Kimberly duduk di balkon kamar, di kala dia tak lagi bisa tertidur akibat mimpi buruk tadi. Wanita cantik itu menatap keindahan langit. Bulan dan bintang menjadi penyejuk pemandangan matanya saat ini. Mimpi buruk sempat masih terbayang, tapi sebisa mungkin dirinya melupakan mimpi buruk itu. Pun dia beruntung Damian telah meyakinkan dirinya bahwa mimpi hanyalah bunga tidur—yang tak akan mungkin menjadi kenyataan.“Kim, ayo masuk. Di luar dingin.” Damian memakaikan jaket tebal ke tubuh sang kekasih. “Aku belum mau masuk, Damian. Duduklah di sampingku,” pinta Kimberly yang kini menatap sang kekasih.Damian menuruti keinginan Kimberly. Pria itu duduk di samping Kimberly—menarik tangan wanita itu, membawa tubuh Kimberly duduk di pangkuannya. Refleks, Kimberly langsung melingkarkan tangannya ke leher Damian.“Apa ada sesuatu yang kau pikirkan?” Damian membelai pipi Kimberly.Sudah sejak di mana Kimberly datang di kantornya, ada hal yang Damian curigai. Namun, Damian tak ingin memaksa, kar
*Tuan Damian, besok Tuan Fargo dan Nona Gilda akan pergi berlibur.* Pesan singkat dari Freddy membuat Damian terdiam sejenak. Sepasang iris mata cokelat gelap Damian menunjukkan jelas ribuan arti yang terpendam. Dia mengembuskan pelan napasnya. Ada sesuatu rasa bersalah dalam hatinya karena menyembunyikan tentang Fargo dan Gilda dari Kimberly.“Tuan Damian?” sang pelayan melangkah memasuki ruang kerja Damian—seraya membawakan nampan yang berisikan kopi hangat.“Ada apa?” Damian menatap dingin pelayan yang tiba di hadapannya.“Maaf mengganggu Anda, Tuan. Saya hanya ingin memberikan kopi hangat untuk Anda.” Pelayan itu segera meletakan cangkir yang berisikan kopi hangat ke atas meja.Damian mengangguk singkat. “Di mana Kimberly sekarang?”“Nyonya Kimberly masih di kamar Anda, Tuan,” jawab sang pelayan sopan.Damian mengambil cangkir yang berisikan kopi hangat itu, dan menyesapnya perlahan. “Kau boleh keluar sekarang.”“Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu menundukkan kep
Raut wajah semua orang terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Freddy. Ruangan meeting yang tadinya membahas diskusi kini telah lenyap tergantikan ketegangan sekaligus keterkejutan. Tampak mata dan bibir Kimberly melebar. Kepanikan serta rasa cemas menguasai semua orang yang ada di sana.“Bagaimana mungkin, Freddy! Kau jangan main-main dengan ucapanmu!” seru Damian dengan nada cukup tinggi dan tegas. Sepasang iris mata cokelat Damian menatap dingin Freddy dengan tatapan penuh tuntutan penjelasan.“Freddy, jelaskan yang benar! Katakan apa yang kau bilang salah!” Olsen menatap lekat Freddy. Nadanya lantang, keras, dan tegas.“Freddy, cepat jelaskan!” sambung Deston menuntut.Kimberly tak mampu merangkai kata akibat keterkejutannya. Wanita itu mengingat terakhir Fargo berpamitan dengannya untuk pergi melakukan perjalanan binis. Rasanya tak mungkin. Dia yakin Fargo baik-baik saja. Tak memungkiri jantung Kimberly berpacu lebih cepat. Bagaimanapun Fargo adalah suaminya.“Tuan, apa yang s
Tubuh Kimberly mematung mendengar apa yang dikatakan oleh sang dokter. Detik itu juga napas Kimberly seolah ingin berhenti. Matanya melebar bersamaan dengan mulut yang menganga terkejut. Kepingan-kepingan puzzle mulai menyatu dalam otaknya, hingga membuat lidah Kimberly terasa begitu kelu.Tak hanya Kimberly yang terkejut, tapi Deston, Olsen serta yang tak kalah paling terkejut adalah Maisie dan Ernest. Bahkan tubuh Maisie hampir tumbang mendengar Gilda hamil. Beruntung, Ernest sejak tadi memeluk erat tubuh Maisie. Andai saja Ernest tak memeluk erat tubuh Maisie sudah pasti Maisie tersungkur.Semua orang terkejut akan apa yang dikatakan oleh sang dokter, lain halnya dengan Damian yang hanya diam dan sama sekali tak terkejut. Hanya saja Damian berusaha untuk menutupi raut wajahnya. Aura wajah dingin Damian begitu terlihat jelas. Pria tampan itu tak menyangka Gilda sampai hamil. Jika sudah seperti ini, maka semua akan segera terungkap.“Putraku tetap bisa sembuh, kan?” Olsen memilih fok
