Gemma bangun saat matahari sudah menggantung tinggi di langit dan membuat hawa di dalam loteng menjadi sangat panas.
Walaupun Gemma sudah membuka lebar-lebar jendela sebelum ia tidur, angin sepoi-sepoi yang masuk dari situ tak lagi mampu meredakan rasa gerah yang membuat Gemma banjir keringat.
Gemma bangun dan duduk sejenak di atas kasur. Ia memandang berkeliling loteng yang kini menjadi kamarnya. Ruangan berukuran tiga kali lima meter dengan atap miring yang rendah. Untungnya Gemma memiliki badan yang mungil sehingga ruangan ini tidak terasa sesak untuknya.
Sebuah lemari berisi baju-baju yang kebanyakan Gemma peroleh dari pasar loak, berdiri kokoh di sudut. Meja rias yang diatasnya berserakan alat rias seadanya. Sebuah rak buku yang penuh dengan buku-buku yang Gemma ambil dari perpustakaan. Ia sudah membaca sebagian besar buku di situ dan sudah waktunya ia mengganti koleksinya.
Gemma membawa beberapa buku yang sanggup ia bawa, kemudian turun melalui tangga putar yang mengantarnya ke ruangan kecil di belakang meja administrasi.
"Selamat pagi."
Sebuah suara lembut yang sudah akrab di telinga Gemma menyapanya saat Gemma sampai di ruang utama perpustakaan.
Gemma mengerenyit.
"Siang maksudmu,” sahut Gemma, sembari meletakkan buku-buku yang ia bawa ke meja pengembalian buku. Biasanya Gemma tidak suka disindir seperti itu. Tapi ini adalah Purity, wanita paruh baya penjaga perpustakaan yang tidak punya maksud menyinggungnya.
Purity tersenyum. Senyuman yang membuat Gemma tak bisa untuk tidak membalasnya.
Bagi Gemma, Purity adalah malaikat yang dingin namun berhati emas. Bagaimana tidak, ia mengizinkan Gemma tinggal di sini tanpa membayar sewa, dan hanya dengan satu persyaratan: Gemma tidak diperbolehkan membawa temannya menginap. Yang mana hal itu tidak masalah, karena Gemma memang tidak punya teman yang bisa diajak menginap.
Gemma duduk di kursi yang berseberangan dengan Purity, lalu menaikkan satu kakinya ke kursi.
"Gemma,” tegur Purity, pelan tapi mematikan.
Gemma meringis, dengan cepat menurunkan kakinya sembari melihat berkeliling kalau-kalau ada pengunjung yang memergoki kelakuannya tadi.
Perpustakaan siang ini lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena hari ini adalah hari minggu. Gemma sudah mengenal hampir semua pengunjung perpustakaan, karena yang datang selalu itu-itu saja. Gemma sampai hafal tipe bacaan seperti apa yang disukai masing-masing pengunjung.
Maka dari itu Gemma menelengkan kepala sembari bertanya-tanya saat melihat seseorang yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Siapa dia?" tanya Gemma pada Purity, yang hanya menengadah sebentar untuk melihat siapa yang Gemma maksud.
"Pengunjung baru. Baru tadi dia datang dan mendaftar jadi anggota,” jawab Purity, yang sedang sibuk dengan pekerjaannya memasang sampul plastik pada buku-buku yang baru datang.
Gemma berlama-lama menatap pria itu. Rambut hitam pendek yang agak berantakan tidak cocok dengan pakaiannya yang sangat rapi. Sebuah kemeja flanel yang dimasukkan ke dalam celana jins. Dia memakai ikat pinggang yang jelek, dan kacamata perseginya itu sangat aneh terpasang di wajahnya.
Sepertinya pria itu sadar kalau Gemma tengah mengamatinya. Dia menoleh, dan pandangan mereka bertumbukan.
Gemma bukanlah wanita yang suka mencuri-curi pandang dan merasa malu saat terpergok mengamati seseorang. Dia biasa saja jika ternyata orang yang sedang dia amati balik menatapnya.
