Share

Part 4

Author: vhiiilut
last update Last Updated: 2021-05-25 19:44:25

Olivia tetap membungkam mulutnya sepanjang perjalanan. Perempuan itu masih terbayang wajah Erlangga yang tepat di depannya. Jangankan tatapan tajamnya, deru napas Erlangga pun masih dia ingat.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama, mereka tiba di depan bengkel Olivia pikir mereka akan datang ke kafe atau restoran. Ternyata hanya ke sebuah bengkel yang kumuh. Perempuan itu mendengkus dan memutar bola matanya.

Erlangga menatap sekilas wajah Olivia lalu melepas sabuknya. Wajah yang tadi sangar sudah memancarkan senyuman. "Ayo turun!" titah Erlangga.

Perempuan yang sudah mengganti kardigannya dengan jaket tebal berwarna hitam tidak bergerak. Dia memainkan ponsel dan mengabaikan perintah Erlangga.

"Olivia!" Kata Erlangga dengan nada rendah.

"Aku nggak mau ke dalam sana! Itu tempat kumuh. Kamu kenapa bawa aku ke tempat ini, sih? Seharusnya aku udah di rumah," bantahnya sambil menatap Erlangga dengan nyalang.

Raut wajah penuh senyum Erlangga menghilang. Pria gagah itu melepaskan sabuk pengamannya, lalu keluar dan mengitari mobil. Pintu yang dibanting ketika ditutup menyadarkan Olivia kalau Erlangga sedang marah.

"Keluar!" Erlangga membuka pintu di samping Olivia. Tatapannya semakin tajam, dia tidak sudah dibantah.

Olivia menggelengkan kepalanya. Perempuan itu memegang erat kursi agar tidak ditarik paksa oleh Erlangga. "Nggak mau! Jangan paksa aku ke tempat itu, Lang!"

Pria itu menampilkan senyum yang licik di wajah. Tangannya bergerak menyentuh wajah mulus Olivia kemudian mencengkeramnya. Dia buat wajah mereka saling bertatap. "Apa kesepakatan kita tadi? Apa kamu udah lupa dengan omongan aku tadi?" tanya Erlangga. Pria itu menatapnya dengan tajam, menyorotkan kemarahan yang dia rasakan.

Tangan Olivia sontak bergemetar. Dia ingin berontak, tetapi Erlangga begitu kuat menahan. Akhirnya, perempuan itu hanya mengeluarkan tatapan melas. "Le-lepasin aku, Er ...." 

Erlangga tidak mungkin dengan mudah melepaskan Olivia. Bagi Erlangga, menghukum orang adalah kesenangannya. Orang yang telah membuatnya marah harus dia hukum. Lihat saja seringai di wajahnya, tidak luntur bahkan semakin terlihat.

Erlangga mendekatkan wajah, mulutnya sekarang sudah tepat berada di samping telinga Olivia. Dia ingin berbisik, tetapi Olivia terus menggerakkan kepalanya. Pria itu mencengkeram wajah Olivia semakin erat sehingga dia mulai berhenti bergerak. "Jawab dulu! Apa yang udah kita bicarain tadi?"

Olivia ingin menjawab, tetapi mulutnya tidak bisa dibuka. Kedua tangan Erlangga membuat tulang rahangnya tidak bisa bergerak. "Iya ... aku nggak boleh ngelawan," sahutnya dengan mulut yang tidak bergerak.

Akhirnya, pria itu melepaskan cengkeramannya. Dia juga melepaskan sabuk pengaman yang Olivia pakai. Tatapan mereka beradu, pria itu tersenyum miring. "Itu balasannya kalau kamu ngebantah omongan aku. Cepet turun!" titahnya.

Olivia langsung mengikuti perintah Erlangga. Dia turun dan berdiri dengan wajah tertunduk. Pria itu tersenyum, merasa senang karena sudah membuat Olivia ketakutan. Dia merangkul Olivia dan mengusap rambutnya dengan penuh kelembutan.

"Good girl. Aku lebih suka sama perempuan penurut. Jadi kamu harus nurut sama aku!" Erlangga berbisik di telinga Olivia yang membuatnya merinding. Suara berat khas Erlangga membuat Olivia lupa kalau dia tidak suka disuruh-suruh.

"Ayo jalan! Aku nggak mau lama-lama di sini," kata Olivia yang nadanya semakin mengecil.

Mereka berjalan memasuki bengkel kecil nan kumuh itu. Olivia berjalan sambil mengangkat celananya tinggi-tinggi. Gimik muka jijik dari wajahnya tidak mampu dia sembunyikan.

