Sebenarnya, Jevano enggan memberitahu Katya mengenai rekaman CCTV tadi. Tapi ia pikir, bagaimana pun ia sudah berjanji pada Katya akan memberitahukan wanita ini apa saja yang ia temukan tentang si penguntit.Dan benar saja seperti dugaannya, reaksi Katya kelihatan panik. Ia mulai gelisah dengan menekan-nekan telapak tangannya sendiri. Tapi hingga kini, Katya belum mengatakan apa-apa sehingga membuat Jevano merasa bersalah."Kat, kamu harus ingat. Saya akan selalu buat kamu aman. Saya tahu kejadian tadi membuat saya lemah, tapi kamu harus percaya sama saya. Saya gak akan membiarkan mereka menyentuh kamu sedikit pun." Jevano menggenggam tangan Katya meskipun dirinya sendiri masih kelihatan belum tenang.Bukan sekali dua kali Jevano merasa diteror oleh seseorang. Tapi kali ini, entah kenapa ada sesuatu yang membuatnya jauh lebih takut, merasa memiliki kekhawatiran yang sebelumnya jarang ia rasakan."Sebaiknya kamu istirahat dulu. Semua ini biar saya yang urus.""Jevan, maafin saya. Saya
"Saat itu usia saya baru 7 tahun. Seseorang menyekap saya. Saya gak tahu itu di mana dan berapa lama. Yang pasti, kejadian itu yang membuat saya trauma sampai saat ini. Itu memang bukan kelemahan terbesar saya, sama halnya dengan teror yang dilakukan orang itu hari ini. Saya rasa hanya peringatan," ucap Jevano setengah memejamkan matanya.Jadi, maksud Jevano, kejadian di basement tadi bukanlah untuk menjebaknya? Melainkan Jevano? Katya pikir, si pelaku hanya tahu di basement itu Katya, karena Jevano pun masuk secara mendadak. Lalu dia mngunci pintu basement. Tapi dengan mengunci pintu, mematikan lampu, semua itu sudah sangat sempurna untuk membuat Jevano kelimpungan. Misi penjebakkan hari ini memang seolah sengaja membuat Jevano menderita."Jadi siapa yang memungkinkan melakukan ini semua menurut kamu?" tanya Katya pelan."Ada banyak kemungkinan, Kat... Pelakunya ... Bisa saudara saya, bahkan Ibu saya. Mereka semua tahu insiden itu.""Ibu kamu? Gak mungkin -""Dia yang melakukan itu s
Ponsel Bagaskara bergetar tanda notifikasi pesan masuk ketika ia sedang memeriksa beberapa berkas yang diberikan oleh sekretarisnya. Sebenarnya, ia jarang sekali menerima pesan masuk dari orang asing apalagi jika hanya berisi spam. Tapi siang ini, ia mendapatkan pesan masuk dari nomor tak dikenal yang mengirimkannya sebuah foto. Dan begitu ia membukanya, dahinya berkerut heran. Itu adalah foto Katya yang berada di sebuah supermarket seorang diri.Perempuan itu kelihatan tersenyum antusias melihat-lihat bahan makanan. Sudah sangat lama sekali Bagaskara tak melihat Katya tersenyum lebar seperti itu. Dan sejujurnya bagaskara merindukan gadis itu. Wing Seng, 2 Rue Rebeval, 75019 ParisBagaskara tahu alamat yang dituliskan dalam pesan itu. Pesan ini seolah mengajaknya untuk menyusul Katya ke sana. Tapi siapa orang ini? Apa ini nomor baru Katya? Dan walaupun awalnya sempat ragu, Bagaskara akhirnya beranjak dari duduknya sambil membawa kunci mobilnya. Ia hanya ingin memastikan jika Katya be
Katya berusaha keras untuk melepaskan pelukan Bagaskara, tapi laki-laki itu benar-benar seperti orang kerasukan. Ia memeluk Katya dengan sangat erat sambil menghirup wangi rambut Katya seolah terobsesi dengan bagian tubuh Katya yang satu itu."Bagas! Lepasin atau aku teriak.""Kat, listen. I love you," bisik Bagaskara sebelum tubuhnya terhuyung dan menghantam dinding bangunan saat Jevano menghajarnya."How dare you, touch her! Setelah apa yang kamu lakukan!" Jevano kembali menghajar Bagaskara. Lalu Katya buru-buru menarik Jevano sekuat tenaga untuk menjauhi Bagaskara. Sayangnya tubuh mungilnya tak bisa melakukan itu. Alhasil ia segera mendorong Bagas menjauh dan menyelinap diantara keduanya hingga ia bisa menghalangi Jevano."Stop, please... Jevan, stop..." Katya memohon pada Jevano sambil memegangi tangannya.Bagaskara melemparkan tatapan tajamnya pada Jevano, kemudian ia berjalan menjauh dari keduanya menuju mobil. Ia sudah terlanjut kesal karena kejadian ini sehingga hasratnya terh
