Bab 24
Aku segera pulang ke rumah saat mentari sore hampir tenggelam. Bersama dengan Adi diboncengan, setelah tadi Bu Dewi dan Yuda ikut menenangkanku yang tersulut emosi.Dasar anak itu kurang ajar sekali, berani-beraninya dia mempermalukanku dan berusaha memfitnahku. Awas saja jika sampai Ayah Mertua mendengarnya dan mengatakan hal lain, aku tak segan-segan menamparnya di depan keluarganya sendiri. Aku tidak peduli.Setelah beberapa menit melewati perjalanan, akhirnya sampai juga di rumah. Terlihat pintu yang terbuka dan tampak jelas terdengar suara orang tengah mengobrol di dalam.Ternyata orang yang kemarin bertamu tidak sopan itu kembali datang ke rumah dengan formasi yang sama. Lima orang. Dan dengan tak tahu malunya mereka mengobrol sambil tertawa keras dan mengepulkan asap dari mulut mereka.Karena tak kulihat keberadaan Mas Agung dan Zahra, baiklah, kita lihat bagaimana jika aku bereaksi kepada mereka dan memberi sedikit pelajaraBab 25Benar saja, pada akhirnya Mas Agung menuruti semua perintahku. Meskipun istrinya terlihat bermalas-malasan dengan wajah cemberut seperti tidak ikhlas dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Padahal itu bekas kekacauan yang telah diperbuat oleh tamu Mas Agung, harusnya dia tahu diri.Aku sengaja duduk di sofa ruang tamu yang telah di lap oleh Mas Agung sebelumnya, sambil membuka ponsel dan melihat semua pesan yang masuk ke nomorku dari para pelanggan. Sebagian mereka merasa puas atas kue dan donat yang kubuat dan kukirimkan pada mereka tepat waktu.Alhamdulillah, aku bersyukur jika hasil yang kukerjakan tidak sia-sia, karena bagiku kepuasan pelanggan adalah tujuan utama. Lagipula kue-kue dan donat yang kujual harganya pun lumayan agak mahal karena terbuat dari bahan-bahan kualitas premium, tapi terjamin kualitasnya."Enak sekali ya, duduk-duduk tanpa ngelakuin apapun," cibir Zahra sambil berkacak pinggang dan melemparkan sapu ke arahku. Untunglah tidak sampai kena.Aku masih duduk s
Bab 26Kupandangi mereka satu-persatu."Kenapa kalian diam?! Tunggu apa lagi, cepat bereskan sisanya yang belum tuntas," hardikku, menatap tajam kepada Zahra dan Mas Agung agar mereka tahu bahwa perkataanku tidak main-main. Masa bodo dengan ucapan ayah Zahra barusan. "Jika kalian mau tinggal di rumahku, maka harus mematuhi apa yang kusuruh dan jangan pernah membuat rumahku berantakan. Kalian dengar?""Apa kamu tidak mendengar apa yang Papaku tadi bicarakan, Mbak!? Sepertinya kupingmu budek hingga kamu tidak bisa menyimak dengan baik apa yang Papaku ucapkan." Zahra bicara masih dengan sikap sombongnya sambil berkacak pinggang. Dia pikir aku takut sama ancaman mereka yang sama sekali tidak mempengaruhiku itu. No!"Aku tidak peduli apa yang ayahmu katakan dan apa yang dia rencanakan. Ini rumahku dan sudah seharusnya kamu dan suamimu itu mengikuti aturan di rumah ini. Lagi pula ancaman ayahmu itu hanya kuanggap seperti dengungan lalat di telingaku.""Mbak!! Kamu benar-benar keterlaluan k
Bab 27Waktu masih menunjukan pukul dua pagi, saat sayup-sayup kudengar suara desahan dari kamar tamu. Siapalagi kalau bukan ulah Zahra dan Mas Agung.Ya Tuhan, rupanya mereka lagi bermesraan. Padahal sudah kuperingatkan wanita itu. Tapi sepertinya ucapanku hanya angin lalu yang masuk telinga kanan, dan keluar dari telinga kiri. Benar-benar bebal mereka.Gegas kuhampiri dan berdiri di depan pintu kamar tamu itu sambil menajamkan telinga. Suara desahannya semakin jelas terdengar, membuatku jijik kala mendengar erangan dua sejoli yang tengah mendaki asmara tersebut."Ih geli, deh. Kamu kuat banget, Yang." Suara manja dan tawa renyah Zahra terdengar jelas masuk ketelinga, disusul suara manja cekikikan."Tapi suka kan?" tanya lawan mainnya, suaranya lebih lembut kali ini, seperti bukan suara Mas Agung yang khas."Iya, tapi pelan-pelan saja." Lagi, Zahra menjawab manja."Biasanya juga heboh," timpal lelaki itu dengan suara serak dan bergairah disaat bersamaan."Stt! Diam deh, jangan berisi
Bab 28Suara-suara teriakan dan gebukan masih bisa kudengar meski tak sekencang tadi. Karena sudah terlanjur bangun akhirnya aku memilih untuk melaksanakan qiyamul lail. Padahal tadi niatnya hanya mengambil minum saja ke dapur, tapi tak menyangka akhirnya harus melihat kejadian yang tak terduga.Akhirnya bisa sedikit bernafas lega saat melihat reaksi Mas Agung tadi ketika Zahra ketahuan selingkuh. Semoga lelaki itu berpikir dua kali untuk mempertahankannya. Wanita murahan yang tega membagi ladangnya pada lelaki yang bukan suaminya. Benar-benar men*i**kan.Meski sedikit tidak yakin. Kita lihat nanti apa yang akan kedepannya mereka lakukan setelah kejadian itu. Aku tidak mau berpikir terlalu jauh, hanya berharap dengan keyakinan penuh Mas Agung akan mengakhiri semuanya bersama dengan Zahra. Masa iya dia mau mendatangi wanita yang jelas-jelas sudah kotor.Meski aku tak perduli lelaki itu akan berbuat apa pada istri dan adiknya. Aku lebih memilih fokus pada kehidupan bersama Adi. Agar ke
