Nana duduk di kursi sembari menyesap kopi dan menikmati pemandangan taman di pagi hari. Sementara Kania sibuk membantu Kanjeng Mami berkemas.Budhe Rasmi juga sibuk memasukkan oleh-oleh untuk di bawa ke Bali. Meski Nana sudah melarangnya untuk membelikan banyak oleh-oleh, wanita sepuh itu mengabaikannya."Nduk, kamu mau bawa kain batik ndak?" Kanjeng Mami bertanya padanya.Nana menoleh dan tersenyum menyaksikan kesibukan ketiga wanita yang disayanginya itu. Mereka tidak mengijinkannya untuk membantu berkemas."Ada kain batik baru Mi?" Nana mengerutkan kening melirik lemari pakaiannya yang terlihat dari tempatnya duduk karena pintu kamarnya dibiarkan terbuka lebar.Biasanya Kanjeng Mami selalu menyiapkan kain batik baru setiap dia pulang. Namun seingatnya dari kemarin dia tidak melihat keberadaan kain-kain batik di lemarinya."Yo Ndak ada. Tapi kalau mau nanti Mami telepon Bulek Fika untuk membawakan beberapa kain batik." Sahut Kanjeng Mami dengan santai."Boleh deh Mi. Bilangin Bulik F
Masih dengan kaki terbalut perban, Nana berjalan tertatih-tatih digandeng Kanjeng Mami. Mereka berdua baru saja tiba di bandara Ngurah Rai.Seorang potter mengikuti mereka dengan membawa troli berisi travel bag dan beberapa barang bawaan mereka lainnya."Kita pulang naik apa nduk?" Kanjeng Mami menggandeng Nana dengan hati-hati."Taksi online Mi. Nanti Nana pesan kalau sudah di depan." Nana menunjuk ke arah area parkir."Oh, ya sudah kita cari bangku. Kalau kelamaan berdiri nanti kakimu sakit lagi." Kanjeng Mami menatap kaki putrinya itu dengan sedih.Entah berapa kali putri tunggalnya itu mengalami hal seperti ini semenjak kecil. Perlakuan tidak mengenakkan bahkan terkadang menjurus ke arah fisik dari sang nenek kerap diterimanya.Berjuta-juta rasa bersalah menghinggapi hatinya, namun bertahun-tahun juga dia tidak pernah berani mengambil tindakan untuk melindungi putri kecilnya. Dia masih berpegang teguh pada patokan surga di bawah kaki ibu.Melawan ibunya untuk melindungi putrinya m
"Nak Erick asli Bali?" Kanjeng Mami menatap pria yang tengah berkonsentrasi mengemudi kendaraannya."Bukan Bu. Saya asli Papua." Erick tersenyum, melirik spion yang tergantung di atas dashboard.Dia bisa melihat Nana yang hanya terdiam dan juga Kanjeng Mami yang sepertinya penasaran terhadapnya. Sebenarnya dia merasa khawatir dengan keadaan Nana, luka di kakinya jelas belum sembuh benar dan terbuka lagi.Akan cukup sulit untuk lekas sembuh, mengingat kaki merupakan salah satu anggota tubuh yang paling banyak bergerak di saat manusia beraktivitas. Apalagi luka di telapak kaki Nana sepertinya cukup dalam."Papua? Ah masak sih! Ibu kira Nak Erick orang bule lho cuma sudah lama di sini jadi agak gosong." Kanjeng Mami berseloroh tanpa rasa bersalah."Ish Mami!" Nana seketika mencubit lengan ibunya.Ucapan Kanjeng Mami ada benarnya, namun rasanya terlalu vulgar untuk mengatakannya secara langsung pada yang bersangkutan. Si kucing garong selintas memang memiliki perawakan seperti orang Eropa
