Bab 58"Terima kasih untuk semuanya, Yuda. Tapi ku katakan sekali lagi kepadamu, ini semua tidak mudah bagiku. Kamu tentu bisa melihat bagaimana perjalanan hidupku bersama dengan Mas Agung belakangan lalu, hingga akhirnya kami berpisah dengan segudang masalah yang mendera kami. Semua itu tidak mudah dilupakan begitu saja, lagi pula masalah kami belum juga selesai. Seperti yang kamu lihat baru saja, bagaimana orang-orang dari masa laluku terus saja mencoba untuk mencelakai dan membunuhku." Aku terisak di depan Yuda. Entah kenapa rasanya sesak dan sakit sekali. Kulihat Yuda membuang nafas pelan, dan mengusap bahuku."Aku mengerti, Mbak, makanya aku berniat berada disampingmu untuk melindungimu. Apakah itu salah?"Kutatap wajah yang penuh ketulusan itu, aku mengangguk."Ya, itu salah. Aku tak memikirkan itu untuk sekarang. Mungkin ada masanya ke depan hingga aku siap membuka hati untuk yang lain. Tapi untuk saat ini biarkan aku se
Bab 59"Bu Indira, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" Aku menatap lelaki yang berdiri di hadapanku yang tampak rapi dengan setelan jas yang dikenakannya. Bisa ditebak kalau dia sepertinya baru pulang kerja. Eh, tapi ini kan masih siang dan jam kantor belum usai.Kulihat wajahnya sedikit terkejut ketika melihatku duduk di kursi roda dengan tangan dan kaki terbalut perban, tak lupa kepalaku yang masih dililit kain kasa."Saya lumayan cukup baik, seperti yang Anda lihat saat ini," ujarku sambil memasang senyum ramah. "Apa yang terjadi denganmu, Bu Indira? Kenapa bisa sampai seperti ini. Pantas saja beberapa kali saya mampir ke toko, ternyata Anda selalu tidak ada dan ketika saya menanyakan kepada pegawaimu, tidak ada yang mengatakan apapun. Tak saya sangka ternyata Anda tengah sakit saat ini.""Ya, begitulah, Pak. Panjang ceritanya, intinya saya kecelakaan motor. Oh ya, untuk apa bapak menanyakan saya, ya?" Aku penasaran dan pertanyaan itu terlontar begitu saja. Jika hanya membeli
Bab 60Aku masih memperhatikan lelaki yang terikat tali dan meringkuk di sudut ruko. Beberapa saat yang lalu, aku menghubungi Yuda untuk datang ke tempat ini dan membawa polisi sekalian untuk membawa penjahat itu agar bisa dijebloskan ke penjara dan bergabung bersama dengan teman-temannya.Untunglah Yuda sedang senggang jadi dia bisa datang tepat waktu. Lelaki itu tampak heran ketika melihat Andreas berdiri di sampingku sambil memandangi sengit. Andreas sendiri sedang memakan roti yang diberikan oleh Wati, terlihat sekali lelaki itu sangat kelaparan. Mungkin tidak sempat makan siang.Pandangan Yuda mengarah kepadaku dan Andreas bergantian. Sedangkan penjahat segera dibawa ke mobil polisi yang terparkir. Tak lama, kedua orang berseragam coklat itu menghampiri."Terima kasih atas kerja samanya, hingga penjahatnya berhasil dibekuk. Jangan lupa besok ke kantor untuk bersaksi." Aku dan Andreas mengangguk, saat keduanya kemudian pamit pergi. T
Bab 61Sore harinya Yuda benar-benar mengantarkanku untuk kontrol ke dokter Leo. Lelaki itu membantu mendorong kursi roda yang kududuki dengan santai tanpa merasa risih, meski orang-orang menatap kami. Untunglah tempatnya masih di kawasan yang sama, hanya butuh berjalan melewati beberapa ruko, kami sudah sampai.Dengan cekatan dokter Leo memeriksa bagian tubuh, termasuk tangan kaki dan kepala. Setelah semua hasilnya bagus, aku pun kembali pulang bersamanya. Yuda sempat membeli beberapa es krim sebelum masuk kembali ke dalam toko yang ternyata sudah ada ibu dan Adi di sana."Kalian sudah kembali. Bagaimana kata dokter?" Aku menyalami wanita yang telah melahirkanku itu dengan senyum terpatri. Yuda langsung menyerahkan bungkusan es krim pada Adi dan anak itu langsung berlalu ke belakang."Semuanya baik, Bu. Oh ya, kok ibu bisa datang ke mari?" tanyaku heran. Padahal aku belum memberitahu ibu perihal aku membuka usaha ini, tapi kenapa b