Tapi entah kenapa, saat mata Gemma bertemu mata lelaki itu, Gemma merasakan wajahnya memanas.
Mungkin karena dia tak menyangka lelaki berpakaian aneh itu punya wajah yang tampan.
Gemma masih menatapnya untuk sesaat, sebelum akhirnya mengalihkan pandangan. Dia mencoba mengatur napas, dan berpura-pura memperhatikan apa yang sedang Purity kerjakan.
"Selamat siang. Kau bekerja di sini?"
Gemma nyaris melompat dari tempatnya duduk. Ia tak menyangka lelaki itu akan mendatanginya dan mengajaknya bicara.
Gemma mendongak sedikit untuk bisa memandang mata lelaki itu lagi. Memang benar, lelaki ini punya mata yang indah.
"Ya. Ada apa?" tanya Gemma, berusaha terdengar santai.
Lelaki itu hanya memandangi Gemma dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Gemma belum mengganti bajunya semalam, dan ia juga belum mandi. Gemma hanya menyisir rambutnya dengan tangan sebelum turun ke sini.
"Rasanya aku tidak asing denganmu,” kata lelaki itu, setelah puas menilai penampilan Gemma.
Gemma mengangkat sebelah alisnya. Apa lelaki ini penggemarnya? Jika ia suka datang ke tempat hiburan malam ilegal yang ada di Ayria, seharusnya ia tahu Gemma. Gemma pernah tampil di hampir semua tempat itu.
Gemma tak bisa menanyakannya secara terbuka di sini. Pertama karena aktivitasnya adalah hal yang melanggar hukum, dan karena alasan yang pertama itu, muncul alasan kedua. Ia tak tahu pasti siapa lawan bicaranya sekarang. Bisa saja mereka dari pemerintah.
"Tapi aku asing denganmu. Jadi kau pasti salah orang,” sangkal Gemma. Ia meletakkan kedua tangannya di atas meja dan mencoba tersenyum ramah.
Lelaki itu menatapnya sebentar.
"Sepertinya begitu,” katanya. Mungkin dia sudah menyerah untuk menggali ingatannya tentang apakah dia mengenal Gemma atau tidak.
Lelaki itu menuju ke meja peminjaman buku, dan dengan sigap Purity melayaninya.
Gemma tak lagi memandanginya, karena suasananya sudah canggung. Ia berdiri dan memutuskan untuk mandi saat ada yang berteriak.
"Kau!"
Gemma menoleh cepat, mengira lelaki itu memanggilnya lagi. Tapi bukan. Ada dua orang pria yang baru datang. Mereka berdiri di depan pintu masuk dengan wajah marah.
"Ternyata benar kau tinggal di sini!"
*
Seorang dengan badan lebih kecil mengacungkan telunjuknya pada Gemma.Gemma menaruh telapak tangannya di dada dan bertanya dengan polos."Aku? Kalian mencariku?"Pria satunya, dengan badan bongsor yang membuat kaosnya terlihat bersusah payah menahan perut buncitnya, mendengus dengan kesal dan menaikkan nada bicaranya."Tidak usah pura-pura tidak tahu! Gara-gara kau, kami harus berada di rumah sakit selama tiga hari!!!"Gemma memiringkan kepalanya. Kini ia ingat siapa mereka. Dua orang itu adalah pria-pria yang ia hajar di sebuah kelab malam tempat Gemma mengadakan konser minggu lalu. Gemma menghajarnya karena mereka berani melakukan pelecehan pada seorang pelayan di sana.Yah, walaupun alasannya terdengar benar, tapi tetap saja pemilik tempat itu tidak mau tahu dan meminta ganti rugi pada Gemma."Hanya tiga hari? Kupikir sampai satu minggu."Gemma menekan jari-jari tangannya sampai menimbulkan bunyi. Pandangan matanya menggelap. Apa me
"Kita mau kemana?"Gemma bertanya ketika iring-iringan mobil terus melaju, melindas aspal jalan lingkar luar timur kota Ayria, alih-alih menuju ke markas cabang Archturian di sebelah barat Ayria.
