Elkan membawa Kalea ke kamarnya. Setelah memastikan pintu kamar terkunci, dia menggiring gadis itu untuk berbaring di atas kasur. Kalea menggeliat dan mencoba menarik Elkan untuk kembali menciumnya. Dia tak tahan dengan tubuhnya sendiri."Kamu yakin? Gak akan menyesal? Kalau aku udah mulai, kamu gak bisa minta aku berhenti."Kalea berdecak kesal dan menarik kerah baju Elkan. "Buruan!"Pria itu terkekeh pelan. Ia segera merangkak naik di atas Kalea dan menciumnya kasar. Dibalas oleh gadis itu sambil memeluknya. Elkan melepas sesaat ciuman mereka.Kalea menatap sayu Elkan yang melepas.bajunya bertelanjang dada. Dengan tak sabaran Kalea membantunya. Dia tak bisa menahan gejolak dalam dirinya sendiri. Elkan bahkan tersenyum melihat Kalea yang agresif. "Pelan-pelan, Beb."Elkan meneguk ludahnya kasar. Melihat lekuk tubuh Kalea membuat jantungnya hampir berhenti sejenak. Dia mengagumi setiap inci tubuhnya. Ah, ini bukan mimpi."Kita pemanasan dulu."Kalea mendongak saat Elkan memberin tand
Kalea terbangun sama merasa tidurnya tak nyaman. Perlahan ia membuka matanya dan menggeliat kecil. Bagian bawahnya terasa sakit jadi Kalea tidak bisa banyak bergerak. Gadis itu kebali mengingat kejadian semalam. Wajahnya seketika memerah."Beb, kamu udah bangun?"Elkan terlihat menghampiri Kalea dengan handuk yang melilit di pinggang. Dia baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tubuh. Dilihatnya Kalea yang sudah bangun namun tetap dalam posisinya yang berbaring."Jam berapa sekarang?" tanya Kalea duduk bersandar. Tangannya memegang selimut erat agar menutupi tubuh polosnya."Enam pagi." Elkan duduk di samping gadis itu. "Kamu ingat kejadian semalam? Sekarang kamu bisa marah. Aku benar-benar minta maaf. Kalau terjadi sesuatu aku siap tanggung jawab.""Gak apa-apa. Waktu itu gue yang minta, kan?"Elkan mengerjapkan matanya beberapa kali. "Kamu gak marah, beb?""Yaudah, sih. Gue lagi males nangis. Emangnya kalau gue marah semuahya balik lagi? Minggir! Gue mau pake baju.""
"Udah siap semuanya?" "Beres, lah."Deon segera pergi untuk menjemput Adel yang masih ada di hotel. Rencananya saat ini pria itu ingin menyatakan perasaan, dibantu oleh kedua temannya dan juga Kalea, Oliv, serta Belina. Walaupun Kalea sendiri tak yakin. Dia takut temannya Elkan itu hanya akan menyakiti perasaan Adel saja.Mereka kini duduk di pasir, dibawah pohon kelapa. Ini semua dibuat secara mendadak oleh Deon. Semoga saja usahanya tidak sia-sia, dan gadis itu menerima cintanya. Kini Jonan sedang menjadi saksi bahwa kedua temannya sedang mencoba berubah."Awas aja kalau temen lo nyakitin temen gue," kata Kalea yang membuat Elkan merangkul bahunya. "Beb, Deon mana berani nyakitin temen kamu. Apalagi dia tau kalau Adel punya temen modelan kamu."Kalea mendelik. Ngomong-ngomong hubungan mereka berdua tetap seperti biasanya. Mereka seolah melupakan kejadian malam itu. Kalea juga tidak mau munafik kalau dia juga menikmatinya. Jadi, yasudahlah."Kenapa gue ditinggal?" gerutu Adel yang
