Anggieš
PP
P
P
Masa Allah woy, Kayla sobatku, kawanku, sahabatku yang cantik tapi masih cantikan aku, balesin chatinganku napa!
Anggie menuliskan pesan WhatsApp sambil sebelah tangannya memijit kepalanya untuk menghilangkan rasa ngilu yang masih sesekali menerpa betisnya. Bisa ya, sakit di betis dipijitnya kepala sakitnya bisa berkurang? Jawabannya cuma Anggie yang tahu.
"Kau masih hidup gak sih Key!!" Dumel Anggie merutuki ponselnya. Padahal teleponnya pada Kayla belum tersambung.
Anggieš
Astagfirullah al azim, Kayla. Bales chatku enggak berdosa.Anggie mengirim kembali pesan WA, kepada Kayla setelah teleponnya tidak dibalas.
"Ya, Allah dosaku apa, kenapa kau memberi hamba teman yang luar biasa cueknya, udah gitu anak dari mantan nyokap lagi.. tapi aku sayang bangat sama dia, melebihi Bella."
"KAYLA BODY LOTION , JAWAB TELEPONNYA ! HHHUUUUAAAA... KOK KAKIKU TAMBAH NGILU?? PAPAAA KAKI ANGGIE BIDADARI DARI KAYANGAN INI TAMBAH SAKITT!! PAPA KAKINYA SAKIT... HHUUUUAAAA...PAPANYA AKU YANG MUDA DAN MASIH TAMPAN BEDA SAMA MAMI YANG UDAH TUA KARENA GNOMEL MULU." Teriak Anggie heboh dari dalam kamarnya.
"Aduhnya sakitnya ya Allah. Pliss sembuhkanlah kakinya Anggie. Besok janji tidak akan sok keren dan balapan lagi, Huaaa... Papa!!" Nada suara Anggie menurun tapi masih saja mengomel terusan seakan takkan berhenti.
"Brisik, diam Anggie..! Percuma teriak, Papamu sudah pergi kerja. Nih makan banyak, habiskan. Awas kalau teriak lagi, Mama kurung kau di kandang Ayam!" Mamanya Riani menatap jengkel bercampur kesal.
"Satu lagi, berhenti nyebar fitnah!! Papamu jangan bilang masih muda. Kau tahu hal itu menyebabkan Mama digosipin tetangga yang tidak-tidak. Punya simpanan brondonglah.. Awas kau kalau kau ngomong hal ngaco itu lagi, Mama nikahkan kau!"
Blam, Riani menutup pintu kamar putrinya dari luar dengar sedikit kasar setelah mengantar makan siang beserta cemilan untuk Anggie yang memang masih sakit.
Sebenarnya Mamanya Riani sangatlah sayang pada Anggie, hanya saja tingkah Anggie kerap kali membuatnya dongkol mengubahnya jadi Mama yang galak dan hobi mengomel tapi tetap penyayang dan menyayangi ketiga anak-anaknya.
"Huuaaa, Papa, Mama galak, huuaa.." Anggie menggerutu pelan takut kedengaran Mamanya.
Kayla Ayu Safira
QR
S
T
U
V
W
X
Y
Z
Bunyi notifikasi balasan pesan WhatsApp dari Kayla beruntutan terdengar dari ponsel Anggie.
Anggieš
Kok baru dibalas neng, kau kemana saja?Kayla Ayu Safira
Kau gak lihat apa? Aku baru online.Dari tadi ngechat aku.
Ada apa gerangan dari princess Anggie?
Anggieš
Jengukin dong.Aneh tau, sobatmu sakit gini tidak kau jenguk? Kau tega..
Kayla Ayu Safira
Itu sih salahmu, kan aku sudah peringatin.Jangan ladenin Layla, tapi kau bandel, mau saja diajak balapan.
Ya sudah.. Rasakan! Itu akibatnya, ngeyel dan bebal.
Anggieš
Beib sahabatku Kayla yang imut pluss manis anaknya mantannya Mamaku Om galak.Jengukin aku ya.. pliss.
Bawain banyak buah.
Coklat juga ya.
Jangan lupa Mie Ayam dekat kampus buatan Mang Mamang, ya, Key.
