“June?” tanya Drake sekali lagi, menyadarkan June dari lamunannya.
“Oh, hmmm... Anda mungkin akan sukar percaya, tapi... Saya dipecat karena istri direktur tidak mau suaminya mempunyai sekertaris seorang wanita muda,” jawab June jujur.
“Sebuah alasan yang menarik,” kata Drake.
“Ya, tapi memang begitulah yang terjadi,” jawab June.
“Baiklah. Sekarang kita berangkat. Bawa laptopnya dan semua peralatan yang diperlukan,” ujar Drake.
June kemudian berdiri, ia membereskan laptop yang ada di meja Drake. Saat ia mendekat seperti itu, Drake dapat mencium aroma parfum yang dikenakan June. Rasanya ia pernah mencium wangi parfum seperti ini, tapi ia tidak bisa mengingatnya sekarang. Mungkin nanti, pikir Drake.
“June...” katanya lagi.
“Ya, Pak?” tanya June.
“Apakah kita pernah bertemu di suatu tempat sebelumnya?” tanya Drake mulai curiga. Jantung June melompat-lompat tak karuan mendapatkan pertanyaan itu. Ia hampir menjatuhkan mouse komputer karenanya.
“Eh... Tidak, Pak. Tentu saja tidak,” jawab June.
“Oh, okay,” sahut Drake sambil mengantongi telepon genggamnya ke saku jasnya. Ia kemudian berdiri sambil menunggu June selesai membereskan barang-barangnya.
“Kita naik mobilku saja,” kata Drake lagi.
“Baik, pak,” jawab June.
Saat June selesai membereskan barang-barangnya, Drake berjalan mendahului June keluar dari ruangan. June mengikutinya sambil membawa tas laptop dan juga tasnya sendiri. Mereka berdua masuk ke dalam sebuah elevator yang isinya kebetulan hanya mereka berdua. Karyawan lain tidak ada yang berani satu elevator dengan Drake. Jantung June berdegup kencang saat kilasan memori setahun lalu tiba-tiba muncul kembali di otaknya. Ia mengingat bagaimana ia bersandar di dinding elevator yang dingin dan Drake memeluknya erat, menciumi leher hingga dadanya. Saat itu mereka ada di elevator hotel.
June menelan ludah, ia berusaha menghilangkan bayangan itu dari pikirannya. Kini ia sudah membayangkan naik mobil mewah dengan supir yang mengantar kemana-mana. Namun, alih-alih berhenti di lobi dan menunggu supir datang membawakan mobil, Drake malah langsung turun ke basement. June bertanya-tanya, tapi ia tidak berani melontarkannya.
Saat pintu elevator terbuka, Drake berjalan langsung menuju ke sebuah mobil sport mewah berwarna merah tua berkilauan. Mobil mewah itu hanya punya satu kursi penumpang. Mata June melebar, jadi dia akan duduk di samping Drake di mobil sport mewah itu? Bukankah ini terlalu akrab? Tapi June lagi-lagi memutuskan untuk mengunci mulutnya rapat-rapat.
“Ayo masuk,” kata Drake sambil membuka kunci mobilnya.
June menurut, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam mobil. Dengan sudut matanya, Drake melihat kaki jenjang June yang terbalut stocking hitam. Tapi ia segera memalingkan wajah. Drake pantang memiliki hubungan khusus dengan wanita yang adalah karyawannya sendiri. Sebagaimanapun cantiknya June, Drake tidak akan pernah menyeretnya ke atas ranjang.
“Jangan kacaukan meeting ini. Kamu hanya bertugas untuk mencatat semua notulensi meeting,” kata Drake saat mobil sudah melaju.
“Baik, Pak,” jawab June.
“Setelah itu kita makan siang,” kata Drake lagi.
“Eh?” Pikiran June sudah mulai berkelana.
“Aku tidak mau terlambat makan hanya karena jalanan yang macet, jadi setelah meeting kita langsung makan di restoran itu. Terserah kalau kamu tidak mau makan,” kata Drake ketus.
