Gelap, sesak dan berdebu. Lorong panjang berbatu dengan begitu banyak bangkai binatang dan sarang laba-laba di langit-langit membuat lantai lima puluh dua ini menjadi yang terburuk dari setiap lantai yang sudah pernah diinjak oleh Raka. Pencahayaan hanya berasal dari obor api yang menyala tidak begitu terang di sepanjang lorong. Lebar dari lorong tersebut hanya sekitar lima meter dan tingginya sekitar dua setengah meter. Tidak ada jalan pintas atau lorong rahasia di dinding batu berukir, yang terlihat hanyalah jalan setapak lurus saja. "Energi di dalam sini begitu sesak. Entah apa kalian merasakannya atau tidak, tapi lorong panjang ini seperti ditekan oleh energi tertentu," pikir Rara Kencana. "Hawa kegelapan menyelimuti lorong ini. Meskipun aku bukan lagi iblis, namun aku masih bisa merasakan pekatnya energi para iblis. Dan energi di lorong ini lebih pekat dari aula di Angarakasu," ucap Indrajit. "Sebaiknya kita terus jalan. Aku ingin menyelesaikan lantai ini sebelum makan malam,
"Sial!" Raka kecolongan. Tepat di samping kirinya, iblis Mohasa berdiri tegak dengan melepaskan senyum lebar dan tatapan mata menyeruak keluar seakan dirinya benar-benar puas akan apa yang sedang ia lakukan. Darah segar mengucur dari dada Khrisna. Mantan ketua dari pemilik klan tersebut hanya bisa terbelalak ketika tangan kotor berwarna hitam pekat menusuk jantungnya. SRAK!!!Mohasa menarik jantung dari Khrisna dan meremasnya begitu kuat hingga hancur berantakan. AAAAAARRRHHHH!!!JRAAK!!!Sisa-sisa dari jantung itu berceceran di lantai berbatu. Darah segar menggenang dan dengan cepat, iblis Mohasa melirik ke arah Ki Joko Gendeng yang berada di sebelah kanannya. Ia menghunuskan kembali tangannya dan gendak menusuk dada pria tua itu. "Indrajit!" Raka berteriak cepat. Ia segera berpindah tempat dengan membawa dua wanita dan tubuh Aji Pamungkas. Sedangkan Indrajit yang bergerak secepat cahaya pun langsung menarik tubuh Ki Joko Gendeng dan Jaka Tira untuk menghindari serangan iblis i
Serangan Mohasa berhasil melukai tubuh Raka. SLASH!!!Gelapnya aula besar dari kuil raja iblis membuat Mohasa bisa melancarkan serangan tak terduga dari berbagai titik buta. Indrajit bahkan tidak bisa memperkirakan datangnya serangan. Begitu pekat energi yang menyelimuti aula besar nan gelap itu. Seakan energinya bercampur dengan kegelapan itu sendiri. "Kau tidak apa-apa?" Tanya Indrajit. "Gunakan segel pelindung empat penjuru! Aku akan memperkuatnya dari dalam!" Seru Raka. Indrajit segera menciptakan teknik cahaya berupa empat pilar agung yang terdiri dari empat dewa penguasa empat arah mata angin yang tercipta dari energi cahaya miliknya. Pilar tersebut berada di sekeliling Raka dan memiliki jarak panjang di setiap sisinya sekitar lima meter. Perlahan lapisan pelindung berwarna bening keemasan mulai menyelimuti Raka dan Ki Demang. "Ki Demang topang teknik ini. Aku akan memberika
Dari telapak tangan Raka yang diletakkan di dada iblis itu, keluar seberkas cahaya dari gabungan energi berwarna hijau lumut dan biru tua. Cahaya tersebut melubangi tubuh iblis wanita itu dan membesar hingga menghapus secara menyeluruh tubuh Mohasa. Sinar dari cahaya tersebut berpendar berkali-kali dan begitu terang hingga membuat setengah bagian aula raja iblis Mohasa menjadi berwarna putih terang. "Saatnya menggunakan rencana tahap ketiga," ungkap Raka. Pemuda itu menjalankan kembali waktu yang berhenti. Raka juga menghilangkan bola waktu yang melindungi tubuh kedua temannya. "Apa kau yakin akan menggunakan teknik itu lagi?" Teriak Indrajit dari kejauhan. "Aku harus melakukannya. Saat ini, rencana itu adalah satu-satunya cara agar kita bisa menghemat waktu dan tenaga untuk melawan pamanmu," ungkap Raka. Ia memulainya. Setelah meminjam satu biji tasbih Wektu Alam dan menggunakannya untuk menciptakan jubah Wektu Parwa, lalu ia menggunakan empat puluh biji tasbih lagi untuk menop
