bersembunyi bagaimana pun caranya. Perempuan itu ... mengenali kamu." Suara berat laki-laki itu terdengar menggunakan bahasa Prancis. Laki-laki yang memakai topi dan sedang menghisap sebuah cerutu itu menghela napas gusar."Katya?""Ya. Jevano ternyata sangat menganggap ini semua dengan serius. Dia mengerahkan bukan hanya satu orang suruhannya, tapi banyak untuk menyelidiki teror ini. Kamu sebaiknya menjauh, atau mereka akan lebih cepat mengenali kamu.""Aku gak mau mengulur lagi. Sudah terlalu lama Jevano menikmati hidupnya.""Sepertinya kita harus mengubah strategi. Wanita itu akan jadi penghalang terbesar kita.""Makanya sebelum itu terjadi, secepatnya habisi Jevano!""Diamlah. Apa kamu ingin menghabisinya dan mendekam di penjara? Untuk apa kita menyusun strategi dan menunggu selama ini kalau pada akhirnya akan di penjara? Jangan tolol."Wanita itu mendengus kesal sambil menuangka
Sophia sedang memilih-milih design gaun yang akan dipakainya untuk pesta penyambutan kakaknya di kota ini minggu depan ketika ponselnya berdering menandakan panggilan masuk dari Victoria.Padahal, hampir seharian ini Sophia sudah melupakan mengenai kecurigaannya pada Bagas. Tapi begitu Victoria menelepon, ada rasa ketakutan sendiri baginya hingga Sophia ragu untuk mengangkat panggilan telepon itu. Ia khawatir, kalau Victoria baru menghubunginya sekarang karena ia sudah menemukan identitas si wanita yang dipeluk oleh Bagas. Tapi karena merasa tak enak hati, akhirnya Sophia memutuskan untuk mengangkat telepon itu dan menyiapkan diri. Mau bagaimana pun, ia memang harus mencari tahu tentang ini."Hey, Vic...""Sophia. Aku minta maaf karena mengabari kamu sekarang. Jadi, aku sedang ada perjalanan bisnis keluar kota, mungkin aku belum bisa membantu kamu soal... wanita itu."Kedua mata Sophia membelalak cerah, ternyata hari ini memang bukan waktunya ia harus mengetahui apapun yang disembuny
Katya melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 03:00 sore, ketika dia tiba di Hotel Larrote kota Paris. Tempat di mana Bagaskara, sang tunangannya berada. Jauh-jauh Katya pergi ke negeri ini dari Indonesia untuk bertemu Bagas. Namun, alih-alih menemukan Bagas berada di kantornya, Katya malah diarahkan ke gedung hotel ini. Awalnya, Katya sungguh-sungguh berpikir bahwa Bagas sedang menghadiri sebuah meeting di hotel ini. Sebagai seorang pelayan di restoran hotel di Jakarta, Katya tahu betul hotel bukan hanya dijadikan tempat bagi orang-orang untuk menginap. Begitu juga dengan Bagas. Katya menunggu dengan cemas dan penuh keraguan di lobby hotel. Dia tak memiliki akses untuk menghampiri tempat Bagas berada saat ini. Ia hanya menunggu penuh harap bahwa sang kekasih akan terkejut melihat kedatangannya yang mendadak menyusulnya.Setelah sekitar setengah jam, Katya hendak menghubungi Bagas lagi. Namun suara pintu lift yang terbuka mengalihkan perhatiannya. Ia tercengang melihat rombonga
Katya membuka matanya pelan-pelan, tubuhnya terhuyung ke sana kemari saat dua orang laki-laki membawanya keluar mobil. Masih dengan tangan diikat dan mulut yang disumpal kain, langkah Katya terseok-seok memasuki lift. Sebenarnya, Katya biisa saja menendang salah satu dari mereka dan kabur. Tapi kedua kakinya terasa kebas, entah karena aksi kejar-kejaran tadi, atau karena posisi kakinya tertekuk di dalam mobil, atau mungkin karena keduanya.Begitu salah satu laki-laki itu melepaskan pegangannya pada Katya, gadis itu jatuh dan mereka menekan kedua bahu Katya hingga ia benar-benar bersimpuh di atas lantai. Mereka semua berbicara bahasa Prancis. Dan layaknya di film-film aksi, Katya merasa dirinya di ambang kematian. Mungkin yang sedang menculiknya adalah perkumpulan gangster, atau penjual organ tubuh manusia. Yang pasti, Katya hanya bisa menunduk ketakutan. Dalam hati, Katya terus berdoa untuk keselamatannya. Ia benar-benar hanya berdoa agar dia tak dibunuh. Hanya itu.Suara pintu terbuk