"Mohon maaf atas ketidaknyamanan selama perjalanan. Hanya protokol standar saat kami harus membawa orang asing ke markas."Kata-kata itu menyambut Gemma saat ia mulai bisa membuka mata. Dari napasnya yang tak terhalang, Gemma tahu kalau
Gemma meletakkan satu tangannya di atas meja, dan tangan yang lainnya menyangga dagu. Jenis ancaman seperti ini sudah usang untuknya."Kau pikir aku peduli dengan apa yang terjadi pada hidupku?" cemooh Gemma.Gemma tahu bahwa pria misterius itu tidak menyangka ia akan memberi jawaban seperti ini."Hal terakhir yang pasti terjadi pada semua manusia adalah kematian. Tidak ada yang perlu ditakutkan,” ucapnya lagi.Walaupun tak nampak, Gemma dapat merasakan pria di hadapannya ini kehilangan kata-kata. Tapi itu tak lama, karena ia mulai membuka mulutnya lagi. Meskipun suaranya kini terdengar parau."Kau mungkin tidak peduli pada hidupmu, tapi apakah orang-orang terdekatmu punya pemikiran yang sama?"Gemma memandang pria itu dengan tatapan yang semakin malas."Orang terdekatku? Apa maksudmu, jika aku tidak menuruti keinginanmu, kau akan macam-macam dengan orang-orang yang dekat denganku?"Tak ada suara. Jadi jawabannya adalah y
Suara gedoran di pintu membuat Gemma mengerang tanpa ia sadari. Kepalanya seperti mau pecah, dan matanya begitu berat. Perlu beberapa saat untuk Gemma mengumpulkan tenaga, merasakan setiap pergerakan otot dari tubuhnya.Gedoran di pintu
"Kau tahu, aku tidak suka setiap kali pergi bersamamu ke tempat umum.""Aku tahu. Kau mengatakannya setiap kali kita pergi bersama."Mereka berdua tengah makan di restoran cepat saji paling populer di Ayria, yang terletak sekitar empat ratus meter ke selatan dari perpustakaan tempat Gemma tinggal. Cukup lima belas menit berjalan kaki.Cuaca hari ini cerah dan menyenangkan untuk dihabiskan dengan menyantap makan siang di tempat duduk yang ditata di pinggir jalan. Sepertinya banyak yang satu pemikiran dengan Gemma dan Jo, karena kursi-kursi di sekitar mereka nyaris penuh.Dua orang cewek, sepertinya masih kuliah, berbisik-bisik ketika melintasi tempat Jo dan Gemma duduk. Mereka bukan cewek pertama yang sengaja melakukan hal-hal konyol untuk menarik perhatian.Perhatian siapa?Siapa lagi kalau bukan Jo."Kau hanya iri, itu saja. Tidak ada laki-laki yang bertingkah seperti itu saat melihatmu.""Jika ada, malah mengerikan."Gemma meng
"Hatchii!!!"Ini sudah keempat kalinya ia bersin dalam kurun waktu kurang dari setengah jam, membuat konsentrasinya terganggu."Sedang tidak sehat, Jonah?"Lawan main caturnya bertanya. Bukan sekadar pertanyaan biasa, itu lebih kepada sebuah ejekan."Aku maklum jika kau tidak bisa mengalahkanku. Kau bisa pakai alasan kesehatan, kok."Jonah menatap orang di hadapannya. Tetangganya yang tinggal di lantai bawah ini selalu berhasil membuatnya kesal dengan ocehannya. Tapi Jonah sudah hidup berdampingan selama delapan belas tahun untuk membuatnya paham bahwa itu adalah cara Michael bercanda."Aku baik-baik saja. Mungkin ada yang sedang membicarakanku sehingga aku bersin-bersin."Jonah memindahkan posisi bidak caturnya. Sekarang dia punya bidak yang siap mengantar Michael pada posisi skakmat."Membicarakanmu? Siapa? Paling juga anakmu."Michael yang menyadari bahwa posisinya tak menguntungkan, memindahkan bidak caturnya yang la