Kayla Ayu Safira
Belum juga diiyainSudah banyak maunya
Anggieš
Datang ya plisss.Kayla Ayu Safira
Dasar.. Belum diberi hati sudah mau minta jantung.Anggieš
Aku bosen di rumah Key.
Kayla Ayu Safira
HmAnggieš
Hm artinya iya kan.Aku tunggu pesanannya.
Eh, maksutku kedatanganmu.
Selang beberapa menit kemudian. Knop pintu kamar Anggie diputar.
'Yeii, yipyipp Kayla datang.. Hore! Akhirnya' Anggie membatin senang.
Hal tersebut tidak berlangsung lama.
"AAAAAAAAAAA..." Teriak Anggie heboh.
'Kenapa Monster ini datang lagi, haiss.. baru tadi pagi kemari nganterin aku pulang sudah datang siang ini lagi. Huhh sebal. Ngapain sih, huhh.. sekalinya ketemu kok jadi sering..' Gerutu Anggie dalam hatinya.
"Itu karena kita jodoh makanya harus sering ketemu." Jawab Gibran seolah tahu isi pikiran Anggie.
"Apaan sih? Kalau Dokter, Dokter saja gak usah sok berubah jadi cenayang." Sinis Anggie dengan nada pelan.
Anggie akui, walau Gibran hanya memasang wajah datar dan tidak sedang menatapnya tajam hal itu masih saja menyebabkan merinding dan jantung berdebar tidak karuan menyimpan ketakutan.
Gibran mendekat, duduk di atas tempat tidur di samping Anggie. Sontak hal tersebut membuat Anggie secara spontan bergeser menjauh.
"Keadaanmu sudah bagaimana? Sudah baikan? Atau kau sudah makan tidak? Nih, aku bawain cemilan." Gibran menyodorkan bungkusan plastik cemilan kepada Anggie yang enggan menerimannya.
"Aku udah makan, tuh lihat bekas piringnya masih ada." Tunjuk Anggie pada nampan diatas nakas yang sudah kosong.
"Sudah sana pergi. Aku ingin beristirahat." Ketus Anggie pelan. Suaranya bahka tidak kedengaran kalau saja keadaan rumah tidak hening.
Gibran menatap tajam serta intens kepada Anggie.
'Duh, salah lagi. Ck.. ini cowok ngapain ngeliatku segitunya sihhh. Aku merinding tau! Mama mana lagi? Kok setan dibiari masuk..' Anggie membatin.
"Seperti katamu aku Dokter, maka dari itu biarkan aku memastikan keadaanmu dahulu."
Tiba-tiba saja Anggie jadi merinding mendengarnya. Ucapan Gibran mengingatkannya dengan masa kelam yang pernah dia alami.
"Jaaa jangaaann.." Anggie menggeleng takut. Membuat Gibran heran.
"Kau kenapa?" Tanya Gibran khawatir.
"Tenang Anggie, Aku hanya memeriksa keadaanmu. Jangan khawatir aku tidak membawa jarum suntik jika itu yang kau takutkan." Gibran mengelus punggung Anggie untuk menenangkannya.
'Sebenarnya hal apa yang membuatmu seperti ini Anggie? Tiba-tiba takut!' Gibran bertanya-tanya dalam hatinya.
"Tidak, jangan periksa! Aku baik-baik saja. Aku sudah sembuh, aku mohon jangan.." Anggie menghindar dengan keadaan wajah memucat ketakutan.
Hal itu makin membuat Gibran bertambah khawatir.
"Baiklah, aku tidak akan memeriksamu. Tapi kau tidurlah dan janji beristirahat dengan benar. Aku akan pulang." Gibran mengacak rambut Anggie sebelum keluar.
āāā
Anggie memarkirkan motor matic miliknya di halaman depan rumah Kayla. Tanpa permisi dahulu dia menyelonong masuk dengan melangkah tertatih-tatih tanpa dipersilahkan lebih dulu.
'Masih sok kegantengan bangat si Om padahal udah tua. Ckck, gantengan juga Papaku, udah gitu masih muda lagi.' Anggie membatin.
Bukannya menjawab Rehan Papanya malah bertanya balik padanya. "Kakimu kenapa tuh? Kau berbuat nakal lagi. Kasihan sekali Ardi dan beruntunglah bukan aku yang jadi Papamu kalau tidak pasti aku sudah jantungan menghadapi kelakuanmu."
