Bab 60Aku masih memperhatikan lelaki yang terikat tali dan meringkuk di sudut ruko. Beberapa saat yang lalu, aku menghubungi Yuda untuk datang ke tempat ini dan membawa polisi sekalian untuk membawa penjahat itu agar bisa dijebloskan ke penjara dan bergabung bersama dengan teman-temannya.Untunglah Yuda sedang senggang jadi dia bisa datang tepat waktu. Lelaki itu tampak heran ketika melihat Andreas berdiri di sampingku sambil memandangi sengit. Andreas sendiri sedang memakan roti yang diberikan oleh Wati, terlihat sekali lelaki itu sangat kelaparan. Mungkin tidak sempat makan siang.Pandangan Yuda mengarah kepadaku dan Andreas bergantian. Sedangkan penjahat segera dibawa ke mobil polisi yang terparkir. Tak lama, kedua orang berseragam coklat itu menghampiri."Terima kasih atas kerja samanya, hingga penjahatnya berhasil dibekuk. Jangan lupa besok ke kantor untuk bersaksi." Aku dan Andreas mengangguk, saat keduanya kemudian pamit pergi. T
Bab 61Sore harinya Yuda benar-benar mengantarkanku untuk kontrol ke dokter Leo. Lelaki itu membantu mendorong kursi roda yang kududuki dengan santai tanpa merasa risih, meski orang-orang menatap kami. Untunglah tempatnya masih di kawasan yang sama, hanya butuh berjalan melewati beberapa ruko, kami sudah sampai.Dengan cekatan dokter Leo memeriksa bagian tubuh, termasuk tangan kaki dan kepala. Setelah semua hasilnya bagus, aku pun kembali pulang bersamanya. Yuda sempat membeli beberapa es krim sebelum masuk kembali ke dalam toko yang ternyata sudah ada ibu dan Adi di sana."Kalian sudah kembali. Bagaimana kata dokter?" Aku menyalami wanita yang telah melahirkanku itu dengan senyum terpatri. Yuda langsung menyerahkan bungkusan es krim pada Adi dan anak itu langsung berlalu ke belakang."Semuanya baik, Bu. Oh ya, kok ibu bisa datang ke mari?" tanyaku heran. Padahal aku belum memberitahu ibu perihal aku membuka usaha ini, tapi kenapa b
Bab 62"Tante Indira?""Iya, kamu bisa memanggilnya demikian. Cantik bukan?" Lelaki yang berdiri di sampingku menegaskan ucapannya pada anak perempuan yang memakai baju ala-ala princes warna biru yang berdiri di depanku, tampak serasi dengan tema dan desain yang sudah dipasang di belakangnya, Frozen. Gadis itu tengah merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh tahun dan lelaki di sampingku itu, Andreas, memaksaku untuk datang ke acara ulang tahun anaknya, meski aku menggunakan kursi roda. Tadi Andreas sempat membantu untuk menghias kue, eh lebih tepatnya bukan membantu tapi ikut merecoki dan membuatku pusing karena konsentrasiku terus-terusan diganggu olehnya. Berbanding terbalik dengan penampilannya yang sangat rapi, kelakuannya tak jauh dari Yuda, yang seakan tak lelah berceloteh panjang lebar persis seperti mulut perempuan."Iya, cantik banget. Mirip banget sama Ma … ups! " Ucapan anak itu terhenti entah karena apa dan langsung menyalamiku dengan sopan, yang namanya