Setelah seminggu liburan, hari ini adalah kepulangan mereka kembali ke rumah. Selama di pantai sudah banyak yang mereka lakukan dan itu menyenangkan. Mereka benar-benar menikamti liburan yang sesungguhnya. Apalagi Deon dan Adel yang baru saja menjalin hubungan sepasang kekasih. Begitu juga dengan Deon yang sudah puas menghabiskan waktu bersama gadis pantai.Oliv dan Belina juga senang. Mereka sama-sama lebih banyak di rumah daripada keluyuran, anggap saja anak rumahan. Lalu bagaimana dengan Kalea dan Elkan? Mereka menikmati liburan dengan banyak drama. "Sebelum pulang ke rumah gimana kalau kita cari makan dulu pinggir jalan?" usul Kalea sambil menoleh ke "Terus yang lain gimana, Kak?""Udah aku chat tadi. Mereka mau langsung pulang ke Jakarta, jadi kita cari makan dulu, ya. Aku laper banget."Belina mengangguk setuju. "Kak Elkan denger gak?" "Iya denger. Apa, sih, yang enggak buat dua princess ini."Kalea dan Belina terkikik di belakang sana. Elkan mendengus sebal, karena saat ini
Hari ini Kalea pergi ke butik seperti biasanya. Akhir-akhir ini dia mendapat banyak tawaran kerja sama bahkan dari orang-orang ternama. Kalea sendiri yang menangani semuanya menggantikan sang Ibu. Vita sendiri sudah sangat percaya pada anaknya. "Gimana liburannya, Kal?" tanya Mia yang datang dengan beberapa lembar kertas di tangannya."Seru. Mungkin lain kali Mbak Mia hatus ikut. Jadi gak mumet terus liat kerjaan numpuk," balas Kalea tertawa."Gak bisa aku. Sebenernya aku mau ambil cuti nanti untuk acara pernikahan aku."Kalea mengentikan gerak tangannya yang menulis di kertas. "Loh, Mbak mau menikah? Kapan?""Dekat-dekat ini. Tapi kalau tanggalnya bekum pasti."Kalea mengangguk paham. Pasti akan repot jika Mia tidak masuk kerja untuk sekarang. Bahkan Mamanya cerita selama dia liburan, butik agak kerepotan. Hanya ada Vita dan Mia yang menjaga dan harus mendisain secepat dan sebagus mungkin. Karena tentunya selera orang berbeda-beda. "Kamu sendiri kapan menikah? Pak Elkan kelihatanny
"Beb, aku sama Belina mau pulang ke rumah orang tua. Aku bisa titip Molly sama kamu? Mungkin kita pulang besok, jadi kalau Molly kita bawa pasti repot diperjalanan."Kalea menggaruk kepalanya yang tak gatal. Menatap anjing di depannya yang duduk dengan kalung mengikat di leher. Ayolah kenapa dia harus sebenci ini pada hewan itu? Tidak semua anjing akan berakhir mengigitnya, kan?"Kakak tenang aja. Molly ini gak akan ganggu kak Kalea. Cukup dikasih makan pasti anteng," kata Belina."Tapi bener, kan, besok udah balik lagi?""Iya, lah. Aku juga gak mau lama jauh-jauh dari kamu, Beb."Kalea mencibik pelan dan memandang Elkan yang tersenyum menggoda ke arahnya. Tidak bisakah pria itu berhenti merayunya? Dia terlihat seperti remaja puber yang baru jatuh cinta. Sungguh, Elkan tidak terlihat seperti pria dewasa saat di depannya."Eh, malah gombal. Ayo, Kak, kita pergi sekarang," kata Belina menarik-narik baju Elkan."Sebentar." Elkan menutup kedua mata samg adik dan mencuri sebuah kecupan bib
Kalea berdiri di balik pintu kamar sambil menyandarkan tubuhnya, setelah mematikan musik radio0. Detak jantungnya terasa begitu cepat. Kenapa orang itu datang saat Kalea benar-benar sendiri di rumah. Seolah dia mengetahui segalanya. Siapa mereka, dan apa maunya? Yang jelas mereka tidak satupun mengambil barang di rumah.Cuaca di luar yang hujan membuat kesan horor. Kalea takut orang-orang itu berencana membunuhnya. Susana memang mendukung Kakea berpikir negatif. Entah bagaimana Tuhan membuat malam ini dibuat tyrun hujan dengan suara gemuruh langit.Dari balik pintu Kalea menempelkan kupingnya untuk mendengar orang di luar sana. Terdengar suara langkah kaki menaiki tangga. Karena kamarnya tidak kedap suara jadi Kalea bisa mendengar suara di luar kamar."Yang mana kamarnya?" terdengar suara seseorang seperti pria tua, namun suara berbisik."Waktu itu kamarnya yang ini. Tapi kenapa sepi sekali ya?""Bodoh! Mungkin dia gau kita ada di sini. Sekarang kita harus ceoat bawa dia pergi."Kalea