Sophia masih dibuat linglung dengan foto yang Veronica berikan ini. Seumur hidupnya, Sophia tak akan mungkin berpikiran buruk tentang suaminya. Tak mungkin, tak mungkin Bagaskara berselingkuh. Ia yakin siapapun perempuan ini, mungkin hanya teman lamanya."Ini pasti teman lamanya, Veronica. Tak perlu ambil pusing," ucap Sophia berusaha untuk tetap tenang."Lalu kenapa dia sampai berbohong sama kamu, Sophia? Dia tak pernah bertemu dengan segerombolan remaja mabuk. Karena luka itu adalah akibat seorang laki-laki yang memukulinya setelah dia memeluk perempuan itu."Sophia terdiam dengan gelisah. Ia sampai kehilangan kata-kata karena ini semua."Aku harus tanya ini sama Bagas," ucap Sophia memutuskan dengan sigap. Tapi Veronica dengan cepat menahannya."Suami kamu akan berbohong, Sophia. Sebagai teman, aku lebih menyarankan kamu untuk mencari tahu siapa perempuan ini. Setelah itu, kamu boleh tanyakan pada suami kamu," saran Veronica yang menurut Sophia memang ada benarnya juga. Ia tak bisa
Setelah mengatakan pada Martin untuk menyelidiki lagi mengenai wanita yang terus berada di sekitar Sophia itu, Jevano kembali ke ruang tamu. Mau tak mau, ia kembali bertatap muka dengan Katya yang masih berdiri di sana."Saya harap kamu gak takut dengan teror ini, Kat. Mereka gak akan berani melakukan hal-hal buruk pada kamu."Katya menganggukkan kepalanya. Ia masih berpikir kalau mungkin masih ada keraguan pada Jevano pada pendapatnya. Tapi Katya juga yakin, Jevano bukan orang bodoh yang tidak akan mendengarkan kebenaran di hadapannya. Tinggal bagaimana caranya Katya menegaskan kalau wanita yang ia lihat itu adalah wanita bernama Laura. Sesuai foto yang ia lihat di basement tempo hari."Apa kamu sudah ingin tidur, Kat?" tanya Jevano menghentikan langkah Katya yang hendak berjalan ke kamarnya. "Saya juga belum tahu sih. Kenapa?" tanya Katya."Saya ... Masih ingin mengobrol dengan kamu."Sebelum Katya bereaksi dengan kalimatnya yang cukup mengejutkan itu, Jevano kembali menambahkan, "
"Berhenti sejenak. Semakin sering kamu muncul, maka mereka akan semakin mengenali kamu. Sebaiknya kamu bersembunyi bagaimana pun caranya. Perempuan itu ... mengenali kamu." Suara berat laki-laki itu terdengar menggunakan bahasa Prancis. Laki-laki yang memakai topi dan sedang menghisap sebuah cerutu itu menghela napas gusar."Katya?""Ya. Jevano ternyata sangat menganggap ini semua dengan serius. Dia mengerahkan bukan hanya satu orang suruhannya, tapi banyak untuk menyelidiki teror ini. Kamu sebaiknya menjauh, atau mereka akan lebih cepat mengenali kamu.""Aku gak mau mengulur lagi. Sudah terlalu lama Jevano menikmati hidupnya.""Sepertinya kita harus mengubah strategi. Wanita itu akan jadi penghalang terbesar kita.""Makanya sebelum itu terjadi, secepatnya habisi Jevano!""Diamlah. Apa kamu ingin menghabisinya dan mendekam di penjara? Untuk apa kita menyusun strategi dan menunggu selama ini kalau pada akhirnya akan di penjara? Jangan tolol."Wanita itu mendengus kesal sambil menuangka
Sophia sedang memilih-milih design gaun yang akan dipakainya untuk pesta penyambutan kakaknya di kota ini minggu depan ketika ponselnya berdering menandakan panggilan masuk dari Victoria.Padahal, hampir seharian ini Sophia sudah melupakan mengenai kecurigaannya pada Bagas. Tapi begitu Victoria menelepon, ada rasa ketakutan sendiri baginya hingga Sophia ragu untuk mengangkat panggilan telepon itu. Ia khawatir, kalau Victoria baru menghubunginya sekarang karena ia sudah menemukan identitas si wanita yang dipeluk oleh Bagas. Tapi karena merasa tak enak hati, akhirnya Sophia memutuskan untuk mengangkat telepon itu dan menyiapkan diri. Mau bagaimana pun, ia memang harus mencari tahu tentang ini."Hey, Vic...""Sophia. Aku minta maaf karena mengabari kamu sekarang. Jadi, aku sedang ada perjalanan bisnis keluar kota, mungkin aku belum bisa membantu kamu soal... wanita itu."Kedua mata Sophia membelalak cerah, ternyata hari ini memang bukan waktunya ia harus mengetahui apapun yang disembuny