Bab 63"Ayo dimakan lagi kuenya, kamu pergi sampai buat Amara sedih, lho." Aku tersenyum canggung pada lelaki yang duduk santai di sampingku dengan tatapan ke depan. Aku mengangguk kaku. Perasaan hormat yang tadi sempat terpatri di hatiku seketika berganti dengan rasa lain, canggung dan tak menyangka karena terkejut atas perlakuannya tadi yang meraih paksa ponselku dan langsung bicara pada Yuda. Hal yang tak pernah kulakukan seumur hidupku, bahkan ketika menikah dengan Mas Agung. Itu hal yang tak sopan menurutku apalagi kami tak kenal dekat.Di samping kananku ada Amara yang bergelayut manja dan sesekali menyandarkan kepalanya di lenganku. kuusap rambut panjangnya yang dikepang ala Anna dalam serial frozen. "Tante Indira akan sering datang berkunjung dan menemuiku, kan?" Kulihat binar di wajahnya saat bertanya. Tapi mana mungkin aku mengatakan 'iya'. Urusanku sudah selesai setelah pesanan kue diambil pemiliknya, sedangkan kedatanganku ke tempat ini a
Bab 64"Mbak!!"Aku langsung menoleh ke sumber suara. Yuda berdiri di sana dengan dada naik turun seperti habis berlari jauh karena kelelahan."Yuda, kamu kesini?" Kulirik sekilas Andreas yang terdengar mendecih dengan tatapan aneh. Jelas lelaki itu seperti tak suka melihat Yuda datang. Bahkan aku sampai bergidik melihat senyum yang terpatri di wajahnya. Senyum itu seperti seringai yang mematikan. Entahlah sejak bersamanya di rumah ini, lelaki itu seperti menyimpan suatu rahasia."Mbak, ayo kita pulang." Yuda mendekat dan hampir mendorong kursi roda yang kududuki. Ketika sura di belakang kami berseru."Pintar juga kamu menemukan alamat rumahku." Lelaki itu berdiri dan mendekat ke arah Yuda masih dengan memainkan gelas berkaki di tangannya. Minuman warna merah itu langsung bergoyang akibat putaran seirama.Aku masih diam di tempatku dan belum beranjak. Melihat Yuda dan Andreas bergantian. Amara, entah kemana gadis kecil itu
Bab 65Pov YudaNamaku Yuda, masih bujangan. Saat masih kuliah, aku sudah mulai berbisnis makanan yang dipasarkan pada teman-teman di kampusku, yang ternyata mereka cukup menikmatinya. Hingga akhirnya setelah lulus kuliah aku mencoba membangun usaha kuliner dengan bantuan modal dari ayah dan juga ibu sambungku yaitu Bu Dewi. aAku langsung membuka kafe dengan modal dari mereka hingga akhirnya orang-orang antusias dan kafe lumayan banyak digemari, karena aku mengadakan tema 'all you can eat'. Dengan sekali bayar, mereka bisa makan sepuasnya dan itu ternyata sangat menguntungkan bagiku. Hingga hanya dalam waktu satu tahun saja aku bisa membuka dua cabang besar lainnya di dua tempat berbeda, dan keduanya juga mendapatkan peminat yang sangat banyak sekali, terutama di kalangan anak muda masa kini. Apalagi menu yang disajikan adalah makanan korea bersertifikat halal yang sudah dimodifikasi dengan lidah khas orang Indonesia.Awal mula aku tahu deng
Bab 66Aku terus saja melirik ke arah Yuda yang duduk di samping kemudi. Kuakui lelaki di sebelahku ini memang sangat tampan dan mempesona di usianya yang masih sangat muda, yakni dua puluh enam tahun. Tak bisa ku bayangkan andaikan aku menikah dengannya tentu saja akan menjadi perbincangan dari beberapa orang, mengingat usiaku yang memasuki usia tiga puluh tahun saat ini dengan seorang anak yang sudah beranjak kelas tiga SD.Dulu aku selalu berharap akan menikah satu kali seumur hidup dan akan hidup bahagia dengan Mas Agung sampai tua bahkan sampai maut memisahkan. Tak kusangka badai kehidupan menerjang rumah tanggaku hingga akhirnya karam di usia menginjak sepuluh tahun pernikahan.Yang lebih tak kusangka lagi, lelaki itu dengan mudahnya tergoda oleh kilau dunia dan wanita yang lebih muda usianya. Orang bijak pernah bilang, wanita diuji ketika tak punya apapun dan lelaki diuji saat dia mempunyai segalanya. Namun nyatanya justru ujian kepada Mas Agung datang