"Jadi begitu ceritanya, Tan, Om," jelas Adel pada kedua orang tua Kalea.Saat mereka datang pintu rumah tidak terkunci, dan pas bunga di depan rumah juga jatuh. Seolah baru saja terjadi sesuatu. Namun saat mereka masuk yang dilihat justru Adel. Sedangkan Kalea sudah tertidur di kamar karena kelelahan."Ya Tuhan, ini gara-gara aku tinggal Kalea sendiri di rumah, Mas. Harusnya aku gak pergi. Padahal aku tau sebelumnya ada yang pernah berniat buruk sama anak kita," ucap Vita pada sang suami."Gak ada yang perlu di salahkan. Adek, terima kasih kamu sudah menolong Kalea. Jadi dia sedang tidur sekarang?"Adel mengangguk kecil. "Iya, Om. Kalea sempat kehujanan mungkin dia cape.""Kalau begitu kita mau lihat kondisi Kalea dulu. Kamu bisa menginap malam ini.""Kayaknya Adel pulang aja, Tan. Sebentar lagi pulang, sekalian nunggu Deon yang ngejar penjahat itu. Nanti kalau ada info aku kabarin. Besok aku ke sini lagi sama Oliv."Mereka berdua mengiyakan dan kembali berterima kasih. "Yasudah, kamu
Huek...Kalea mengusap mulutnya dengan air mengalir dan menatapnya di depan cermin. Tiba-tiba saja ia merasa mual. Kalea sempat berpikir ke arah lain apalagi dia telat haid 2 Minggu."Masa udah hamil lagi, sih? Jangan dulu dong. Kenan masih kecil."Kalea memang selalu menjaga dirinya setiap berhubungan dengan Elkan. Dengan memiliki suami yang selalu berhasrat membuat Kalea takut kebobolan. Dia ingin memiliki anak kedua jika Kenan memang sudah berusia 5 tahun agar dia juga masih mendapat perhatian dengan cukup.Wanita itu pergi ke luar kamar mandi dan mencari Elkan dan Kenan. Ayah dan anak itu ternyata berada di luar rumah. Elkan tengah mencuci mobilnya sedangkan Kenan bermain busa dengan sebuah bebek mainan yang terapung."Kenan main apa?" tanya Kalea ikut berjongkok di samping anaknya."Bun..""Main sabun? Bajunya basah ini. Nanti masuk angin sayang. Ini pasti Papa yang ajarin, kan?"Kenan yang dibawa-bawa langsung berbalik. "Kenapa aku? Itu mau anak kamu kok.""Anak kamu juga ini. S
2 tahun kemudian.Waktu terasa begitu cepat bagi orang tua untuk melihat tumbuh kembang sang anak. Contohnya Elkan, apalagi semenjak memiliki anak dia banyak menghabiskan waktu di rumah dan bekerja dari rumah. Hal itu juga yang membuat Kalea senang karena Elkan bisa membagi waktunya dengan baik.Kenan, anak itu sudah berusia 2 tahun sekarang. Semakin lucu dan semakin terlihat tampan seperti ayahnya. Bukan hanya parasnya yang menarik perhatian, tapi juga kepintarannya karena dia sudah mulai belajar berbicara. Selama di tahun kedua itu juga Kalea dan Elkan sama-sama banyak belajar. Menjadi orang tua tidak semudah itu. Bahkan tak menampik jika terkadang mereka bertengkar kecil. Namun itu juga tak akan lama karena diantara mereka akan selalu ada yang mengalah. Mungkin bisa dikatakan Elkan lebih banyak mengalah."Elkan! Udah siap belum?" teriak Kalea dari lantai bawah. Tak lama kemudian datanglah Elkan dengan Kenan di gendongannya. Bocah dua tahun itu merentangkan tangannya saat melihat K