"Tentu saja kan Mama mutusin Om, kalau enggak amit-amit deh punya Papa galak kayak Om, kerjaannya ngomel mulu. Udah kalah ganteng dengan Papaku masih pemarah lagi. Hais, aku gak bisa bayangin bagaimana nasibku jika hal itu terjadi, rambutku bisa habis rontok. Duh, seram sekali."
"Dasar cerewet mirip Mamamu!" Geram Rehan sambil mengepalkan tangannya. Kenapa dunia ini sempit sekali. Kenapa yang jadi sahabat putrinya bisa malah anak dari mantan kekasihnya di masa lalu, seperti tidak ada orang lain saja.
"Ciee.. ingat mantan. Om hafal benar ya watak Mamaku. Cieee, dulu pasti sayang bangat sama Mama tapi sayangnya enggak jodoh.. hahaha." Anggie tidak tersinggung dan malah tersenyum balik menggoda Rehan.
"Diam kamu!"
"Galak benar, duh tatut.." Anggie mengejek Rehan. "Makanya Om, kalau jadi pria itu gantengnya harus tinggat dewa, bukan cuma tinggat tinggi. Biar enggak ketikung."
Rehan menatap tajam Anggie, sebenarnya dia tidak marah. Hanya jengkel dengan prilaku Anggie yang tidak ada sopan santunnya padanya dan suka sekali membuatnya naik darah. Sebelum Rehan makin emosi dia memilih pergi menjauhi Anggie.
Sementara Anggie kini sedang tetawa senang, puas telah berhasil menggoda Om galak Papa dari Kayla.
"Kenapa loh, ketawa ketiwi? Bahagia sekali. Jangan bilang kalau kamu habis mengganggu bokapku lagi ya." Tegur Kayla tiba-tiba saja sudah didepannya.
"Yapss benar sekali. Aku memang habis mengembangkan bakatku dalam berdebat. Menggoda Om galak hingga membuatnya naik darah sangat menyenangkan sekali."
"Kebiasaan, awas aja kalau sampai Papaku cepat tua. Aku cincang habis tubuh tulangmu. Nih minummu, cepat habiskan aku tidak mau sampai telat."
"Iya bawel, gak bisa ngeliat aku senang dikit apa. Huhhh...!"Dengus Anggie sebelum minum minuman pemberian Anggie.
TO BE CONTINUED
"Pak, ini sudah saya revisi kembali." Ucap Anggie setelah dengan sopan dia masuk keruangan dosennya untuk bimbingan."Kakimu kenapa Nggie?" Tanya Pak Dirga dosen berumur setengah abat. Laki-laki paruh baya itu memang tak sungkan memberi perhatian lebih pada mahasiswanya yang bernama Anggie. Semua orang dari kalangan kampus tahu itu bukan karena genit. Sebab Pak Dirga bukanlah dosen mesum tapi terhormat, dia bahkan sangat menjunjung tinggi kehormatan perempuan. Pria itu bersikap sopan dan tidak pernah macam-macam."Kemaren jatuh dari motor Pak." Jawab Anggie sopan dan diangguki mengerti oleh Pak Dirga.Detik berikutnya Pak Dirga pun mengecek skripsi Anggie. Wajahnya datar sesekali mengerut membuat Anggie waspada, takut disemprot dan diceramahi panjang lagi. Sebenarnya sang dosen tidaklah begitu kiler namun terkadang dia bisa berubah jadi menakutkan."Analisis yang kamu gunakan sudah bagu," Puji Pak Dirga sejena
"Sehabis ini kamu masih ada kegiatan nggak? Kita pulang ber--"Anggie memutar bola matanya seraya menghentikan makannya dan menatap Gibran tak suka."Aku harus menemani Kayla menemui dosen pembimbingnya," jelas Anggie memotong kalimat Gibran yang belum selesai dan menyebabkan Kayla jadi sasaran sinis Gibran."Temanmu sudah dewasa dan bisa menemui dosen pembimbingnya sendiri, jadi kenapa kamu harus repot menemaninya?!" Tanya Gibran dengan nada tak suka sambil beberapa kali melirik Kayla dengan tajamnya."Sebab Kayla telah menemaniku meskipun aku sudah dewasa dan bisa sendiri," balas Anggie tak mau mengalah. "Pulanglah lebih dulu, kamu juga sudah dewasa memangnya pulang harus bersamaku? Lagipula rumah kita tidak searaah," lanjutnya."Ch, tidak iklas sekali temanmu menemanimu minta balas budi!" Ucap Gibran dengan pedas."Dia tidak minta, aku yang berinisiatif, jad--"
