Share

Posesif

last update Last Updated: 2025-02-26 03:57:53

Sejak percakapan itu, Alfa berubah. Tidak lagi sekadar dingin dan misterius, tapi lebih dari itu—ia menjadi seseorang yang selalu ada di sekitar Alana, dalam jarak yang cukup dekat untuk membuatnya sadar, tapi cukup jauh untuk tetap terasa asing.

Pagi itu, Alana baru saja tiba di sekolah saat Bianca menepuk pundaknya dengan ekspresi penuh arti.

“Kayaknya lo harus denger sesuatu,” ujar Bianca sambil menarik Alana ke bangku taman sekolah.

Alana menghela napas. “Tentang apa?”

“Alfa.”

Jantung Alana berdegup sedikit lebih cepat. “Kenapa dengan dia?”

Bianca melirik ke arah lapangan, di mana Alfa berdiri dengan posisi santai, tangannya di saku celana, sementara matanya mengamati sesuatu.

Atau lebih tepatnya, mengamati seseorang.

Darel.

Alana mengikuti arah pandangan Bianca dan baru menyadari betapa intensnya tatapan Alfa. Darel yang berdiri bersama beberapa teman sekelasnya tampak tidak menyadari keberadaan Alfa, tapi ada sesuatu dalam cara Alfa menatap yang membuat bulu kuduk Alana berdiri.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tersimpan dalam Diam   Tersimpan dalam Diam

    Pagi itu, suasana sekolah tidak jauh berbeda dari biasanya. Koridor ramai oleh siswa yang saling bercanda, beberapa berjalan santai, sementara yang lain tergesa-gesa menuju kelas. Suara langkah kaki bercampur dengan obrolan riuh, menciptakan latar belakang yang biasa bagi Alana setiap pagi. Namun, di tengah semua itu, ada satu hal yang selalu ia cari. Tatapannya melayang tanpa tujuan yang jelas, meski hatinya sudah tahu siapa yang sedang ia cari. Dan seperti sudah menjadi rutinitas, sosok itu berdiri di tempat yang hampir selalu sama setiap pagi—di depan kelasnya, bersandar santai di kusen pintu dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Alfa Raynard. Pria itu seperti pusat gravitasi kecil di sekolah ini—tidak pernah berusaha menarik perhatian, tapi tetap menjadi sorotan. Bukan tipe yang banyak bicara, tapi selalu terlihat mencolok dalam kesunyiannya. Rambut hitamnya sedikit berantakan, tapi tetap terlihat keren, seolah ia baru bangun tidur dan tidak peduli dengan pen

    Last Updated : 2025-02-25
  • Tersimpan dalam Diam   Semua Tentang Hati

    Keesokan harinya, Alana berdiri di depan cermin kamarnya, menatap refleksi dirinya dengan tatapan kosong. Seragam putih abu-abunya sudah rapi, rambutnya dikuncir kuda seperti biasa, tapi ada sesuatu dalam matanya yang tidak bisa ia sembunyikan—keraguan.Ia menarik napas dalam-dalam. Namun, bayangan kemarin sore masih terpatri jelas di kepalanya. Kirana berdiri di samping Alfa, tersenyum dan berbicara seolah tidak ada jarak di antara mereka.Dan Alfa? Dia tetap sama. Tenang, cuek, tapi tidak menjauh.Pikiran itu membuat hatinya kembali terasa berat, tetapi ia segera menggeleng, berusaha mengusirnya. Ia tidak ingin mengawali harinya dengan mood yang buruk hanya karena sesuatu yang bahkan belum ia ketahui kebenarannya.Setelah memastikan semuanya siap, Alana turun ke lantai bawah dan berpamitan pada ibunya sebelum melangkah keluar rumah. Bianca sudah menunggunya di depan gang, seperti biasa."Udah siap?" tanya Bianca, mengayunkan tasnya ke bahu."Siap apanya?" Alana mengerutkan kening.

