Rose sangat terkejut, tidak menyangka akan melakukan hal yang menjijikkan itu saat dia mabuk, kenyataannya dia memang ingin melakukan itu secara sadar, melihat pembuktian dari Rico dia mengingat beberapa kejadian meski tidak semuanya jelas tapi dia mampu mengingat kejadian saat dia tengah mabuk. Rico segera mematikan rekaman suara, dia sengaja tidak memutar seluruh isi rekaman suara, "Rose!" panggil Rico. Panggilan dari Rico membuyarkan tapi, dia kembali melamun dan berusaha mengingat sesuatu. 'Apa benar semalam aku sudah mencium Tuan Riko? Bahkan aku sampai menggigit lehernya?' Rose bergumam dalam hati. "Sekarang kau percaya padaku? Aku tidak melakukan apapun semalam." ucap Rico--meletakkan ponsel. Rose menelan salivanya, "Maafkan aku Tuan." Rico mendekat, "Sekarang aku ingin bertanya, kenapa kau meminum banyak Whiskey semalam?" "Ka--karena aku diremehkan oleh dua wanita di Bar itu." Sambung Rico, "Dan kau cemburu?" Rose melebarkan matanya dan geleng-geleng, dia ban
Mereka masih terus berjalan kaki sambil mengedarkan pandangannya di sekitar kota sampai pada akhirnya pandangan Kimberley tertuju pada pengemis di depan sebuah toko pangkas rambut Kimberley pun segera menghampirinya dan memberi pengemis itu sejumlah uang. "Sayang mau ke mana?" tanya Jack--menatap punggung Kimberley. "Sebentar sayang," Kimberley berjalan ke toko pangkas rambut menghampiri seorang pengemis paruh baya dengan mengadahkan tangannya, Kimberley membuka walletnya memberikan sejumlah uang. "Ambillah, ini untukmu." ucap Kimberley--menyerahkan sejumlah uang. "Terima kasih Nak, di mana kau tinggal?" ucap Pengemis tersenyum--meraih sejumlah uang. "Sama-sama, aku tidak tinggal di sini, aku hanya berbulan madu." "Oh begitu, di mana suamimu, Nak??" "Di sana..." ucap Kimberley--menunjuk suaminya di seberang. Pengemis itu memberikan isyarat rasa terima kasih dengan memandang Jack dari jauh kemudian pria paruh baya itu menundukkan kepalanya tersenyum. "Baiklah, aku har
'Mata itu .... teduh sekali, wajahnya tampan, rasanya aku ingin menciumnya.' Rose bergumam dalam hati. Rico memeluk sambil membatin, 'Rose, aku tau kau juga mencintaiku, tapi apa kau akan menerimaku?' Rose tersadar dan segera melepaskan pelukan Rico, dia menjadi salah tingkah membenahi pakaiannya. "Astaga Rose, hati-hati." Rose tersenyum, "Iya Tuan, maaf tadi lantainya juga licin." "Iya Rose, lantai ini memang licin, jadi kau harus hati-hati ya." Rose mengangguk, kemudian mereka meraih cup mie instan, pilihan mereka berdua jatuh kepada mie korea berkuah, mereka segera membayarnya di kasir supermarket. Jack datang membuyarkan, "Astaga kucari ke mana saja, kalian lapar?" "Hehehe iya Jack, kami membuat mie instan karena perut sudah berbunyi seperti kaleng." "Hahaha, dasar tukang makan!" Kimberley memegang perutnya, "Sepertinya enak..." Jack menoleh, "Kau mau juga sayang?" "Iya sayang, bolehkah?" tanya Kimberley. "Tentu saja boleh, kau mau yang mana?" tanya Jack.
