"Lanjutkan apa yang kau ucapkan di dalam tadi!" Tunjuk ketua perkumpulan. Ia berdiri tepat di hadapan Raka dan para kumpulan pendekar yang tengah berkumpul di depan bangunan sidang. Para ketua klan pendekar mengitari keduanya dengan memberi ruang berdiameter tiga puluh meter. Terlihat Jaka Tira masih menggunakan tudungnya untuk menyembunyikan identitasnya. "Astaga, kenapa bisa menjadi seperti ini?!" Jaka Tira merasa khawatir dan cemas. Ia takut bila Raka malah mati ditangan ketua perkumpulan. "Kalian adalah orang-orang terpilih yang memiliki kekuatan jauh lebih besar dari pada para manusia lainnya di Yawadwipa. Dan kalian menciptakan klan serta perkumpulan ini untuk menunjang keahlian kalian, bukan?" Ucap Raka. "Itu benar, lalu?" Ketua perkumpulan menatap Raka. "Tugas mereka yang memiliki kekuatan untuk melindungi yang lemah. Karena seiring adanya kekuatan, maka disitu ada pula tanggung jawab yang besar." Raka sampai mengutip salah satu quote dari film kesukaannya. "Karena itu,
"Kau bisa menghindar?!" Ketua perkumpulan menoleh ke arah Raka yang menghindari serangannya ke arah kiri. Pemuda itu tersenyum sambil menatap ke arah lengan tangan milik ketua perkumpulan yang terputus darln jatuh perlahan ke bawah. AAAARGH!!!Pria besar itu menjerit sambil memegangi bagian lengannya yang terputus. Darah segar mengalir ke bawah hingga menggenangi jalanan kota. Ia tidak menyangka bila tangannya bisa menjadi seperti itu. Beberapa detik yang lalu, ia hanya mengingat bila dirinya meninju wajah bocah di depannya. Jaka Tira yang berada begitu dekat dengan mereka berdua pun hanya bisa terbelalak dengan mulut melongo. Ia melirik ke arah Raka yang tampak senang dengan perbuatannya. "Apa yang terjadi? Apa yang kau lakukan!" Jaka Tira bertanya dengan membentaknya. "Beberapa detik sebelum tinjunya mengenai wajahku, aku menggunakan pedangku untuk memotong lengannya," ungkap Raka. "Pedang apa?! Aku tidak melihat kau sedang memegang sebuah pedang!" Ucap Jaka Tira. Tanpa rasa
"Tolong jangan bilang apa-apa ke mereka bertiga," ucap Raka. "Itu tergantung dari apakah mereka begitu bodoh untuk tidak mengetahui tentang apa yang terjadi di pusat kota," ungkap Jaka Tira. Malam telah berubah menjadi pagi. Mentari pun bersinar terang di ufuk timur. Akhirnya, keduanya memilih untuk kembali ke kuil surga. Namun ketika hendak memasuki gerbang utama dari kuil, Raka dikejutkan dengan begitu banyak pendeta yang keluar dengan tergesa-gesa. Lebih dari puluhan orang yang berlarian menuju ke suatu tempat. "Apa yang terjadi? Kenapa banyak yang keluar dari kuil? Apa ada festival atau perayaan?" Tanya Raka yang tampak bingung. "Kurasa tidak ada perayaan atau festival apa pun." Jaka Tira pun merasa bingung. Ia menarik salah satu pendeta muda yang berjalan tepat di depannya. Raut wajah pendeta muda itu terlihat begitu tegang. "Tunggu, apa yang terjadi? Kalian hendak ke mana?" Tanya Jaka Tira. "Kakak, apa kau tidak tahu? Gelombang bencana terlihat di barat kota Jakatira. Saat
Para penduduk yang mendiami bagian barat kota segera berlarian untuk menyelamatkan diri mereka. Banyak sekali yang membawa barang-barang seperti pakaian dan ternak. Suara dentuman dan jeritan dari luar dinding kota pun terdengar bagaikan melodi kematian. Banyak anak kecil yang terus menangis. Begitu juga mereka yang telah tua seluruhnya berdoa langsung ke Yang Maha Kuasa untuk meminta pertolongan. Para pendekar pun terlihat membantu para warga untuk mengungsi ke sisi timur kota Jakatira. "Jaka! Aku akan membantu. Apa kau bisa membawaku keluar dari dinding kota!" Teriak Raka dari kejauhan. Ia menghampiri Jaka Tira dengan menggunakan kudanya. Raka mendengar begitu banyak jeritan dan teriakan auman para iblis dari luar dinding. "Apa yang kau lakukan?! Cepat kembali! Kau tidak bisa keluar dari dinding!" Jaka Tira melarang pemuda itu untuk tetap pergi keluar dinding. "Aku harus membunuh iblis itu! Ada hal yang harus aku penuhi tentang misiku agar aku bisa kembali ke duniaku!" Ungkap R
