**Bella berdehem sebelum mengangkat panggilan dari Tasha. Ia sedikit berdebar-debar, sejujurnya.“Halo, Bu?”“Kupikir kau sudah lupa denganku. Rasanya sudah satu abad yang lalu sejak terakhir kali kau datang, Isabella.”Bella tersipu sendiri mendengar pernyataan bernada menyindir itu. “Tidak, eung … aku dan Gio agak sibuk, jadi kami belum datang lagi. Maafkan kami, Bu.”“Maka aku meneleponmu sekarang. Mau datang untuk makan siang, Dear? Aku merindukanmu.”“Ah, astaga, tentu saja.” Bella menutup mulutnya untuk meredam suaranya yang agak terlalu excited itu. Ia bahkan nyaris terlonjak di tempat. “Aku awalnya memutuskan untuk tinggal di rumah hari ini karena Gio sudah berangkat sejak tadi. Aku senang sekali Ibu mengundangku. Aku akan datang segera, eh?”“Can’t wait!”Perempuan itu mengakhiri percakapan setelah mengucapkan sampai jumpa segera. Ia lalu melempar ponselnya ke atas ranjang dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Benar, ia memang se-excited itu. Ia sudah menyukai
**Selama beberapa detik, segalanya terasa melayang dalam gulita. Bella bahkan merasa dirinya sudah dijemput ajal. Sampai kemudian ketika gelap itu pelan-pelan memudar dan Bella kembali bisa menangkap bayangan cahaya dengan retinanya, ia pun merasa tubuhnya seperti remuk redam.Ia masih hidup.Asap menguar dari sekitarnya. Bella tahu mobil yang ditumpanginya sudah ringsek sebab hantaman entah apa tadi. Ia terjepit, namun masih bisa bergerak.“Oh, God ….” rintihnya sementara berusaha membebaskan diri. Bella mengerjapkan mata untuk mendapatkan atensi yang lebih fokus. Kepalanya seperti habis dihantam batu besar.“Da-Daiki … Daiki apakah kau oke? Kau bisa mendengarku?”Tidak ada jawaban. Bella mencoba menggerakkan tubuh lagi dan berusaha keluar dari himpitan kursi belakang. Mengabaikan kakinya yang seperti mati rasa.Namun sebelum ia bisa berbuat banyak, rungunya menangkap derap langkah mendekat dari kejauhan. Pada awalnya Bella merasa lega sebab mengira bantuan datang. Ia bergerak sekal
**Apakah aku akan mati dengan cara menyedihkan seperti ini?Bella kembali memejamkan mata. Rasa sakit berkejaran dengan panik dan takut, membuatnya tanpa sadar terisak lirih. Dua tetes air mata luruh membasahi pipi, menciptakan sensasi perih yang membuatnya segera tahu bahwa ada luka di wajahnya.Giovanni, benarkah aku akan mati secepat ini, segera setelah menjalin hubungan denganmu?Ya, agaknya memang demikian. Hal ini adalah resiko yang sudah harus Bella terima sejak ia berdiri di atas altar untuk mengucap janji pernikahan dengan Giovanni Estes.“Setidaknya beri tahu aku siapa yang menyuruh kalian melakukan ini,” tutur Bella putus asa.“Kau tahu siapa,” balas si Botak. Pria itu agaknya bertindak sebagai juru bicara di sini. Sebab rekannya yang mengemudikan mobil sama sekali tidak bersuara sejak tadi.“Kau tahu siapa orangnya, Nyonya. Kau jelas mengenalnya.”Bella mengerutkan alis. “Aku tidak mengenal satu pun makhluk yang mengaku sebagai musuh Giovanni!”“Bagaimana jika itu adalah
**Brak!“Apa maksudnya ini?”Isabella Clark membanting undangan pernikahan di atas meja kafe, sehingga dirinya sontak menjadi pusat perhatian para pengunjung yang berada di sana.Namun, perempuan cantik itu tak peduli akan itu semua dan fokus pada tunangan dan kakak tiri yang duduk di hadapannya.Bagaimana bisa mereka akan menikah?