Kondisi Nana semakin membaik setelah beberapa hari. Luka di kakinya berangsur-angsur sembuh meski masih cukup menyulitkan aktivitasnya.Dalam beberapa hari, Erick sama sekali tidak pernah mampir atau sengaja berkunjung ke villanya. Dia beralasan tidak ingin mengundang kecurigaan Kanjeng Mami maupun Tania selain dia memang tengah sibuk dengan pekerjaannya.@Erick[Ikan][Sudah baikan]Hampir setiap pagi pesan dari Erick selalu menjadi pesan pertama yang dibacanya. Meski sibuk dan tidak bisa menyambanginya, Erick selalu berkirim pesan bahkan melakukan panggilan video setiap memiliki waktu luang.@Nana [Sudah mendingan mpuss][Abang sibuk banget ya?]@Erick [Iya][Ada banyak bookingan villa dan klien]@Nana [Oh][Tapi Abang jangan lupa makan][Jangan begadang][Nanti sakit][Nggak ada yang ngurusin]@Erick [Iya ikan bawal eh bawel]Nana tersenyum saat membaca balasan pesan dari Erick. Cukup beralasan rasanya untuk mengingatkan pria itu agar selalu menjaga kesehatannya.Beberapa kali
"Na, Mami pulang dulu ya. Kamu baik-baik dan jaga kesehatan ya nduk." Kanjeng Mami memeluk Nana erat-erat saat Nana mengantarkannya ke bandara Ngurah Rai."Iya Mi. Maaf ya Nana nggak sempat ajak mami jalan-jalan selama di sini." Nana menatap sang ibunda dengan sendu."Iya nggak apa-apa. Kamu juga kan masih sakit. Awas itu kakinya jangan sampai luka lagi." Kanjeng Mami menepuk bahunya pelan."Iya Mi. Dah mami, hati-hati ya dan salam untuk Mas Akbar dan Mbak Adelia." Nana melepaskan pelukannya dan mencium tangan Kanjeng Mami dengan takzim.Wanita itu mengangguk dan bergegas menuju ke area keberangkatan kata waktu penerbangan tinggal beberapa saat lagi. Nana melambaikan tangan hingga wanita itu menghilang di kerumunan para penumpang.Setelah itu dengan tertatih-tatih Nana meninggalkan area keberangkatan dan kembali ke pelataran parkir. Kali ini dia membawa kendaraan sendiri.Kakinya sudah membaik dan bisa beraktivitas meski tidak seaktif biasanya. Posisi luka di telapak kaki membuat lukan
Nana tersenyum puas melihat kuenya yang sudah jadi. Seharian ini dia sibuk berkutat di dapur membuat kue untuk Laura. Juga salad buah dan praline.Japanese cheesecake adalah kue yang dipilih dibuatnya untuk acara malam nanti. Rasanya kue ini akan cocok dengan hidangan barbeque yang biasanya dilengkapi dengan wine kualitas tinggi.Jose, suami Laura memilih untuk tinggal di Bali bukan tanpa alasan. Dia sedang menjajagi untuk mengembang sayap perusahaannya di pulau Dewata ini. Di negerinya dia memiliki kilang anggur yang menghasilkan anggur enak dan terkenal.Menurutnya Bali memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi pusat industri wine di Asia. Hingga saat ini dia telah berhasil mengembangkan beberapa varietas anggur yang menghasilkan wine kualitas tinggi di beberapa daerah di Bali seperti Ubud dan Karangasem.Setiap pesta yang mereka selenggarakan tak pernah luput dari kehadiran wine lezat berkualitas tinggi, baik dari Spanyol ataupun yang merupakan budidaya mereka di Bali.Setelah mel
Nana masih berdiri di depan pintu gerbang setelah Mbak Siti meninggalkan villa. Hari mulai menggelap. Matahari sudah menghilang dan berganti dengan gemerlap lampu yang menjadi penerang.Deru mobil memasuki gang terdengar di kejauhan. Deru kendaraanyang dikenalnya dengan baik. Setelah beberapa kali, Nana mulai menghapal deru mobil milik si kucing garong.Benar saja, mobil itu berderak pelan dan berhenti tepat di depannya. Nana tersenyum sumringah. Rasanya seperti menunggu kepulangan sang suami dari tempatnya bekerja."Ikan, ini sandalnya. Nanti pakai ya ya. Jangan lupa berdandan yang cantik." Bisik Erick setelah turun dari mobilnya dan memeluknya erat.Mobil yang terparkir menutupi mereka berdua dari pandangan pejalan kaki atau siapapun yang kebetulan melintasi jalan di depan mereka. Beruntungnya menjelang malam seperti ini tidak ada seorangpun yang keluar rumah atau orang yang melewati jalanan kompleks."Iya. Sudah, mpus balik gih. Nanti ada yang lihat, bisa repot kita." Nana mendorong
