"Apa yang terjadi?! Kenapa surat itu tiba-tiba ada padamu?!" Raka tidak mempercayainya."Aku menemui Jayabhaya dan memberikan namamu sebagai jaminannya. Aku hanya menjelaskan kepadanya bila kau sedang mati suri dan mungkin akan terbangun lima hingga seratus tahun lagi," ucap iblis hitam."Kau kira aku ini makhluk apa?! Mana mungkin manusia bisa hidup selama itu!" Raka sangat kesal. Nyatanya Iblis hitam tidaklah datang menemui Jayabhaya dan bicara seperti itu. Ia justru dimintai tolong oleh ketua perkumpulan yang telah melihat kehadiran dirinya melalui mata Hanacaraka. Jayabhaya meminta kepada iblis hitam untuk melatih para anggota Teratai Putih untuk siap melawan para iblis di dalam menara Kalpawreksa. Ia memberikan akses khusus ke dalam kuil di Surakatira dan menggunakan pintu dimensi lain itu. Mendengar penjelasan dari sang iblis, semuanya terlihat lega. Namun sayangnya raut wajah Raka justru termenung. Pemud
Hutan Alas Siluman adalah tempat berkumpulnya para makhluk sebangsa jin dan siluman yang memilih untuk berdiri sendiri dengan mendirikan sebuah kerajaan besar. Di hutan ini juga berkumpulnya para korban perang di masa lalu, para prajurit yang tewas di era para dewa melawan iblis dan setelahnya. Semuanya dilindungi oleh sumpah seorang dewa yang bernama Indra untuk menganugerahkan hutan tersebut bagi mereka yang telah mati dan mereka yang merupakan bangsa para siluman. Di tempat ini, para iblis tidak bisa memasukinya dan menghancurkannya. Mereka seperti ditahan oleh perjanjian antara dewa dan raja siluman. Karena hal itu, iblis hitam pun merasa enggan untuk memasuki kawasan yang terus saja menyemburkan aura kabut negatif. "Bila para kuda tidak berani masuk ke sana, maka kita harus berjalan kaki untuk melewati hutan seluas Jakatira ini," pikir Ki Joko Gendeng. Ia bersama yang lainnya akhirnya turun dan menghampiri Raka dan Iblis hitam. "Apa tidak ada jalan lain selain melewati hutan
Mencari arah di kedalaman hutan yang berkabut dan begitu lebat sangatlah tidak mudah. Bahkan Odeth, seorang A.I yang ikut membantu pun terlihat begitu kesulitan. Ia menggunakan inframerah untuk menentukan arah di mana daerah yang tampak sedikit hangat dan kering serta wilayah yang lembab. Sayangnya, teknologi secanggih drone dan A.I pun tidak bisa menentukan arah yang tepat di dalam hutan Alas Siluman. Raka akhirnya memulangkan Odeth ke tempat asalnya. Ia akhirnya meminta ke Ki Joko Gendeng untuk menuntun mereka menyusuri hutan itu. "Aku hanya mengikuti pancaran energi terbesar di sekitar sini," ungkap Ki Joko Gendeng yang membelah semak-semak menggunakan tongkat kayunya. Ia merasakan sebuah pancaran energi lumayan besar tepat tidak jauh dari posisinya berada. Di belakangnya, Raka dan Aji Pamungkas berusaha untuk tetap berdiri dan berjalan meski pun betis dan paha mereka sudah lumayan bengkak. "Aku benci dengan hutan!" Teriak Raka. Ia meluapkan kekesalannya hingga suaranya mengge
Jarak antara Curug dan kerajaan para siluman lumayan jauh. Bila orang biasa harus menempuhnya dengan berjalan kaki, maka mungkin perbandingan jaraknya seperti dari Ancol ke Depok. Namun untungnya Ki Nogo Bimantoro menggunakan kekuatan uniknya. Ia memanggil awan yang diselubungi oleh angin. Awan tersebut dijadikannya kendaraan untuk membawa mereka melesak menuju ke kerajaan para siluman. Meski begitu, butuh waktu untuk bisa sampai di depan gerbang utama dari kerajaan para siluman. "Kendaraanmu sangat luar biasa, aku jadi teringat sosok Sun Wukong, si kera sakti yang memiliki awan seperti ini juga," ungkap Raka."Hah? Siapa itu? Apa ia juga seorang Petapa?" Ki Nogo Bimantoro mengendalikan awan miliknya menggunakan tongkat kayu berwarna coklat. Ketika keduanya sedang mengobrol, Ki Joko Gendeng dan Aji Pamungkas justru saling berpelukan. Mereka takut sekali bila tiba-tiba terjatuh dari awan yang melaju sangat cepat dan berada di ketinggian sepuluh meter itu."Apa kau tidak punya kendara