Bab 29Aku tengah menguleni adonan untuk dicetak ke beberapa loyang kue saat tiba-tiba Mas Agung mengajakku ke rumah Ibu Mertua."Bersiaplah, kita ke rumah ibu sekarang.""Memangnya ada apa Mas?" Dahiku mengernyit heran, namun tak urung kuturuti juga perintahnya. Segera kucuci tangan dan membersihkan diri, barangkali ada sisa-sisa tepung yang menempel di baju, agar jangan sampai membuatku malu ketika berada di sana."Udah, kamu ikut saja. Ibu tidak menjelaskan apa-apa, hanya meminta aku dan kamu untuk datang ke sana secepatnya," katanya sambil mengenakan jaket kulit miliknya. Lelaki itu masih terlihat tampan dan menawan, yang mampu menggetarkan hatiku, sayang perbuatannya tak bisa kumaafkan lagi.Aku berjalan dan mengikuti langkahnya. Untunglah adonan hampir selesai dan bisa dikerjakan oleh Bu Dian sendiri. Hanya tinggal menyusunnya saja di loyang dan memanggangnya."Aku secepatnya akan pulang," kataku pada Bu Dian yang langsung tersenyum mengiyakan."Udah, Indira, nggak usah khawatir
Bab 30Akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Mas Agung sampai di halaman rumah ibu mertua. Aku segera turun tanpa menoleh sedikitpun kepada lelaki yang bergelar suami itu, yang telah membawa mobil secara ugal-ugalan tanpa memperhatikan keselamatan kami berdua.Mengumpulkan keberanian, aku berjalan menuju halaman rumah ibu mertua.Tiba di halaman, tampak ada beberapa alas kaki di luar, menandakan tengah ada tamu berada di dalam rumah.Dan benar saja, saat memasuki ruang tengah, sudah ada beberapa orang yang berkumpul di sana. Salah satunya adalah Zahra dan Doni yang semalam digrebek. Bahkan diantaranya ada ayahnya Zahra dan ibunya juga. Apakah anaknya itu telah melapor kepada orang tuanya? Entahlah yang jelas dilihat oleh banyak orang yang menatap ke arahku, membuatku sedikit merasa risih."Lihat itu, Mbak Indira yang tega memfitnahku semalam. Bahkan dia mengusirku dari rumah suamiku sendiri." Zahra menunjuk mukaku dengan matanya yang memerah. Sungguh akting yang sangat bagus. Patut
Bab 31Lelaki bertubuh buncit dengan nafas ngos-ngosan itu terlihat menjatuhkan dirinya di sofa, sambil memijat kepalanya pelan. Mungkin dia stres setelah mendengar pernyataan yang telah dilakukan oleh anaknya. Sementara kini terlihat Ayah Mertua menatap nyalang kepada Doni. Aku dan Mas Agung masih berdiri seperti penonton, melihat drama di depan kami."Apa benar apa yang dikatakan oleh Indira dan Agung barusan?! Jelaskan pada ayah, Doni?!" Ayah Mertua menatap tajam anaknya. Sedangkan lelaki itu masih menunduk dalam, mungkin karena ketakutan rahasianya langsung terbongkar begitu saja didepan semua orang."Doni, ayah tidak pernah menyangka kamu akan mengecewakan kami seperti itu. Dasar anak tidak tahu diri, bisa-bisanya kamu meniduri adik iparmu sendiri?!" Ayah Mertua langsung menarik kaos yang dikenakan oleh Doni dan mengangkat wajah anaknya. Kemudian tanpa ba bi bu, dia langsung melayangkan pukulan di wajah anaknya yang sudah babak belur sebelumnya."Maaf, Yah, maaf …." kata Doni sam
32.BUGH! BUGH!Berkali-kali kulayangkan bogeman, tendangan dan juga pukulan ke lelaki yang badannya paling besar. Cukup lama kami berkelahi dan aku merasa dapat lawan seimbang.Hat! Hat! Aku menghindar saat dia berusaha membalas dan menerjang. Lalu dengan cepat, dilanjutkan dengan menangkis setiap serangan darinya. Gerakannya boleh juga meski kasar. Tapi aku lebih tangkas dan waspada. Terbukti, lebih banyak yang pukulan kena kulayangkan daripada meleset. Kembali lelaki itu berusaha untuk menggapaiku, tapi dengan satu gerakan saja, kutahan dengan gerakan seperti mematahkan batang kayu pada tangan kanannya, hingga dia merintih kesakitan. Jangan dia kira aku wanita lemah seperti Mas Agung yang akan melempem seperti kerupuk kehujanan ketika diancam. Biarpun pekerjaanku hanya tukang pembuat kue dan donat, tapi ilmu beladiriku sangat mumpuni. Terbukti dengan mundurnya lelaki itu dua langkah ke belakang, dengan wajah sudah penuh bercucuran keringat. Terlihat jelas dia kewalahan."Lumayan