SERANG!!!Perintah telah diberikan. Seluruh pendekar dari berbagai klan maju menyerang barisan iblis tengkorak dan iblis bersayap. Dan beberapa ketua klan pendekar dari sembilan naga suci dan mereka yang berasal dari klan pendekar terlemah pun juga ikut menyerang. Ratusan ribu iblis melawan dua ribu pendekar yang tergabung dari beberapa klan. Ayunan berbagai senjata dan tangan kosong yang diselimuti oleh teknik khusus pun terlihat dari berbagai sudut medan perang. Ketua perkumpulan pun menggunakan teknik guntur merah yang menyelimuti tubuhnya. Ia melesak secepat kilat dan menebas kepala iblis-iblis itu menggunakan ayunan telapak tangan yang dirapatkan. Dyah Lokapala, Jaka Tira dan Ki Joko Gendeng pun ikut serta dalam penyerangan itu. Mereka saling membantu sama lain dan saling menjaga posisi agar para iblis tidak ada yang menyerang dari belakang. "Jaka! Tembak!" Teriak Ki Joko Gendeng yang menghentakkan tongka
Ki Demang membeberkan beberapa kemampuan tambahan yang bisa dipilih oleh Raka. Kemampuan tersebut dapat ditingkatkan dengan membunuh para iblis dengan jumlah tertentu. Yang pertama ada kemampuan untuk penyembuhan dengan menggunakan energi alam sebagai bahan bakarnya. Sedangkan pilihan kemampuan yang kedua adalah penggunaan senjata tingkat Dewata, di mana pengguna bisa memilih jenisnya. "Apa hanya dua itu?" Tanya Raka. "Masih ada lagi," ungkap Ki Demang. Kemampuan untuk menguasai elemen tambahan yang dapat dipilih, seperti api, air, bumi, udara, logam, tumbuhan, cahaya, kegelapan atau pun ruang dan waktu. Semua kekuatan itu bisa ditingkatkan hingga mencapai level maksimal, yaitu seratus. "Lalu ada apa lagi?" Tanya Raka. Ia masih sibuk membabat habis para iblis tengkorak dan iblis bersayap di sekitar dirinya bersama para drone yang dipimpin oleh A.I. bernama Odeth. "Ini adalah kemampuan personal dengan menggunakan mata. Kau bisa memilih kemampuan mata yang mampu melihat masa depa
Kemampuan tambahan yang telah dipilihnya bukan hanya membuat Raka mampu mengendalikan elemen ruang dan waktu, namun ia juga mendapatkan kemampuan untuk mengekstrak lebih energi yang ada di alam. Dengan begitu, tubuhnya yang semula hanyalah manusia biasa telah berubah menjadi tubuh seorang pendekar. Saat ini ia memiliki pasokan tenaga dalam yang lumayan besar. Meski pun masih belum mampu menandingi milik teman-temannya. "Serahkan sisanya padaku," ucap Raka. "Kau berusaha sombong di hadapanku?!" Ketua perkumpulan terlihat kesal, namun ia juga merasa senang akan kedatangan pemuda itu. "Sudah kubilang, aku akan mewujudkan ucapanku padamu. Aliansi besar harus dibentuk untuk mengakhiri semua hal ini," ungkap Raka. "Bisa kita bicarakan hal itu nanti saja? Sekarang, cepat habisi iblis itu!" Ucap ketua perkumpulan. Raka melihat ke arah iblis raksasa itu. Raut wajahnya menunjukkan kekesalan karena bola energinya tidak berhasil menghancurkan kota. AAAAAARRRHHHH!!!Raungan keras berkumandan
"Apa ini surga?" Tanya Raka. Perlahan kedua matanya membuka. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit rumah berwarna coklat tua. Sekujur tubuhnya terasa ngilu dan nyeri. "Di–di mana ini?" Tanya Raka lagi. Ia melihat ke arah kanan dan kiri, tidak ada siapa pun di ruangan itu selain sebuah asap putih yang keluar dari sebuah tempat yang terbuat dari besi. Asap tersebut berasal dari aroma terapi beraroma cengkeh dan vanila. "Sa–sakit sekali. Ke mana semua orang? Apa ini masih berada di alam mimpi?" Pikir Raka. Pemuda itu segera bangun dari ranjang dan berjalan perlahan ke arah pintu kamar. Tangannya merambat dengan terus memegang dinding untuk menopang tubuhnya yang masih terlalu lemas. Ketika ia membuka pintu berukir burung rajawali, Raka baru tersadar bila dirinya sedang berada di kuil surga. Banyak pendeta muda yang lalu-lalang di depan koridor dan teras depan kamarnya. Ia tidak menyangka