Bab 67Suasana yang sejuk dan asri membuat siapapun betah berlama-lama berada di tempat ini. Apalagi konsep dan tempatnya yang cukup menarik dengan desain ala-ala restoran korea, juga suguhan makanannya yang beraneka macam dan kekinian, membuat Ibu dan Adi juga ikut menikmatinya. Roti panggang dengan moccacino yang masih mengabulkan uap di depanku, membuat perutku tak sabar ingin mencicipinya. Satu pilihan tepat yang Yuda pilihkan. Tak lupa lelaki itu menyajikan susu panas untuk Adi dan Ibu juga, dan terlihat sekali mereka menikmatinya pula.Tak lama kemudian, Yuda datang dengan beberapa pelayan di belakangnya yang membawa cukup banyak makanan. Ada olahan untuk membuat steam boat dan beberapa pack daging yang sudah dimarinasi sebelumnya. Dengan sigap, Yuda menyalakan pemanggang di depanku dan mulai meracik bahan dengan cekatan."Kamu pasti suka, Mbak.""Mbak kan sudah bilang jangan terlalu banyak makanan, ini belum wa
Bab 101Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, keadaanku mulai sedikit membaik. Rasa nyeri di punggung tidak terlalu terasa sekarang. Meskipun masih tidak bisa bergerak bebas. Tapi karena perawatan yang maksimal, aku pun cepat pulih.Yuda juga semakin perhatian padaku. Pria itu setiap waktu selalu datang dan menjalankan kewajibannya. Pagi-pagi Yuda akan pulang ke rumah untuk mengurus anakku, siangnya mengurus pekerjaan hingga sore, dan malamnya dia akan menemani sambil bercerita tentang kesehariannya dalam mengurus bisnis kuliner miliknya, serta mengecek toko kue milikku. Sikapnya yang periang dan suka bercanda mampu membuatku tersenyum tiap waktu. Yuda juga kerap kali menceritakan apa saja kejadian yang lucu. Aku selalu tersenyum saat melihat kebahagiaan terpancar dari matanya. Rasa benci dan sakit hati yang sebelumnya hadir, sirna begitu saja, setelah mendengar pengakuan dan penjelasannya. Pria itu, benar-benar tidak bersalah dan dia sudah mengatakan semuanya. Dan aku per
Bab 100Mini POV YudaKutatap layar ponsel yang terus-terusan menyala. Panggilan dan pesan terus masuk beruntun dari orang yang sama. Yanti.Entah harus dengan cara apalagi aku menghindari dan menjauhkan dia dari kehidupan kami. Langkahnya yang bersih tanpa jejak membuat pihak kepolisian kesulitan untuk menangkapnya. Kalaupun dia berhasil ditangkap, entah bagaimana caranya hingga wanita itu bisa berkeliaran dengan bebas di luar sana. Meski kuduga ada pihak dalam yang ikut serta membantunya kepergiannya. Bukan hanya saat di lapas, bahkan saat di rumah sakit saja dia bisa melarikan diri entah bagaimana caranya.Saat itu memang kebodohanku, yang mau saja bicara berdua dengannya. Setelah ayah dan ibunya terus meminta untuk datang ke rumah sakit. "Lepaskan Indira, Yuda. Ayo kita menikah. Aku akan menjadi wanita yang baik, dan akan kupastikan kamu lebih bahagia bersamaku.""Kau sudah gila. Sekian lama aku menunggunya dan sekarang hampir kudapatkan, jadi mana mungkin aku akan melepaskannya