Erlangga membawa Olivia ke dalam bengkel. Awalnya dia bingung, mengapa Erlangga membawanya sampai dalam? Apa yang akan dia lakukan sebenarnya? Namun, pertanyaan Olivia terjawab setelah Erlangga membuka pintu kayu yang lapuk dengan cat pilok di depannya. Bukan bengkel biasa, ternyata Erlangga membawanya ke sebuah tempat yang sudah Olivia ingin datangi sejak lama. Ruangan yang dipenuhi dengan bau alkohol yang menyeruak, asap rokok yang sesekali menghampiri, dan musik keras yang berdentuman.

Bibir Olivia tidak bisa menahan untuk tersenyum. Hatinya yang sempat ciut lantaran perlakuan Erlangga tadi mulai kembali normal. Dia menoleh menatap Erlangga yang juga sudah tersenyum menatapnya. "Kamu emang gila! Kalau tau kamu mau bawa aku ke sini, nggak akan aku nolak."

Kedua alis Erlangga terangkat. Dia pun tertawa kecil menanggapi ucapan Olivia. Erlangga tahu kalau Olivia ingin datang ke tempat ini. Perempuan itu menginginkannya sejak lama, dan Erlangga telah mengamatinya juga. Wajahnya mendekat ke telinga Olivia. "Kamu suka tempat ini nggak?"

Perempuan itu mengangguk mantap. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Erlangga. Kakinya sedikit berjinjit agar bisa meraihnya. "Jelas suka banget." 

Tanpa buang waktu lagi, Erlangga mengangkat tubuh Olivia ke tengah ruangan. Mereka berdua langsung berdansa mengikuti dentuman musik DJ yang menggema. Olivia terlihat sangat menikmati suasana. Tangannya ikut bergerak sambil tubuhnya meliuk-liuk. Matanya yang terpejam membuat Erlangga yakin kalau Olivia menikmati suasana.

Pria itu berjalan mengambil dua botol yang diberikan barista padanya. Satunya dia berikan untuk Olivia. "Minum aja. Kamu pasti suka!"

Perempuan itu menenggak langsung minumannya. Namun, setelah itu mulutnya merasakan hal aneh. Dia menatap Erlangga yang sedang minum juga. "Ini apaan, Er?" tanya Olivia.

Erlangga kembali mendekatkan wajahnya. "Udah kamu minum aja. Itu enak, kok," jawabnya.

Olivia kembali meminumnya, kali ini rasanya sudah mulai diterima oleh Olivia. Dia menikmatinya bahkan sampai setengah habis.

***

Erlangga menarik tubuh Olivia menepi. Pria itu duduk di bangku dekat bar lalu menarik tubuh Olivia agar duduk di pangkuannya. Wajah mereka berhadapan, kesadaran Olivia mulai menghilang.

"Kenapa nggak joget lagi?" tanya Olivia yang sudah terpejam matanya.

Arloji di tangan Erlangga sudah menunjuk angka dua belas. Sudah waktunya mereka pulang. Olivia juga sudah semakin tidak sadar. Namun, Erlangga takut kalau Ryuzen masih di luar  untuk mengintai mereka.

"Mau joget yang lain?" tanya Erlangga. Pria itu berniat mengajak Olivia ke tempat yang lebih aman. Alih-alih mengajak Olivia untuk seru-seru, Erlangga hanya ingin melindungi perempuan di depannya.

"Apa aja boleh asalkan aku seneng, Er." Kepala Olivia jatuh di dada Erlangga. Dia memeluk tubuh Erlangga dengan erat.

Pria itu senang sekali menggoda Olivia. Bibir Erlangga tersenyum lebar. Kemudian dia mendekatkannya ke telinga Olivia. "Yakin mau sekarang?"

Tidak ada jawaban dari Olivia, Erlangga memutuskan untuk membawa perempuan itu pulang. Pria itu mengangkat tubuh Olivia dan membuat kedua paha perempuan itu melingkar di pinggangnya. Erlangga berjalan meninggalkan diskotik dengan senyum yang merekah.

Pria itu menjatuhkan tubuh Olivia di kursi samping pengemudi. Setelah memasang sabuk pengaman, wajah Erlangga mendekat ke pipi Olivia. Dia mengecupnya sengan lembut. "Sekarang cukup segitu. Lain kali kita akan berbuat yang lebih."

Dia berusaha menahan hasratnya untuk tidak menyentuh Olivia sejak tadi. Dalam hati, dia terus berteriak kalau dia tidak kuat menahan nafsunya. Namun, belum saatnya dia melakukan itu. Olivia adalah tuannya, orang yang seharusnya dia lindungi.

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah kediaman Mahardika, perempuan itu tertidur dengan nyenyak. Guncangan, klaksok, bising di luar mobil pun tidak mampu membuatnya sadar. Erlangga sempat heran, perempuan ini baru meneguk satu botol minuman, tetapi sudah sangat mabuk.