Katya diam termenung di atas tempat tidur empuk milik orang asing ini. Meskipun kedua tangannya tak diikat lagi, Katya enggan bergerak untuk mengganti bajunya. Meskipun mulutnya sudah tak lagi disumpal, ia enggan mencicipi segala hidangan yang memenuhi meja kamar itu.Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menangis. Meratapi semua yang telah terjadi padanya. Semua kesialannya sejak menginjakkan kaki di negeri orang. Entah apa yang lebih buruk dari ini. Apakah hidupnya akan selamat atau tidak.Pernikahan Bagas dengan perempuan lain saja sudah cukup memukul hatinya. Sekarang, ia malah terjebak di tempat asing ini. Apakah memang seharusnya ia menerima Bagas lagi? Meskipun ia harus menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain. Tidak, Katya lebih memilih mati dibunuh oleh orang-orang asing ini daripada menjadi perempuan simpanan Bagas. Ia memang hanyalah perempuan biasa yang hidup di panti asuhan, tapi apakah ia begitu rendah sampai seorang laki-laki hanya menjadikannya seorang wani
Berpura-pura menjadi istri orang asing ini? Gagasan macam apa itu? Katya benar-benar merasa dunianya porak-poranda. Bagaimana mungkin ia mendapatkan masalah bertubi-tubi? Selain fisik, perasaan serta pikirannya pun diaduk-aduk dalam rentang waktu dua hari."Oke, sebaiknya kita sarapan dulu. Baru bicarakan lebih lanjut-""Enggak. Saya akan langsung cari tas saya dan pergi ke KBRI.""Apa kamu yakin? Saya akan bantu kamu ..."Katya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan sepatu yang semula dipakaikan oleh Jevano kemudian mengembalikannya lagi pada Jevano."Terima kasih atas tawarannya. Saya bisa urus diri saya sendiri," ucap Katya berusaha keras menahan air matanya. Jevano sempat tertegun melihat raut wajah Katya yang memprihatinkan dan ia refleks menahan tangan gadis itu. Sayangnya, refleks Katya juga yang membuat gadis itu melepaskan tangannya dari Jevano sesegera mungkin."Biar Martin anter kamu ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan tas kamu.""Oh, dan mengatakan kalau tas saya
"Basic-nya perusahaan laki-laki ini berkembang di Indonesia. Artinya, dia gak punya kedudukan yang kuat di Paris. Setidaknya sebelum dia menikah dengan perempuan bernama Sophia itu. Well, gue gak begitu kenal dia secara pribadi. Tapi selama kerjasama dengan Bagas Satya ini, dia terkenal control freak," jelas Kevin. Asisten CEO perusahaannya yang tinggal di Paris untuk membantu Jevano dalam menjalankan perusahaan. Kevin adalah laki-laki asal Indonesia keturunan Chinese yang sangat pandai. Dia sempat menjadi CEO di salah satu cabang hotel keluarganya. Maka dari itu, selain karena alasan persahabatan, Jevano memilih Kevin untuk membantunya mengurus perusahaan di sini. "Jadi, menurut gue, perempuan bernama Katya itu, adalah korban laki-laki bernama Bagas ini. Dan dia target yang sangat cocok untuk lo, Jev," ujar Kevin menyimpulkan setelah Jevano yang sudah ia anggap sebagai saudaranya ini menceritakan apa yang terjadi belakangan ini dan kenapa ia meminta Kevin menceritakan tentang seora