“Apa kau bodoh, Bella?” Tracy, kakak tirinya, menyahut dengan angkuh. “Bukankah sudah sangat jelas tertera dalam undangan itu? Aku dan Andrew akan menikah besok!”Deg!Tubuh Bella gemetar. Ia menggeleng tidak percaya. “Kalian bercanda, kan? Tracy, kau tahu Andrew adalah tunanganku! Mengapa–”“Aku dan Andrew saling mencintai sejak dulu,” potong Tracy cepat. “Daripada mengkhianatimu di kemudian hari setelah kalian menikah, bukankah ini lebih baik?”“Lebih baik?!”“Oh, iya. Pernikahannya akan diadakan di Hall Paradise Hotel. Aku berharap kau bisa datang, Bella.”Belum selesai serangan kejut yang membuat hatinya hancur, sekali lagi Isabella tersentak kaget.“P
**“Astaga!”Perlu beberapa waktu bagi Isabella Clark menyadari di mana dirinya berada saat ini. Semalam ia mabuk berat, kemudian pergi bersama seseorang, dan … mengira dirinya bermimpi.Tapi siapa sangka, kini ada pria tampan tak dikenal di atas ranjang yang sama dengannya. Dalam keadaan tanpa busana pula! Berarti apa yang terjadi semalam itu sama sekali bukan mimpi.“Sial, apa yang aku lakukan? Kenapa aku begitu bodoh?”Tanpa banyak berpikir, Perempuan itu menyingkirkan lengan si pria yang masih memeluknya dan beringsut bangkit diam-diam.Ia meringis kesakitan ketika melangkah, sebab bagian bawahnya terasa nyeri. Tak bisa dipungkiri, sebab ini adalah pertama kalinya ia melakukan hal ini.Sembari terus merutuki diri, Bella memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai kamar.Tak lupa, ia meninggalkan beberapa lembar uang tunai di atas meja rias sebagai ‘kompensasi’ atas tindakannya semalam. Ia merasa bersalah karena sudah sembarangan mengajak tidur seorang pria tak dikenal.“Mari lupa
**“Hentikan mobilnya!”Giovanni mendadak berseru ketika tampak olehnya di kejauhan, seorang perempuan terlempar ke trotoar jalan setelah terserempet mobil. Dan mobil yang menyerempet terus melaju kencang alih-alih berhenti.“Tuan, apakah harus? Sebaiknya kita tidak ikut campur.”Meski tidak ada jawaban dari atasannya itu, sang sopir tahu tidak ada yang bisa menghalangi keinginan sang tuan. Maka, ia bergegas menepikan mobil.“Maaf Tuan,” ucapnya lalu menuruti perintah.Setelahnya, Giovanni pun keluar dari mobil untuk memeriksa perempuan yang tidak sadarkan diri itu. Keningnya berkerut kala ia menyadari siapa yang sedang ia hadapi. Segera ia angkat tubuh lemah itu tanpa berkata apapun.“Isabella Clark.” Pria itu bergumam lirih sementara mobilnya melaju kencang menuju rumah sakit.Tentu saja Giovanni masih menyimpan data yang dikirim para bawahannya tadi pagi. Isabella Clark, 24 tahun, dan putri seorang pengusaha akomodasi. Ibunya sudah meninggal, dan ayahnya menikah lagi.Ia memiliki s
**“Aku? Sudah kubilang, aku Giovanni Estes.” Pria rupawan itu tersenyum. Senyumnya sungguh mempesona, sampai membuat Bella rasanya hampir mengiyakan apapun yang pria itu katakan.“Tap-tapi, jika hanya menikah, apakah itu akan menguntungkanmu? Maksudku, apakah sebanding dengan apa yang kau terima? Jika tidak, bukankah kau akan menderita kerugian?”’ tanya Bella penasaran.“Jika aku menawarkan demikian, tentunya aku sudah mempertimbangkan untung ruginya, Nona. Jadi sekarang bagaimana, kau menerima tawaran ini atau tidak? Aku membantumu mendapatkan kembali hakmu, dan kau menjadi istriku sampai orang tuaku meninggal.”“Ap– hei! Tidak boleh berkata begitu! Kau menyumpahi orang tuamu sendiri untuk meninggal?”“Jangan cerewet, Isabella! Kau bersedia atau tidak?”“Aku– sebentar, dari mana kau tahu namaku? Seingatku aku belum memperkenalkan diri?”