Brakk! Anggie membuka kasar pintu kamar Gibran. Gadis itu dengan tanpa takut menghampiri Gibran dan berdiri dihadapannya sambil berkacak pinggang."Aku mau pulang dan tak mau disini, cepat antarkan aku pulang!" Tegasnya galak."Pulang kemana? Kerumah yang mana?? Apa tadi kamu lupa kalau mulai saat tadi inilah rumahmu." Gibran tak kaget dan datarnya seperti sudah memperikarakan tingkah Anggie tersebut.Laki-laki itu sibuk dengan laptopnya memperhatikan data pasiennya bahkan tak menoleh ketika Anggie masuk dengan kasar kekamarnya hingga saat ini."Sialan! Rumahku masih berada dikediaman orang tuaku dan bukan disini." Anggie tersulut emosi dan kegeraman.Gibran menoleh seraya menatap datar Anggie. "Apa katamu?" Tanyanya dalam nada halus, tapi mampu membuat Anggie meringis takut dan melangkah mundur."Aku ingin pulang," cicitnya pelan, tapi masih terdengar oleh Gibran. "Aku tak nyam
"Sssttt ... diamlah sayang. Ini aku Gibran calon suamimu," beritahu Gibran menyebabkan Anggie melotot kaget seraya berhenti memberontak. Tiba-tiba tubuhnya melemas kaku serta merinding penuh kewaspadaan.Para pria itu berbahaya pandai memamfaatkan situasi dan mengikis jarak yang ada. Mereka itu bukan makhluk yang peka, tapi perayu unggul yang mampu menghipnotis gadis manapun. Dan Gibran lebih dari pada itu dan diketahui sangat terobsesi kepadanya sehingga memicu banyak kemungkinan yang menyebabkan Anggie pikir dia harus lebih mewaspadainya.Gadis itu memastikannya dengan menoleh kebelakang. "Kenapa kamu bisa berada disini?""Tentu saja untukmu."Kening Anggie mengerut dan tak mempercayai jawaban itu mudahnya. Dia yakin bahwa ada alasan lain dibaliknya. Lagipula jika benar Gibran sungguhan berada disini untukknya dari mana Pria itu mengetahui lokasinya berada."Mana
Pada akhirnya Gibran melaksanakan perkataan Mamanya. Pria itu tak lagi memelototi Anggie dan setelahnya dengan patuh pergi berbelanja daging sesuai perintah mamanya dalam harapan semoga di malam yang kian larut masih ada supermarket atau minimarket yang masih buka.Beruntungnya memang masih ada sebuah supermarket yang masih buka. Gibra pun berbelanja dan membeli semua pesanan, membayar lalu kemudian pulang.Setelahnya dirumah Gibran dan Anggie memasak berdua. Selesai memanggang daging barbeque-nya, kini mereka tinggal menyantapnya.Sudah dikatakan sebelumnya bahwa Anggie memang pencinta daging, jadi tak mengherankan jika sekarang matanya sedang berbinar tak sabaran mencicipinya sesegera mungkin.Andai saja saat ini dia bersama Kayla atau Gibran saja tanpa kedua orang tua, Dirga dosen pembimbingnya dan istrinya Anita yang merupakan kedua orang tua Gibran. Dapat dipastikan tanpa malu lagi dan sungkan An
Setelah ditegur demikian oleh Dirga, baik Anggie maupun Gibran menunduk takut bagaikan seorang bocah yang baru saja ketahuan mencuri permen oleh ayahnya. Keduanya beranjak keluar dari kolam renang dan Anggie mencuri garis start lebih dulu.Melihat hal itu ego Gibran sebagai pria tak terima, sehingga dengan usil dan mudahnya tubuh Anggie ditarik kembali agar jatuh ke dalam kolam.BYUUURR!"GIBRAN!" Dirga melotot tak percaya sambil berteriak murka.Sedangkan Gibran yang menyaksikan Anggie kembali terjebur ke dalam kolam malah ternyum puas atas aksi usilnya. pria itu tampak seperti bocah nakal sambil menyembunyikan tawanya. Ternyata jadi usil ditambah mengusil Anggie sangat menyenangkan dan lain hari Gibran mungkin akan mengulanginya atau mungkin Gibran akan sering melakukan hal demikian.Berbeda dengan Anggie yang jatuh dikolam, gadis itu merasa merasa kesal. Dia tak boleh membiarkan Gib