Suasana pesta semakin meriah setelah hampir semua tamu undangan datang. Sebagian dari mereka adalah para ekspatriat yang bertempat tinggal di Sanur, Seminyak dan Canggu.Jose dikenal sebagai sosok yang ramah dan humble. Sikapnya yang terbuka dan menyenangkan membuatnya mudah bergaul dengan siapa saja tidak terbatas hanya dengan kaum ekspatriat."Nana, Erick, kalian bertetangga bukan?" Jose bertanya saat mereka telah duduk bersama menikmati hidangan pembuka yang telah disiapkan tuan rumah dan tentu dilengkapi dengan salad buah buatan Nana.Mereka berempat memilih duduk di salah satu sudut taman di dekat kolam renang yang jernih airnya seakan menggoda untuk diarungi. Laura atau Jose sesekali akan meninggalkan meja untuk menyambut tamu yang baru datang atau menyambangi mereka yang sudah duduk menikmati musik dan hidangan."Iya, villa kami bersebelahan. Aku tidak mengira akan memiliki tetangga yang manis dan cute seperti dia setelah pindah kemari." Erick menjawab dengan santai seakan seti
Hingga beberapa saat mereka berdua masih menikmati pemandangan dari puncak perbukitan Wayag. Erick dan Nana duduk bersisian sembari sesekali mengambil foto dan video berlatarbelakang pemandangan bak surga di Wayag."Untuk foto prewedding bagus ya?" Nana tertawa saat melihat beberapa hasil jepretan kamera smartphone mereka."Iya, maukah dibikin untuk foto prewedding?" Erick menyimpan smartphone-nya ke dalam ransel."Nggak perlu bang. Aku tidak begitu menyukai sesuatu yang spektakuler untuk urusan yang sakral." Nana tersenyum dan menyangklong ranselnya ke bahu setelah mengeluarkan dua bungkus coklat.Memberikannya sebuah untuk Erick, dan membuka satu kemudian dilahapnya. Erick tertawa dan menerima coklatnya, turut mengunyah sepotong."Maksudmu, kau lebih menyukai sesuatu yang sederhana namun bermakna? Untuk sesuatu yang sakral seperti pernikahan?" Erick bertanya, memastikan dia tidak salah memahami ucapan Nana barusan."Iya," sahut Nana singkat."Kita turun sekarang?" lanjutnya bersiap u
"Sudah siap?" Erick melirik Nana yang masih sibuk berkemas."Sebentar lagi bang," sahutnya sembari memasukkan botol lotion sunscreen yang baru saja dipakainya."Nggak usah bawa bulu mata palsu anti badai, ikan," celetuk Erick menggodanya."Astaga!" Nana tertawa tergelak-gelak.Dapat dibayangkannya seandainya dia serepot dan seheboh itu. Segala macam make up dan skin care belum lagi pakaian dan aksesoris. Rasanya kucing garong akan lebih senang meninggalkannya di homestay daripada mengajaknya berjalan-jalan ke Wayag."Sudah bang! Ayo berangkat!" Nana menyangklong tas ranselnya di kedua bahunya dan siap berangkat."Sudah dibawa semua? Pakaian ganti, obat, sunscreen, kopi dan camilan?" Erick bertanya sekali lagi memastikan tidak ada yang tertinggal."Sudah semua Ndan!" Nana mengangkat tangannya ala tentara.Erick terkekeh dan kemudian merengkuh bahunya. Bersama-sama mereka keluar dari kamar menuju speedboat yang telah menunggu mereka.Nana menaiki kapal dengan dibantu Erick. Ini bukan per