Bab 99Aku tertegun di tempatku. Tak menyangka dengan pesan yang kubaca barusan. Apakah Yanti sengaja melakukannya atau dia hanya menakut-nakutiku, karena dia masih belum rela jika Yuda sudah menikah denganku. Tapi jika dipikir-pikir, bukankah beberapa saat lalu pria yang sudah menjadi suamiku itu juga tengah berkirim pesan dengannya. Aneh."Apa yang kamu lihat?" Yuda mendekat dan mengambil alih ponselku. Keningnya langsung berkerut dan terlihat kesal setelah ikut membaca pesan yang masuk dari Yanti. Dari sini saja bisa kulihat jika pria itu ikut marah padanya."Kamu tidak mungkin percaya dengan apa yang dikatakan wanita itu, bukan?" ujarnya dengan wajah sendu. Sepasang manik coklat gelap itu memindai wajahku dengan seksama. Aku memilih duduk menyamping di tempat tidur sambil menunduk."Ayolah, Mbak. Jangan pernah percaya pada kata-kata yang belum jelas kebenarannya!" "Hari ini aku lelah sekali. Bisa tolong matikan lampunya?" ujarku sambil membelakanginya dan menutupi seluruh tubuhk
Bab 98Akhirnya resepsi itu selesai juga, ketika waktu menunjukkan hampir tengah malam. Para undangan yang datang paling akhir didominasi oleh rekan satu profesi dan juga teman-teman Yuda. Dan mereka tampak mengobrol lama sekali.Adi, ibu dan keluarga yang lainnya sudah pulang tepat pukul sembilan malam tadi, mengingat putraku itu sudah merasa mengantuk dan tidak mau tinggal, meskipun Yuda mengatakan tidak masalah jika Adi ingin menginap di kamar yang sama dengan kami. Tapi tentu saja ibu dan yang lainnya melarang. Bahkan sebelumnya mereka semua menggodaku, dengan alasan tidak ingin diganggu, padahal itu tidak benar sama sekali. Lagipula pernikahan ini bukan karena mengejar nafsu yang itu.Aku terlebih dahulu masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan sebelumnya. Ruangan ini sudah dipenuhi dengan hiasan serta taburan bunga mawar merah di atas tempat tidur juga dua handuk yang dibentuk seperti angsa dengan posisi saling menghadap. Aku menghela nafas berat, membayangkan apa yang terja
Bab 97Yuda tampak gagah saat berdiri bersisian di sampingku dengan wajah bahagianya. Sesekali pria itu melirik ke arahku, tapi tetap kuabaikan. Meski aku tersenyum di depan para tamu, nyatanya ketika melihat sosok pria yang sekarang telah menjadi pendamping hidupku ini, hatiku kembali tersayat pedih.Bayangan bibir merahnya beradu dengan bibir Yanti waktu itu, terus membayang di pelupuk mata."Sepertinya kamu masih nggak percaya padaku, Indi." Pria itu berbisik tepat di telinga. Aku mengerjap sadar kala Yuda mengangsurkan air mineral. Kali ini dia tidak memanggil dengan sambutan 'Mbak' lagi. Mungkin karena sekarang aku telah resmi menjadi istri sah-nya.Meski sebenarnya hari ini tidak bisa kubayangkan. Betapa aku telah menikahi dengan seorang pria yang sebelumnya telah melakukan perbuatan yang menurutku sangat menjijikan itu dengan mantan adik iparku sendiri.Aku mengacuhkan perkataannya, saat para tamu undangan kembali mendekat ke arah kami. Memberi doa restu, sekaligus memberi sel
Bab 96Akhirnya sampai pada di hari H. Pernikahan itu tetap digelar karena tak mungkin membatalkannya begitu saja. Mengingat undangan sudah dicetak, catering dan gedung serta pakaian khusus sudah dipersiapkan dengan baik. Maka atas permintaan keluarga besar Yuda dan Bu Dewi sendiri, mereka sengaja datang ke rumah untuk membujukku untuk melakukan kesepakatan."Aku setuju, tapi kumohon agar tidak bertemu dengan Yuda sampai hari H. Bahkan aku tak mau melihatnya di sekitar rumah dan tempat kerjaku. Aku perlu waktu untuk menata hatiku, walau bagaimanapun aku tidak siap bahkan untuk mendengar penjelasan serta permintaan maaf darinya," ucapku waktu itu pada mereka. Kulihat perubahan di wajah Bu Dewi yang sedikit terkejut. Mungkin tidak menyangka dengan permintaanku yang di luar nalar itu. Bagaimana mungkin aku akan menikahi pria itu, namun tidak ingin melihatnya sampai waktu yang ditentukan tiba.Bu Dewi mengangguk dan mencoba untuk memahami permintaanku."Aku tahu, mungkin kamu berat untu