Mereka dipersilahkan untuk duduk bersama raja para siluman. Meja bundar berlapis emas dengan ukiran naga di setiap kaki meja serta lukisan sepuluh naga tepat di atas meja menjadi tanda betapa kaya dan makmurnya kerajaan para siluman. Salah satu pelayan paviliun raja menyeduhkan teh manis hangat untuk mereka berempat beserta beberapa cemilan ringannya. "Maaf, kenapa kau memanggil Ki Nogo Bimantoro dengan sebutan adik?" Tanya Raka yang merasa penasaran. "Karena ia memang adikku. Kami adalah sepuluh bersaudara. Ini adalah lukisan kami," ucap sang raja yang menunjuk ke lukisan sepuluh naga itu. "Na–naga?! Jadi kau juga seekor naga?!" Raka tidak mempercayainya. Kedua matanya terbelalak."Para Petapa Naga adalah klan terkuat yang bertugas untuk menjaga hutan Alas Siluman. Kami diberikan wewenang itu dari dewa Indra dan juga dewa Wisnu. Namun sebenarnya begitu banyak jenis siluman, arwah penasaran dan bahkan beberapa makhluk lainnya yang bersemayam di hutan ini," ungkap raja."Ini aneh,
Ketika Raka membaca dengan seksama isi dari sobekan kertas dari kitab Wektu Parwa tersebut, ia terkejut bahwa dirinya mampu memahami bahasa yang ditulis menggunakan huruf sansekerta kuno. Ia membaca dari paragraf pertama hingga ke paragraf akhir. Dan ketika hampir mencapai penutup, Raka baru sadar bila ada kalimat yang pernah ia baca sebelum dirinya masuk ke dalam dunia itu. "Ki Demang, kenapa kalimat di setiap paragraf seperti tembang nasehat tanpa kesimpulan. Apa ini semacam mantra?" Pikir Raka. "Tidak, itu lebih mirip ke kontrak segel. Ketika sang pahlawan membacanya, maka ia membuka akses khusus ke level selanjutnya. Di sini dijelaskan bila kau bakal mampu mengendalikan energi dari alam untuk memasok energimu ketika kau meminjam barang," ungkap Ki Demang. "Jadi yang ditingkatkan adalah caraku untuk mengambil energi di alam?" Raka masih belum mengerti. "Bukan hanya itu. Di sini ada upgrade skill khusus, di
Tanpa disadari oleh Raka, ajakan dari orang asing berwajah sangat mirip dengan Jayabhaya itu telah membuatnya berada di dalam kereta kuda yang ternyata adalah milik dari kerajaan Medang Raya. Ia masih tidak percaya berada satu kereta kuda dengan orang asing yang begitu mirip dengan ketua perkumpulan klan pendekar. Di sepanjang perjalanan, orang asing itu terus menatap ke arah Raka sambil tersenyum. "Ada apa? Kenapa kau melihatku sampai seperti itu?" Raka merasa risih. "Tidak, hanya saja aku terkejut karena kau mengenal saudara kembarku, Jayabhaya. Bagaimana menurutmu? Apa ia orang yang berguna ketika menjadi ketua perkumpulan klan pendekar?" Orang asing itu menatap Raka. "Entahlah, aku hanya tidak suka ketika ia selalu ikut campur urusan orang dengan menggunakan mata Hanacaraka miliknya," ungkap Raka. "Benar juga … ia masih memiliki mata itu. Memang agak membuat orang lain ribet, namun ia sangat baik dan revolusioner. Kau akan mengerti maksudnya ketika hal itu terjadi," pikirnya.
Dengan kemampuan ruang dan waktu miliknya, Raka membawa pergi iblis itu bersama dirinya sebelum tangan satunya mencengkeram erat leher dari Adityawarman. Mereka berdua berpindah tempat agak jauh sekitar satu kilometer dari keberadaan kereta kuda dan pangeran Medang Raya. Ki Demang yang tetap berada di pundak Raka pun memberi aba-aba kepada pemuda itu untuk menggunakan pena saktinya. "Sekarang!" Teriak Ki Demang yang saat itu sedang berada dalam wujud seekor belalang sembah. Dalam keadaan masih tercekik, Raka menulis sesuatu di lengan tangannya. Karena ia sudah berhasil mengupgrade kekuatan dari pena peminjam barang ketika di Sundapura, senjata yang baru saja muncul dan di genggam dari tangan kirinya pun langsung diayunkan ke arah Nagashura. SLASH!!!AAAARGH!!!Tangan dari iblis itu terpotong. Raka berusaha menghindar untuk menjaga jarak. "Dasar bajingan kau!" Tangan yang terpotong