Home / Fantasi / Tersesat Di Dunia Pendekar / Pena Peminjam Barang

Share

Pena Peminjam Barang

"Permintaan diterima!" Sosok itu mengkonfirmasi.

JLEB!!!

AAAARGH!!!

Jeritan iblis bersayap terdengar begitu keras. Seketika organ dalam iblis tersebut terburai keluar bersamaan dengan darah hitam yang menggenang di permukaan tanah. 

Dalam hitungan detik, sang iblis menelan kekalahannya dan tewas ditempat setelah perutnya dipotong oleh gergaji mesin portabel yang di order oleh Raka Sadendra.

"Luar biasa, kau bisa berpikir, menulis dan bergerak dengan cepat. Aku salut pada semangatmu," ucap sosok pria berkumis.

"Ingat! Jangan pernah muncul tiba-tiba lagi dan memberi arahan selayaknya SPG dealer motor!" Teriak Raka. Ia merasa kesal dan terkejut.

"Demi apa pun, aku lemas…." 

Raka meletakkan gergaji mesin portabel di sampingnya. Ia tidak menyangka pena aneh bermotif batik itu bisa mengabulkan permintaannya. Namun beberapa saat kemudian, gergaji mesin yang ia pesan telah menghilang. 

"Siapa kau? Dan apa-apaan dengan pena ini? Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Raka merasa bingung. 

"Perkenalkan, namaku adalah Ki Demang. Aku adalah pemandu wisata bagi para turis yang telah membaca kalimat sakti di perkamen kuno."

"Hah?" Raka merasa bingung.

Ki Demang menjelaskan bila Raka telah membaca kalimat di perkamen kuno sebelum ia terlempar ke dunia aneh itu. Perkamen tersebut adalah sobekan kitab Wektu Parwa, yaitu kitab ruang dan waktu. 

Dalam perjanjian yang berada di dalam kitab Wektu Parwa, siapa pun yang membaca kalimat tersebut dapat membuka portal dimensi, ia akan mendapatkan akses VIP untuk bertahan hidup di dalam dunia yang dituju.

Ki Demang memberikan dan menjelaskan mengenai kemampuan pena kayu yang bisa digunakan oleh Raka untuk melakukan permintaan atau peminjaman barang ke dunia nyata. 

"Tunggu sebentar, jadi perkamen kuno yang kubaca adalah kalimat pembuka gerbang dimensi?" Raka merasa bodoh karena telah membacanya.

Ia baru mengingat hal itu setelah terlempar dan berbincang ria dengan salah satu pria tua bodoh. Perlahan Raka mulai mengingat kenapa ia bisa berada di dunia itu. 

"Benar sekali. Dan dunia ini akan menjadi tempat yang nyaman untukmu. Setidaknya untuk sementara waktu sebelum kau dikoyak oleh para iblis itu," pikir Ki Demang.

"Oke, aku paham. Lalu kau siapa? Maksudku, kau itu om jin? Peri? Bidadari? Android? A.I? Atau apa?" Raka Sadendra kembali bertanya.

"Aku adalah sukma yang disegel di dalam perkamen kuno itu. Anggaplah sebagai tour guide dalam sebuah perjalanan tour & travel," ucap Ki Demang.

Raka menghela napas. Otaknya tidak mampu menerima informasi gila yang baru saja diucapkan oleh sesosok om jin yang mengenakan pakaian beskap Jawa yang sering digunakan oleh anggota pagar bagus pada acara pernikahan. 

"Coba tenangkan pikiranmu dahulu. Selagi kau beristirahat, aku akan menjelaskan tata cara untuk hidup dan keluar dari dunia ini," ucap Ki Demang. Ia mengambil secarik kertas dari kantong bajunya.

"Oh, bagus. Bisa kita percepat ke bagian bagaimana caranya untuk pulang ke duniaku?" Raka menatap Ki Demang.

"Tidak bisa semudah itu, Bambang. Kau harus melakukan misi penting terlebih dahulu," ucap Ki Demang.

Ia menjelaskan bila salah satu misinya adalah Raka diharuskan membunuh seratus raja iblis yang berada di menara Kalpawreksa dan mengucapkan permintaanmu tepat di atas puncak menara.

