Gareth diseret dan diusir keluar dari restoran tempatnya seharusnya berbicara dengan Venus. Sayangnya Venus membawa Kakaknya Rei yang kemudian memerintahkan agar Gareth diusir.
“Lepaskan aku!” Gareth menyentak keras lengannya yang dipegang oleh dua orang anggota Golden Dragon yang menyeretnya keluar.
“Hei, apa yang kalian lakukan?” Duke, asisten Gareth tiba-tiba datang ikut membantu. Dua anggota Golden Dragon itu menunjuk sambil mendelik pada Duke sampai ia ketakutan. Sementara Gareth sudah berada di luar dekat lobi setelah dihempaskan oleh dua pria itu.
“Pak, kamu tidak apa-apa?” tukas Duke menghampiri Gareth usai dua pria dari Golden Dragon itu berbalik pergi kembali masuk ke dalam restoran. Gareth menyentak tangannya kesal dan marah dari pegangan Duke yang mau menolongnya.
“Dasar sial! Huh ...” Gareth tampak bersedih dengan suara bergetar kala ia bicara. Duke terdiam melihat wajah Gareth yang seperti hend
Setelah mengantarkan Pak Dhe Halim kembali ke perusahaan tempatnya bekerja, Dion ikut dengan rombongan Arjoona dan Claire Harristian. Claire membawa Dion ke salah satu anak perusahaan Winthrop yang beroperasi di Indonesia yaitu Winthrop Electronics. Perusahaan yang dulunya pernah juga dipimpin oleh ayah Dion yaitu mendiang Steven Juliandra, kini dipegang oleh CEO baru hasil rapat pemegang saham.Dion tidak banyak bicara selama perjalanan ke kompleks perusahaan itu. Pabriknya terletak tak jauh dari sana. Perasaan Dion campur aduk saat mobil memasuki compound perusahaan elektronik itu.“Dulu Om bekerja di sini sebagai kepala teknisi,” ujar Arjoona tiba-tiba pada Dion. Dion menaikkan kedua alisnya bersamaan dan cukup kaget. Arjoona hanya tersenyum saja. Begitu pula dengan Claire.“Saya pikir Om Joona bekerja di Kim Corp ...” balas Dion. Arjoona terkekeh dan menggelengkan kepalanya. Tangannya lalu meraih tangan Claire dan menggenggamnya.
Dion masih terperangah dan seperti ingat sesuatu. Pamannya Halim pernah bertanya soal nama belakang Harristian yang tidak asing.“Nama Harristian apa ada hubungannya dengan menteri di era lama ...” Arjoona tersenyum mengangguk.“James adalah anak di luar pernikahan dari pejabat yang kamu maksud, itu sebabnya mengapa nama belakangnya resmi diberikan untuk Om karena Om juga sudah berkomitmen tidak mau memakai nama Kim dan James tidak bersedia memakai nama Harristian. Ya begitulah, kami jadi bertukar nama.” Dion membulatkan mulutnya dan mengangguk.“Oh iya, ada yang ingin ditunjukkan oleh Tante Claire sama kamu ...” Arjoona memberikan kode dengan wajahnya menunjuk ada seseorang yang mendekat. Dion pun berbalik dan Claire langsung memegang lengannya.“Ikut Tante ya!” ajak Claire pada Dion yang mengangguk sopan. Claire dan Dion berjalan lebih dulu lalu Arjoona mengikuti di belakang. Mereka masuk ke sebuah ruangan
Dion menarik napas agak dan panjang dan berat sekarang. Ia lupa bahwa sudah pernah berjanji pada Kenzi akan datang untuk melihat pialanya.“Maaf ya, Sayang. Om Dion sibuk banget belakangan ini. Nanti ya, Om lihat pialanya,” jawab Dion berusaha untuk menenangkan Kenzi.“Tapi kapan? Hari ini?”“Gak bisa hari ini ya. Nanti Om cari waktunya dulu.” Kenzi tidak menjawab dan terdengar rengekan. Ia seperti mengambek khas anak-anak tapi itu membuat Dion makin tidak enak. Bagaimana caranya menolak Kenzi? Ponsel pun kini beralih kembali pada Sisca.“Kenapa, Mas?”“Aku belum bisa menepati janji sama Kenzi mau melihat pialanya. Tolong sampaikan maafku pada dia ya.” Sisca terdengar mendengus pelan dan terdengar kecewa.“Terus besok kamu juga gak bisa datang juga ke pengadilan?” Dion sekilas mengurut kening dan memejamkan mata. Ah, mengapa jadi merasa terjebak?“Aku sudah