“Mudah saja untukku mengetahui hal seperti itu. Tidak perlu kau pikirkan.”Benar juga. Itu bisa Bella tanyakan lagi nanti. Sekarang yang harus ia pi
**Hanya saja, semua terlupa saat kasur king size di ruangan itu membuatnya terlelap. Gadis itu jatuh tertidur lebih cepat sebab semua yang terjadi pada hari ini membuatnya sangat lelah.Terlebih, Bella panik kala mengingat rencana keduanya keesokan paginya. Apakah semuanya akan berjalan seperti yang ia harapkan?“Apakah kau gugup?” tanya Giovanni yang baru turun dari mobil. Pria itu menyadari gerak-gerik wanitanya.Wanita itu sontak mengangguk menatap lobby Paradise Hotel.“Kau bisa melakukan ini.” Tanpa basa-basi, ia meraih jemari Bella dan menarik tangan sang istri untuk memasuki hall Paradise Hotel yang saat itu didekorasi dengan mewah.Tamu-tamu berbusana indah dan mahal bertebaran di penjuru ruangan.Mereka semua seperti ikut merayakan luka hati Isabella yang berdarah-darah. Dan oleh sebab itu, rasa gugup gadis itu mendadak lenyap. Digantikan dengan api yang membara di dalam dadanya.“Mereka bersenang-senang di atas penderitaanku,” desis Bella. “Sama sekali tidak bisa dibiarkan.
**Apakah aku akan mati dengan cara menyedihkan seperti ini?Bella kembali memejamkan mata. Rasa sakit berkejaran dengan panik dan takut, membuatnya tanpa sadar terisak lirih. Dua tetes air mata luruh membasahi pipi, menciptakan sensasi perih yang membuatnya segera tahu bahwa ada luka di wajahnya.Giovanni, benarkah aku akan mati secepat ini, segera setelah menjalin hubungan denganmu?Ya, agaknya memang demikian. Hal ini adalah resiko yang sudah harus Bella terima sejak ia berdiri di atas altar untuk mengucap janji pernikahan dengan Giovanni Estes.“Setidaknya beri tahu aku siapa yang menyuruh kalian melakukan ini,” tutur Bella putus asa.“Kau tahu siapa,” balas si Botak. Pria itu agaknya bertindak sebagai juru bicara di sini. Sebab rekannya yang mengemudikan mobil sama sekali tidak bersuara sejak tadi.“Kau tahu siapa orangnya, Nyonya. Kau jelas mengenalnya.”Bella mengerutkan alis. “Aku tidak mengenal satu pun makhluk yang mengaku sebagai musuh Giovanni!”“Bagaimana jika itu adalah
**Selama beberapa detik, segalanya terasa melayang dalam gulita. Bella bahkan merasa dirinya sudah dijemput ajal. Sampai kemudian ketika gelap itu pelan-pelan memudar dan Bella kembali bisa menangkap bayangan cahaya dengan retinanya, ia pun merasa tubuhnya seperti remuk redam.Ia masih hidup.Asap menguar dari sekitarnya. Bella tahu mobil yang ditumpanginya sudah ringsek sebab hantaman entah apa tadi. Ia terjepit, namun masih bisa bergerak.“Oh, God ….” rintihnya sementara berusaha membebaskan diri. Bella mengerjapkan mata untuk mendapatkan atensi yang lebih fokus. Kepalanya seperti habis dihantam batu besar.“Da-Daiki … Daiki apakah kau oke? Kau bisa mendengarku?”Tidak ada jawaban. Bella mencoba menggerakkan tubuh lagi dan berusaha keluar dari himpitan kursi belakang. Mengabaikan kakinya yang seperti mati rasa.Namun sebelum ia bisa berbuat banyak, rungunya menangkap derap langkah mendekat dari kejauhan. Pada awalnya Bella merasa lega sebab mengira bantuan datang. Ia bergerak sekal
**Bella berdehem sebelum mengangkat panggilan dari Tasha. Ia sedikit berdebar-debar, sejujurnya.“Halo, Bu?”