APA?!
Mahishasura dikejutkan dengan kemunculan seorang pemuda yang berdiri tepat di belakang Rara Kencana. Ketika tangan iblis Mahishasura ingin menghantam perut wanita itu, dalam sekejap Rara Kencana dan pemuda di belakangnya menghilang."Tidak mungkin!" Mahishasura terbelalak.Serangannya gagal dan malah membuat permukaan tanah menggulung di sepanjang hunusan tangan itu.Mereka yang menyaksikan hal itu pun terkejut karena Rara mau pun pemuda itu menghilang."Jangan terlalu ceroboh. Kau tahu bila ia adalah iblis yang bisa bicara. Ditambah lagi, iblis hitam bilang bahwa Mahishashura adalah salah satu panglima perang." Raka menurunkan wanita itu."Ba–bagaimana caranya kau tiba-tiba muncul?" Rara Kencana terperangah."Mundur dan perhatikan. Biar aku yang membuka kesempatan. Kau anati saja kira-kira di mana letak jantungnya," ucap Raka."Aku setuju. Putri, sebaiknya kaDi dalam cahaya yang berpendar dan membuat silau semua yang melihatnya, iblis Mahishasura berteriak sangat keras ketika pedang yang digenggam Raka berhasil menusuk punggung iblis itu hingga menembus ke bagian dada depan. "K–Kau?!" Mahishasura merasakan ada yang berbeda dari serang kedua yang dilakukan oleh pemuda itu. Di lain tempat, Mahapatih justru mundur dan keluar dari radius sinar terang yang begitu menyilaukan. Ia menunggu bagaimana hasil yang didapat oleh Raka. Bahkan Dyah Lokapala dan yang lainnya pun tidak bisa melihat apa yang terjadi dari dalam cahaya itu. "Kau memburu pangeran iblis, bukan?" Raka berbisik lirih ke iblis itu. "Ja–jangan bilang bila si bedebah itu memberitahukanmu tentang kelemahan para iblis?" Mahishasura asal menebak. Kekhawatirannya malah menjadi kenyataan. "Pedang dewa sekelas Susanoo mampu merobek dadamu. Namun anehnya tidak bisa memperlambat proses regenerasi tubuhmu. Lalu aku berpikir untuk menggunakan benda yang diberikan oleh iblis hitam. Kau t
"Apa yang terjadi? Bukankah ini lorong rumah sakit?" Raka membuka matanya dan tampak terkejut ketika ia mendapati dirinya sedang berada di tengah-tengah lorong berwarna putih pucat. Barisan lampu LED menyorot wajah Raka yang masih tampak pucat. Ia bahkan harus meraba dinding untuk berjalan menyusuri lorong yang bahkan ia tidak tahu di mana itu. "Kenapa aku ada di sini? Apa mungkin ini akhirat?" Raka teringat terakhir kalinya ia tergeletak di permukaan tanah setelah melawan Mahishasura. Ketika dirinya menemukan pintu kamar di sisi kiri, Raka langsung menoleh dan mengintip melalui jendela kaca. Ia melihat seseorang yang tergeletak di atas ranjang dengan mengenakan alat bantu pernapasan. Beberapa perban menyelimuti kulitnya hingga membungkus dirinya seperti kepompong. "Kenapa aku harus melihatnya lagi? Siapa ia sebenarnya? Apa ini mimpi?" Raka masih belum mengerti tentang apa yang dilihatnya. Ketika ia menoleh ke arah jam dinding di dalam kamar itu, jarum jamnya tidak bergerak dan b
"Apa yang terjadi?! Kenapa surat itu tiba-tiba ada padamu?!" Raka tidak mempercayainya."Aku menemui Jayabhaya dan memberikan namamu sebagai jaminannya. Aku hanya menjelaskan kepadanya bila kau sedang mati suri dan mungkin akan terbangun lima hingga seratus tahun lagi," ucap iblis hitam."Kau kira aku ini makhluk apa?! Mana mungkin manusia bisa hidup selama itu!" Raka sangat kesal. Nyatanya Iblis hitam tidaklah datang menemui Jayabhaya dan bicara seperti itu. Ia justru dimintai tolong oleh ketua perkumpulan yang telah melihat kehadiran dirinya melalui mata Hanacaraka. Jayabhaya meminta kepada iblis hitam untuk melatih para anggota Teratai Putih untuk siap melawan para iblis di dalam menara Kalpawreksa. Ia memberikan akses khusus ke dalam kuil di Surakatira dan menggunakan pintu dimensi lain itu. Mendengar penjelasan dari sang iblis, semuanya terlihat lega. Namun sayangnya raut wajah Raka justru termenung. Pemud
Hutan Alas Siluman adalah tempat berkumpulnya para makhluk sebangsa jin dan siluman yang memilih untuk berdiri sendiri dengan mendirikan sebuah kerajaan besar. Di hutan ini juga berkumpulnya para korban perang di masa lalu, para prajurit yang tewas di era para dewa melawan iblis dan setelahnya. Semuanya dilindungi oleh sumpah seorang dewa yang bernama Indra untuk menganugerahkan hutan tersebut bagi mereka yang telah mati dan mereka yang merupakan bangsa para siluman. Di tempat ini, para iblis tidak bisa memasukinya dan menghancurkannya. Mereka seperti ditahan oleh perjanjian antara dewa dan raja siluman. Karena hal itu, iblis hitam pun merasa enggan untuk memasuki kawasan yang terus saja menyemburkan aura kabut negatif. "Bila para kuda tidak berani masuk ke sana, maka kita harus berjalan kaki untuk melewati hutan seluas Jakatira ini," pikir Ki Joko Gendeng. Ia bersama yang lainnya akhirnya turun dan menghampiri Raka dan Iblis hitam. "Apa tidak ada jalan lain selain melewati hutan