“Aku sudah menemui Gareth, Mas. Kak Rei ikut tapi sepertinya Gareth kecewa,” ujar Venus mulai curhat pada Dion seperti biasanya.“Kenapa?”“Kak Rei akhirnya marah dan mengusir Gareth. Dia mengancam akan melakukan kekerasan pada Gareth kalau dia berani mendekat lagi.” Dion diam dan sedikit menunduk dengan senyuman yang tersimpan. Dalam sudut hatinya, ia senang saat Rei mengambil perannya dengan baik sebagai seorang kakak.“Lalu kamu bagaimana?”“Aku sudah mengatakan pada Gareth kalau aku gak mau bertemu atau menerima apa pun darinya lagi. Aku berharap dia gak mengganggu aku lagi.”“Hmm ... aku berharap semua itu sudah berakhir ya. Semoga aku juga seperti itu ...”“Laras atau Sisca?” tebak Venus langsung membuat Dion meringis.“Kok kesannya aku ini jadi punya banyak orang yang naksir, aku kan jadi risi ... “ keluh Dion malah ditertawai oleh V
Dion masih belum bisa mencerna sepenuhnya apa yang terjadi di depannya saat ini. Kala keluarga Winthrop datang ke rumah kecilnya yang sederhana di Surabaya adalah sesuatu yang begitu di luar perkiraannya selama ini. Kini, seorang pengacara perwakilan dari Winthrop meletakkan seluruh dokumen penting berisi simpanan uang yang merupakan gaji, tunjangan, pensiun serta seluruh tabungan milik Steven Juliandra dan Anggita Pratiwi.Dion diminta untuk membaca seluruh isi dokumen yang dibuat dalam dua bahasa tersebut. Selain hak milik Steven, Winthrop juga memberikan aset kepemilikan saham dari Winthrop Corporation sesuai dengan wasiat Gerald Winthrop. Sejumlah aset seperti mobil, perhiasan juga kepemilikan properti yang merupakan hadiah Gerald untuk Steven dan Anggi.“Jumlah seluruh uang tunai yang tersimpan dalam kotak deposit di bank Royal Caramen, Inggris adalah sebesar 150.000 poundsterling atau sebesar 2,7 milyar dua ratus enam puluh lima juta rupiah. Jumlah tabungan
Kenzi begitu bersemangat memperlihatkan kamar dan mainannya pada Dion. Terlebih Dion juga ikut membawa mainan Lego yang sudah lama diinginkan oleh Kenzi. Bagai gayung bersambut, Kenzi langsung antusias.“Kenalan dulu dong sama teman-temannya Om Dion. Mereka juga Om-Om Polisi yang baik,” ujar Dion memperkenalkan Kenzi pada Jasman dan Peter. Kenzi dengan ramah bersalaman dengan keduanya.Sisca begitu bahagia melihat tawa canda Dion pada Kenzi. Ruang bermain Kenzi jadi ramai karena Jasman dan Peter juga pintar membawa diri. Tidak ada kecanggungan dari ketiganya. Sisca bahkan membawa Kevin yang baru bangun dari tidurnya untuk ikut bermain bersama Dion.“Oh, kemari Sayang! Baru bangun ya, hhmm!” Dion mencium pipi Kevin yang terlihat riang seketika bertemu Dion.Belum pernah Sisca melihat Kenzi begitu bahagia dengan seorang pria asing seperti Dion. Bahkan pada Rico sekalipun, Kenzi tidak pernah tertawa lepas seperti sekarang. Kevin juga