    Last Updated : 2025-02-26
  • Tersimpan dalam Diam   Jarak yang Tak Terlihat

    Pagi menjelma dalam pendar keemasan, menyeruak melalui tirai yang sedikit terbuka. Udara dingin masih membekas di dinding kamar, menyisakan jejak malam yang belum sepenuhnya pergi. Seperti biasa, alarm berbunyi nyaring, tetapi Alana hanya menatapnya tanpa niat untuk segera bangun.Pagi datang terlalu cepat. Atau mungkin, ia yang terlalu enggan menghadapi hari.Dengan gerakan malas, ia meraih ponsel di meja kecil di samping tempat tidur. Layarnya menyala, menampilkan notifikasi grup kelas yang hanya berisi diskusi tugas dan candaan receh. Tidak ada pesan istimewa, tidak ada sesuatu yang benar-benar ia tunggu.Ia meletakkan kembali ponselnya, lalu menatap langit-langit kamar. Sekali lagi, ia terjebak dalam rutinitas yang sama.Hari yang sama. Sekolah yang sama. Perasaan yang… masih tetap sama.***Langkah kaki Alana bergema pelan di lorong sekolah. Sepatu hitamnya menyentuh lantai dengan ritme yang tak berubah, seirama dengan debaran jantungnya yang sejak tadi terasa lebih kencang dari

    Last Updated : 2025-02-26
  • Tersimpan dalam Diam   Antara Logika dan Perasaan

    Rapat pertama kepengurusan OSIS berjalan lebih lambat dari yang Alana harapkan. Ia tidak tahu apakah ini karena pikirannya yang terlalu penuh atau karena ruangan ini memang dipenuhi orang-orang yang terlalu sibuk dengan pikiran mereka sendiri.Ia duduk di kursinya dengan punggung tegang, tangannya menggenggam pulpen yang belum sekalipun ia gunakan untuk mencatat. Suaranya hampir tidak terdengar sepanjang rapat, sementara yang lain mulai membicarakan program kerja dan tanggung jawab masing-masing.Di sisi lain meja, Alfa duduk dengan sikap yang jauh lebih santai. Sikunya bertumpu di atas meja, tangan kirinya menyangga dagu, matanya memperhatikan orang-orang di ruangan itu seolah ia sedang menilai mereka satu per satu.Tidak banyak yang berubah dari Alfa sejak ia resmi menjadi Ketua OSIS. Ia masih dingin, masih sulit ditebak, dan masih… terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja memegang jabatan besar."Alfa, lo ada tambahan buat rapat hari ini?"Suara sekretaris OSIS membuyarkan lam

    Last Updated : 2025-02-26
  • Tersimpan dalam Diam   Resonansi Tanpa Suara

    Hujan telah reda, meninggalkan jejak embun di jendela dan aroma tanah basah yang masih tertinggal di udara. Matahari sore mengintip malu-malu dari balik awan, seakan ragu untuk kembali bersinar penuh.Di sudut perpustakaan yang sepi, Alana duduk dengan buku terbuka di depannya. Namun, pikirannya tidak sepenuhnya berada di halaman yang ia baca. Matanya sesekali melirik ke arah sosok yang duduk di seberangnya—Alfa.Cowok itu jarang sekali terlihat di perpustakaan. Tapi hari ini, entah mengapa, dia ada di sini.Lebih mengejutkan lagi, dia yang lebih dulu menarik kursi di depannya, meletakkan bukunya di meja, lalu tanpa basa-basi mulai membaca. Seolah ini adalah hal biasa bagi mereka berdua.Padahal tidak.Alana mencoba mengabaikan perasaan aneh yang menyelusup di dadanya dan kembali fokus pada buku. Tapi, keheningan ini terasa berbeda.Biasanya, kehadiran Alfa di dekatnya akan dipenuhi dengan ketidakpedulian. Tapi kali ini, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang lebih halus, lebih tak kasat