Bab 95Aku terus berlari melewati lorong demi lorong di rumah sakit yang bertingkat ini. Rasanya terasa sangat jauh sekali bahkan untuk sekedar ingin cepat sampai dan menginjakkan kaki ke lantai bawah. Sengaja aku tidak masuk ke dalam lift karena posisinya tertutup. Pasti akan sangat lama menunggu. Dan aku tak ingin berlama-lama di tempat itu, mengingat Yuda terus menyusul di belakang dengan suaranya yang membuatku tidak tahan.Aku tidak menyesali perbuatannya bersama dengan Yanti. Hanya saja kenapa aku mesti melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Adegan itu terlihat sangat menyakitkan. Bayang-bayang Mas Agung dan Zahra berkelebatan di pelupuk mata, ketika mereka berdua melakukan hal yang sama, persis di depan mataku. Saat aku melihat keburukannya di rumah ibu mertua, waktu pertama kali aku bertemu dengan pasangan selingkuh itu.Ya Tuhan, kenapa aku harus melihat adegan panas mereka berdua sekarang, tepat ketika pernikahanku bersama dengan Yuda sudah di depan mata."Mbak, tunggu Mb
Bab 94Masuk ke salah satu rumah sakit terbesar di tempat ini. Aku mengikuti jejak langkah Yuda yang berjalan di depanku, menuju ke sebuah tempat informasi pasien. Setelah mendapat petunjuk, kami langsung melewati lorong dan naik beberapa lantai ke atas."Kamu yakin masih mau ikut?" Aku mengangguk siap. Butuh sedikit usaha tadi, agar Yuda mau membawaku ke tempat ini."Jangan cemburu jika nanti wanita itu mengatakan apa-apa padaku, ya. Karena aku sudah mengingatkanmu.""Sebagai calon istrimu, aku harus menjaga calon suamiku dengan baik. Aku nggak bisa janji. Jika nanti Yanti berbuat macam-macam padamu, tentu saja aku akan membalasnya. Aku tidak akan memperdulikan meskipun dia mantan adik iparku, karena dia pun sudah mencoba menyakitiku berulang kali. Dan kali ini, aku tidak bisa membiarkannya lagi!"Yuda mengusap kepalaku sambil tersenyum simpul. "Kamu harus banyak bersabar dan menahan amarahmu, jika tidak, maka bukannya tenang malah Yanti akan semakin dendam kepadamu.""Dan dia sudah
Bab 93[Mbak, kamu harus hati-hati karena Yanti bunuh diri di penjara dengan cara mengiris urat nadinya. Perempuan itu berada di rumah sakit sekarang. Dan bukan tidak mungkin dia akan kabur mengingat dia memiliki seseorang yang selalu mendukung rencana jahatnya.]Kutatap pesan dari Zahra barusan dengan mata mengerjap tak percaya. Wanita sekasar dan seegois Yanti berani melakukan tindakan bunuh diri. Benar-benar tidak dapat kupercaya.Pesan itu langsung aku kirimkan kepada Yuda yang seketika berubah menjadi centang biru, tanda pria itu telah membuka pesanku. Tak lama kemudian, terlihat ketikan di layar paling atas, dan seketika menampilkan pesan balasan darinya.[Kalau begitu kamu harus berhati-hati, Mbak. Jangan bepergian kemanapun tanpa seizinku. Jika pun ada kepentingan mendesak, atau kamu harus pergi ke toko, maka aku sendiri yang akan mengantarmu.] Aku tersenyum tenang. Cukup lega mendengar sarannya. Pria itu memang sangat bertanggung jawab dan sepenuh hati memperhatikanku.Kusim