"Namaku Raka, bukan Bambang!" Bentak Raka sambil menunjuk ke arah om jin itu.

Ki Demang menjelaskan bila ia memberikan pena kayu bermotif batik sebagai senjata utama yang bisa digunakan oleh Raka. 

Dengan pena itu, Raka bisa meminjam atau meminta barang dari dunianya. Dan setelah tujuan dari meminjam atau permintaan barang itu tercapai, maka barang tersebut akan langsung menghilang.

"Tunggu sebentar. Maksudmu bila aku meminjam nuklir, setelah nuklir meledak, maka nuklir itu akan kembali ke  duniaku lagi?" Tanya Raka. Ia meminta penjelasan.

"Ada batasan pada meminjam atau meminta barang. Senjata api yang diperbolehkan adalah granat, pistol berbagai jenis, dan senapan laras panjang seperti shotgun. Selebihnya seperti rudal, atau nuklir tidak diperbolehkan," jelas Ki Demang.

"Oh, bagus. Sepertinya kau mengambil referensi dari game battle royal di smartphone. Baiklah aku mengerti. Jadi tidak ada batasan bagiku untuk meminjam yang lainnya, bukan?" Raka coba mengkonfirmasi.

"Kau juga tidak boleh meminjam nyawa atau manusia dari duniamu," tambah Ki Demang. 

Tata cara meminjam tersebut hanya diperuntukkan untuk barang yang bisa dikembalikan lagi. Tidak boleh barang yang setelah dipakai langsung hancur dan tidak bisa dikembalikan. Atau pun nyawa dan makhluk hidup yang berakibat fatal.

"Bagus, aku paham." Raka kembali berdiri. Ia khawatir dengan Ki Joko Gendeng yang entah ke mana perginya.

"Bila kau butuh penjelasan lainnya, tekan saja biji di gelang tasbih Jenitri itu. Aku bersemayam di sana. Bila sudah selesai, aku pamit." Ki Demang menghilang secara perlahan. Ia menjadi cahaya dan masuk kembali ke dalam gelang Jenitri. 

Raka baru sadar akan gelang Jenitri yang ia kenakan. Dengan cepat ia segera bergegas untuk menuju ke arah Ki Joko Gendeng. 

AAAARGH!!!

HUSH! HUSH!

Ki Joko Gendeng mencoba mempertahankan dirinya dengan mengusir dua iblis bersayap dengan sebuah batang kayu panjang yang ia pungut. 

"Dasar iblis! Pergi sana! Hush! Hush!" Teriak pria tua itu.

Ia menghalau setiap cakar dari kedua iblis bersayap yang ingin menarik manja kulit keriputnya. 

DUAR!

DUAR!

Dua kali tembakan mengenai bagian samping iblis bersayap dan membuat mereka berdua langsung jatuh terkapar. Keduanya tewas seketika. 

"Apa itu tadi?!" Ki Joko Gendeng baru pertama kalinya mendengar suara senapan shotgun yang ditembakkan oleh Raka Sadendra.

"Tidak headshot, namun tembakanku lumayan juga karena telah berhasil mengenai dua kelelawar itu." Raka menghampiri Ki Joko Gendeng yang terlihat panik dan bingung.

"Apa kau yang membunuh mereka? Ba–bagaimana caranya? Dan apa itu yang kau genggam di tanganmu?" Tanya Ki Joko Gendeng.

"Ini namanya senjata api laras panjang, atau nama gaulnya, shotgun," ucap Raka. 

Tak lama setelah ia menggunakan shotgun tersebut, senjata itu menghilang. Waktu peminjaman barang telah habis setelah fungsi shotgun tersebut telah dilakukan. 

"Senjatanya hilang?!" Ki Joko Gendeng terbelalak.

"Yah, begitulah resiko bila meminjam barang. Selalu ada durasi waktu pengembaliannya, tapi tidak berlaku untuk meminjam uang," ungkap Raka.

Pemuda itu segera menoleh ke arah tebing tadi. Ia merasa khawatir dengan para warga desa yang berada di ujung hutan.