    Last Updated : 2025-02-26
  • Tersimpan dalam Diam   Sorot Mata yang Tak Terbaca

    Langit sore mulai berwarna jingga keemasan ketika bel pulang sekolah berbunyi, menandakan akhir dari hari yang panjang. Alana mengemasi buku-bukunya dengan gerakan santai, menikmati suara gaduh khas kelas yang mulai kosong. Beberapa teman sekelasnya sudah berhamburan keluar, meninggalkan deretan meja yang mulai lengang.Saat ia hendak memasukkan ponselnya ke dalam tas, sebuah suara yang familiar menghentikan gerakannya."Alana, bentar."Alana menoleh dan menemukan Darel—salah satu teman sekelasnya—berdiri di dekat mejanya dengan ekspresi santai. Rambutnya sedikit berantakan, tapi senyumnya tetap terukir jelas di wajahnya."Lo sibuk nggak nanti sore?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.Alana mengernyit, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Kenapa?"Darel mengangkat bahunya dengan ringan. "Gue butuh bantuan lo buat ngerjain tugas Matematika. Lo kan jago di pelajaran itu. Kalau lo ada waktu, mungkin kita bisa ngerjain bareng di kafe depan sekolah?"Alana berpikir sejenak. Ia memang

    Last Updated : 2025-02-26
  • Tersimpan dalam Diam   Jarak yang Tercipta

    Alana selalu percaya bahwa perasaan adalah sesuatu yang bisa dikendalikan. Bahwa jika ia memutuskan untuk tidak peduli, maka seharusnya semuanya akan baik-baik saja. Namun, kenyataan tidak pernah sesederhana itu.Sejak pertemuan di mal beberapa hari lalu, sejak tatapan mereka bertemu dan ia memilih untuk berbalik tanpa satu kata pun, ada sesuatu yang berubah. Tidak hanya dalam dirinya, tetapi juga dalam cara ia menghadapi Alfa.Ia mulai menjaga jarak.Bukan dalam bentuk sikap yang mencolok, melainkan dalam hal-hal kecil yang mungkin tidak disadari orang lain.Jika biasanya ia akan mencari sosok Alfa di antara kerumunan tanpa sadar, kini ia menahan diri. Jika biasanya ia akan membiarkan pandangan mereka bertemu meski hanya sepersekian detik, kini ia memilih untuk mengalihkan mata lebih cepat.Ia tidak ingin lagi terjebak dalam kebingungan yang sama. Tidak ingin mencari jawaban yang mungkin tidak pernah ada.Dan yang paling penting, ia tidak ingin merasakan perasaan yang sama setiap kal

    Last Updated : 2025-02-26

Latest chapter

  • Tersimpan dalam Diam   Posesif

    Sejak percakapan itu, Alfa berubah. Tidak lagi sekadar dingin dan misterius, tapi lebih dari itu—ia menjadi seseorang yang selalu ada di sekitar Alana, dalam jarak yang cukup dekat untuk membuatnya sadar, tapi cukup jauh untuk tetap terasa asing.Pagi itu, Alana baru saja tiba di sekolah saat Bianca menepuk pundaknya dengan ekspresi penuh arti.“Kayaknya lo harus denger sesuatu,” ujar Bianca sambil menarik Alana ke bangku taman sekolah.Alana menghela napas. “Tentang apa?”“Alfa.”Jantung Alana berdegup sedikit lebih cepat. “Kenapa dengan dia?”Bianca melirik ke arah lapangan, di mana Alfa berdiri dengan posisi santai, tangannya di saku celana, sementara matanya mengamati sesuatu.Atau lebih tepatnya, mengamati seseorang.Darel.Alana mengikuti arah pandangan Bianca dan baru menyadari betapa intensnya tatapan Alfa. Darel yang berdiri bersama beberapa teman sekelasnya tampak tidak menyadari keberadaan Alfa, tapi ada sesuatu dalam cara Alfa menatap yang membuat bulu kuduk Alana berdiri.