Erlangga menghentikan mobil di depan gerbang putih. Dia menoleh dan menatap perempuan di sampingnya dengan tersenyum. Cantik, perempuan itu cantik di mata Erlangga, dia ingin sekali lagi mengecup pipi Olivia. Namun, dia tidak mau terlarut dalam nafsunya. Akhirnya, Erlangga hanya bisa mengusap rambut Olivia dengan telapak tangan. "Mau sampai kapan kamu tidur di sini? Udah sampai depan rumah."

Perempuan itu tidak juga bangun dari tidurnya. Sepertinya dia sangat kelelahan. Tangan Erlangga beralih memainkan hidungnya. Dia mainkan benda itu agar Olivia bangun. Setelah kelopak mata Olivia bergerak, Erlangga langsung mendekatkan wajah mereka berdua. "Puas tidurnya?" tanya Erlangga saat mata Olivia terbuka sempurna.

Olivia terkejut melihat wajah Erlangga yang terlalu dekat dengannya. Perempuan itu tidak lagi memundurkan kepala. Erlangga sedang tidak marah, dia sedang tersenyum, Olivia jadi tidak perlu takut. "Di mana ini?"

Erlangga melirik ke gerbang yang berada di samping Olivia. Perempuan itu mengikuti arah pandang Erlangga. "Di depan istana kamu," jawab Erlangga.

Olivia kembali menoleh dan menatap penuh selidik pada pria di depannya. Dia heran, ada yang tidak beres dengan Erlangga. Kedua alis Olivia bertaut, mengisyaratkan kalau perempuan itu sedang berpikir. "Kenapa kamu bisa tahu rumah aku? Kamu nggak ngikutin aku, kan? Jangan macem-macem, Erlangga! Aku bisa suruh ayah aku untuk sewa orang sebagai pelindung."

Pria itu tergelak. Dia ingin sekali berkata kalau dia adalah pria yang disewa oleh ayahnya sebagai pelindung. Namun, Erlangga tidak bisa melakukan itu. Pria itu akhirnya mulai berbicara dengan tenang. "Aku nggak perlu ngikutin untuk tahu di mana rumah kamu, Liv."

Olivia kembali mendengar suara Erlangga yang rendah. Dia semakin tidak kuat menahan dirinya yang tertarik dengan tatapan dan suara Erlangga. Sikap pria itu juga mampu membuatnya tertarik. Belum ada pria yang berhasil menguasainya, baru Erlangga seorang.

"Bagaimana malam ini? Apa yang kamu rasain?" tanya Erlangga.

Perempuan itu tersenyum puas. Dia melepaskan sabuk pengaman agar bisa lebih leluasa bergerak. "Tadi itu lumayan menyenangkan, tapi aku belum terlalu nikmatin."

Jawaban Olivia membuat Erlangga mendengkus. Dia tidak sangka kalau jawaban itu yang keluar dari mulut Olivia. "Kamu memang perempuan sombong seperti kata orang. Besok aku ajak ke tempat yang lebih seru. Mau ikut nggak?"

Olivia tidak perlu menahan malu untuk tersenyum di hadapan Erlangga. Perempuan itu mengangguk mantap. Dia ingin mengikuti ke mana pun Erlangga pergi. "Ke mana pun kamu pergi, aku mau ikut."

Kedua sudut bibir Erlangga terangkat. Rencana pria itu berhasil untuk membuat Olivia jatuh ke dalam hidupnya. Dia menjauhkan wajahnya, lalu bersandar di kursi. "Kamu boleh ikut aku ke mana pun, tapi dengan satu syarat."

Olivia melunturkan senyumannya. Dia memukul lengan Erlangga karena kesal. "Kenapa harus pakai syarat? tadi kamu malah maksa aku untuk ikut."

"Yang tadi itu semacam percobaan. Kalau kamu ketagihan, kamu harus melakukan syarat yang aku kasih. Gimana?" Pria itu mengangkat sebelah alisnya.

Licik, sungguh licik. Dia membuat perempuan itu kesenangan, lalu menawarkan kesenangan yang lain dengan syarat lain. Perempuan itu mendengkus kesal. "Aku harus ikut tanpa syarat. Apa pun yang kamu katakan sebagai syarat, aku nggak mau ikutin hal itu." 

Pria tampan itu tidak kehabisan akal. Dia masih bisa tersenyum saat Olivia menegaskan untuk tidak melakukan persyaratan. Wajahnya menoleh, menampilkan raut muka yang penuh dengan senyum miring. "Terserah, saya nggak peduli apa yang kamu katakan. Kalau kamu mau ikut, lakukan syarat yang saya kasih," sahut Erlangga.