Tamparan keras Kimberly terlayang di pipi kanan Maisie dengan begitu keras hingga membuat Maisie nyaris tersungkur—dengan sigap Ernest menangkap tubuh Maisie yang hampir tersungkur ke lantai itu. Pria paruh baya yang masih tampan itu membantu Maisie untuk membenarkan posisi berdiri. Bekas tamparan Kimberly begitu terlihat di pipi kanan Maisie. Detik itu juga raut wajah Ernest berubah melihat bekas tamparan di wajah Maisie. Mata Ernest menatap tajam penuh kemarahan pada putrinya itu.“Apa kau sudah gila, Kimberly?! Kenapa kau menampar ibumu sendiri?!!” bentak Ernest begitu keras dan menggelegar pada Kimberly.“Dia bukan ibuku! Dia hanya pelacur sama seperti anaknya! Kau menikahi wanita pelacur!” seru Kimberly memaki dengan nada tinggi dan keras.“Kimberly! Jaga bicaramu!” bentak Ernest lagi dengan tatapan penuh peringatan.“Kau memintaku menjaga ucapanku? Lebih baik kau minta istrimu tercinta itu untuk menjaga anak perempuannya tidak menjadi wanita murahan! Ah, aku biasanya ibu dan ana
Sebuah hotel mewah dengan nuansa warna cokelat dipadukan emas sangat memberikan kenyamanan di mata. Aroma lavender membuat ketenangan sekaligus rasa hangat dan melupakan sejenak beban dipikiran. Kamar hotel yang megah itu tampak damai dan sunyi.Tak ada suara-suara atau orang yang mengganggu ketenangan pikiran Kimberly. Saat ini, dia merasa lebih baik, karena dia jauh dari keluarganya dan menghindari masalah. Walau masalah tidak akan mudah hilang begitu saja tapi paling tidak, dia merasa sedikit terbebas sejenak.Kimberly berada di sebuah hotel bersama dengan Damian. Hotel yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah sakit di mana Fargo dan Gilda dirawat. Alasan Damian membawa Kimberly ke hotel, karena Damian ingin menjauhkan sang kekasih sebentar dari masalah.“Kim.” Damian melangkah masuk ke dalam kamar hotel, mendekat pada Kimberly.Kimberly mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Tampak senyuman samar di wajahnya terlukis melihat Damian datang mendekat padanya—seraya membawak
Ernest duduk di kursi tepat di depan ICU bersama dengan Maisie yang selalu ada di sisinya. Fargo telah dipindahkan ke ruang ICU. Sementara Gilda sudah berada di ruang perawatan biasa. Kondisi Fargo yang mengalami luka di kepala lebih parah, membuat Fargo harus masuk ke ruang ICU. Lain halnya dengan Gilda yang tak mengalami luka separah Fargo. Hal itu kenapa Gilda berada di ruang rawat biasa.Di sana, tak hanya ada Ernest dan Maisie saja, tapi juga ada Deston dan Olsen. Mereka bergantian melihat keadaan Fargo. Hingga detik ini, Ernest belum lagi melihat keadaan Gilda. Ernest baru hanya melihat keadaan Fargo. Semua hal sangat mengejutkan bagi semua orang. Tampaknya Ernest belum bisa untuk bertemu dengan Gilda. Tadi, Ernest melihat Gilda hanya karena ketika petugas medis memindahkan Gilda ke ruang rawat VVIP.Maisie masih tetap di sisi Ernest. Namun, sebelumnya Maisie tentu sudah mendatangi ruang rawat VVIP putrinya, meski tak lama. Rasa bersalah dalam hati Maisie membuatnya ingin terus
Suara tangis histeris memenuhi ruangan koridor rumah sakit. Fidelya menangis dalam pelukan Olsen. Begitu pun dengan Rula menangis dalam pelukan Deston. Pun di sana ada Maisie dan Ernest yang juga panik karena dokter tak kunjung keluar dari ruang ICU di mana Fargo beradaFidelya dan Rula baru saja tahu akan kecelakaan yang menimpa Fargo dan Gilda. Saat mereka tiba, mereka sudah dikejutkan akan kondisi Fargo yang kritis. Namun, hingga detik ini Olsen dan Deston belum memberi tahu pada Fidelya dan Rula mengenai perselingkuhan Fargo dan Gilda.“Sayang, kenapa dokter lama sekali memeriksa putra kita?” isak Fidelya dalam pelukan Olsen.“Putra kita akan baik-baik saja. Dia bukan pria yang lemah. Tenanglah.” Olsen mengusap punggung Fidelya lembut, menenangkan sang istri agar tak lagi takut.Suara langkah kaki terburu-buru masuk ke dalam koridor rumah sakit. Semua orang yang ada di sana mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu.“Kimberly.” Fidelya memeluk erat Kimberly yang datang be