SERANG!!!Perintah telah diberikan. Seluruh pendekar dari berbagai klan maju menyerang barisan iblis tengkorak dan iblis bersayap. Dan beberapa ketua klan pendekar dari sembilan naga suci dan mereka yang berasal dari klan pendekar terlemah pun juga ikut menyerang. Ratusan ribu iblis melawan dua ribu pendekar yang tergabung dari beberapa klan. Ayunan berbagai senjata dan tangan kosong yang diselimuti oleh teknik khusus pun terlihat dari berbagai sudut medan perang. Ketua perkumpulan pun menggunakan teknik guntur merah yang menyelimuti tubuhnya. Ia melesak secepat kilat dan menebas kepala iblis-iblis itu menggunakan ayunan telapak tangan yang dirapatkan. Dyah Lokapala, Jaka Tira dan Ki Joko Gendeng pun ikut serta dalam penyerangan itu. Mereka saling membantu sama lain dan saling menjaga posisi agar para iblis tidak ada yang menyerang dari belakang. "Jaka! Tembak!" Teriak Ki Joko Gendeng yang menghentakkan tongka
Ki Demang membeberkan beberapa kemampuan tambahan yang bisa dipilih oleh Raka. Kemampuan tersebut dapat ditingkatkan dengan membunuh para iblis dengan jumlah tertentu. Yang pertama ada kemampuan untuk penyembuhan dengan menggunakan energi alam sebagai bahan bakarnya. Sedangkan pilihan kemampuan yang kedua adalah penggunaan senjata tingkat Dewata, di mana pengguna bisa memilih jenisnya. "Apa hanya dua itu?" Tanya Raka. "Masih ada lagi," ungkap Ki Demang. Kemampuan untuk menguasai elemen tambahan yang dapat dipilih, seperti api, air, bumi, udara, logam, tumbuhan, cahaya, kegelapan atau pun ruang dan waktu. Semua kekuatan itu bisa ditingkatkan hingga mencapai level maksimal, yaitu seratus. "Lalu ada apa lagi?" Tanya Raka. Ia masih sibuk membabat habis para iblis tengkorak dan iblis bersayap di sekitar dirinya bersama para drone yang dipimpin oleh A.I. bernama Odeth. "Ini adalah kemampuan personal dengan menggunakan mata. Kau bisa memilih kemampuan mata yang mampu melihat masa depa
Kemampuan tambahan yang telah dipilihnya bukan hanya membuat Raka mampu mengendalikan elemen ruang dan waktu, namun ia juga mendapatkan kemampuan untuk mengekstrak lebih energi yang ada di alam. Dengan begitu, tubuhnya yang semula hanyalah manusia biasa telah berubah menjadi tubuh seorang pendekar. Saat ini ia memiliki pasokan tenaga dalam yang lumayan besar. Meski pun masih belum mampu menandingi milik teman-temannya. "Serahkan sisanya padaku," ucap Raka. "Kau berusaha sombong di hadapanku?!" Ketua perkumpulan terlihat kesal, namun ia juga merasa senang akan kedatangan pemuda itu. "Sudah kubilang, aku akan mewujudkan ucapanku padamu. Aliansi besar harus dibentuk untuk mengakhiri semua hal ini," ungkap Raka. "Bisa kita bicarakan hal itu nanti saja? Sekarang, cepat habisi iblis itu!" Ucap ketua perkumpulan. Raka melihat ke arah iblis raksasa itu. Raut wajahnya menunjukkan kekesalan karena bola energinya tidak berhasil menghancurkan kota. AAAAAARRRHHHH!!!Raungan keras berkumandan
"Apa ini surga?" Tanya Raka. Perlahan kedua matanya membuka. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit rumah berwarna coklat tua. Sekujur tubuhnya terasa ngilu dan nyeri. "Di–di mana ini?" Tanya Raka lagi. Ia melihat ke arah kanan dan kiri, tidak ada siapa pun di ruangan itu selain sebuah asap putih yang keluar dari sebuah tempat yang terbuat dari besi. Asap tersebut berasal dari aroma terapi beraroma cengkeh dan vanila. "Sa–sakit sekali. Ke mana semua orang? Apa ini masih berada di alam mimpi?" Pikir Raka. Pemuda itu segera bangun dari ranjang dan berjalan perlahan ke arah pintu kamar. Tangannya merambat dengan terus memegang dinding untuk menopang tubuhnya yang masih terlalu lemas. Ketika ia membuka pintu berukir burung rajawali, Raka baru tersadar bila dirinya sedang berada di kuil surga. Banyak pendeta muda yang lalu-lalang di depan koridor dan teras depan kamarnya. Ia tidak menyangka