  • Tersimpan dalam Diam   Jarak yang Tercipta

    Alana selalu percaya bahwa perasaan adalah sesuatu yang bisa dikendalikan. Bahwa jika ia memutuskan untuk tidak peduli, maka seharusnya semuanya akan baik-baik saja. Namun, kenyataan tidak pernah sesederhana itu.Sejak pertemuan di mal beberapa hari lalu, sejak tatapan mereka bertemu dan ia memilih untuk berbalik tanpa satu kata pun, ada sesuatu yang berubah. Tidak hanya dalam dirinya, tetapi juga dalam cara ia menghadapi Alfa.Ia mulai menjaga jarak.Bukan dalam bentuk sikap yang mencolok, melainkan dalam hal-hal kecil yang mungkin tidak disadari orang lain.Jika biasanya ia akan mencari sosok Alfa di antara kerumunan tanpa sadar, kini ia menahan diri. Jika biasanya ia akan membiarkan pandangan mereka bertemu meski hanya sepersekian detik, kini ia memilih untuk mengalihkan mata lebih cepat.Ia tidak ingin lagi terjebak dalam kebingungan yang sama. Tidak ingin mencari jawaban yang mungkin tidak pernah ada.Dan yang paling penting, ia tidak ingin merasakan perasaan yang sama setiap kal

  • Tersimpan dalam Diam   Sorot Mata yang Tak Terbaca

    Langit sore mulai berwarna jingga keemasan ketika bel pulang sekolah berbunyi, menandakan akhir dari hari yang panjang. Alana mengemasi buku-bukunya dengan gerakan santai, menikmati suara gaduh khas kelas yang mulai kosong. Beberapa teman sekelasnya sudah berhamburan keluar, meninggalkan deretan meja yang mulai lengang.Saat ia hendak memasukkan ponselnya ke dalam tas, sebuah suara yang familiar menghentikan gerakannya."Alana, bentar."Alana menoleh dan menemukan Darel—salah satu teman sekelasnya—berdiri di dekat mejanya dengan ekspresi santai. Rambutnya sedikit berantakan, tapi senyumnya tetap terukir jelas di wajahnya."Lo sibuk nggak nanti sore?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.Alana mengernyit, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Kenapa?"Darel mengangkat bahunya dengan ringan. "Gue butuh bantuan lo buat ngerjain tugas Matematika. Lo kan jago di pelajaran itu. Kalau lo ada waktu, mungkin kita bisa ngerjain bareng di kafe depan sekolah?"Alana berpikir sejenak. Ia memang

  • Tersimpan dalam Diam   Resonansi Tanpa Suara

    Hujan telah reda, meninggalkan jejak embun di jendela dan aroma tanah basah yang masih tertinggal di udara. Matahari sore mengintip malu-malu dari balik awan, seakan ragu untuk kembali bersinar penuh.Di sudut perpustakaan yang sepi, Alana duduk dengan buku terbuka di depannya. Namun, pikirannya tidak sepenuhnya berada di halaman yang ia baca. Matanya sesekali melirik ke arah sosok yang duduk di seberangnya—Alfa.Cowok itu jarang sekali terlihat di perpustakaan. Tapi hari ini, entah mengapa, dia ada di sini.Lebih mengejutkan lagi, dia yang lebih dulu menarik kursi di depannya, meletakkan bukunya di meja, lalu tanpa basa-basi mulai membaca. Seolah ini adalah hal biasa bagi mereka berdua.Padahal tidak.Alana mencoba mengabaikan perasaan aneh yang menyelusup di dadanya dan kembali fokus pada buku. Tapi, keheningan ini terasa berbeda.Biasanya, kehadiran Alfa di dekatnya akan dipenuhi dengan ketidakpedulian. Tapi kali ini, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang lebih halus, lebih tak kasat

  • Tersimpan dalam Diam   Antara Logika dan Perasaan

    Rapat pertama kepengurusan OSIS berjalan lebih lambat dari yang Alana harapkan. Ia tidak tahu apakah ini karena pikirannya yang terlalu penuh atau karena ruangan ini memang dipenuhi orang-orang yang terlalu sibuk dengan pikiran mereka sendiri.Ia duduk di kursinya dengan punggung tegang, tangannya menggenggam pulpen yang belum sekalipun ia gunakan untuk mencatat. Suaranya hampir tidak terdengar sepanjang rapat, sementara yang lain mulai membicarakan program kerja dan tanggung jawab masing-masing.Di sisi lain meja, Alfa duduk dengan sikap yang jauh lebih santai. Sikunya bertumpu di atas meja, tangan kirinya menyangga dagu, matanya memperhatikan orang-orang di ruangan itu seolah ia sedang menilai mereka satu per satu.Tidak banyak yang berubah dari Alfa sejak ia resmi menjadi Ketua OSIS. Ia masih dingin, masih sulit ditebak, dan masih… terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja memegang jabatan besar."Alfa, lo ada tambahan buat rapat hari ini?"Suara sekretaris OSIS membuyarkan lam