Mencari arah di kedalaman hutan yang berkabut dan begitu lebat sangatlah tidak mudah. Bahkan Odeth, seorang A.I yang ikut membantu pun terlihat begitu kesulitan. Ia menggunakan inframerah untuk menentukan arah di mana daerah yang tampak sedikit hangat dan kering serta wilayah yang lembab. Sayangnya, teknologi secanggih drone dan A.I pun tidak bisa menentukan arah yang tepat di dalam hutan Alas Siluman. Raka akhirnya memulangkan Odeth ke tempat asalnya. Ia akhirnya meminta ke Ki Joko Gendeng untuk menuntun mereka menyusuri hutan itu. "Aku hanya mengikuti pancaran energi terbesar di sekitar sini," ungkap Ki Joko Gendeng yang membelah semak-semak menggunakan tongkat kayunya. Ia merasakan sebuah pancaran energi lumayan besar tepat tidak jauh dari posisinya berada. Di belakangnya, Raka dan Aji Pamungkas berusaha untuk tetap berdiri dan berjalan meski pun betis dan paha mereka sudah lumayan bengkak. "Aku benci dengan hutan!" Teriak Raka. Ia meluapkan kekesalannya hingga suaranya mengge
Jarak antara Curug dan kerajaan para siluman lumayan jauh. Bila orang biasa harus menempuhnya dengan berjalan kaki, maka mungkin perbandingan jaraknya seperti dari Ancol ke Depok. Namun untungnya Ki Nogo Bimantoro menggunakan kekuatan uniknya. Ia memanggil awan yang diselubungi oleh angin. Awan tersebut dijadikannya kendaraan untuk membawa mereka melesak menuju ke kerajaan para siluman. Meski begitu, butuh waktu untuk bisa sampai di depan gerbang utama dari kerajaan para siluman. "Kendaraanmu sangat luar biasa, aku jadi teringat sosok Sun Wukong, si kera sakti yang memiliki awan seperti ini juga," ungkap Raka."Hah? Siapa itu? Apa ia juga seorang Petapa?" Ki Nogo Bimantoro mengendalikan awan miliknya menggunakan tongkat kayu berwarna coklat. Ketika keduanya sedang mengobrol, Ki Joko Gendeng dan Aji Pamungkas justru saling berpelukan. Mereka takut sekali bila tiba-tiba terjatuh dari awan yang melaju sangat cepat dan berada di ketinggian sepuluh meter itu."Apa kau tidak punya kendara
Mereka dipersilahkan untuk duduk bersama raja para siluman. Meja bundar berlapis emas dengan ukiran naga di setiap kaki meja serta lukisan sepuluh naga tepat di atas meja menjadi tanda betapa kaya dan makmurnya kerajaan para siluman. Salah satu pelayan paviliun raja menyeduhkan teh manis hangat untuk mereka berempat beserta beberapa cemilan ringannya. "Maaf, kenapa kau memanggil Ki Nogo Bimantoro dengan sebutan adik?" Tanya Raka yang merasa penasaran. "Karena ia memang adikku. Kami adalah sepuluh bersaudara. Ini adalah lukisan kami," ucap sang raja yang menunjuk ke lukisan sepuluh naga itu. "Na–naga?! Jadi kau juga seekor naga?!" Raka tidak mempercayainya. Kedua matanya terbelalak."Para Petapa Naga adalah klan terkuat yang bertugas untuk menjaga hutan Alas Siluman. Kami diberikan wewenang itu dari dewa Indra dan juga dewa Wisnu. Namun sebenarnya begitu banyak jenis siluman, arwah penasaran dan bahkan beberapa makhluk lainnya yang bersemayam di hutan ini," ungkap raja."Ini aneh,
Ketika Raka membaca dengan seksama isi dari sobekan kertas dari kitab Wektu Parwa tersebut, ia terkejut bahwa dirinya mampu memahami bahasa yang ditulis menggunakan huruf sansekerta kuno. Ia membaca dari paragraf pertama hingga ke paragraf akhir. Dan ketika hampir mencapai penutup, Raka baru sadar bila ada kalimat yang pernah ia baca sebelum dirinya masuk ke dalam dunia itu. "Ki Demang, kenapa kalimat di setiap paragraf seperti tembang nasehat tanpa kesimpulan. Apa ini semacam mantra?" Pikir Raka. "Tidak, itu lebih mirip ke kontrak segel. Ketika sang pahlawan membacanya, maka ia membuka akses khusus ke level selanjutnya. Di sini dijelaskan bila kau bakal mampu mengendalikan energi dari alam untuk memasok energimu ketika kau meminjam barang," ungkap Ki Demang. "Jadi yang ditingkatkan adalah caraku untuk mengambil energi di alam?" Raka masih belum mengerti. "Bukan hanya itu. Di sini ada upgrade skill khusus, di