Mata Hanacaraka memiliki warna hitam pekat dengan pupil di bagian tengahnya berwarna putih perak dan berbentuk seperti sebuah simbol bunga teratai. Mata itu didapatkan Jayabhaya dari meditasi dan sistem tukar guling dengan seorang dewa. Dan ketika mata itu diperlihatkan ke Raka, Jayabhaya melihat masa depan pemuda itu yang berbeda dari kebanyakan orang di Yawadwipa. Mata Hanacaraka miliknya tidak bisa berbohong dan apa yang terlihat di mata itu pun akan benar-benar terjadi. Dan setelah lumayan lama memperlihatkan mata itu di depan Raka, ia langsung buru-buru menutupnya kembali. Jayabhaya tahu bila orang yang berada di depannya itu memiliki sesuatu yang spesial. "Jadi, apa yang dikatakan oleh ketua perkumpulan? Apa ia ingin menobatkanmu menjadi ketua yang baru?" Tanya Jayabhaya. "Tidak. Tapi ia mempercayaiku. Aku sangat bersyukur akhirnya ia bisa mempercayai seorang pemuda asing sepertiku." Sorot mata tegas dari Raka membuat Jayabhaya bergetar. Pemuda itu memberikan rasa optimis k
Gerbang kuil surga terbuka sedikit. Raka menghentikan langkahnya tepat di samping gerbang itu. Wajahnya tertunduk dan pikirannya melayang jauh tentang apa yang harus ia berikan kepada para temannya. Masih sangat sulit baginya untuk menyetujui wacana pembentukan klan. Namun kerinduan dirinya dengan dunia yang melahirkannya membuat pemuda itu memilih dan bertekad untuk segera kembali. Pertempuran terbesar dirinya saat ini jatuh pada hatinya sendiri. Lalu ketika ia membuka gerbang kuil dan melangkahkan kakinya masuk, Raka tidak menyangka bila ada banyak sekali anak-anak serta remaja yang berkumpul. "Apa yang terjadi? Siapa anak-anak ini?" Tanya Raka dalam benaknya. Ia mengitari mereka dan menuju ke arah kamarnya dan Dyah Lokapala. Namun ketika hendak ingin menuju ke kamar, dari arah lorong di depan, Raka mendengar sesuatu. "Apa kita tidak bisa memusnahkan seluruh iblis itu?" Tanya seorang anak laki berusia enam tahun. "Sabarlah, para pendekar baru saja memilih pemimpin yang baru. Da
Butuh waktu selama sehari mengurus semua keperluan untuk membuat sebuah klan. Untuk urusan administrasi, Raka menunjuk istrinya untuk melakukannya. Dyah Lokapala bersama Jaka Tira pergi ke medan perang yang merupakan analogi dari sebuah kantor administrasi kota. Perjuangan yang sangat melelahkan karena mereka harus mempertahankan nama Teratai Putih yang sudah pernah digunakan oleh sebuah klan. Namun sayangnya nasib dari klan tersebut adalah tewasnya semua anggota karena pembantaian di gelombang bencana di masa lalu. Nama itu juga menjadi legenda karena pernah digunakan oleh sebuah klan kecil yang terdiri dari guru-guru hebat yang telah melahirkan para pendekar seperti Jayabhaya. "Apa kami harus membayar untuk menggunakan nama ini?" Tanya Dyah Lokapala yang tampak kesal."Itu benar. Karena nama ini telah didaftarkan ke dalam hak milik dan hak cipta, di mana yang ingin menggunakan nama ini lagi harus memberikan pajak per bulan kepada pemilik nama utama," jelas wanita yang bernama End
Dari depan pintu gerbang utama kota Jakatira bagian selatan, Ki Sastro dan Tetua kuil surga beserta para pendeta muda lainnya mengiringi kepergian rombongan dari klan Teratai Putih. Anak-anak yang sebelumnya hadir di kuil surga pun juga berbaris di pinggir jalan untuk mengucapkan selamat jalan kepada Jaka Tira. "Apa tidak apa-apa? Kau meninggalkan tempat yang membesarkanmu?" Tanya Ki Joko Gendeng. Ia melihat sorot mata Jaka Tira yang masih tidak tega ingin meninggalkan para adik seperguruannya. "Aku harus melakukannya. Perjalanan ini akan menjadi titik balik dari hidupku," ungkap Jaka Tira. Kereta kuda hitam digunakan kembali oleh Raka sebagai kendaraan mereka untuk menyusuri area hutan selatan hingga menuju ke ibukota kerajaan Sundapura. Raka dan Jaka Tira bertugas untuk mengemudikan para kuda hitam yang jumlahnya bertambah menjadi delapan kuda. Kereta tersebut pun meluncur cepat meninggalkan Jakatira. "Keku