“Baik, pak,” jawab June akhirnya. Dalam hati ia mengumpat kelakuan ketus Drake itu.
Mereka sampai di sebuah restoran mewah dan Drake langsung keluar dari mobil tanpa aba-aba begitu sampai di pintu utama. Petugas vallet parking sudah mengenal Drake, ia langsung memberi hormat dan segera berjalan masuk ke dalam mobil. June terburu-buru keluar dari mobil sambil membawa semua peralatan yang harus ia bawa.
June berlari-lari kecil mengikuti langkah-langkah Drake yang panjang menuju ke sebuah ruang VIP yang sudah disediakan untuk mereka di dalam restoran mewah itu. Sebuah layar LCD sudah terpasang di salah satu dinding ruangan. Para peserta meeting rupanya sudah datang lebih dulu, mereka berdiri lalu menjabat tangan Drake sambil tersenyum. June hanya tersenyum dan bersikap seprofesional yang ia bisa. Sudah lama ia tidak menghadiri meeting-meeting seperti ini.
June duduk di sebelah Drake, ia segera menyiapkan laptop, menghubungkannya ke LCD projector. Ia kemudian membuka file presentasi yang sudah dipersiapkan barusan. Drake tersenyum tipis. Meeting berjalan dengan lancar. June mencatat semua hasil meeting tersebut dengan cepat dan akurat. Hingga tak terasa meeting telah usai. Para peserta meeting pergi satu per satu, hanya tinggal Drake dan June saja di dalam ruangan.
“Kerja yang bagus, June. Cukup impresif untuk hari pertama. Aku akan mentraktirmu, ambilkan buku menu,” kata Drake sambil tersenyum. Di dalam ruangan yang redup seperti ini, June dapat bersumpah, ia seperti melihat mata Drake bersinar bagai api meskipun hanya sekilas saja. Setelah June berkedip, mata Drake yang coklat itu kembali seperti semula. June kemudian menghela napas. Mungkin karena terlalu banyak kejadian mengejutkan hari ini, June jadi berkhayal.
“Baik, Pak. Tunggu sebentar,” kata June. Ia kemudian berjalan keluar dari ruang VIP untuk mengambil buku menu. Mata Drake mau tidak mau memperhatikan saat June keluar dari ruangan. Kedua kaki jenjang berbalut stocking itu, Drake rasanya pernah melihatnya sebelumnya. Ah, tapi banyak sekali wanita dengan kaki indah seperti itu. Entah sudah berapa banyak yang ditemui Drake dalam hidupnya.
Tak lama kemudian, June kembali dengan buku menunya bersama dengan seorang pelayan yang siap mencatat semua pesanan mereka.
“Kamu mau makan apa? Apa saja boleh,” kata Drake.
“Baiklah kalau begitu, aku mau Foie Grass,” jawab June sambil tersenyum. Ia memesan menu termahal di restoran ini, setidaknya itu caranya untuk membalas dendam kecil-kecilan. Meskipun sebenarnya ia tahu, membeli seporsi Foie Grass tidak akan membuat Drake bangkrut.
“Satu Foie Grass untuknya dan satu Beef Cordon Bleau untukku. Minumannya, orange juice untukku. Kamu mau apa, June?” tanya Drake.
“Orange Juice terdengar segar,” jawab June sambil tersenyum.
“Baiklah, dua orange juice,” kata Drake pada pelayan itu.
“Aku permisi hendak ke toilet dulu, Pak,” kata June tepat setelahnya. Drake mengangguk, lalu memperhatikan kembali saat June keluar dari ruangan. Ia kemudian tersenyum sendiri karena pikiran nakalnya. Itu tidak akan terjadi, katanya pada dirinya sendiri.
June berjalan lurus menuju toilet, tapi tiba-tiba seseorang berteriak sambil menunjuk ke arah atas June. Sebuah balok kayu besar yang merupakan hiasan di atas pilar terjatuh tepat ke atas June. Kejadian itu terlalu cepat dan June sudah tidak mungkin sempat menghindar. June berteriak sambil menutup matanya, bersiap menerima rasa sakit yang akan diterimanya.