Anggie dan Kayla kompak menatap lurus kedepan sambil cemberut, menyimpan cerita malam mengesalkan yang telah mereka lalui masing-masing. Rencana keduanya gagal total serta meninggalkan kesan buruk."Harusnya kamu biarkan aku menginap dirumahmu, Key. Aku pasti takkan pilek sekarang, hahattttchiiii!" Anggie menggosok hidungnya yang terasa gatal."Jangan menyalahkanku, justru harusnya kamulah yang harusnya membiarkanku menginap dirumahmu atau rumah calon mertuamu. Sehingga kejadian tak terjadi. Asal kamu tahu saja nasibku tidak akan miris, jadi jika kamu mengajakku dan tidak akan jadi pengasuh dari anak si duda sedangkan duda bapak si anak malah enak-enakan pacaran dengan kak Silvira." Kayla berkata menggebu dengan kesalnya yang sudah seakan mau meluap. Kejadian semalam yang dilaluinya masih belum diterimanya.Hal itu membuat Anggie menoleh dan melirik Kayla. "Itu sih kamu aja yang bodoh, kenapa mau-maunya jadi pengasuh dan ngga
Anggie menghela napasnya panjang seraya melemparkan tas miliknya ke atas tempat tidur dengan sembarangan. Menyusul dengan tubuhnya yang ikut jatuh menimpa matras empuk yang membuatnya sejenak terpejam mengusir penat."Sial! Gue di kampus seharian buat bimbingan, tapi pak Dirga malah enggak datang. Mana chatingan tidak dibalas, huh ...." Anggie merutuk kesal.Anggie beranjak bangkit meraih proposal miliknya dan berlalu ke luar kamar. Gadis itu nekat menerobos masuk ruang kerja tuan rumah, karena berpikir orang yang dicarinya ada di sana dan benar saja pak Dirga memang sedang di dalam ruang kerjanya.Mendadak langkah kaki Anggie menjadi kaku. Bagaimana pun juga dan meski telah tinggal dirumahnya, tetap saja pak Dirga merupakan dosennya. Anggie tak boleh demikian sembrono menyerobot masuk tanpa sopan, oleh karena itu perlahan langkah kaki Anggie mundur teratur sebelum pak Dirga menyadari kehadirannya.'Kayakn
Baik Anggie maupun Gibran, sepasang suami dan istri yang sakit bersamaan itu kini perlahan membaik. Hal itu bukan tidak lain pengaruh dari kehadiran calon sang buah hati. Kehadiran bukan hanya membawa kebahagian bagi seluruh keluarga, tapi juga kesembuhan bagi ibu dan ayahnya.Meski demikian di sisi Anggie, wanita itu belum sepenuhnya sembuh dan tidak jarang kambuh ataupun kumat berreaksi berlebihan sambil meneriakkan kata-kata kalau dirinya bukan pembunuh. Tak jarang ia juga suka menceritakan pengalamannya menyayat kulit para pria tampan, tapi hidung belang suruhan Diana yang hendak melecehkan dirinya.Sebagai solusinya seperti yang telah diketahui sebelumnya, jika keadaan sang buah hati yang belum lahir adalah obatnya, maka ibu mertua dan semua anggota keluarga langsung mengungkit kehamilannya untuk membuatnya tenang dan juga melupakan kejadian yang mengakibatkan dirinya trauma.Keadaan perlahan pulih dan kondisi keluarg