Bab 62"Tante Indira?""Iya, kamu bisa memanggilnya demikian. Cantik bukan?" Lelaki yang berdiri di sampingku menegaskan ucapannya pada anak perempuan yang memakai baju ala-ala princes warna biru yang berdiri di depanku, tampak serasi dengan tema dan desain yang sudah dipasang di belakangnya, Frozen. Gadis itu tengah merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh tahun dan lelaki di sampingku itu, Andreas, memaksaku untuk datang ke acara ulang tahun anaknya, meski aku menggunakan kursi roda. Tadi Andreas sempat membantu untuk menghias kue, eh lebih tepatnya bukan membantu tapi ikut merecoki dan membuatku pusing karena konsentrasiku terus-terusan diganggu olehnya. Berbanding terbalik dengan penampilannya yang sangat rapi, kelakuannya tak jauh dari Yuda, yang seakan tak lelah berceloteh panjang lebar persis seperti mulut perempuan."Iya, cantik banget. Mirip banget sama Ma … ups! " Ucapan anak itu terhenti entah karena apa dan langsung menyalamiku dengan sopan, yang namanya
Bab 63"Ayo dimakan lagi kuenya, kamu pergi sampai buat Amara sedih, lho." Aku tersenyum canggung pada lelaki yang duduk santai di sampingku dengan tatapan ke depan. Aku mengangguk kaku. Perasaan hormat yang tadi sempat terpatri di hatiku seketika berganti dengan rasa lain, canggung dan tak menyangka karena terkejut atas perlakuannya tadi yang meraih paksa ponselku dan langsung bicara pada Yuda. Hal yang tak pernah kulakukan seumur hidupku, bahkan ketika menikah dengan Mas Agung. Itu hal yang tak sopan menurutku apalagi kami tak kenal dekat.Di samping kananku ada Amara yang bergelayut manja dan sesekali menyandarkan kepalanya di lenganku. kuusap rambut panjangnya yang dikepang ala Anna dalam serial frozen. "Tante Indira akan sering datang berkunjung dan menemuiku, kan?" Kulihat binar di wajahnya saat bertanya. Tapi mana mungkin aku mengatakan 'iya'. Urusanku sudah selesai setelah pesanan kue diambil pemiliknya, sedangkan kedatanganku ke tempat ini a
Bab 64"Mbak!!"Aku langsung menoleh ke sumber suara. Yuda berdiri di sana dengan dada naik turun seperti habis berlari jauh karena kelelahan."Yuda, kamu kesini?" Kulirik sekilas Andreas yang terdengar mendecih dengan tatapan aneh. Jelas lelaki itu seperti tak suka melihat Yuda datang. Bahkan aku sampai bergidik melihat senyum yang terpatri di wajahnya. Senyum itu seperti seringai yang mematikan. Entahlah sejak bersamanya di rumah ini, lelaki itu seperti menyimpan suatu rahasia."Mbak, ayo kita pulang." Yuda mendekat dan hampir mendorong kursi roda yang kududuki. Ketika sura di belakang kami berseru."Pintar juga kamu menemukan alamat rumahku." Lelaki itu berdiri dan mendekat ke arah Yuda masih dengan memainkan gelas berkaki di tangannya. Minuman warna merah itu langsung bergoyang akibat putaran seirama.Aku masih diam di tempatku dan belum beranjak. Melihat Yuda dan Andreas bergantian. Amara, entah kemana gadis kecil itu
Bab 65Pov YudaNamaku Yuda, masih bujangan. Saat masih kuliah, aku sudah mulai berbisnis makanan yang dipasarkan pada teman-teman di kampusku, yang ternyata mereka cukup menikmatinya. Hingga akhirnya setelah lulus kuliah aku mencoba membangun usaha kuliner dengan bantuan modal dari ayah dan juga ibu sambungku yaitu Bu Dewi. aAku langsung membuka kafe dengan modal dari mereka hingga akhirnya orang-orang antusias dan kafe lumayan banyak digemari, karena aku mengadakan tema 'all you can eat'. Dengan sekali bayar, mereka bisa makan sepuasnya dan itu ternyata sangat menguntungkan bagiku. Hingga hanya dalam waktu satu tahun saja aku bisa membuka dua cabang besar lainnya di dua tempat berbeda, dan keduanya juga mendapatkan peminat yang sangat banyak sekali, terutama di kalangan anak muda masa kini. Apalagi menu yang disajikan adalah makanan korea bersertifikat halal yang sudah dimodifikasi dengan lidah khas orang Indonesia.Awal mula aku tahu deng