Mobil Maya berhenti di depan perpustakaan. Sebuah city car berwarna kuning lemon yang mengkilat. Sebelumnya Gemma tak pernah bertanya darimana Maya bisa memiliki mobil, mengingat pekerjaannya sebagai manajer belumlah bisa memberinya kemewahan seperti sebuah mobil. Tapi kini Gemma mulai menduga-duga bahwa, mungkin saja para pemberontak mendanai Maya.Itu jika memang benar Maya adalah pemberontak. Gemma belum tahu pasti karena sejauh ini yang ia punya hanya asumsi.Gemma menenteng gitar dengan satu tangan dan berjalan menuju ke mobil. Ia meletakkan gitarnya di bangku penumpang belakang, kemudian ia duduk di kursi penumpang di sebelah pengemudi.Maya menginjak pedal gas, membawa mereka melaju menembus suasana sore di kota Ayria yang perlahan mulai lengang.Orang-orang yang masih ada di trotoar berjalan dengan terburu-buru sembari menundukkan kepala. Jika mereka mengalami kebahagiaan seharian tadi, rasa itu kini tak terlihat di wajah mereka. Yang ada han
“Men—menjalin hubungan?” Gemma tergagap. “Apa maksudmu?”Baru saja Gemma hendak mengatakan pada Nero untuk melupakan apa yang terjadi di antara mereka berdua. Apalagi setelah Gemma tahu bahwa Nero selama ini bertugas untuk mengawasinya, dan dia mengetahui segala gerak-gerik dan kebiasaan Gemma.Dan setelah apa yang Jo katakan, soal Gemma yang tak mungkin menjalin hubungan dengan siapapun… memulainya sekarang terdengar seperti ide yang buruk.“Kau tidak mengerti?” Ada ketidakpercayaan dalam cara Nero memberikan pertanyaan.Ya, tentu saja dia tidak percaya. Gemma bukanlah anak kecil yang tidak mengerti maksud pertanyaan Nero.“Bukan begitu…,” tukas Gemma. “Aku mengerti.” Gemma memejamkan mata untuk sejenak sembari menghirup udara dalam-dalam.Saat dia melakukannya, dia bisa mendengar suara dari dalam kepalanya. Entah suara miliknya sendiri atau milik Lanaya.Ini salah.“Lalu, apa jawabanmu?”Gemma membuka mata, mengerjap, lalu menatap Nero. “Haruskah aku menjawabnya sekarang?”“Aku yaki
Latar belakang waktu untuk chapter ini adalah setelah kejadian teror di Fiend (Chapter: Act of Patience) dan sebelum Gemma berlatih bersama Pelayan (Chapter: Mind Over Matter).---Gemma tidak tahu apa yang dia lakukan di sini.Saat Jo mengajaknya pergi tadi, Gemma pikir Jo membawanya ke tempat makan atau mengajaknya menyelidiki sesuatu. Dia hanya mengatakan soal melakukan kunjungan sebelum kembali ke Meubena, dan Gemma tidak menyangka bahwa kunjungan yang Jo maksud adalah pergi ke panti asuhan Saint Anna.Ini adalah rumah Sarah dan Nero.Cara Gemma memandang Nero terasa berbeda sekarang, setelah apa yang mereka lalui. Alarm yang memekikkan bahwa hubungan mereka bukanlah sesuatu yang tepat masih saja berbunyi, ditambah dengan keberadaan Lanaya di tubuhnya, Gemma tidak bisa bertindak sesuka hati.Setidaknya, dia tidak mungkin bisa mencium siapapun sekarang. Gemma membayangkan Lanaya akan mengeluarkan dengus jijik jika ia mendapati Gemma melakukannya.Namun Gemma tak bisa menghindari at