Namun tiba-tiba, June merasakan ada tangan kuat yang merangkul bahunya. Bunyi berdebam keras terdengar setelahnya. June membuka mata dan mendapati Drake sedang merangkul tubuhnya dan balok kayu itu sudah terjatuh di lantai. Balok itu kira-kira sepanjang dua meter dan sangat berat. June tidak dapat membayangkan jika ia sampai tertimpa balok kayu itu.
“Kamu tidak apa-apa, June?” tanya Drake.
“B-Bagaimana mungkin?”
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut June tanpa bisa ditahannya. Balok kayu itu jelas-jelas berada tepat di atasnya tadi. Bagaimana mungkin, balok itu bisa bergeser dan jatuh sejauh satu meter dari tempatnya berdiri. Apakah mungkin, Drake bisa mendorong balok kayu seberat itu dalam waktu sesingkat itu? Bukankah tadi Drake masih berada di dalam ruangan meeting? Pertanyaan-pertanyaan itu membuat June bingung.
June sangat terkejut dan juga bingung, ditambah lagi aroma vanila yang terkuar dari tubuh Drake membuatnya teringat kembali akan malam itu. Tatapan matanya yang dingin itu seakan mampu menghipnotis dirinya. “Itu hanya teknik khusus yang bisa dipelajari siapa saja. Hanya menggunakan berat badan,” jawab Drake sambil melepaskan rangkulannya dari tubuh June. “Maafkan kami tuan Burton. Kami pastikan ini tidak akan terjadi lagi. Untuk kompensasinya, kami menggratiskan semua makanan dan biaya sewa hari ini. Kami juga memberikan voucher makan malam gratis untuk Tuan,” kata sang manager yang tiba-tiba muncul. “Ini sangat berbahaya. Pastikan kalian melakukan maintenance pada gedung restoran milik kalian ini,” jawab Drake dingin dan tegas. “Kami tahu. Kami benar-benar minta maaf,” sahutnya lagi. “Baiklah,” katanya sambil merapikan jasnya. Tanpa berkata apapun lagi, Drake langsung berjalan kembali masuk ke dalam ruang meeting meninggalkan June yang masih
June bekerja hingga ia tidak sadar di luar jendela kaca matahari sudah mulai tenggelam. Ia baru menyadarinya ketika sinar kemerahan matahari menyelusup masuk melalui kaca. June melirik jam tangannya, pukul enam lewat lima belas menit. Sudah lebih dari jam kerja, tetapi pekerjaan June masih banyak. Ia harus menyelesaikannya malam ini juga.Ia membuka-buka berkas dan juga file-file di dalam jaringan komputer kantornya itu untuk mencari sumber data, tapi tetap saja di hari pertama ia tetap kesulitan. Ia sempat mengirimkan email ke beberapa divisi terkait sesuai dengan notes dari Drake dan sudah mendapatkan jawaban yang ia butuhkan. Tetapi data ini terlalu banyak untuk diselesaikan dalam waktu singkat.Pukul delapan malam, June masih juga berada di kantor dan pekerjaannya sama sekali jauh dari kata selesai. June mengumpat. Ia merasa bebas mengumpat sebab di ruangan ini ia hanya sendirian.“Bos menyebalkan! Fucking playboy!” seru June.Ia tidak mer