  • Tersimpan dalam Diam   Jarak yang Tak Terlihat

    Pagi menjelma dalam pendar keemasan, menyeruak melalui tirai yang sedikit terbuka. Udara dingin masih membekas di dinding kamar, menyisakan jejak malam yang belum sepenuhnya pergi. Seperti biasa, alarm berbunyi nyaring, tetapi Alana hanya menatapnya tanpa niat untuk segera bangun.Pagi datang terlalu cepat. Atau mungkin, ia yang terlalu enggan menghadapi hari.Dengan gerakan malas, ia meraih ponsel di meja kecil di samping tempat tidur. Layarnya menyala, menampilkan notifikasi grup kelas yang hanya berisi diskusi tugas dan candaan receh. Tidak ada pesan istimewa, tidak ada sesuatu yang benar-benar ia tunggu.Ia meletakkan kembali ponselnya, lalu menatap langit-langit kamar. Sekali lagi, ia terjebak dalam rutinitas yang sama.Hari yang sama. Sekolah yang sama. Perasaan yang… masih tetap sama.***Langkah kaki Alana bergema pelan di lorong sekolah. Sepatu hitamnya menyentuh lantai dengan ritme yang tak berubah, seirama dengan debaran jantungnya yang sejak tadi terasa lebih kencang dari

  • Tersimpan dalam Diam   Semua Tentang Hati

    Keesokan harinya, Alana berdiri di depan cermin kamarnya, menatap refleksi dirinya dengan tatapan kosong. Seragam putih abu-abunya sudah rapi, rambutnya dikuncir kuda seperti biasa, tapi ada sesuatu dalam matanya yang tidak bisa ia sembunyikan—keraguan.Ia menarik napas dalam-dalam. Namun, bayangan kemarin sore masih terpatri jelas di kepalanya. Kirana berdiri di samping Alfa, tersenyum dan berbicara seolah tidak ada jarak di antara mereka.Dan Alfa? Dia tetap sama. Tenang, cuek, tapi tidak menjauh.Pikiran itu membuat hatinya kembali terasa berat, tetapi ia segera menggeleng, berusaha mengusirnya. Ia tidak ingin mengawali harinya dengan mood yang buruk hanya karena sesuatu yang bahkan belum ia ketahui kebenarannya.Setelah memastikan semuanya siap, Alana turun ke lantai bawah dan berpamitan pada ibunya sebelum melangkah keluar rumah. Bianca sudah menunggunya di depan gang, seperti biasa."Udah siap?" tanya Bianca, mengayunkan tasnya ke bahu."Siap apanya?" Alana mengerutkan kening.

  • Tersimpan dalam Diam   Tersimpan dalam Diam

    Pagi itu, suasana sekolah tidak jauh berbeda dari biasanya. Koridor ramai oleh siswa yang saling bercanda, beberapa berjalan santai, sementara yang lain tergesa-gesa menuju kelas. Suara langkah kaki bercampur dengan obrolan riuh, menciptakan latar belakang yang biasa bagi Alana setiap pagi. Namun, di tengah semua itu, ada satu hal yang selalu ia cari. Tatapannya melayang tanpa tujuan yang jelas, meski hatinya sudah tahu siapa yang sedang ia cari. Dan seperti sudah menjadi rutinitas, sosok itu berdiri di tempat yang hampir selalu sama setiap pagi—di depan kelasnya, bersandar santai di kusen pintu dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Alfa Raynard. Pria itu seperti pusat gravitasi kecil di sekolah ini—tidak pernah berusaha menarik perhatian, tapi tetap menjadi sorotan. Bukan tipe yang banyak bicara, tapi selalu terlihat mencolok dalam kesunyiannya. Rambut hitamnya sedikit berantakan, tapi tetap terlihat keren, seolah ia baru bangun tidur dan tidak peduli dengan pen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status