"Wah seafood!" Nana berseru gembira, saat melihat aneka seafood terhidang di meja mereka."Suka?" Erick berbisik di telinganya, menggodanya seperti biasanya setiap kali dia menyajikan sesuatu yang baru untuk Nana si imut."Suka banget mpus." Nana pun berbisik sembari duduk di kursi yang ditarikkan oleh kucing garong untuknya."Kalau begitu habiskan, nikmati sepuasmu!" Erick mengambilkan sebuah kepiting berlumur saos tiram ke atas piringnya."Siap mpus!" Nana mengacungkan jarinya.Erick terkekeh dan mematahkan cangkang kepiting serta mengupasnya dan menyisihkan dagingnya di atas piring kosong."Makanlah!" Disodorkannya piring berisi daging kepiting itu ke hadapan Nana.Nana tersenyum manis dan mengambil daging kepiting di piring. Keduanya menikmati makan malam mereka sembari mengobrol."Mau lobster?" Erick menawarinya, saat pelayan datang dengan lobster aneka kerang."Mau sih, tapi aku lebih suka udang mpus." Nana menunjukkan seekor udang bakar yang tengah dikupasnya."Eh, lobster favor
Deburan ombak ditingkahi deru mesin kapal, serta semilir angin laut yang sejuk, membuat Nana sedikit pusing. Cukup lama dia tidak pernah menaiki kapal."Ikan, kenapa? Mabuk laut?" Erick menatapnya dengan cemas."Nggak mpus, aku takut lihat air," sahutnya sembari tersenyum kecut."Eh, maksudnya?" Erick terkejut mendengar ucapannya."Terkadang aku takut melihat air yang begitu luas, tapi tidak setiap saat sih." Nana menjelaskan."Oh, makanya Abang kaget. Perasaan waktu di Jimbaran juga nggak apa-apa kan?" Erick menatapnya lagi dengan serius."Sekarang takut?" tanyanya lagi."Agak sih, mungkin karena baru pertama kali ke sini atau mungkin karena sudah lama sekali tidak naik kapal." Nana tersenyum kecut."Abang rasa itu karena kau baru turun dari pesawat dan bersambung naik kapal laut, semacam jetlag." Erick mengerutkan keningnya, seperti tengah berpikir."Mungkin saja," sahut Nana sembari merebahkan kepalanya di bahu Erick."Ya sudah, bobok saja. Nanti kalau sudah sampai, Abang bangunin."
"Ini gimana bang? Kok nggak bisa pas?" Nana menatap figurin Optimus Prime di depannya."Ehm, sebentar, mungkin salah pasang kita Non." Erick tertawa dan mengambil figurin yang kini sudah setengah menjadi robot Optimus Prime."Kenapa kau suka Transformers?" tanyanya sembari melepaskan bagian belakang robot."Aku suka baca komiknya. Dulu kan ada di komik bersambung di majalah Bobo," sahut Nana dengan santai."Eh sama ya." Erick tertawa pelan."Makanya saat dibuat versi filmnya, aku suprise banget bang. Sampai bela-belain antri lho waktu mau nonton." Nana terkikik geli ingat kekonyolannya waktu itu."Iya, kan waktu itu habis dilarang to film luar diputar di bioskop Indonesia. Eh sudah nonton Avatar 2?" Erick masih sibuk mengubah posisi beberapa item agar truk Optimus Prime berubah menjadi robot."Sudah kok, One Piece juga sudah. Tinggal nunggu Detektif Conan terbaru." Nana tersenyum sembari menunjukkan sesuatu di smartphone-nya."Dasar wibu, sampai jadwal film anime semua di save." Erick
"Mbak Siti! Ada tamu sepertinya! Dari tadi ketok-ketok pintu gerbang, tolong bukain!" teriak Nana dari jendela kamarnya memanggil asisten rumah tangganya."Iya Bu!" Mbak Siti tergopoh-gopoh setengah berlari menuju pintu gerbang samping."Eh, silakan masuk pak! Sebentar saya panggilkan Bu Nana." Terdengar suara renyah Mbak Siti mempersilakan tamunya masuk.Nana yang baru saja selesai berganti pakaian dan kini tengah menyapukan bedak di wajahnya, tertegun. Tamu di pagi hari, itu di luar kebiasaan. Sangat jarang ada yang betandang ke villanya di pagi hari."Ibu, ada tamu, saya suruh nunggu di ruang makan." Mbak Siti muncul di pintu kamarnya sembari tersenyum kecil."Siapa mbak?" Tanya Nana penasaran."Ada deh Bu, buruan temuin dulu Bu." Mbak Siti menyahut dengan kata-kata penuh teka-teki."Iya sebentar lagi mbak. Tolong buatkan teh atau kopi ya, sekalian sama saya." Nana tersenyum dan berdiri, mematut diri di depan cermin."Siaap Bu!" Mbak Siti bergegas kembali ke dapur.Setelah yakin pen