Ketika saatnya pamit untuk pulang, Dion berbicara sejenak pada Kenzi. Ia mungkin hanya akan kembali ke Indonesia untuk resepsi dan tinggal di Amerika bersama Venus nantinya.“Om Dion gak mau datang lagi?” tanya Kenzi begitu tahu jika Dion akan pergi.“Bukan gak mau, Sayang. Om kan sudah punya pekerjaan baru dan tempatnya di New York. Nanti kapan-kapan Kenzi ke New York, kita bisa ketemuan.” Kenzi tersenyum lalu mengangguk. Dion pun berdiri kembali untuk pamit pada Sisca.“Aku akan kirimkan undangan pernikahanku nanti. Aku harap kamu dan anak-anak bisa hadir, acaranya di Surabaya.” Air wajah Sisca sempat berubah tapi ia berusaha tersenyum.“Baik-baik ya, sampai jumpa, Sisca! Daagh ... Kenzi!” Dion melambaikan tangannya pada Kenzi dan Sisca hanya diam saja. Dion keluar dari gerbang untuk masuk ke dalam mobilnya. Satu beban sudah dilepaskan Dion sekarang tinggal satu hal lagi.***Semenjak diusir
Laras mengamuk dengan melemparkan berbagai benda yang bisa ia raih di kamarnya. Sampai salah satu kursi lantas melayang ke arah jendela dan pecah. Betapa kagetnya Dion mendengar semua keributan itu. Pak Angsana dan Bu Desna tidak berani masuk untuk menenangkan. Jika sudah seperti ini, Laras bisa melukai dirinya sendiri.“Kita harus masuk ke dalam!” tukas Dion pada Pak Angsana dan Bu Desna. Pak Angsana sontak menggelengkan kepalanya.“Itu berbahaya, Dion!”“Tapi sudah ada yang pecah di dalam!” PRANG – bunyi pecahan makin terdengar jelas disertai dengan teriakan yang tidak jelas tentang apa yang tengah dikatakan oleh Laras.“Biar saya aja yang ke dalam!” sahut Dion lagi sudah tak tahan bersikeras masuk. Pak Dhe Halim langsung menghalangi.“Jangan Dion! Nanti kalau kamu kenapa-kenapa, gimana?” tukas Pak Dhe Halim kemudian. Dion masih bersikeras dan tetap berjalan mendekati pintu kamar.
Setelah celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya, Dion masuk ke sebuah restoran mewah di kawasan Brooklyn milik chef terkenal Brema Mahendra. Restoran berbintang Michelin itu tidak sembarangan bisa dimasuki oleh orang lain kecuali pengunjung yang telah memesan tempat dan sahabat dekat si pemilik restoran.Maka ketika Dion masuk, para penguntitnya tertahan di depan. Sementara Dion bebas berjalan masuk ke dalam sampai ke area terlarang yaitu dapur. Di sana, Brema sudah menunggu dengan mejanya yang telah disiapkan untuk pertemuan mereka. Ares baru tiba beberapa saat kemudian. Ia masuk dari jalan belakang.“Apa masih ada yang mengikutimu?” tanya Brema setelah Dion duduk di kursinya.“Iya, mereka ada di luar.” Brema langsung memanggil salah satu stafnya untuk mengusir non pengunjung dan yang menguntit Dion dari lingkungan restorannya.“Jauhkan mereka dari parkiran!” perintahnya lebih lanjut.“Baik
Dengan panik, Venus masuk ke kamar mandi lalu menguncinya. Ia langsung memeriksa kulit lehernya lewat cermin dan melihat dengan jelas seperti apa bentuk bekas ciuman yang memerah di kulitnya. Dion memergoki langsung ada bekas pria lain di tubuh Venus. Seketika Venus menahan teriakan dengan membekap mulutnya sendiri.Air mata berlomba-lomba jatuh dan kakinya tidak kuat menopang berat tubuh. Venus jatuh di lantai terduduk menangisi dirinya sendiri. Sangat menyakitkan saat ia harus menyakiti Dion seperti itu. Hati Venus hancur melihat rasa kecewa di mata Dion padanya.“Mas Dion, maafin aku ... maafin aku ...” Venus merapal tanpa suara sambil meremas pakaian di dadanya.“Venus? Cinta? Tolong keluar, Sayang. Ayo kita bicara ...” terdengar suara Dion yang bergetar namun masih lembut memanggil istrinya. Dion tidak meledak marah meski ia menemukan dengan jelas pengkhianatan Venus. Namun hal itu hanya membuat Venus makin terluka.“Aku