Keduanya kembali menuju ke pinggir tebing dan mereka terkejut dengan penampakan asap hitam yang mengepul ke langit. Sumber dari asap itu bukan hanya dari satu titik saja, melainkan lebih dari sepuluh titik. 

"Portal dimensinya masih terbuka, sepertinya para iblis itu sedang menjarah desa lainnya," ucap Ki Joko Gendeng.

Dirinya merasa takut akan penampakan desa yang telah berubah menjadi kuburan massal. 

"Seandainya ada rudal jarak jauh, aku bisa menembak portal dimensi itu dan meledakkan semua iblis di dalamnya," pikir Raka.

"Hei, kenapa kau sering bicara ngawur?"Sindir Ki Joko Gendeng. Ia menoleh ke pemuda itu. 

"Lebih baik kita melihat desa itu. Mungkin masih ada orang yang hidup," pikir Raka. Ia tidak peduli dengan ocehan si pria tua.

"Aku tidak berminat bertamu ke desa itu, namun bila kita tetap berada di sini saat para iblis itu kembali, maka nyawa kita yang akan dalam bahaya. Baiklah, aku ikut," ucap Ki Joko Gendeng.

Mereka akhirnya menuruni tebing melewati jalan memutar. Butuh waktu untuk menjelajahi lebatnya hutan di bawah tebing.

"Jadi, bagaimana caramu menggunakan senjata dari duniamu?" Tanya Ki Joko Gendeng. 

Ia sudah mendengar penjelasan dari Raka mengenai dirinya yang tidak berasal dari dunia Yawadwipa. Namun sampai saat ini, Raka masih belum ingin memberitahu tentang dunia asalnya.

"Itu rahasia. Lagi pula hanya aku yang bisa menggunakannya," ucap Raka. 

Akhirnya mereka sampai di pintu masuk desa. Keduanya terkejut saat melihat begitu banyak bagian organ dalam dan darah segar yang berceceran di atas permukaan tanah. 

Saat jalan sedikit memasuki desa, banyak potongan tubuh seperti kepala, tangan, kaki atau perut yang berserakan di jalan-jalan.

"Inilah yang disebut sebagai makan besar sampai kenyang," ucap Ki Joko Gendeng. Ia menoleh ke sana kemari dan hanya melihat potongan mayat saja.

"Mukbang ala iblis . Ini sungguh luar biasa. Bahkan baunya sudah mulai amis. Kuharap para iblis itu tahu caranya menggosok gigi," sindir Raka.

Ia berhenti pada satu rumah yang masih tertutup rapat. Namun ketika ia ingin mendekat, tiba-tiba ada seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang keluar dari dalam rumah sambil berlari dan menodongkan garpu besar ke arah Raka. 

MATI KAU!!!

Dengan cepat, Raka menghindari serangan dari anak itu. 

"Hei, hati-hati dengan benda itu!" Raka berteriak.

"Ternyata masih ada yang hidup," ucap Ki Joko Gendeng. Ia menghampiri anak laki-laki itu. Dengan raut wajah santai.

"Di mana iblisnya?! Cepat beritahu aku!" Anak itu terlihat begitu gusar.

"Tenanglah, mereka sedang berwisata kuliner ke desa sebelah." Raka mencoba mengambil garpu besar yang dipegang oleh bocah tersebut.

"Siapa namamu?" Tanya Ki Joko Gendeng.

"Aji Pamungkas," jawab bocah itu.

"Berlindung!" Raka menoleh ke atas langit, ia melihat ada sepuluh iblis bersayap yang datang beriringan menuju ke arah mereka. 

Raka Sadendra segera menulis sesuatu di lengan kirinya. "Aku pinjam tiga senjata M416, full armor dan juga dua buah granat."

"Pesanan diterima, segera dikirim." Terdengar sebuah suara dari telinga Raka. 

Dengan cepat, Raka Sadendra, Ki Joko Gendeng dan Aji Pamungkas memegang senjata M416 masing-masing di genggaman tangannya.

"Mari kita bantai para hama ini!" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status