"Tante Nana!" Alvin berseru memanggil dan melambaikan tangannya."Hei Alvin! Mau berangkat sekolah?" tanya Nana dan mengurungkan niatnya hendak segera meluncur dengan mobilnya."Iya Tante! Bye Tante, bye Omil! Nanti sore main lagi ya!" seru bocah itu lagi dari balik jendela mobil."Berangkat dulu ya Na!" Mami juga melambaikan tangannya.Nana balas melambai dan menatap mobil itu hingga menghilang di tikungan. Kemudian dia menggiring kucing-kucingnya kembali masuk ke dalam villa.Setelah menutup dan mengunci kembali pintu gerbang, Nana pun meninggalkan villa dengan mengendarai mobilnya. Hari ini dia akan pergi daerah Pecatu untuk mengecek lokasi kedai kopinya yang baru.Berbeda dengan toko rotinya yang telah memiliki cukup banyak cabang, kedai kopinya hingga saat ini hanya ada satu saja yang berlokasi di salah satu pusat keramaian kota Denpasar, Jalan Teuku Umar.Nana melajukan mobilnya membelah By pass Ngurah Rai menuju Nusa dua. Jalanan mulai ramai meski tidak macet.Salah satu hal yan
Nana menatap hujan yang turun dengan deras dari tempatnya duduk. Sesekali disesapnya kopi panasnya. Hujan di pagi hari membuatnya enggan untuk beraktivitas.Untungnya Denpasar tidak terlalu sering diguyur hujan sekalipun sebagian besar wilayah di Indonesia telah memasuki musim penghujan."Meow!Meow!" Omil dan Yuki mengeong-ngeong, duduk di kursi dan turut menatap hujan yang turun dengan deras."Kalian bosan ya, nggak bisa main ke Alvin?" Nana tersenyum melihat kegelisahan kedua kucing itu."Meow!Meow!" Yuki mengeong seperti menyahut ucapannya."Tiduran gih sama Glacie dan Tony." Nana menggaruk kepala Yuki dan Omil bergantian.Kedua kucing itu melompat turun dari kursi dan bergabung dengan Glacie, Tony, Cleo dan Kimy yang tengah tiduran di sudut dapur yang hangat. Nana tersenyum melihat tingkah kucing-kucingnya yang lucu dan menggemaskan. Dia pun enggan untuk pergi kemana pun di tengah hujan seperti ini. Meski ada selasar beratap pergola yang menghubungkan dua sayap bangunan villa, di
@Mami[Nyong][Serius sama tetangga sebelah?]Pesan dari mami mengejutkan Erick saat terbangun di pagi hari yang dingin. Untuk beberapa saat dia termangu, ragu untuk membalas pesan sang ibunda.@Erick[Tetangga mana Mami?]@Mami[Tetangga sebelah][Nana yang imut dan manis]Astaga! Erick tergelak membaca balasan pesan dari Mami. Terkadang wanita yang telah melahirkannya itu memiliki selera humor yang bagus.@Erick[Ah Mami bisa saja][Tapi memang sih Nana imut dan manis][Hehehehe]@Mami[Iya][Kau serius atau main-main saja nyong]@Erick[Serius dong Mam][Mami mau kan punya menantu manis cem Nana?]@Mami[Mami sih terserah nyong][Yang penting nyong bahagia][Dan yang terpenting dia bisa menerima keadaan Alvin][Sudah cukup itu bagi Mami]@Erick[Iya Mam][Pasti Mami sudah lihat kan gimana hubungan Alvin dan Nana?]@Mami[Iya][Kemarin seharian Mami ngobrol sama Nana][Dia lucu ya][Suka bercanda][Dan kucingnya itu lho lucu][Tapi dia sibuk juga Mami lihat][Hari ini dari pagi dia s