Sesuai dugaannya, Olivia terpaksa menurut. Perempuan itu menghela napas kasar dan memukul lengan Erlangga sekali lagi. "Apa syaratnya?" 

Dia masuk lagi ke dalam perangkap yang Erlangga buat. Olivia tidak tahu kalau semua ini adalah rencana Erlangga. Dia tidak akan bisa keluar karena tidak akan ada jalan kembali, kecuali menuruti semua perintah Erlangga.

"Kamu harus melakukan apa pun perintah aku mulai dari sekarang," ucapnya dengan nada serius.

Kerutan di dahi Olivia menandakan kalau dia sedang tidak paham. Olivia sudah menuruti apa yang Erlangga perintahkan. Perempuan itu tidak mengerti maksud Erlangga, tetapi dia punya firasat buruk tentang itu.

Keheningan di dalan kabin membuat deru napas kedua insan itu terdengar. Erlangga menyadari, kalau perempuan di sampingnya sedang menentukan pilihannya. Pria itu mendesak Olivia dengan menghitung mundur. "Lima, empat, tiga, dua ...."

"Oke! Aku mau lakuin semuanya." Olivia berteriak kencang, menyela ucapan Erlangga.

Pria itu tersenyum puas. Setelah itu dia tertawa kecil. Namun, dia tidak mau melupakan hukuman. Pria itu tersenyum miring menatap Olivia. Yang ditatap justru ketakutan. "Oke, kita sepakat. Apa yang terjadi jika kamu bantah ucapan aku?"

Tanpa pikir panjang, Olivia menjawabnya dengan mantap. "Apa pun, aku nggak akan ngebantah semua perintah kamu. Mungkin hanya bantah kecil, terus nurut," jawabnya. 

Erlangga berhasil membuat Olivia masuk ke dalam perangkapnya lebih dalam. Pria itu menertawakan Olivia di dalam hati. Sabuk pengaman yang dia lepas kembali dia kencangkan. "Malam ini kamu tidur di apartemen aku!"

"Apa?!" pekik Olivia. Dia ingin membantah, tetapi baru saja berjanji untuk tidak membantah. Lengan Olivia langsung gemetar disertai keluarnya keringat di sekitar dahi. apa yang dia takutkan akan terjadi. "Aku nggak biasa tidur di tempat orang lain, Er."

Jawaban Olivia tidak mampu meluluhkan hati Erlangga. Pria itu kembali menyalakan mesin mobil dan mengunci semua pintunya. Matanya melirik dengan tajam dan kedua jemarinya memegang erat setir mobil. "Kalau begitu kamu harus mulai terbiasa untuk tidur di tempat saya. Suka atau tidak, kamu harus terus berada di sebelah aku! Paham?"

Kali ini Olivia melihat tatapan kemarahan dari netra hitam legam pria di dekatnya. Erlangga juga mengucap dengan penuh penekanan. Olivia ketakutan, tangannya mengepal untuk mengurangi rasa gemetar di tubuh. "Aku harus izin dulu, Er."

"Cukup mengabari lewat telepon. Kamu nggak boleh keluar dari mobil atau kamu mau dapat hukuman dari saya?" kata Erlangga.

Lidah Olivia begitu kelu untuk menjawab perkataan Erlangga. Kalau saja dia tidak ketakutan, mungkin dia akan menolak. Sayangnya, aura Erlangga yang sedang serius lebih mendominasi. Lagi pula dia sudah berjanji untuk menurut juga.

"Paham apa yang aku bilang?!" Erlangga menarik tengkuk kepala Olivia agar menghadapnya. "Apa harus aku kasih pelajaran supaya kamu tahu siapa aku sebenarnya?"

Perempuan itu menggelengkan kepalanya. Napasnya terburu-buru, dan terus mengalihkan pandangan dari pria di depannya. "Aku ... aku paham, Er."

"Good girl."

Sebuah tawaran menarik yang Olivia ajukan tampaknya tidak akan semulus yang dia bayangkan. Perempuan itu terjerembab ke dalam lubang yang lawannya berikan. Sialnya, Erlangga yang dia kenal kemarin berbeda dengan Erlangga yang sekarang.