Tiba-tiba datang beberapa orang untuk minta foto bersama mereka, "Permisi bolehkah kami meminta foto bersama, sebentar saja." Mereka menoleh bersamaan, "Tentu saja boleh." jawab Kimberley. Mereka berpose dan mengambil beberapa gambar, orang yang meminta foto bersama mereka juga terbilang lumayan banyak. Kimberley geleng-geleng dan berbisik, "Mungkin mereka mengira kita selebritis terkenal, hahaha." "Karena kau juga cantik sayang, itu sebabnya mereka meminta foto bersama." "Ada-ada saja, pria satu ini mulutnya sangat manis." "Terima kasih, apa kalian bekerja di sini?" tanya orang asing. "Bekerja? Tidak, kita hanya berbulan madu di sini." jawab Kimberley. "Oh kita mengira kalian selebriti yang sedang ada pekerjaan di sini, kalian seperti model, jadi kalian adalah pasangan suami istri?" "Iya kami baru saja menikah pekan lalu." jawab Jack tersenyum. "Astaga, selamat ya semoga kalian cepat diberi momongan..." "Iya, terima kasih banyak." "Kami juga berterimakasih, senan
[Hari terakhir, di Berlin, Jerman.]Rico segera berlutut dan membuka kotak cincin, di tengah lapangan yang berbatu di samping gerbang Brandenburg Rico mencurahkan segala isi hatinya, dia melamar Rose untuk menjadi kekasih dan sekaligus menjadi Istrinya. "Aku sudah lama menyimpan perasaanku padamu Rose, aku sangat mencintaimu, aku ingin kau menjadi istriku, apa kau bersedia menjadi istriku?" teriak Rico. Jack tertegun melihat apa yang dilakukan asistennya itu, "Dia memang pria pemberani." lirih Jack sambil meneguk es coklat. Kimberley melihat Rose yang masih terdiam, dia segera menegur, "Rose..." Kimberley mengisyaratkan agar Rose segera menghampiri Rico. Rose mengangguk, dia segera bangkit menghampiri, perlahan sambil terus memandang pria itu dari kejauhan dan berjalan semakin dekat. 'Mengapa aku harus sulit menjawab pertanyaan itu? Mengapa aku perlu berpikir dua kali untuk menjawab perasaan Tuan Rico? Bukankah selama ini itu yang aku tunggu? itu yang aku harapkan? menjadi ke
Kimberley menoleh dan tersenyum, "Iya! Aku bahagia." Jack masih terus memandang wajah istrinya sambil berbaring, dia mengamati setiap ekspresi, mencoba memahami apa yang dirasakan istrinya, Jack ingin memastikan bahwa dia bisa membahagiakan istrinya. Kimberley mengerutkan dahi, "Kenapa kau selalu memadangku seperti itu sayang?" "Aku hanya ingin mengamatimu secara detail, aku ingin memeriksa setiap sudut di wajahmu yang sangat cantik, aku memastikan bahwa kau selalu tersenyum." ucap Jack menatap istrinya. "Hahaha, ada-ada saja." Kimberley bangkit, "Aku mau merapikan barang-barang ini." "Besok masih ada waktu sayang..." "Besok kita masih harus mencari oleh-oleh, kemudian siang kita sudah ke bandara, itu waktu yang singkat untuk membereskan ini semua, lebih baik sekarang di kerjakan sebagian." ucap Kimberley--meraih koper. Jack bangkit, "Benar juga, ayo aku bantu sayang." "Kita juga belum membeli oleh-oleh untuk Paman Wiston dan untuk orang di mansion." Jack menoleh,
Hari terakhir di Berlin, mereka segera mengemasi sisa barang masing-masing, keluar dari hotel pukul enam pagi mereka sudah berangkat menuju 'Check Point Charlie' daerah tang sangat terkenal untuk mencari teh herbal yang belum mereka dapatkan kemudian mereka mencari oleh-oleh dengan harga terjangkau, mereka mencari apa yang belum mereka dapatkan, mereka sengaja berangkat pagi agar lebih banyak waktu untuk berjalan di kota. "Pastikan tidak ada barang yang tertinggal sayang, setelah ini kita berangkat." ucap Jack--memeriksa koper. "Iya sayang, semuanya sudah beres." Jack bangkit keluar menuju kamar Rico karena dia lupa memberitahu, akhirnya Jack segera membangunkan. "Rico!" panggil Jack--mengetuk pintu. Setelah beberapa kali memanggil dan mengetuk pintu, akhirnya Rico bangun membuka pintu, "Kenapa bangun pagi sekali? Bukankah kita ke bandara nanti siang?" "Iya tapi, kita akan keluar pagi ini untuk mencari oleh-oleh yang belum aku dapatkan, kita masih bisa berjalan-jalan lagi
Rico dan Rose melihat itu sontak terbelalak dan segera menutup mata mereka, 'Pemandangan yang paling menyebalkan.' batin Rico. Jack dan Kimberley mengunjungi tempat terakhirnya sebelum kembali ke Milan, mereka masuk ke sebuah toko 'Marc Alexander Schramm', di sana menjual aneka souvenir oleh-oleh seperti kaos, gantungan kunci, tas, topi, pena, logo Berlin, dan lainnya, setelah satu jam di toko akhirnya mendapatkan oleh-oleh yang mereka cari, mereka juga masuk di sebuah supermarket yang ada di daerah itu, supermarket LIDL yang tampak lumayan besar di sana juga menjual berbagai macam jenis coklat dengan harga terjangkau untuk oleh-oleh. Rico membaca papan nama toko, "Toko Marc Alexander Schramm, namanya bagus sekali," kemudian Rico beralih menatap Rose yang diam saja seperti orang yang sedang tidak ada mood. Rico memeriksa, "Kau kenapa Rose sayang? Apa kau sakit?" Rose menoleh sambil tersenyum, "Tidak, aku baik-baik saja..." Mereka segera masuk ke dalam toko yang sangat luas