“Anda tidak apa-apa, nona?” tanya supir truk itu setelah turun dari truknya.Banyak orang mulai mengerubuti tempat kejadian, tetapi mata June tetap mencari-cari sosok pria misterius itu dari kerumunan orang.“Apakah Anda melihatnya?” tanya June para supir truk itu.“Melihat apa?” tanyanya bingung.“Pria tadi yang bermata abu-abu, yang menghentikan mobil dan truk ini! Kamu pasti melihatnya, kan?” tanya June sedikit panik.“Begini, nona. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba aku kehilangan kendali atas trukku,” kata supir itu.“Tapi kamu melihat pria itu, kan? Pria yang menghentikan kecelakaan?” tanya June lagi.“Aku tidak melihat siapapun, miss. Entahlah, mungkin remnya berfungsi di saat yang tepat. Aku benar-benar minta maaf,” katanya.June tidak percaya apa yang dikatakan pria itu. Ia segera turun dari mobil dan
Saat June sudah bersiap keluar dari mobilnya, betapa terkejutnya June saat melihat ada sesosok pria yang sudah berdiri di samping pintu mobilnya. Ia menundukkan badannya untuk melihat June melalui kaca jendela mobilnya.“Selamat pagi,” ucapnya sambil tersenyum.June membuka kaca jendelanya perlahan lalu mengukir senyum seprofesional mungkin.“Selamat pagi, Mr. Burton,” jawab June.Drake menyunggingkan senyum lagi, membuat lesung pipitnya nampak jelas di wajahnya yang tampan. Sialnya, jantung June malah melompat-lompat kegirangan karenanya. June ingin memaki dirinya sendiri karena itu. Ia kemudian turun dari mobil dan menguncinya.“Kebetulan kita bertemu di sini, di mobil ada tasku, tolong bawakan ya,” kata Drake sambil menunjuk mobilnya.“Baik, Pak,” jawab June sambil tersenyum sopan. Di dalam hati, June mengumpat. Dasar sial! Serunya.June menenteng tasnya sendiri sambil menuju ke pintu
June tidak bisa berkata-kata. Ia hanya bisa diam menatap mata coklat indah yang menatapnya tanpa berkedip. Jantung June berdebar-debar tidak karuan dan tubuhnya sedikit gemetar entah karena takut atau karena terlalu gugup. June merencanakan banyak hal saat bisa bertemu kembali dengan Drake, tetapi kini saat mereka sudah berhadap-hadapan June malah tidak bisa berbuat apa-apa. Aura Drake yang mendominasi, membuat June mau tidak mau terdiam. Bagai perang mental antar hewan buas, June sudah kalah telak.Tanpa bicara apapun, Drake tiba-tiba menggendong tubuh June dan membawanya masuk ke dalam ruangannya. Dua tas besar itu ditinggalkan begitu saja di lantai. June hanya sempat membawa tas tangannya yang kebetulan masih tersampir di bahunya. June bingung, tapi ia sama sekali tidak berani bertanya. Hangatnya dekapan Drake menjalar ke tubuh June, membuatnya sama sekali tidak bisa berkutik.Mata June yang bulat melirik saat mereka masuk ke dalam ruangan kerja Drake dan lampu otom
Jantung June melompat saat Drake menatapnya setelah pintu ruangan ditutup. Sejak tadi memang hanya ada mereka berdua di ruangan ini tapi entah kenapa suasana menjadi berbeda ketika Drake menatapnya seperti itu. Tatapan itu mengingatkan June dengan tatapan Drake padanya satu tahun yang lalu. Tatapan liar yang seolah mampu menelanjangi June.“A-anda mau apa?” tanya June sedikit beringsut di sofanya ketika Drake mulai berdiri mendekatinya.“Buka stoking dan high heels patahmu itu,” kata Drake.“Eh?” tanya June terkejut.“Buka kataku!” seru Drake lagi.“Anda mau apa, Mr. Burton?” tanya June dengan nada tegas. Ia tidak akan membiarkan dirinya dilecehkan atau dianggap penggoda bos.“Ya sudah kalau tidak mau,” jawab Drake sambil dengan cepat berjongkok di hadapan June.“Mr. Burton!”Sebelum June sempat berbuat apapun, Drake sudah mengambil kakinya hing