Padang rumput nan hijau yang membentang di lantai sembilan puluh satu terlihat begitu sejuk dan indah di sepanjang mata memandang. Hanya sedikit pepohonan yang berdiri di pinggiran padang rumput yang luasnya kira-kira hampir delapan puluh persen dari luas lantai itu. Ketika Raka dan yang lainnya sedang menikmati istirahat mereka, semilir angin yang membawa aura energi asing menyapa ketiganya. Aura energi ini memiliki aroma yang begitu kuat. Indrajit yang tengah tertidur di kasur lipat yang digelar di atas tanah, sampai membuka kedua matanya. "Pekat dan menusuk, apa yang terjadi? Apa ini aura dari energi iblis?" Pikir Indrajit dalam hatinya. Ia tidak melihat apa pun sepanjang matanya memandang. Seakan aura itu disamarkan oleh pemandangan indah yang terbentang begitu indah. Namun tiba-tiba, embusan udara berubah seketika. "Apa yang terjadi?! Se–sesak sekali!" Indrajit merasa dirinya kesulitan untuk bernapas. "Auranya semakin kuat dan membuat tubuhku seakan bergidik!" Entah kenapa,
Pasukan tersebut berbentuk seperti para prajurit perang Eropa pada abad pertengahan yang masih menggunakan baju zirah dan penutup kepala dari besi. Namun tinggi tubuh mereka sekitar dua meter setengah, dan tubuhnya lebih besar dari manusia normal. Zirah yang mereka gunakan berasal dari logam terkuat di neraka, yaitu Sivantum. Dari sela-sela lubang di helm mereka terpancar dua sorot mata berwarna merah tua menyala. Mereka dilengkapi dengan sepasang sayap berwarna merah tua dan bentuknya seperti sayap seekor burung. Di tangan kanannya terdapat perisai berbentuk lingkaran berdiameter satu meter. Dan tangan kirinya terdapat pedang panjang dengan lebar bilah yang lumayan besar. Sebagian dari mereka melayang dan sebagian lagi mendarat. Semuanya berkumpul dan membentuk kubah pasukan untuk menyergap Raka dan Indrajit. "Serius?! Kita harus melawan mereka semua?" Raka tidak habis pikir. "Mereka menggunakan zirah Sivantum! Ingatlah! Mainan dari duniamu tidak bisa memotong mereka! Kau harus
"Di mana ini?" Raka melihat sekelilingnya. Semuanya hanyalah dinding berbatu. Ia berada di tengah-tengah arena besar dan luas berbentuk seperti tabung yang melebar. Di atasnya ada langit-langit yang memiliki ukiran aneh. "Ini seperti dimensi lain. Apa ini salah satu dimensi dari kunci perak iblis itu?" Pikir Indrajit. "Berhati-hatilah! Ia pasti sedang merencanakan sesuatu," pikir Raka. Tidak lama berselang, hologram dari Agisa Mohaka muncul di pinggir arena. Ia tengah duduk di singgasana yang terbuat dari emas dan permata. Meski pun hanyalah hologram atau bayangan dirinya saja, namun pancaran energi dari iblis itu begitu kuat. "Selamat datang di arena penjara Tartarus! Penjara keabadian bagi tawanan yang bersalah!" Ungkap iblis itu. "Kau tidak ikut bermain di dalam sini? Cih! Itu mengecewakan!" Sindir Indrajit dengan nada mengejek. "Tentu aku akan ikut bermain. Karena aku sudah mempersiapkan sesuatu hal yang menarik untuk kalian mainkan!" Agisa Mohaka tersenyum begitu lebar. D
Para raja iblis tersebut membentuk formasi seperti sebuah kubah raksasa yang mengerubungi mereka berdua. Semua raja iblis itu mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke arah Raka dan Indrajit. Satu perintah mutlak yang telah diucapkan oleh Agisa Mohaka menjadi pemicu terciptanya bola energi berwarna hitam pekat sebesar tubuh orang dewasa tepat di ujung telapak tangan masing-masing raja iblis itu. "Hancurkan tubuh mereka semua!" Teriak Agisa Mohaka. "Apa ia gila?! Ada lebih dari lima puluh bola energi berkekuatan tinggi! Satu bola energi saja setara dengan sepuluh kali lipat bola energi yang pernah aku ciptakan ketika menghancurkan kediaman iblis dulu!" Ungkap Indrajit. "Kita tidak punya waktu untuk meladeni mereka semua! Apa tidak ada cara untuk mengeliminasi semuanya?" Raka bertanya dalam hatinya. Dengan cepat, seluruh raja iblis menembakkan masing-masing bola energi dari tangannya. Mereka semua melesak cepat ke arah keduanya. PIUH!!!"Bila kita hancurkan, mereka semua akan mel