Suara kaca selebar tiga meter yang menghantam tanah seolah menghentikan waktu untuk sementara.Gemma dan Nero membeku di tempat mereka berdiri, saling berpandangan dengan mata terbelalak. Ciuman mereka terhenti, pun dengan pikiran apapun yang tadi sempat merayapi benak mereka dan membuat pandangan mereka berkabut.Semua terjadi dalam hitungan detik, namun setiap momen terasa begitu lambat.Saat draconian-draconian yang terbang di sekitar menara berhenti dan berbalik arah. Raungan, kepakan sayap, dan berpasang-pasang mata berwarna merah yang kini mengarah kepada Gemma dan Nero.“Lari!” teriak Nero.Gemma mengambil inisiatif sepersekian detik sebelum Nero memberi perintah. Dia berlari ke arah tangga, tetapi berhenti dan memberi jalan pada Nero karena Gemma tak tahu kemana mereka harus berlari.Tak ada satupun dari mereka yang membawa senjata khusus, dan meskipun Gemma baru mengetahui kemarin kalau dia tak akan mati saat terkena cakar Draconian, bukan berarti Gemma akan melawan mereka be
“Siapa sangka pria itu adalah pacar dari wanita yang tadi menggodamu.”“Bagaimana bisa dia bersikap seperti itu padahal dia punya kekasih.”Gemma mengangguk, mengamini perkataan Nero. Mereka segera meninggalkan arena begitu masalah dengan pria gila itu terselesaikan.Ternyata setelah Gemma membawa Nero pergi dari hadapan wanita bernama Angel itu, dia menelepon kekasihnya dan mengatakan bahwa Gemma telah menyakitinya. Pacarnya langsung datang ke arena laser tag dan memaksa untuk ikut di dalam permainan.Kesalahpahaman terselesaikan saat Nero meminta pengelola menunjukkan rekaman cctv sesaat setelah pengarahan selesai dilaksanakan. Di situ terlihat jelas bahwa Angel yang mendekati Gemma dan Nero terlebih dulu dan Gemma tidak melakukan apapun padanya.“Seharusnya tadi kau meminta ganti rugi,” gumam Nero.“Aku tidak mau urusannya menjadi panjang.” Seolah Gemma belum banyak masalah saja.Kemudian Nero menengok ke arah Gemma yang berjalan di sampingnya. “Maaf. Kita jadi gagal memenangkan ko
Setelah melakukan pendaftaran, Gemma menerima sebuah rompi dengan lampu berbentuk segi lima di bagian dada. Dia mengenakan rompi itu, lalu mengikat rambutnya dengan karet yang ia bawa di pergelangan tangannya. Nero menyerahkan sebuah pistol laser berwarna hitam dengan seutas tali sepanjang lengan. Dia memasangkan kait di ujung tali itu ke kait yang ada di bagian depan rompi Gemma. “Peraturannya sederhana. Arahkan pistolmu ke bagian depan lawan, ke arah lampu di rompi,” Nero menjelaskan sambil menunjuk lampu segi lima di rompi Gemma yang kini berpendar dalam warna biru laut. Lampu itu terbagi menjadi lima bagian. “Jika semua lampu ini mati, itu berarti kau kalah dan harus keluar dari permainan.” Kemudian Nero menunjuk ke arah pintu yang letaknya berlawanan dengan pintu masuk. Pintu itu terbuka lebar, dan Gemma bisa melihat hamparan tanah lapang dengan pepohonan tinggi yang tumbuh dalam jarak beberapa meter antara satu sama lain. “Kita akan melakukan permainan outdoor. Tim yang berhasi
Pemberhentian pertama mereka adalah restoran yang biasa Gemma kunjungi bersama Jo. Restoran ini selalu penuh pada jam makan siang, dan kebanyakan pengunjungnya adalah mahasiswa serta pekerja kantoran yang tengah mengambil jam istirahat.Gemma hanya bisa menggerutu dalam hati saat berpasang-pasang mata memandang lapar ke arah Nero, seolah dia adalah hidangan utama di tempat ini. Jika hal ini terjadi pada Jo, Gemma pasti akan mengomel dan memelototi gadis-gadis genit itu.“Kau mau duduk di mana?” tanya Nero. Mereka berhenti di tengah-tengah restoran dan menjadi pusat perhatian seperti pohon natal dengan lampu berkelap-kelip.Gemma memandang ke sekeliling dengan gusar sebelum mencengkeram lengan Nero dan mengajaknya ke jajaran bangku di luar restoran. “Di sini saja,” ucap Gemma, yang kemudian menyeret sebuah bangku di dekat mereka dan menyuruh Nero untuk duduk.Nero menyunggingkan senyum kecil di satu sudut bibirnya sebelum dia duduk dan senyuman itu tak kunjung hilang saat Gemma duduk d