“Kupikir kau sudah lupa denganku. Rasanya sudah satu abad yang lalu sejak terakhir kali kau datang, Isabella.”Bella tersipu sendiri mendengar pernyataan bernada menyindir itu. “Tidak, eung … aku dan Gio agak sibuk, jadi kami belum datang lagi. Maafkan kami, Bu.”“Maka aku meneleponmu sekarang. Mau datang untuk makan siang, Dear? Aku merindukanmu.”“Ah, astaga, tentu saja.” Bella menutup mulutnya untuk meredam suaranya yang agak terlalu excited itu. Ia bahkan nyaris terlonjak di tempat. “Aku awalnya memutuskan untuk tinggal di rumah hari ini karena Gio sudah berangkat sejak tadi. Aku senang sekali Ibu mengundangku. Aku akan datang segera, eh?”“Can’t wait!”Perempuan itu mengakhiri percakapan setelah mengucapkan sampai jumpa segera. Ia lalu melempar ponselnya ke atas ranjang dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Benar, ia memang se-excited itu. Ia sudah menyukai
**“Kau tidak akan melakukannya kan, Dad?”Tracy bertanya dengan nada sengit ketika ia dan Matthew berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang. Matthew menengok sekilas dengan pandangan gusar kepada putri tirinya, menanggapi pertanyaan tersebut.“Katakan padaku kau tidak akan melakukannya, Dad!”“Melakukan apa?”“Melepaskan Bella begitu saja! Kau tidak akan menyetujui omong kosongnya yang tadi, kan? Enak saja kalau dia bebas begitu saja berkeliaran ke sana kemari membawa wajah sombongnya itu sementara kita terdepak dari hotel!”“Tracy–”“Aku tidak sudi! Bagaimanapun kau harus tetap mendapatkan hakmu atas hotel itu, Dad! Aku yakin Mom pasti juga akan berpikir demikian!” Aku yakin–”“Enough!”Gadis bersurai blonde itu terdiam dengan mata terbelalak terkejut ketika sang ayah menyelanya dengan nada tinggi. Pasalnya, selama ini Matthew tak sedikitpun pernah berlaku kasar kepada gadis itu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahkan daripada kepada putri kandungnya, Matthew jauh lebih mema
**Bella mengerutkan alis saat melihat bagaimana saudari tirinya bereaksi terhadap keberadaan suaminya di dalam ruangan itu. Masalahnya, Tracy sama sekali tidak pandai menyembunyikan emosi. Kentara sekali bahwa ia tertarik kepada Giovanni yang penampakannya memang sangat menarik.“Ada perlu apa kau ke sini? Sudah kukatakan, kau dan suamimu dipecat, jadi tidak ada gunanya kau masih datang ke sini. Kecuali kau mau menginap, resepsionis ada di depan sana,” kata Bella penuh penekanan.“Oh, sombong sekali. Kau baru memiliki satu hotel di kota ini, jangan berlagak seperti kau pemilik dunia seisinya!” balas Tracy.Bella menyeringai. Ia melihat Tracy menjawab kata-katanya, namun pandangan mata perempuan itu sepenuhnya terpancang kepada Giovanni yang duduk santai di atas sofa. Pesona Giovanni saat itu memang agak terlalu terekspos. Dua kancing teratas kemejanya lepas, menampakkan separuh dada bidang berotot yang tidak bisa ia sembunyikan.Bella berdiri dari kursinya dan melangkah pelan ke arah
**Bella tertegun. Ia tidak mengira pada siang hari bolong seperti ini, Giovanni akan mendatanginya dan tiba-tiba menagih ciuman.“Gio?”“Just kiss me, Isabella.”Oh, sejak kapan sih pria berdarah dingin ini meminta izin dulu untuk melakukan hal-hal semacam ini? Separuh geli dan setengahnya takjub, Bella lantas berjinjit untuk menempelkan bibirnya pada bibir yang lebih tua.“Sudah,” katanya setelah beberapa detik. “Aku sudah menciummu.”“What the heck!” Namun tanggapan Giovanni tidaklah sesuai ekspektasi. Pria itu mendesis dan menggeram.“Apa aku melakukan kesalahan?”“Absolutely!”“Apa?”