Bab 64
"Mbak!!"Aku langsung menoleh ke sumber suara. Yuda berdiri di sana dengan dada naik turun seperti habis berlari jauh karena kelelahan."Yuda, kamu kesini?" Kulirik sekilas Andreas yang terdengar mendecih dengan tatapan aneh. Jelas lelaki itu seperti tak suka melihat Yuda datang. Bahkan aku sampai bergidik melihat senyum yang terpatri di wajahnya. Senyum itu seperti seringai yang mematikan. Entahlah sejak bersamanya di rumah ini, lelaki itu seperti menyimpan suatu rahasia."Mbak, ayo kita pulang." Yuda mendekat dan hampir mendorong kursi roda yang kududuki. Ketika sura di belakang kami berseru."Pintar juga kamu menemukan alamat rumahku." Lelaki itu berdiri dan mendekat ke arah Yuda masih dengan memainkan gelas berkaki di tangannya. Minuman warna merah itu langsung bergoyang akibat putaran seirama.Aku masih diam di tempatku dan belum beranjak. Melihat Yuda dan Andreas bergantian. Amara, entah kemana gadis kecil ituBab 65Pov YudaNamaku Yuda, masih bujangan. Saat masih kuliah, aku sudah mulai berbisnis makanan yang dipasarkan pada teman-teman di kampusku, yang ternyata mereka cukup menikmatinya. Hingga akhirnya setelah lulus kuliah aku mencoba membangun usaha kuliner dengan bantuan modal dari ayah dan juga ibu sambungku yaitu Bu Dewi. aAku langsung membuka kafe dengan modal dari mereka hingga akhirnya orang-orang antusias dan kafe lumayan banyak digemari, karena aku mengadakan tema 'all you can eat'. Dengan sekali bayar, mereka bisa makan sepuasnya dan itu ternyata sangat menguntungkan bagiku. Hingga hanya dalam waktu satu tahun saja aku bisa membuka dua cabang besar lainnya di dua tempat berbeda, dan keduanya juga mendapatkan peminat yang sangat banyak sekali, terutama di kalangan anak muda masa kini. Apalagi menu yang disajikan adalah makanan korea bersertifikat halal yang sudah dimodifikasi dengan lidah khas orang Indonesia.Awal mula aku tahu deng
Bab 66Aku terus saja melirik ke arah Yuda yang duduk di samping kemudi. Kuakui lelaki di sebelahku ini memang sangat tampan dan mempesona di usianya yang masih sangat muda, yakni dua puluh enam tahun. Tak bisa ku bayangkan andaikan aku menikah dengannya tentu saja akan menjadi perbincangan dari beberapa orang, mengingat usiaku yang memasuki usia tiga puluh tahun saat ini dengan seorang anak yang sudah beranjak kelas tiga SD.Dulu aku selalu berharap akan menikah satu kali seumur hidup dan akan hidup bahagia dengan Mas Agung sampai tua bahkan sampai maut memisahkan. Tak kusangka badai kehidupan menerjang rumah tanggaku hingga akhirnya karam di usia menginjak sepuluh tahun pernikahan.Yang lebih tak kusangka lagi, lelaki itu dengan mudahnya tergoda oleh kilau dunia dan wanita yang lebih muda usianya. Orang bijak pernah bilang, wanita diuji ketika tak punya apapun dan lelaki diuji saat dia mempunyai segalanya. Namun nyatanya justru ujian kepada Mas Agung datang
Bab 67Suasana yang sejuk dan asri membuat siapapun betah berlama-lama berada di tempat ini. Apalagi konsep dan tempatnya yang cukup menarik dengan desain ala-ala restoran korea, juga suguhan makanannya yang beraneka macam dan kekinian, membuat Ibu dan Adi juga ikut menikmatinya. Roti panggang dengan moccacino yang masih mengabulkan uap di depanku, membuat perutku tak sabar ingin mencicipinya. Satu pilihan tepat yang Yuda pilihkan. Tak lupa lelaki itu menyajikan susu panas untuk Adi dan Ibu juga, dan terlihat sekali mereka menikmatinya pula.Tak lama kemudian, Yuda datang dengan beberapa pelayan di belakangnya yang membawa cukup banyak makanan. Ada olahan untuk membuat steam boat dan beberapa pack daging yang sudah dimarinasi sebelumnya. Dengan sigap, Yuda menyalakan pemanggang di depanku dan mulai meracik bahan dengan cekatan."Kamu pasti suka, Mbak.""Mbak kan sudah bilang jangan terlalu banyak makanan, ini belum wa
Bab 68Mendung menghiasi langit kota tengah hari ini. Sepanjang perjalanan aku tidak membuka suara dan lebih membiarkan Yuda berceloteh riang bersama dengan Adi. Sesekali juga ibu menanggapi ucapan lelaki itu. Beberapa kali juga Yuda melirik ke arahku namun aku berusaha untuk bersikap setenang mungkin, agar jangan sampai membuat lelaki itu berpikiran hal yang aneh padaku.Setelah berkendara beberapa saat, akhirnya kami sampai di halaman rumahku. Andreas dan Amara sudah tidak ada disana. Ketika pintu gerbang terbuka otomatis, Yuda segera menggendongku dan membawaku masuk ke dalam kamar. Dia merebahkanku dengan hati-hati dan menatap intens saat aku sudah berbaring di atas tempat tidur."Sikapmu lebih dingin dibanding ketika kita hendak pergi untuk makan. Apakah ada sesuatu yang mengganjal hatimu?" tanya Yuda dengan tatapan mata penuh ke arahku. Kami berpandangan cukup lama hingga aku memalingkan sedikit muka."Tidak ada