Related chapters

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 5

    Setelah hampir tiga jam berada di dalam mobil, akhirnya mereka sampai juga di depan unit apartemen milik Erlangga. Kesadaran Olivia mulai menipis yang mulai menipis tidak mampu membuat perempuan itu sepenuhnya sadar dengan keadaan. Matanya yang berusaha tegar walau kelopaknya sudah tidak kuasa untuk terbuka membuat wajah Olivia berkali-kali terantuk kepala Erlangga. Erlangga membawa Olivia di punggungnya. Pria itu sudah menunggu Olivia bangun dari tadi, tetapi lima belas menit berada di parkiran membuatnya sadar kalau Olivia sudah benar-benar terlelap. Erlangga menempelkan sebuah kartu pada mesin di depan pintu. Warna hijau yang memindai kartu berhenti, pintu besi itu terbuka. Erlangga memasuki apartemennya dengan langkah perlahan. Dia takut membangunkan perempuan yang berada di punggungnya. “Ini apartemen kamu?” gumam Olivia. Artikulasi suaranya mulai tidak jelas karena berbicara dengan keadaan setengah sadar.Pria yang ditanya tidak menjawa

    Last Updated : 2021-05-26
  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 6

    Setelah mengantarkan Olivia ke dalam kelas, Erlangga tidak langsung pergi ke kelasnya. Pria itu justru keluar dari kampus menuju sebuah gedung mewah di daerah Jakarta Pusat. Dengan penampilannya yang hanya menggunakan kaus putih polos dan kemeja flanel serta celana levis, membuat orang yang melihatnya merasa aneh. “Siapa pria itu? Apakah dia tidak tahu kalau gedung ini hanya didatangi oleh pria berdasi?” Mungkin itu yang dipikirkan oleh mereka. Erlangga sadar kalau dirinya ditatap aneh oleh orang di sekitar, tetapi dia tidak mempedulikannya. Pria itu justru terus melangkah menuju lantai 18 dan memasuki salah satu ruangan. Sebuah kejutan untuknya, dia hanya bertemu Idris dan Yoseph. Pria itu mendecih setelah menutup pintu. "Kamu menyuruhku untuk buru-buru, tetapi sekarang baru kalian berdua di sini. Ke mana uang lainnya?" Lampu ruangan seketika meredup, bergantikan cahaya biru remang-remang. Jendela tak bergorden pun langsung tertutup oleh tralis besi

    Last Updated : 2021-05-28
  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 7

    “Ke mana Erlangga, sih? Nyusahin aja jadi orang!” Sudah hampir jam dua siang, tetapi batang hidung Erlangga belum tampak juga. Olivia sudah geram dengan pria itu. Dia ingin sekali menjambak rambut Erlangga kalau bertemu nanti. Akhirnya, perempuan itu memutuskan untuk pergi dari kantin. “Kelamaan nungguin dia. Nanti malah nggak ikut kelas.” Dalam hati dia mengutuk pria bernama Erlangga, seandainya dia dateng, akan aku hantam wajahnya dengan tas. Padahal, sepertinya nyali Olivia belum cukup untuk melakukan itu. Ditatap dari jarak dekat saja sudah gerogi, apalagi melakukan hal yang tidak-tidak. “Eheeem!” Olivia menoleh ke sumber suara di belakangnya. Ternyata Erlangga, dia sedang mengikuti Olivia dari belakang. “Apa yang aku bilang tadi saat di kantin?” tanya Erlangga dengan tatapan mata yang menajam. Olivia menjawab setelah memutar bola matanya. “Terus aku harus nungguin kamu sampai kapan? Dua menit lagi udah masuk kelas

    Last Updated : 2021-06-24
  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 8

    “Hari ini kita ke rumah kamu, ya.” Pernyataan dari Erlangga membuat Olivia mengembuskan napasnya dengan kasar. Perempuan itu tersadar, kepergiannya semalam pasti akan membuat ayahnya marah. “Bisa kita main ke mana dulu gitu? Aku juga kayaknya mau nginep di apartemen kamu lagi, Lang!” kat Olivia. Sontak pria di sampingnya langsung tertawa. Apa maksudnya Olivia ingin menginap di apartemennya lagi? Erlangga berpikir kalau Olivia ingin tidur di apartemennya, berarti Olivia sudah mau menerima Erlangga. “Kenapa? Kamu udah nggak sabar untuk tinggal sama aku, ya? Jangan-jangan kamu juga udah nggak sabar untuk tidur sekamar sama aku, Liv,” kata Erlangga yang sedang menyetir. “Anda ini terlalu percya diri banget, ya?” tanya Olivia sedikit jengkel. Erlangga terus tertawa kecil mendengarnya. “Emang itu kenyataannya, kan? Bukan percaya diri, tapi emang itu kenyataan yang terjadi.” “Kalau bisa, aku mending nggak ketemu lagi sama kamu, Er.” O

    Last Updated : 2021-06-26
  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 9