‘Mas Dion? Mas Dion, tolong aku! Tolong, Mas ...’Seketika mata Dion terbuka dan ia kaget. Suara Venus memohon pertolongan darinya membuat ia terbangun dari mimpinya. Dion kebingungan. Ia masih berada di kamar. Bedanya ia tidak tidur di ranjang melainkan duduk di sofa dan tertidur. Di tangannya masih tersemat tasbih rosario kala ia berdoa untuk Venus.“Venus? Sayang!” panggil Dion bangun dan berjalan keliling kamar mencari Venus yang ternyata belum pulang. Hari sudah pagi namun belum ada kabar dari istrinya sama sekali. Dion mencoba kembali menghubungi Venus dan masih sama saja seperti ratusan panggilan yang ia lakukan seharian.“Gak, aku gak bisa diam saja! Aku harus cari dia.” Dion akhirnya mengambil keputusan dan keluar dari kamar. Dion kembali menanyakan pada Edward yang juga tidak kunjung mendapatkan kabar dari Venus.“Manajemennya sudah menyebarkan orang-orang mereka untuk mencari Nyonya Venus. Tapi sampai s
“Beatrice memasang banyak kamera di ruanganku dan mungkin hampir di seluruh bangunan kantor, aku gak tahu. Sekarang aku dan Kyle sedang berpura-pura gak akur untuk mengelabui dia.” Dion menjelaskan dengan detail apa yang terjadi di perusahaannya sekarang.“Kenapa gak dipecat aja, Mas?”“Aku gak akan pernah tahu siapa dalangnya kalau dia dipecat. Aku sudah memecat Kyle sehingga dia bisa menyusup. Gara-gara kamera tersembunyi itu, aku gak bisa melayani pembicaraan Venus di sana. Tapi dia malah jadi salah paham.”“Kalau sudah begini, masalah jadi lebih rumit ...” Dion mengangguk mengerti.“Beatrice ingin menyasar Venus, itu yang baru aku ketahui sekarang.” Rei mendengus panjang dan masih terus memperhatikan Dion.“Kyle bilang, Beatrice mengaku jika dia menyasar keluarga kamu dan Venus adalah korban pertamanya.” Rei makin membesarkan matanya cukup kaget mendengar hal seperti itu.
Dion berhasil masuk melewati jalan belakang ke kantor label rekaman Skylar. Ia bahkan belum kembali ke King Corp untuk mengonfirmasi perihal alarm yang dibunyikan saat kebakaran terjadi. Tujuan Dion adalah untuk bertemu dengan Rei.Rei juga telah menghubunginya tadi pagi bertanya jika ia dan Venus bertengkar. Ia tidak bicara banyak tentang apa yang terjadi. Kini Dion mulai penasaran apa yang terjadi dalam satu hari ini.“Rei, maaf aku mengganggu, aku harus bicara sama kamu.” Dion berujar sepruh berbisik pada Rei yang tengah ada di salah satu koridor di dekat ruangannya.“Mas Dion? masuk lewat mana?” Dion menarik lengan Rei agar mereka bisa berjalan bersama.“Lewat belakang. Kita ke ruangan kamu ya.” Rei mengangguk dan membukakan pintu untuk Dion. Dion sempat melihat ke semua arah sebelum ikut masuk dan menutup pintu.“Apa Venus kemari?” tanya Dion bahkan sebelum ia duduk di salah satu sofa di ujung ru
Terjadi sedikit kebakaran di area perakitan A 2.1 di dalam pabrik yang belum diketahui penyebabnya. Kebakaran itu sempat membuat panik beberapa pekerja namun dapat di atasi dengan baik. Sesuai dengan langkah pengamanan, seluruh mesin dan listrik dimatikan saat kecelakaan itu terjadi.Dion langsung bergegas melihat yang terjadi. Beberapa pekerja tengah memadamkan api dengan alat pemadam darurat sampai akhirnya api mengecil lalu hilang.“Pastikan tidak ada percikan sama sekali!” perintah Dion masih mengawasi proses tersebut. Alarm kebakaran masih berbunyi keras dan seluruh pekerja sudah di evakuasi.“Pak, ini hanya kebakaran biasa,” lapor salah satu kepala divisi yang sudah mengecek.“Apa ada ledakan?” Dion balik bertanya untuk memastikan.“Tidak ada, Pak. Aku rasa hanya ada masalah listrik!”“Pastikan semuanya aman sebelum memasukkan para pekerja kembali. Coba cek jika ada yang terluka ...
