Kalea terbangun sama merasa tidurnya tak nyaman. Perlahan ia membuka matanya dan menggeliat kecil. Bagian bawahnya terasa sakit jadi Kalea tidak bisa banyak bergerak. Gadis itu kebali mengingat kejadian semalam. Wajahnya seketika memerah."Beb, kamu udah bangun?"Elkan terlihat menghampiri Kalea dengan handuk yang melilit di pinggang. Dia baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tubuh. Dilihatnya Kalea yang sudah bangun namun tetap dalam posisinya yang berbaring."Jam berapa sekarang?" tanya Kalea duduk bersandar. Tangannya memegang selimut erat agar menutupi tubuh polosnya."Enam pagi." Elkan duduk di samping gadis itu. "Kamu ingat kejadian semalam? Sekarang kamu bisa marah. Aku benar-benar minta maaf. Kalau terjadi sesuatu aku siap tanggung jawab.""Gak apa-apa. Waktu itu gue yang minta, kan?"Elkan mengerjapkan matanya beberapa kali. "Kamu gak marah, beb?""Yaudah, sih. Gue lagi males nangis. Emangnya kalau gue marah semuahya balik lagi? Minggir! Gue mau pake baju.""
"Udah siap semuanya?" "Beres, lah."Deon segera pergi untuk menjemput Adel yang masih ada di hotel. Rencananya saat ini pria itu ingin menyatakan perasaan, dibantu oleh kedua temannya dan juga Kalea, Oliv, serta Belina. Walaupun Kalea sendiri tak yakin. Dia takut temannya Elkan itu hanya akan menyakiti perasaan Adel saja.Mereka kini duduk di pasir, dibawah pohon kelapa. Ini semua dibuat secara mendadak oleh Deon. Semoga saja usahanya tidak sia-sia, dan gadis itu menerima cintanya. Kini Jonan sedang menjadi saksi bahwa kedua temannya sedang mencoba berubah."Awas aja kalau temen lo nyakitin temen gue," kata Kalea yang membuat Elkan merangkul bahunya. "Beb, Deon mana berani nyakitin temen kamu. Apalagi dia tau kalau Adel punya temen modelan kamu."Kalea mendelik. Ngomong-ngomong hubungan mereka berdua tetap seperti biasanya. Mereka seolah melupakan kejadian malam itu. Kalea juga tidak mau munafik kalau dia juga menikmatinya. Jadi, yasudahlah."Kenapa gue ditinggal?" gerutu Adel yang
Setelah seminggu liburan, hari ini adalah kepulangan mereka kembali ke rumah. Selama di pantai sudah banyak yang mereka lakukan dan itu menyenangkan. Mereka benar-benar menikamti liburan yang sesungguhnya. Apalagi Deon dan Adel yang baru saja menjalin hubungan sepasang kekasih. Begitu juga dengan Deon yang sudah puas menghabiskan waktu bersama gadis pantai.Oliv dan Belina juga senang. Mereka sama-sama lebih banyak di rumah daripada keluyuran, anggap saja anak rumahan. Lalu bagaimana dengan Kalea dan Elkan? Mereka menikmati liburan dengan banyak drama. "Sebelum pulang ke rumah gimana kalau kita cari makan dulu pinggir jalan?" usul Kalea sambil menoleh ke "Terus yang lain gimana, Kak?""Udah aku chat tadi. Mereka mau langsung pulang ke Jakarta, jadi kita cari makan dulu, ya. Aku laper banget."Belina mengangguk setuju. "Kak Elkan denger gak?" "Iya denger. Apa, sih, yang enggak buat dua princess ini."Kalea dan Belina terkikik di belakang sana. Elkan mendengus sebal, karena saat ini
Hari ini Kalea pergi ke butik seperti biasanya. Akhir-akhir ini dia mendapat banyak tawaran kerja sama bahkan dari orang-orang ternama. Kalea sendiri yang menangani semuanya menggantikan sang Ibu. Vita sendiri sudah sangat percaya pada anaknya. "Gimana liburannya, Kal?" tanya Mia yang datang dengan beberapa lembar kertas di tangannya."Seru. Mungkin lain kali Mbak Mia hatus ikut. Jadi gak mumet terus liat kerjaan numpuk," balas Kalea tertawa."Gak bisa aku. Sebenernya aku mau ambil cuti nanti untuk acara pernikahan aku."Kalea mengentikan gerak tangannya yang menulis di kertas. "Loh, Mbak mau menikah? Kapan?""Dekat-dekat ini. Tapi kalau tanggalnya bekum pasti."Kalea mengangguk paham. Pasti akan repot jika Mia tidak masuk kerja untuk sekarang. Bahkan Mamanya cerita selama dia liburan, butik agak kerepotan. Hanya ada Vita dan Mia yang menjaga dan harus mendisain secepat dan sebagus mungkin. Karena tentunya selera orang berbeda-beda. "Kamu sendiri kapan menikah? Pak Elkan kelihatanny