Drake membawa dua tas besar itu ke dalam mobilnya yang lain yang terparkir rapi di basement. Ia melemparkannya begitu saja ke dalam jok belakang mobil lalu ia masuk di kursi pengemudi. Seharusnya memang Drake tidak membawa dua tas besar ini ke kantornya, ia berubah pikiran. Seharusnya memang ia tidak menyimpan dua benda ini di dalam kantor, tapi ia juga tidak bisa menyimpannya di dalam rumahnya.Rencana Drake membawa kedua benda ini ke kantor adalah untuk menyimpannya bersama benda-benda rahasia miliknya yang lain di ruang rahasia di balik tembok tempatnya bekerja. Tetapi ia berubah pikiran, ia harus membawanya ke tempat lain. Aura kedua benda ini terlalu kuat, bahkan June terkena dampaknya.Ia melihat kedua tas hitam itu dengan menggunakan spion tengah mobilnya, benda itu bercahaya. Sebuah cahaya aura kemerahan yang hanya bisa dilihat oleh makhluk-makhluk seperti Drake. Ia mengemudikan mobilnya melalui jalanan kota New York di pagi hari yang sudah mulai sibuk itu. Dra
Meskipun kedua makhluk itu sudah minta ampun, tetapi sudah terlambat. Drake sudah mengambil keputusan. Lagipula gudang ini sudah terlalu penuh dan tidak ada salahnya memusnahkan dua vampir yang sudah melanggar peraturan ini. Tapi Drake hanya bercanda saat ia mengatakan hendak memakan dua vampir itu. Setelah beribu-ribu tahun hidup bergaul bersama manusia, Drake sudah menyesuaikan diri dengan makanan manusia. Dia sudah tidak tertarik lagi dengan rasa makhluk-makhluk seperti ini. Dibandingkan dengan rasa masakan di restoran dengan bintang lima Michellin, tentu tidak dapat dibandingkan.Drake membuka mulutnya dan api keluar bersama dengan napasnya. Kedua vampir itu tidak berdaya, mereka hangus setelah terkena api tersebut dan menghilang menjadi debu, diiringi suara teriakan mereka. Satpam di luar gudang sudah terbiasa mendengar suara-suara aneh dari dalam, tapi ia tidak peduli. Itulah sebabnya ia masih bisa mempertahankan pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Somehow, ia tahu bah
“Drake tidak akan setuju, June,” jawab Wilona.“Aku meminta bantuanmu, bukan Drake. Tolong aku, Wilona. Aku akan memberikan apapun yang kamu mau, asalkan kamu mau membantuku,” kata June lagi.“Aku lebih takut pada Drake dibandingkan tawaran harta apapun darimu,” jawab Wilona.“Please, Wilona. Kamu tahu apa yang akan terjadi pada Drake kalau aku meninggal, bukan? Kamu ingin melihat dia hancur lagi?” tanya June.Wilona terdiam. Ia tahu apa maksud June. Drake hancur berkeping-keping setelah kehilangan Anna berabad silam. Jika itu terjadi untuk kedua kalinya, entah apa yang akan terjadi pada Drake.“Baiklah. Tapi, berjanjilah kamu akan melindungiku jika Drake marah nanti,” kata Wilona.“Tentu saja. Aku akan melakukannya,” jawab June.“Baiklah kalau begitu. Malam ini, temui aku di hutan, kamu tahu tempatnya. Pastikan Drake tidak tahu. Dan harus kamu ingat, June.