Bab 69Kupandangi langit yang terlihat biru. Hari ini cuaca cukup cerah meski sesekali matahari tertutup awan yang berlarian."Kenapa Yuda belum juga datang ya, bukankah jadwal kontrolnya sekitar lima belas menit lagi." Ibu yang berdiri disampingku melirik sekilas ke arah jam dinding yang bertengger di ruang tamu. Akupun tidak mengerti padahal sudah dari satu jam yang lalu Yuda mengatakan padaku akan mengantarku untuk control. Tapi ini sudah satu jam menunggu, bahkan batang hidungnya tidak kelihatan. Sebenarnya bisa saja aku pergi dengan orang lain, tapi tadi Yuda bersikeras mengatakan kalau dia akan membawaku untuk kontrol.Sebuah sedan hitam berhenti di halaman seketika seorang lelaki yang tinggi berwibawa dengan seorang gadis kecil di sampingnya turun dan tersenyum lebar ke arahku. Tak lama kemudian keduanya mendekat."Mama Indira." Eh, 'mama' katanya. Sejak kapan kata itu tersemat dalam panggilannya. Amara menghambur dan langsung me
Bab 70"Aku sudah berulang kali memperingatkanmu agar kamu menjauhi lelaki itu dan tidak terlalu banyak berinteraksi dengannya." Yuda bicara dengan wajah dinginnya. Aku menatap ke samping dimana saat ini kami tengah dalam perjalanan pulang ke rumah. Tadi, Yuda dan Andreas bersitegang karena merasa paling berhak untuk mengantarku pulang. Dan lelaki inilah pemenangnya."Kamu tahu kan kalau Andrean bersikeras mengantar. Tadi, dia sudah tiba di halaman dan memaksa untuk mengajak pergi. Mbak tidak bisa menolaknya karena tidak enak, lagi pula Amara langsung bergelayut manja. Dia-""Jangan terlalu polos, Mbak. Banyak orang yang baik di depannya saja namun kita tidak tahu apa yang dilakukan dan berniat buruk di belakangmu. Kamu harus tetap waspada, jangan mentang-mentang lelaki itu kamu anggap orang yang baik, lantas kamu mengiyakan saja segala ajakannya.""Kenapa kamu lagi-lagi marah seperti itu, Yud? Coba kamu sekali saja berdiri di posisi mbak, pasti kamu pun tidak bisa menolak permintaan
Bab 71Aku masih berdiri di teras ambil memperhatikan mobil Yuda yang tidak juga melaju pergi. Entah apa yang dipikirkannya saat ini, hingga lelaki itu masih enggan beranjak namun dengan kaca mobil yang tertutup rapat. Entah dia tengah memikirkan apa saat ini, atau entah dia mungkin tengah kesal dan marah atas apa yang kukatakan tadi, kalau aku ingin sendiri tanpa Yuda yang mengganggu hari-hariku. Aku memang butuh ruang sendiri tanpa dia di sampingku, karena melihatnya semakin lama aku semakin ketakutan sendiri, ketika Yuda yang terus-terusan naik darah dan seperti tidak bisa mengontrol emosinya. Setelah kegagalan pernikahanku dan setelah Mas Agung pergi dari hidupku, banyak sekali hal yang kujalani dengan tidak mudah. Termasuk beberapa kecelakaan yang disengaja hingga membuatku seperti sekarang ini. Ditambah dengan emosi Yuda yang selalu meluap-luap, aku merasa kurang nyaman dan aku merasa sedikit tersiksa. Itu mengingatkanku pada luka luka lama yang kudapat dari Mas Agung dan
Bab 72'Sura langkah dari arah belakang membuat obrolan kami terhenti. Aku menoleh ke belakang dimana beberapa orang tergesa mendekat."Bu Mina, Mbak Indira, bukankah ini suaminya. Tadi kami menemukan lelaki itu di post depan gang. Sepertinya sedang kesakitan. Sementara saya melihat ada poto Mbak Indira di dompetnya." Aku dan ibu mengangguk spontan, dan saling memandang, kemudian menatap lelaki itu yang terlihat menggigil.Belum sempat berbicara, mereka membawa Mas Agung ke dalam rumah."Ya ampun, ada apa dengan Agung, Indi." Ibu terlihat khawatir lalu menyusul mereka masuk. Sementara aku mengikuti di belakangnya dengan perasaan campur aduk. Hatiku terus bertanya-tanya tentang keberadaan Mas Agung di desa ini.Sedang apa lelaki itu sebenarnya. Apakah dia sengaja mencariku dan Adi ke sini, atau hanya kebetulan saja, atau mungkin dia hendak bertemu dengan orang lain? Entah kenapa pikiranku dipenuhi dengan berbagai t