"Beb, aku sama Belina mau pulang ke rumah orang tua. Aku bisa titip Molly sama kamu? Mungkin kita pulang besok, jadi kalau Molly kita bawa pasti repot diperjalanan."Kalea menggaruk kepalanya yang tak gatal. Menatap anjing di depannya yang duduk dengan kalung mengikat di leher. Ayolah kenapa dia harus sebenci ini pada hewan itu? Tidak semua anjing akan berakhir mengigitnya, kan?"Kakak tenang aja. Molly ini gak akan ganggu kak Kalea. Cukup dikasih makan pasti anteng," kata Belina."Tapi bener, kan, besok udah balik lagi?""Iya, lah. Aku juga gak mau lama jauh-jauh dari kamu, Beb."Kalea mencibik pelan dan memandang Elkan yang tersenyum menggoda ke arahnya. Tidak bisakah pria itu berhenti merayunya? Dia terlihat seperti remaja puber yang baru jatuh cinta. Sungguh, Elkan tidak terlihat seperti pria dewasa saat di depannya."Eh, malah gombal. Ayo, Kak, kita pergi sekarang," kata Belina menarik-narik baju Elkan."Sebentar." Elkan menutup kedua mata samg adik dan mencuri sebuah kecupan bib
Kalea berdiri di balik pintu kamar sambil menyandarkan tubuhnya, setelah mematikan musik radio0. Detak jantungnya terasa begitu cepat. Kenapa orang itu datang saat Kalea benar-benar sendiri di rumah. Seolah dia mengetahui segalanya. Siapa mereka, dan apa maunya? Yang jelas mereka tidak satupun mengambil barang di rumah.Cuaca di luar yang hujan membuat kesan horor. Kalea takut orang-orang itu berencana membunuhnya. Susana memang mendukung Kakea berpikir negatif. Entah bagaimana Tuhan membuat malam ini dibuat tyrun hujan dengan suara gemuruh langit.Dari balik pintu Kalea menempelkan kupingnya untuk mendengar orang di luar sana. Terdengar suara langkah kaki menaiki tangga. Karena kamarnya tidak kedap suara jadi Kalea bisa mendengar suara di luar kamar."Yang mana kamarnya?" terdengar suara seseorang seperti pria tua, namun suara berbisik."Waktu itu kamarnya yang ini. Tapi kenapa sepi sekali ya?""Bodoh! Mungkin dia gau kita ada di sini. Sekarang kita harus ceoat bawa dia pergi."Kalea
"Jadi begitu ceritanya, Tan, Om," jelas Adel pada kedua orang tua Kalea.Saat mereka datang pintu rumah tidak terkunci, dan pas bunga di depan rumah juga jatuh. Seolah baru saja terjadi sesuatu. Namun saat mereka masuk yang dilihat justru Adel. Sedangkan Kalea sudah tertidur di kamar karena kelelahan."Ya Tuhan, ini gara-gara aku tinggal Kalea sendiri di rumah, Mas. Harusnya aku gak pergi. Padahal aku tau sebelumnya ada yang pernah berniat buruk sama anak kita," ucap Vita pada sang suami."Gak ada yang perlu di salahkan. Adek, terima kasih kamu sudah menolong Kalea. Jadi dia sedang tidur sekarang?"Adel mengangguk kecil. "Iya, Om. Kalea sempat kehujanan mungkin dia cape.""Kalau begitu kita mau lihat kondisi Kalea dulu. Kamu bisa menginap malam ini.""Kayaknya Adel pulang aja, Tan. Sebentar lagi pulang, sekalian nunggu Deon yang ngejar penjahat itu. Nanti kalau ada info aku kabarin. Besok aku ke sini lagi sama Oliv."Mereka berdua mengiyakan dan kembali berterima kasih. "Yasudah, kamu
"Siapa yang telepon?" tanya Kalea setelah Elkan mematikan ponselnya. Pria itu berbalik dengan rshang yang mengeras. Terlihat bahwa Elkan sedang marah sekarang. "Aku harus pergi sebentar, nanti balik lagi ke sini." "Siapa yang telepon? Lo udah tau pelakunya?"Elkan menghela nafas sesaat. "Jonan udah tau, jadi sekarang aku mau ketemu sama orangnya. Kamu tunggu di sini, oke?""Gue mau ikut," jawab Kalea cepat.Ini menyangkut dirinya juga. Kalea ingin tau siapa yang melakukan seperti ini padanya. Dia harus melihatnya sendiri untuk menanyakan apa masalah mereka? Kalea tidak mau Elkan atau bahkan orang tuanya yang menyekesaikan masalah ini sendiri. Melihat Kalea yang hendak turun dari ranjang membuat Elkan cepat menahannya. "Kamu lagi sakit. Biar aku yang urus semuanya.""Gak mau. Gue mau liat sendiri, El. Gue pengen liat pelakunya.""Jangan keras kepala, Kalea! Saya gak mau kamu kenapa-napa." Elkan mulai merubah intonasi menjadi tegas. Dia tak mau terjadi hal buruk pada Kalea. Namun sep