“Itu hanya kecupan, bukan ciuman. Ciuman itu seperti ini ….”Giovanni meraih tengkuk Bella dan mendekap pinggangnya. Bibirnya memagut ranum sang istri dengan penuh gairah dan agak kasar. Bella terkejut serta agak kewalahan pada awalnya. Ia terdorong mundur hingga stuck menabrak meja.“Hmp … ti-tidak bisakah kau pelan ….” Bella terengah. Ia berusaha menjauhkan diri dari sang suami yang melepaskannya d
**Bella menelan saliva diam-diam. Sejujurnya ia panik, tapi ia cukup pandai menyembunyikan hal itu di depan Luigi. Tidak, ia tidak boleh tampak gentar. Ia harus terlihat kuat dan angkuh di hadapan lawan.Setidaknya, seperti itulah yang ia pelajari dari Giovanni sepanjang kebersamaan singkatnya ini. Itu membuat lawannya berpikir ia tidak mudah dikalahkan.“Tidak bisa, Tuan Estes,” tandasnya tegas. “Saya masih memegang lebih dari lima puluh persen saham Paradise. Anda tidak bisa mengambil alih hotel saya, sekalipun Matthew Clark menggadaikan semua saham yang dimilikinya di sini kepada anda untuk membayar hutang. Maafkan saya.”Sebelah alis Luigi Estes terangkat. Wajahnya tampak tertarik.“Lagi pula, selama saya masih hidup, saya tidak akan menyerahkan apa yang sudah ibu saya perjuangkan ini. Maaf-maaf saja, tapi anda salah jika berpikir saya akan gentar hanya dengan gertakan semacam ini saja. Jika anda memiliki urusan dengan Matthew, selesaikan sendiri tanpa melibatkan saya. Karena say
**“Apa yang dia akan lakukan kali ini? Haruskah aku memberitahu Giovanni?”Tapi Bella merasa itu bukan hal yang tepat. Entah bagaimana kali ini ia berpikir Luigi Estes tidak akan lagi melakukan hal konyol seperti menculiknya pada tempo lalu. Bella yakin pria itu hanya ingin bertemu.“Apakah ada masalah, Nyonya?” Pertanyaan Felix membuat Bella terperanjat. Dengan gugup perempuan itu mengulas senyum. Terlebih lagi, ia tahu Damian masih mematainya dari ujung meja makan. Maka Bella memutuskan berhati-hati dalam bicara.“Tidak ada, Felix. Aku hanya terkejut karena ternyata sudah cukup siang. Waktu berlalu cepat sekali, eh?”“Anda ingin berangkat sekarang?”Bella mengangguk. Ia segera melangkah menjauh dan tidak memberi kesempatan kepada sepupu suaminya untuk terus memandang penuh curiga.Ketika sudah berada di dalam mobil, barulah perempuan itu bisa berkata jujur kepada Felix tentang apa yang mengganggu benaknya.“Anda tidak harus menemuinya, Nyonya,” tutur Felix serius setelah mendengar
**Bella menelan saliva dengan berat. Sekalipun ia tahu bahwa Giovanni mencurigainya, tapi ia memutuskan untuk bersikap seolah tidak ada yang terjadi. “Apakah kau akan pergi lagi? Kau tidak menemaniku lagi malam ini?” Perempuan itu bertanya dengan sungguh-sungguh. Ia memandang sang suami penuh harap. “Gio, beberapa malam ini aku selalu tidur sendirian tanpamu.”“Kau selalu menemukan aku di sampingmu setiap pagi, Bella.”“Tapi aku tetap tertidur sendirian pada malam harinya.”“Aku harap kau tidak bersikap semanis ini untuk menutupi sesuatu yang baru saja kau lakukan.”Lagi, Bella menelan saliva. Ia konsisten dengan wajah polosnya saat ini.“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Apakah aku salah jika meminta suamiku menemaniku tidur?”“Oh, sial!”Pria itu melemparkan jasnya dan beringsut naik ke atas ranjang, menyusul Bella. Membuat senyum lebar terbit pada bibir yang lebih muda.“Kau menang, Isabella. Aku tidak akan pergi malam ini.”Bella mengangguk dan membatin dengan separuh ras