Sepertinya Gemma baru saja terlelap saat ponselnya berdering nyaring. Suaranya seperti alarm pengganggu yang membuat Gemma melenguh malas. Dia mengulurkan tangan dan meraba-raba ke atas nakas untuk mencari benda berisik itu. Gemma membuka mata yang masih terasa berat untuk mencari tahu siapa manusia yang berani mengganggu tidurnya. Di layar ponsel tertera nama Purity. Gemma melirik ke sudut layar ponsel dan mendapati bahwa sekarang sedang masuk jam sibuk perpustakaan. Mungkin Purity membutuhkan bantuannya. “Ada apa?” Suara Gemma parau karena tenggorokannya terasa sekering padang pasir. “Ada yang mencarimu.” “Siapa?” Gemma bertanya sembari berguling di atas ranjang. Satu tangannya menyibak gorden untuk melihat langit. Hari ini cerah. Suasananya terasa begitu damai hingga Gemma tak percaya bahwa semalam baru saja terjadi tragedi mengerikan di King’s Door. Setelah ini dia akan menelepon Jo untuk mengetahui perkembangan terbaru soal kejadian semalam. “Lelaki yang mengantarmu tadi.” “H
Brak! Daun pintu terbanting menutup di hadapan Gemma dan Lysis. Mereka saling berpandangan, mengembuskan napas panjang yang merupakan wujud dari rasa sabar. Paling tidak, penolakan di hari ini tak sebanyak hari-hari kemarin. Lysis memeluk setumpuk selebaran di satu tangan, sedangkan tangan yang lain menenteng tas plastik berisi bahan makan malam mereka hari ini. "Kita coba beberapa rumah lagi?" tanya Lysis dengan enggan. Wajahnya berubah cerah saat Gemma menggeleng. Gemma memandang lekat-lekat selebaran yang ia genggam hingga kusut. PERSIAPKAN MASA DEPAN ANAK-ANAK ANDA, DENGAN MENJADI ARCHTURIAN SEJATI Judul selebaran yang ia buat dengan memutar otak habis-habisan. Tetapi penolakan yang ia dan Lysis alami bukan semata-mata karena judul yang buruk, ini lebih kepada para orang tua di Fiend yang memang tak pernah berpikir jauh untuk anak-anak mereka. "Padahal sedang promo gratis …," bisik Gemma, suaranya terdengar hampa. Mereka be
Ketimbang membuang waktu untuk mencari pintu utama, Nero, Jo, dan Pelayan memutuskan untuk keluar melalui jalan mereka masuk, dari penjara di bawah tanah, dan mengambil jalan memutar.Kaki mereka tak tahan untuk tidak berlari, tak mau ketinggalan untuk ambil bagian dalam apapun yang tengah terjadi saat ini.Langkah Pelayan tiba-tiba berhenti, dan dua orang yang bersamanya ikut berhenti."Ada apa?" tanya Nero, dan Jo menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan."Kau tidak mendengarnya?""Apa?"Nero memasang telinganya baik-baik. Tapi tak ada yang begitu ganjil dalam pendengarannya sampai harus membuatnya berhenti. Ia memasang wajah tak mengerti dan Jo dengan tidak sabar memberikan penjelasan."Suara itu, seperti ada kaca yang sangat besar retak dan berhamburan."Nero menggeleng, ia tak mendengar suara semacam itu."Pelindungnya telah hancur." Kini Pelayan yang berbicara, dan baru saja dia selesai berucap, langit malam dipen