Anggie dengan nafas tersenggal dan ngos-ngosan membuka pintu dengan tubuh yang luar biasa gemetar juga teramat letih dan pucat. Wajahnya memerah kontraks menutupi kulit mulusnya yang seputih susu dan selembut sutera itu.Keringat membanjirinya, hampir sekujur tubuhnya basah dengan beberapa bagian yang bercorak merah yang terjadi akibat cairan merah anyir yang keluar dari kulitnya yang kelupas. Mengalir keluar lewat sudut bibirnya dan juga bagian pelipisnya yang belum mengering menyempurnakan tampilannya sehingga terlihat kacau berantakan.Wanita itu diam membeku berjalan masuk tanpa memperdulikan seseorang yang kaget melihat komdisinya.Gibran yang sebelumnya berada di ruang depan menunggu Anggie yang tiba-tiba saja menghilang, berniat untuk mengomel. Akan tetapi hal itu tidak terjadi dan Gibran dengan seketika malah tercengang seketika menjadi cemas bercampur marah. Cemas melihat kondisi Anggie dan marah pada orang yang m
Kejadian ketika Diana memarahi dan menindas Anggie di depan umum berhasil menciptakan kesan buruk tentangnya dihadapan Gibran. Diana menjadi geram karenanya dan bertambah benci pada sosok yang bernama Anggie. "Aaarrggh!!" Diana mengamuk melembari semua barang dalam ruangannya yang bisa dijangkau tangannya. "Biadap, dasar bocah tengik. Beraninya kamu mempermainkanku, membuatku dibenci oleh Mas Gibran!! Berengsek ... Aaarrggh!" "Awas kau bocah, jika sampai aku mendapatkanmu, kali ini aku tidak hanya akan memberi makan peliharanku dengan tubuhmu, tapi juga akan jual dirimu!!" Gerutu marah Diana tidak tahan dengan perasaannya yang memanas seolah membakar dirinya sendiri dalam kemarahannya. "Hari ini kau boleh menikmati kemenanganmu itu, tapi lain kali jangan harap. Sial! Sial!! Aaarrggh, Rocky, kemarilah ... aku membutuhkan dirimu untuk mendinginkan amarahku!!" Jerit Diana keras. **** Sementara itu di sisi
Setelah berbicara dengan ibu mertuanya lewat telepon perasaan Anggie menjadi sedikit lebih tenang dan melunak. Meskipun masih kesal mengingat bagaimana Gibran dan Diana berpelukan mesra yang membuatnya terluka dan juga kecewa. Namun sedikit demi-sedikit Anggie sudah menerima dan memahaminya.āItulah mengapa Mama memintamu pergi ke rumah sakit dan lebih memperhatikan Gibran. Agar wanita iblis itu tidak mempunyai kesempatan mendekatinya, Anggie. Mama tahu kamu kecewa dan merasa diduakan, tapi ketahuilah hubungan apapun yang berhasil diikatkan wanita iblis itu kepada suamimu bukanlah ikatan yang sekuat ikatan hatimu dan Gibran suamimu.āKata-kata ibu mertuanya terus membayang
Anggie berlari dari Gibran ketika ia berhasil lepas dari pelukan suaminya dan dibelakangnya ada Gibran yang menyusul sambil terus meneriakkan namanya.Melihat hal itu, para perawat dan juga dokter perempuan kepo dan tanpa segaja menyaksikannya drama tersebut, tak tahan untuk tidak berbisik-bisik menggosipi Gibran dan Anggie. Mengakibatkan Diana yang masih di sana menjadi panas dan mendidih."Wanita yang Dikter Gibran kejar itu istrinya?""Kalau dilihat dari kemiripan foto pernikahan Dokter Gibran yang diunggahnya di akun media sosial, wanita itu memanglah mirip dengan istrinya.""Lebih cantik aslinya yah?""Hm, iya. Media sosial memanglah penipu, tapi kali ini tipuannya beda. Jika biasanya membuat oramg cantik sekarang malah berbalik. Kelihatan di foto istrinya dokter Gibran kecantikannya biasa saja. Eh, pas ketemu aslinya, cantiknya kelewatan.""Hm, kamu benar. Wanita yang hamp