“So, what do you say?” tanya Baron pada June sambil tersenyum, menampakkan gigi taringnya yang memanjang.“Apa resikonya?” tanya June.“Nyaris tidak ada, June. Kamu hanya perlu memberikanku darahmu, tidak sampai habis,” katanya sambil berjalan mendekat. Ia mengitari tubuh June, mendekatkan kepalanya ke leher June.“Kamu bisa bersamanya selamanya, June. Say, yes...”katanya Baron lagi.“A-aku...”“Ini sangat mudah, June. Jangan membuatnya sulit. Kamu hanya perlu mengucapkan sebuah mantra yang sangat mudah diucapkan. Sebutkan mantranya dan aku akan segera memulai keabadian,” kata Baron lagi.June menelan ludah, dalam hatinya ia tahu ada sesuatu yang salah dengan semua ini, tapi keinginannya untuk bisa bersama dengan Drake selamanya, membuatnya ingin mengatakan iya. Tawaran ini terlalu menggoda untuk ditolak.“Ikuti kata-kataku, June,” ka
June akhirnya sampai ke hotel yang ia tuju. Hati June hancur saat mengingat bagaimana wajah Drake saat ia melangkahkan kaki pergi dari pria tersebut. June tahu ia sangat melukai Drake. Namun, menurut June ini adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan hati Drake dan juga hatinya sendiri.Saat sampai di kamar hotel yang sederhana itu, June langsung merebahkan diri di atas ranjang. Rongga dadanya terasa sakit, bahkan hanya untuk menarik napas. June tidak kuasa menahan tangis, hingga ia menumpahkan semuanya ke atas bantal hotel tersebut. Ia menangis cukup lama hingga ia menyadari ada seseorang yang berdiri bersandar di balkon hotelnya.“Alarick?” tanya June sambil melebarkan matanya.Pria itu melambaikan tangan sambil tersenyum. June menghapus air matanya cepat-cepat lalu membuka pintu kaca menuju balkon.“Bagaimana kamu bisa ada di sini?” tanya June.“Well, kamu tahu siapa aku. Sangat mudah untuk menemukanmu di belahan bum
Malam hari itu, June sama sekali tidak bisa tidur. Ia melirik ke arah Drake yang sedang tertidur pulas di sampingnya. June memiringkan tubuhnya untuk bisa memandangi wajah Drake lebih lama. Air mata mulai mengalir lagi di pipi June. June mulai berpikir, kenapa takdir begitu kejam padanya hingga saat ia benar-benar jatuh cinta, ia jatuh cinta pada orang yang benar-benar salah. Jika ia jatuh cinta pada manusia biasa maka semuanya akan berakhir baik-baik saja. Tapi seorang raja naga adalah hal yang amat berbeda.June amat mencintai Drake dan ia menyadari itu. Oleh karena itu, June tidak ingin menyakiti hati Drake. Lebih cepat June pergi dari kehidupan Drake selamanya, itu akan lebih baik. Drake mungkin akan sangat sedih, tapi dia akan lebih cepat pulih dan move on. June ingin Drake hidup bahagia. Bersama June, tidak ada masa depan untuk mereka. June akan menua, dia tidak akan bisa membahagiakan Drake selamanya.Karena itulah, June merencanakan sesuatu malam hari itu. Ia d
“June, kamu kenapa?” tanya Drake saat June kembali ke mejanya.Drake bisa melihat kalau June terlihat amat kesal.“Ah, tidak apa-apa,” jawab June.“Kamu yakin?” tanya Drake lagi.“Iya. Mungkin aku hanya lapar,” jawab June sambil tersenyum.“Kabar bagus, kurasa pelayannya sudah datang membawa makanan,” kata Drake sambil melirik ke arah kiri. Saat June mengikuti arah pandangnya, seorang pelayan memang datang membawa makanan pesanan mereka.“Syukurlah,” jawab June.Mereka kemudian larut dalam percakapan yang hangat dan menyenangkan. Makanannya juga enak. Namun, June masih memikirkan kata-kata Lana barusan. Ia tidak bisa berhenti memikirkannya, meskipun ia berusaha. Ia melihat wajah Drake ketika bicara. Naga berusia ribuan tahun ini masih terlihat seperti tiga puluh lima tahun dan dia akan terlihat seperti itu selamanya.Usia June kini sudah tiga puluh tiga tah