"El bangun," bisik Kalea menepuk pipi Elan dengan pelan. Dia tidak ingin sang anak yang tengah tertidur jadi ikut terbangun."Eum.. ada apa?" gumam Elkan membuka matanya perlahan. Ia menarik tangan Kalea agar kembali berbaring di atasnya. "Aku masih ngantuk, Beb.""Bangun! Ini udah jam tujuh, nanti kan mama sama Papa mau ke sini. Aku mau mandi, kamu jagain Kenan, ya."Pria itu menekuk wajahnya. "Gak bisa mandi bareng, dong?"Kalea terkekeh pelan dan mengecup suaminya lembut. Maklumi saja karena Elkan ini memang sedikit gila dan dia mesum. Tapi terhitung sudah 4 bulan mereka tidak melakukan hubungan suami istri. Jadi sebagai pria Elkan sangat menginginkan hal itu. "Nanti tunggu Kenan besar.""Lama banget dong, Beb.""Aku mau mandi dulu, ya. Dah..." Wanita itu tertawa sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Elkan yang kini mendengus pelan.Tapi tidak apa-apa, dia juga hanya bercanda. Elkan tau Kalea masih baru beberapa hari ini melahirkan anaknya. Jadi Elkan hanya meng
Hari ini Kalea sudah bisa dibawa pulang bersama bayinya. Kalea menggendong bayinya dengan hati-hati dengan Elkan yang membawa tas, berjalan di belakangnya. Hari ini katanya khusus hari untuk Kalea dan Elkan bersama anaknya. Setelah ini barulah nanti orang-orang bisa bebas bermain dengan anak mereka.Untuk membiasakan diri sebagai orang tua baru. Kalea dan Elkan ingin mereka memiliki waktu bertiga terlebih dahulu. Dan dimulai sekarang Elkan akan menetapkan bahwa satu Minggu sekali dia ingin ada hari dimana mereka benar-benar bertiga."Selamat datang." Elkan membuka pintu apartemen lebar, membiarkan istri dan anaknya masuk lebih dulu."Makasih Papa," kata Kalea dengan suara anak kecil.""Sama-sama sayang."Elkan meletakan tas-tas berisi pakaian Kalea dan menghampiri istrinya tersebut. Setelah dipikir-pikir sepertinya Elkan berniat untuk pindah membeli rumah lagi. Jika tetap tinggal di apartemen pasti sulit juga, apalagi kini mereka sudah punya bayi. Sebenarnya Elkan juga belum menjual r
Setelah dua bulan perginya Belina ke Swiss, keluarga Cyrano mulai terbiasa. Mereka sering mendapat kabar dari Belina. Dan jika tidak ada kabar darinya maka Elkan akan meminta kabar dari Jonan. Pria itu cukup sering melihat Belina di asrama sekolah untuk memastikan keadaannya. Hal yang terdengar menenangkan adalah Belina kembali bisa bersosialisasi seperti biasa. Contohnya dengan Jonan, dia tidak takut seperti sebelumnya. Belina mulai terbiasa dan mulai melupakan masalahnya. Fokusnya hanya pada sekolah."Aw!" Kalea mendudukkan dirinya di kursi sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Kalea! Lo kenapa?" Adel bergegas menghampiri sahabatnya itu. Hari ini Kalea, Adel, dan Oliv berada di apartemen Kalea. Akhir-akhir ini mereka berdua memang sering menemui Kalea. Karena tengah hamil besar, tidak mungkin juga mereka membiarkan Kalea keluar rumah hanya untuk bertemu, jadi lebih aman jika Adel dan Oliv yang mendatanginya. Lagipula Elkan tidak mengizinkan istrinya itu keluar rumah tanpa
Belina berjalan masuk ke dalam rumah dan menatap Kakaknya yang tengah diobati oleh Kalea. Akibat kecelakaan tadi mereka langsung pulang. Kalea benar-benar khawatir meskipun Elkan mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Memang tidak ada luka serius. Hanya telapak tangan yang berdarah dan celana bagian lutut yang sobek, namun tak ada luka parah di lututnya. Belina tak berani mendekat karena dia merasa bersalah. Dengan perlahan Jonan lagi-lagi mendekatinya. Namun kali ini Belina menghindar."Jangan deket-deket!"Pria itu tersenyum kecut. "Maaf." Ia sedikit menjauh dari perempuan di sampingnya. "Elkan itu gak sebrengsek yang kamu pikir. Dia cuma main-main sama ceweknya dulu. Gak ada paksaan sama sekali. Mungkin kamu jijik dengernya, tapi itu Elkan. Setelah Kalea datang, Kakak kamu itu gak pernah main cewek lagi. Dan ketakutan Elkan itu, adek ceweknya ketemu sama cowok yang gak bener. Karena dia gak mau kamu kenapa-napa.""Tetep aja ini karma." Belina menunduk memainkan ujung kaosnya."Jan