Perasaan Anggie bergitu membuncah gelisah sekaligus berdebar senang dan bahagia bercampur aduk sama ratanya. Pernyataan cinta dari Gibran benar-benar tidak Anggie disangka dan Anggie sedikit kaget mendengarnya.Tadinya ia hanya ingin mendebat Gibran seperti kebiasaannya, mencari masalah dan menangis untuk membuatnya merasa lega dari perasaan yang menghimpit keras dadanya hingga membuatnya merasa sesak.Namun apa yang Gibran lakukan benar-benar membuatnya berdebar kencang dan membuat jantungnya berdetak tidak beraturan.Meskipun demikian ia masih terganggu dengan perasaan lain yang masih terselip mengganjal dalam hatinya. Ada wanita lain yang menjadi nomor dua dalam hati Gibran setelah dirinya dan hal itu ditolak mentah-mentah enggan mau berbagi dalam hatinya. Namun boleh dikatakan apa yang sudah Gibran ungkapkan membuat merasa lebih baik dan sedikit merasa lebih baik.Hari ini karena senang dengan ungkapan cin
Anggie terkejut sekaligus menjadi syok. Hatinya terluka mengetahui ada wanita yang diperhatikan Gibran selain dirinya. Setelah mendengarkan penjelasan dari Mertuanya mengenai siapa wanita yang bernama Dinda yang dicurigai merupakan pelaku utama dibalik penculikan yang terjadi kepadanya.Seketika rasa tidak terima menghimpit menyemangati dirinya agar berteriak keras. ingin rasanya marah, mengamuk sekaligus menangis. Namun yang Anggie lakukan hanyalah diam dan termenung sampai beberapa saat berlalu. Beberapa jam dari setelah selesainya ibu mertuanya membantunya mengompres sekitar matanya yang menghitam bengkak.'Haruskah aku menangis lagi setelah semalam aku sudah puas menangis terus. Aku bahkan merasa bahwa mataku yang bengkak belum sepenuhnya sembuh, tapi yang benar saja aku harus menangis,' Anggie berusaha menguatkan hatinya yang cengeng dan juga rapuh. 'Diana wanita jahat itu hanya nomor dua di hati Mas Gib-gib, tapi kenapa rasa
'Ughhh, Mas Gib-gib ini apa-apaan sih? Mengapa mematapku sampai segitunya dan bukannya kasih pelukan kek biar aku berhenti menangis. Aaarrggh, bahkan mataku sudah capek mengeluarkan air mata, tapi dia tenang-tenang saja, huhh ... dasar menyebalkan!!'Gibran terus mengamati istrinya dengan lamat-lamat dan dengan detail mempehatikan lekuk tubuhnya.'Wajahnya agak bercahaya, kulitnya agak memucat, bentuk dadanya lebih bulat dari biasanya dan yang terpenting bagian perutnya agak kelihatan membuncit. Sepertinya dugaanku tidak salah lagi! Anggie memang sudah mengandung anakku. Besok aku harus mengajaknya periksa dan aku harus lebih mewaspadai pergerakannya juga memperhatikannya, jangan sampai anak kami dalam bahaya apalagi jangan sampai kejadian penculikan tadi terjadi lagi. Bagian terpenting lainnya aku juga harus segera mengetahui siapa dalang dibalik penculikan ini dan memberikan orang itu pelajaran. Ah, s
Anggie masih saja menangis meski urusan mereka telah selesai baik sebagai saksi dan memberikan keterangan pada polisi atas kejadian yang barusan terjadi. Bahkan ketika sudah sampai di rumah mereka yang sudah ditunggu oleh kedua keluarga besar mereka yang haraf mencemaskan Anggie, setelah mengetahui kejadian penculikan yang menimpa Anggie. Istrinya Gibran itu masih betah dengan isakan piku yang disertai lelehan air mata yang menyelimuti daerah pipinya.Melihat hal itu para orang tua memaklumi apa yang dilakukan oleh Anggie, mereka pikir mungkin Anggie masih syok dan ketakutan.Berbeda dengan Gibran. Rasa-rasanya dia tidak mempercayai kalau Anggie mengalami trauma setelah penculikannya kali ini. Gibran ingat istrinya itu memang takut, tapi raut wajahnya yang dipikirkan Gibran tidaklah mencerminkan apa yang dikatakan orang-orang. Tapi apa yang membuat Anggie demikian jika bukan karena syok akibat penculikan yang dialaminya, Gibran pun kurang me