“Lana Barryfield?” tanya Drake sambil membesarkan matanya.“Ternyata itu benar kamu! Ini sebuah kebetulan yang menyenangkan. Sudah lama sekali tidak berjumpa,” kata wanita itu.Ia mendekat lalu memeluk dan mencium kedua pipi Drake, mereka terlihat amat akrab. June memaksakan sebuah senyum.“Lana, perkenalkan ini June Hanson. June, ini Lana Barryfield, teman lamaku,” kata Drake.Wanita itu menoleh melihat June, ia kemudian terdiam sejenak.“Oh, Drake. Dia sangat cantik,” katanya. Tapi June bisa menangkap sesuatu yang lain dari nada suara dan ekspresi wajahnya.“Senang bertemu denganmu, June,” katanya sambil mengulurkan tangan kanannya.“Senang bertemu denganmu juga, Lana,” jawab June.“Kapan kamu ke New York? Kudengar kamu sudah sangat lama tidak meninggalkan Roma?” tanya Drake pada Lana.“Iya. Roma adalah tempat yang paling cocok un
Drake melaju dan June berhenti bertanya. Ia menikmati pemandangan keluar jendela dan setelah setengah perjalanan, June sudah bisa menebak mereka akan pergi ke mana.“Kamu ingin membawaku nonton ke bioskop?” tebak June sambil tersenyum.“Kamu bisa menebak dengan baik. Kita akan nonton berdua. Bukankah itu yang biasa dilakukan orang-orang saat pacaran?” tanya Drake.“Jangan bilang kamu belum pernah berpacaran sebelumnya?” tanya June.“Terakhir kali aku berpacaran adalah berabad-abad yang lalu, June,” jawab Drake.June tertawa akan kenyataan itu. Drake ikut tertawa. Ia kemudian memarkirkan mobilnya di gedung bioskop. Semua orang yang lewat memperhatikan mobil mewah yang biasanya diparkirkan di depan hotel mewah atau restoran mewah. Tapi kali ini, mobil mewah itu malah terparkir di gedung bioskop sederhana.Drake turun dari mobilnya, lalu berputar untuk membukakan pintu bagi June. June melangkahkan
Drake melakukannya berulang-ulang dari belakang, hingga June hampir mencapai puncaknya. Namun, Drake masih belum puas, ia kemudian membalikkan tubuh June hingga menghadap ke arahnya. Ia kemudian melakukannya dari posisi ini, sambil menikmati pemandangan wajah June yang kini merah merona dan berkilau karena keringatnya.Drake membuat June merasa dirinya melayang sekali lagi. Waktu dan dunia serasa berhenti saat itu juga hanya untuk memberikan tempat tersendiri dan waktu yang tak terbatas untuk kedua insan yang sedang dimabuk asmara tersebut. Gairah Drake semakin memuncak saat ia melihat wajah June yang cantik merona merah tersebut, napasnya yang tersengal, dan desahan yang keluar dari bibirnya yang seksi. Mereka melakukannya hingga mencapai puncaknya bersama-sama.June berbaring kelelahan dengan napas tersengal dan tubuh berkeringat. Drake mengusap kening June lalu mengecupnya dengan lembut. Ia berbaring di sebelah June lalu merangkul wanita itu dengan lembut.&l
Sekarang June berdampingan dengan Drake di dapur. Pria itu terlihat jauh lebih luwes dibandingkan dirinya saat memasak. June tidak tahu apa yang harus ia bicarakan, jadi ia memutuskan untuk diam saja. Drake masih tersenyum sambil bersiul-siul, sesekali ia melirik ke arah June. Drake berkali-kali melihat ke arah kening June, ia hampir tidak percaya apa yang dilihatnya, tanda werewolf itu sudah menghilang dari kening June. Gerak-gerik Drake itu membuat wajah June semakin merah padam.June tidak tahan, jadi ia berbalik lalu berpura-pura mencari sesuatu di kulkas. Padahal June tidak melakukan apapun. Ia hanya mendinginkan wajahnya yang terasa panas itu. Setelah beberapa saat, June berpura-pura mengambil timun untuk tambahan acar, dan pada saat ia menutup pintu kulkasnya. June hampir melempar timunnya sebab Drake tiba-tiba sudah berada di hadapannya.“Kenapa kamu lama sekali di depan kulkas?” tanya Drake.“A-aku...”Drake berjalan mende