"Udah siap? Kita berangkat sekarang, yuk." Pagi ini Kalea dan Belina bersiap untuk jalan-jalan pagi ke luar. Bukan hanya mereka berdua, tapi ada Adel dan Oliv juga. Mereka mendukung Belina agar bisa berani ke luar rumah. Karena mereka juga tau kalau Belina tidak memiliki teman dekat di sekolahnya."Tapi, aku takut, Kak. Aku takut ketemu sama cowok," kata Belina memainkan jarinya."Gak semua laki-laki itu sama. Lagian ada aku, ada Adel, sama Oliv. Kita jagain kamu. Tapi kalau kamu gak mau gak apa-apa, deh. Padahal sebenernya aku lagi ngidam pengen makan bubur di taman sama kamu juga.""Kak..""Gak apa-apa kalau kamu mau ponakan ileran. Aku pergi sama temen-temen aku aja." Kalea mengusap perutnya dengan wajah memelas. Melihat itu Belina jadi tidak enak. Bagaimanapun juga ngidamnya ibu hamil kan harus dituruti. Diam-diam Kalea tersenyum senang saat adik iparnya itu mulai berpikir ulang. "Ya udah, kita berangkat sekarang."Adel membuka pintu kamar Belina lebar. "Ayo pergi sekarang."Kee
Sudah sekitar beberapa hari ini keadaan Belina semakin membaik. Dia tidak lagi berteriak saat melihat pria, namun untuk soal komunikasi memang masih sedikit sulit. Hari ini lagi-lagi Kalea mengantarkan makanan untuknya. Kali ini kesukaan Belina, yaitu sup Ayam.Ketika pintu kamar terbuka Kalea bisa melihat Belina yang sedang menyiapkan obat yang akan diminumnya. Namun bukan satu atau dua, tapi sekitar lima. Itu gila. Dengan cepat Kalea menghampirinya dan meletakan nampan di atas meja."Kamu ngapain?!" Kalea menepis tangan Belina hingga obat-obat itu berserakan. "Kamu mau overdosis?"Belina menatap obat miliknya yang jatuh. "Kenapa dibuang?" tanya Belina sambil mengepalkan tangannya."Kamu overdosis kalau minum obat sebanyak itu sekaligus. Obat apa itu?""Supaya aku gak hamil. Aku gak mau hamil."Kalea tertegun beberapa saat. Ternyata Belina beberapa hari ini mengkonsumsi obat anti hamil agar tidak ada janin yang tumbuh di rahimnya setelah kejadian itu. Namun jika meminum sebanyak itu
Hari ini adalah pemeriksaan Belina untuk kedua kalinya. Belum ada perubahan, dan dia terus melamun dan menyendiri. Untuk masalah makan, dia hanya makan sedikit itupun dengan susah payah dibujuk. Dan tau siapa yang berhasil membujuknya? Psikolog itu sendiri.Kalea turun dari tangga menuju ke ruang bawah menyusul Elkan yang menunggunya di mobil. Hari ini Elkan mau kembali bekerja seperti biasanya, dan Kalea akan pergi bertemu dengan Adel. Karena masalah yang menimpa Belina, mereka berdua memang sepakat untuk tinggal di rumah orang tuanya Elkan sampai Belina menjadi lebih baik."Kalea," panggil Domini yang baru saja keluar dari kamar Belina. Ya, pria tua itu datang pagi-pagi untuk melihat keadaan cucunya. Dia menghampiri Kalea yang menuju ke luar rumah. "Bisa bicara sebentar?""Oh, boleh."Kalea tersenyum canggung saat mereka kini berdiri berhadapan. Setelah mengetahui bahwa Kakek ini adalah Kakeknya Elkan, Kalea jadi sedikit sungkan. Sementara Domini terlihat biasa saja."Ada apa, Kek?