    Dua orang yang tidak memiliki kejelasan status akan tinggal bersama di satu apartemen. Terdengar konyol, tetapi itu yang terjadi pada Erlangga dan Olivia. Kedua insan itu sedang berdebat masalah kamar. “Pokoknya aku mau kamar ini. Kamu harus pindah kamar!” titah Olivia. “Ini apartemen aku. Kenapa jadi kamu yang ngatur-ngatur? Kamu pindah aja ke kamar sebelah!” Erlangga kembali mendorong Olivia dari kamarnya. Setelah lolos dari kejaran anak buah Firman, mereka berdua langsung ke apartemen. Warna langit yang sudah jingga yang membuat Erlangga untuk memilih pulang. “Kenapa kamu nggak mau ngalah sama cewek, sih?” protes Olivia. “Bukannya malam ini kamu jadi pembantu aku? Mending kamu buatin aku minum aja sekarang dari pada rebutan kamar.” Erlangga menutup pintu kamar dan menguncinya. “Kenapa kuncinya kamu simpen?” tanya Olivia yang semakin sewot. “Jaga-jaga kalau kamu mau ambil kuncinya terus nyelonong masuk. Udah, sekarang kamu bu

    Last Updated : 2021-06-27
  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 10

    “Kenapa diem aja?” tanya Erlangga. Mereka berdua sudah tiba di depan sebuah gedung tinggi daerah Kasablanka. Erlangga sengaja mengajak Olivia ke pertemuan kelompoknya. “Kamu masih marah sama aku?” Erlangga kembali bertanya. Dia melepas kaitan sabuk pengaman dan menghadap Olivia. “Nggak ada yang harus dimarahi. Ngapain kita ke sini?” Olivia akhirnya membuka suara, setelah perjalanan yang cukup memakan waktu dia terdiam. “Saya mau ketemu temen-temen aku. Kamu nggak apa-apa ikut aku, kan?” tanya Erlangga. Embusan kasar napas Olivia mengartikan dia tidak senang. Perempuan itu seolah kehilangan mood untuk tersenyum setelah perbuatan yang Erlangga lakukan. “Hei! Kenapa nggak mau natap aku, sih?” Erlangga membuat wajah Olivia menatapnya. “Kamu masih marah masalah tadi?” “Kamu pikir a kumasih marah atau nggak? Kalau kamu punya pikiran, seharusnya kamu tahu,” sahut Olivia. Erlangga sadar kesalahannya. Dia tidak seharusn

    Last Updated : 2021-06-27
  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 11

    “Ayo, Liv! Kita pergi dari sini!” Erlangga telah keluar dari ruangan tempat mereka berkumpul. Wajahnya yang ditekuk menyadarkan Yoseph bahwa pria itu sedang dalam keadaan tidak senang. “Apa yang terjadi di dalam sana? Kalian tidak saling bunuh, kan?” tanya Yoseph yang disambut dengan pekikan kejut Olivia. Jelas saja, perempuan itu terkejut karena Yoseph mengatakan kata bunuh dengan santai. Seolah bunuh adalah hal yang mudah dilakukan. Padahal, bagi Olivia kata itu bagaikan kata yang menyeramkan. “Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Semuanya aman terkendali,” kata Erlangga dengan tenang. Dia menoleh ke arah Olivia dan tersenyum. “Kita pergi sekarang!” Erlangga langsung menggandeng tangan Olivia untuk segera pergi dari sana. Dia tidak mau lagi membawa Olivia ke dalam lingkungan Renoza. Dia mau Olivia tetap aman. “Kalian ngapain aja di dalam sana?” tanya Olivia di tengah perjalanan. Erlangga terus menatap lurus jalanan di depan ta

    Last Updated : 2021-07-12
  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 12

    “Er, aku nggak mau tidur di kamar sebelah. Aku lebih suka pemandangan di kamar ini,” kata Olivia. Mereka masih saja bertengkar meributkan masalah kamar. Yang satu tidak mau pindah lantaran memang ini kamarnya, yang satu lagi tidak mau pindah lantaran suka dengan pemandangan di jendela. “Aku tidur di sini. Kalau kamu mau tidur di sini nggak masalah, kita bisa berbagi kasur. Emangnya kamu yakin kita hanya tidur kalau berduaan?” goda Erlangga. “Dasar cowok mesum! Kamu ini mikirnya ngeres aja, sih. Mending saya tidur di sofa dari pada harus tidur sama kamu!” bantah Olivia dengan suara yang meninggi. Yang diajak berbicara justru tertawa terbahak-bahak. Dia memang tidak pernah main-main dengan ucapannya. Hanya saja Olivia tidak mengetahui itu. “Kenapa kamu tidak mau? Bukannya kamu sudah jadi istriku secara tidak langsung? Aku sudah bilang, kalau kamu tidur di sini, itu artinya kamu menjadi istriku secara tidak langsung.” “Teori dari mana yan