Venus tidak membantah sama sekali. Rei terus mengomel karena dirinya yang kabur begitu saja dari lokasi pemotretan. Belum lagi, ia membatalkan acara tiba-tiba sehingga penyelenggara harus merugi karena tiket yang terlanjur dijual.“Ada apa sama kamu, Ven? Kamu gak pernah kayak gini!” tukas Rei dengan ekspresi keheranan. Venus begitu ngotot mau mengakhiri kerjasama dengan beberapa penyelenggara musik.“Aku cuma ingin istirahat, Kak. Itu saja!” sahut Venus bersikeras. Ekspresinya tampak berbeda dan dia seperti tertekan.“Istirahat? Tapi kamu kan ga perlu sampai harus memutuskan kontrak enam bulan ke depan! Kamu mau istirahat selama apa sih?” Venus mendengus kesal dan rasanya ingin berteriak.“Kakak ga ngerti!” Venus makin meninggikan suaranya.“Ya mana aku ngerti kalau kamu gak memberikan penjelasannya, Baby!” DREET DREET … ponsel Venus bergetar saat ia akan mulai bicara. Venus mengin
“Love ... Cintaku! I’m home!” ucap Dion memanggil Venus dengan mesra seperti biasanya. Ia masuk ke dalam dengan sebuket bunga dan mencari istrinya. Venus ternyata berada di dekat meja makan tengah mengatur makan malamnya. Dion langsung semringah lebar melihat istrinya sudah pulang. Ia menghampiri dan memberikan bunga tersebut pada Venus.“Hei, Love ...” ucap Dion mengecup pipi Venus lalu memberikan bunga untuknya. Venus ikut tersenyum lalu membalas mengecup pipi Dion.“Wah, makan malamnya kayaknya enak,” puji Dion melihat beberapa menu yang terhidang.“Sebaiknya kamu ganti pakaian dan setelah itu kita makan malam,” ujar Venus sembari membelai dada Dion. Dion tersenyum lebar dan mengecup Venus sekali lagi sebelum ia berbalik keluar ruang makan menuju kamar. Senyuman Venus hilang terutama saat ia menoleh ke arah kamera yang terus memantaunya.Makan malam Dion dan Venus berlangsung seperti biasanya. Dion
Dion hanya duduk sesaat sambil memandang meja kosong di depannya. Pandangannya menoleh pada seisi ruangan. Semua sudah beranjak pergi dan sebuah suara kini ikut memanggil.“Dion, ayo!” Ares memanggil Dion yang kemudian mengangguk. Dion beranjak dari kursinya ikut pergi bersama Ares dan seluruh sahabatnya yang lain.“Bagaimana sekarang?” tanya Dion pada Rei dan Ares yang masuk satu lift dengannya. Di dalamnya juga ada Cass, Brema serta Devon.“Ayahku masih marah. Aku tidak menyarankan untuk bicara dengannya sekarang. Pengakuan Andy benar-benar membuat dia syok,” ujar Rei kemudian.“Apa kamu tahu soal itu?” celetuk Brema kemudian.“Tidak, dia tidak tahu. Yang tahu hanya aku, Jupiter dan Aldrich!” aku Ares dengan nada rendah. Rei sontak menoleh pada Ares yang juga melirik padanya.“Kenapa kamu tidak cerita padaku Ares?”“Untuk apa? kamu akan membunuh Andy begit