    Last Updated : 2021-07-16

Latest chapter

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 34

    Di hadapannya, ada seorang pria yang sedang tidak sadarkan diri. Tangan kanannya diinfus sedangkan punggungnya diperban. Luka tusuk yang pria itu dapatkan tidak terlalu dalam, tetapi berhasil menghabiskan banyak darahnya.Erlangga terus bertahan untuk sadar dan menemani Olivia di perjalanan. Hingga akhirnya dia tidak kuat menahan kesadarannya sampai akhirnya dia tidak sadarkan diri. Justru itu yang membuat Olivia semakin ketakutan.Sekarang, Olivia sudah merasa lebih tenang. Pria yang dia khawatirkan masih belum sadar. Sejak tiga jam lalu, Erlangga masih memejamkan matanya seolah tidak ada yang menunggunya untuk bangun."Ada yang perlu kita bicarakan." Ruhn mem

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 33

    “Semakin menyenangkan saja pertunjukan drama kali ini. Jadi kamu tidak akan menikah dengan Erlangga setelah ini, Liv? Kasihan sekali dirimu. Kamu sudah hamil, tetapi pria yang menghamili tidak mau bertanggung jawab,” ucap Jakob sambil tersenyum lebar. Dia melirik ke arah Firman dan berkata, “Apa yang akan Anda lakukan pada Erlangga, Pak Tua?”Firman sudah tidak mau berkata apa-apa. Dia sudah muak dengan Jakob dan hal yang sedang dia rasakan. Namun, dia tidak bisa lepas begitu saja. Dia tidak bisa melepaskan dirinya dan juga tidak bisa berbuat apa-apa. Firman merasa sangat tidak berguna sekarang.“Anda benar-benar pria paling berengsek yang pernah saya temui, Erlangga. Saya tidak sangka kalau Anda berani merusak putri saya dan ingin pergi begitu saja. Ternyata memang benar ucapan saya tadi kalau Anda adalah mafia yang licik,” jawab Firman.“Ya, dia memang licik, Pak Tua. Dia bahkan lebih licik dari pada saya. Beruntung se

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 32

    “Dia adalah Renoza yang sebenarnya. Dia adalah pria yang sengaja saya jadikan kambing hitam setidaknya sampai saya tiba di rumah Anda, Pak Tua.” Jakob tertawa cekikikan.Kalau tahu yang sebenarnya, tidak mungkin Firman akan menahan Erlangga tadi. Dia mungkin akan menuruti semua perintah Erlangga demi keselamatan dirinya dan keluarga. Sayangnya, Jakob begitu memengaruhi pikiran Firman hingga dia terperdaya.“Sepertinya Anda juga tidak tahu apa yang membuat putri Anda datang ke Paris, ya? Tidak masalah, saya akan menjelaskannya pada Anda juga,” kata Jakob.Firman terus menatap wajah Jakob yang dekat padanya. Yang ditatap tidak berhentinya tertawa jahat. “Dia datang untuk meminta pertanggungjawaban dari calon suaminya, Pak Tua.”“Cukup, Jakob! Semua itu hak saya untuk mengatakannya pada keluarga! Bukan hak Anda sebagai orang asing yang jahat dan licik!” pekik Olivia dengan suara yang tinggi.Tria mulai m

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 31

    Kehadiran Jakob dan para pengikutnya ke dalam rumah Firman Mahardika membuat semua keadaan berubah. Firman, pria tua yang seharusnya menjadi tuan di rumah itu karena seharusnya dilindungi, sekarang justru menjadi tahanan Jakob. Tidak hanya Firman Mahardika yang dia tahan, istri dan anaknya juga ikut ditahan secara paksa.Erlangga sudah tidak terkejut dengan semua yang terjadi saat ini padanya dan juga pada keluarga Mahardika. Dia sudah memperkirakannya sejak tadi ditahan oleh Firman. Pria yang sedang menikmati pertunjukan drama di depannya itu sudah tahu kalau ada orang yang menuduh dirinya dan menjebaknya sekarang.Sudah terbukti yang ada di dalam benaknya. Pasti ada anggota mafia Ryuzen yang menghasut Firman. “Jangan salahkan saya yang nggak memberikan peringatan. Saya terus bertanya, tetapi Anda memilih untuk ingin membunuh saya.”“Diam kamu! Siapa kamu sebenarnya?” Firman yang sudah kehabisan kesabaran terus menarik uratnya ketika ber

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 30

    Seluruh manusia yang berada di dalam ruangan itu terkejut. Seorang Erlangga dengan tenang menghadapi Firman. Dia tanpa rasa takutnya membalas ucapan Firman Mahardika saat banyak penjaganya sedang berada di ruangan yang sama pula. Erlangga dengan sangat berani dia menyunggingkan senyum miringnya.Olivia bahkan sampai menutup mulut. Dia yang sangat terkejut. “Apa maksudnya semua ini, Yah?”Firman menoleh ke belakang dan menatap putri semata wayangnya. Tatapan mata Olivia yang semakin sendu membuat pria tua itu tidak tega. Awalnya Firman ingin marah pada anaknya lantaran ceroboh dengan pria yang bisa mencelakainya. Namun, Firman urungka karena tidak tega.“Dia ini seorang mafia yang sangat licik, Liv. Dia adalah seorang yang bisa membunuh bahkan hanya dengan tangan kosong. Dia bisa saja membunuh semua orang yang ada di sini hanya untuk kemenangannya seorang. Orang yang sudah kamu dekati selama ini hanya menginginkan harta Ayah, bukan ketulusan men

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 29

    "Kita nggak perlu ke rumah aku, Er. Aku hanya harus telepon Ayah aja. Nanti dia yang akan nyuruh anak buahnya untuk berhenti ganggu kita. Nanti kita akan ke rumah aku kalau keadaannya sudah aman semuanya. Baru kita rencanain bagaimanacame outkalau kita akan menikah karena tragedi ini," jelas Olivia yang mulai murung. Erlangga tidak habis pikir dengan jalan pikir Olivia. Perempuan itu menyangka kalau semua yang terjadi adalah ulah anak buah ayahnya. Pria itu mendengkus dan menggelengkan kepalanya dengan kasar. "Apa yang kamu maksud anak buah ayah kamu? Apa kamu nggak sadar kalau itu semua bukan anak buah ayah kamu? Mereka semua ingin nyelakain kamu. bagaimana bisa mereka jadi anak buah ayah kamu?" Olivia tersenyum meremehkan dan membuka layar ponselnya. Dia menunjukkan isi pesan singkat yang sudah diterima dari ayahnya kepada Erlangga. Ayah: Kamu harus jaga diri! Kalau tidak aman, segera kembali ke ru

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 28

    Mobil berhenti di parkiran apartemen Erlangga. Olivia yang senang karena akhirnya dapat bertemu dengan Erlangga pun tidak kuasa menahan senyumnya. Dia terus saja tersenyum sepanjang perjalanan. Mereka pun berjalan menuju unit apartemen milik Erlangga. Tangan mereka bertaut seolah tidak mau melepas satu sama lain. Siapa yang berani memisahian mereka berdua? Erlangga akan maju menghadapinya. Dia sudah siap dengan keahlian bela dirinya untuk menghajar orang yang mengganggu hidupnya.

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 27

    Setelah perdebatan alot dengan ayahnya, Olivia akhirnya memutuskan panggilan itu. Dia tidak mau berbicara dengan ayahnya untuk beberapa saat ini. Dia masih sulit untuk percaya kalau ayahnya sendiri yang merencakan penyerangan itu.“Aku nggak nyangka kalau Ayah setega ini. Orang yang Oliv sayang bisa terluka gara-gara kekejaman Ayah. Apa Ayah nggak seneng lihat Oliv bahagia? Apa bahagia di mata Ayah?” gerutu Olivia di ruang tunggu.Dia sejak tadi sudah murung. Erlangga sudah terluka dan itu akibat ulah ayahnya. Sampai sekarang Olivia masih bingung dengan motif yang ayahnya berikan. Bagaimana bisa dia memerintahkan orang untuk melakukan penyerangan terhadap dirinya bahkan sampai ke Paris?“Apa yang sebenarnya Ayah lakukan? Mengapa Ayah begitu terlihat tidak menyukai Erlangga?”Hampir satu jam Erlangga di dalam ruangan sana tanpa ada kabar dari perawat atau dokter. Olivia takut kalau Erlangga kehabisan darah. Dia melihat sendiri kalau

  • Terpikat Pesona Mahasiswa Gadungan   Part 26

    Seketika tubuh Erlangga membeku ketika letupan pistol itu memekakkan telinga mereka berdua. Olivia yang duduk di depannya juga membelakkan matanya. Pria itu melirik ke arah lengan kanannya yang sudah mengeluarkan darah dari sana.Olivia yang tidak tega ingin sekali melindungi Erlangga. Perempuan itu pun menarik tubuh Erlangga agar ikut bersembunyi di balik tembok bersamanya. Bagian lengan yang tadi mengeluarkan darah sudah ditahan oleh telapak tangan Erlangga. Namun, tetap saja masih mengeluarkan darah.“Kreeet!” Olivia merobek pakaiannya untuk digunakan membebat tangan Erlangga. Dia ikat luka itu dengan niat agar darahnya berhenti mengalir. Setelah selesai, Olivia mengeratkan pegangan tangannya dengan Erlangga.“Aku nggak kenapa-kenapa. Ayo kita pergi dari sini,” kata Erlangga.Saat itu juga Olivia menggelengkan kepalanya dengan wajah yang penuh keyakinan. Dia berniat melindungi Erlangga dengan cara yang dia pikirkan sendiri.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status