"Pak Martin, Bella, terima kasih ... Ulang tahun kali ini benar-benar yang terbaik," ucap Viona sembari menggenggam erat-erat kotak musik biru hadiah dari aku dan Martin."Aku akan menjadikan kotak musik ini sebagai harta karunku, dan akan kujaga dengan sebaik-baiknya!" gumam gadis itu.Aku dan Martin hanya memandangi gadis itu sembari tersenyum. Entah mengapa melihatnya tersenyum begitu tulus membuatku merasa seperti ada sesuatu yang hangat terasa dalam hatiku. Begitu pun dengan Martin, melihat raut wajah pria itu, sepertinya ia juga merasakan apa yang kurasakan.Setelah itu kami melanjutkan pesta ulang tahun kecil-kecilan itu dengan penuh kebahagiaan. Kami bersenda gurau, memakan kue yang sudah rusak itu, dan memainkan beberapa permainan papan yang begitu mengasyikan dengan tak lupa mengajak Yona, si pelayan wanita tadi sehingga suasana menjadi semakin ramai. Aku tidak bisa membohongi diri sendiri, saat-saat seperti ini benar-benar menyangkan bagiku.***Pesta menyenangkan itu akhir
Tak berselang lama, akhirnya kami sampai di depan gedung apartement-ku. Martin menghentikan mobilnya tepat di depan pintu gedung, dan setelah itu menatapku dengan penuh arti, tetapi aku tidak tahu yang mana artinya.Aku menampakkan senyum polos Bella seperti biasa padanya, dan membungkuk sedikit untuk menghormatinya. "Terima kasih, Pak. Hari ini sungguh sangat menyenangkan," ucapku.Martin hanya mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dariku."Em, Pak, apakah ada yang ingin Kau katakan?" tanyaku untuk memastikan."Masuklah, dan beristirahatlah dengan baik!" seru pria itu. Aku mengangguk dengan kikuk sebelum akhirnya aku keluar dari mobil. "Sekali lagi terima kasih, Pak Martin!" pungkasku pada Martin dari balik jendela mobilnya."Sama-sama!" ucapnya sebelum ia menginjak pedal gas dan melesat pergi meninggalkan apartement-ku dengan begitu cepatnya.Aku hanya berdiri memandang kendaraan roda empat yang kian lama kian menjauh itu dengan cemas. Bagaimana tidak? Ada seseorang yang sudah me
"Sebenarnya saat ini Aku memiliki benda kecil yang sangat bagus! Benda inilah yang bisa mendatangkan keuntungan untukku." Wanita itu mulai membicarakan hal penting yang selama ini Chris inginkan darinya."Benda apa itu?" Chris mengejar Hilde dengan pertanyaannya."Sssttt!" Jari telunjuk lentik wanita itu menyentuh bibir berondongnya itu. "Bukannya sudah kukatakan bahwa Aku tidak akan mengatakannya sebelum Kau menikahiku?" ujarnya dengan senyum menggoda.Chris tersenyum dengan manis sembari mengusap punggung wanita yang berada di atas lahunannya itu. "Ah, Honey~ Kau ini keras kepala juga ya! Tapi Aku suka!" ucap pria casanova brengsek itu. "Baiklah, lanjutkan," sambungnya.Wanita itu tersenyum manja, lalu mulai berkata kembali, "Well, benda itu sangat berharga dan Aku harus menjaganya baik-baik sampai benda itu benar-benar menghasilkan keuntungan!""Aku menyimpannya di suatu tempat yang sangat aman, dan sangat yakin tak akan ada yang bisa menebaknya. Sebuah tempat kecil gelap yang terl
Melihat reaksi Vincent yang termangu itu membuat pria bengis itu puas dan seringai yang ia tampakkan sedari tadi itu pun semakin menyeramkan bagi siapa pun yang melihatnya."Kondisi Hulkyn sudah diujung tanduk karena berbagai masalah hukum yang bahkan kalian pun tidak bisa menyuap penegak hukum di negara kalian untuk menyelesaikan masalah itu ... Well, menjalankan bisnis obat terlarang ke kota ini merupakan satu-satunya harapan kalian untuk menyelesaikan masalah itu -" Pria menyeramkan itu menjeda penuturannya untuk membuat efek mendebarkan bagi si pendengar yang wajahnya sudah tampak pucat itu."Namun agar bisnis Kalian lancar, kalian harus mendapatkan 'dukungan' dari penguasa kota ini. Hm, kasarnya Kau memerlukan dukungan dari pihak pemerintah dan organisasi gelap di kota ini ... Well, dari pihak pemerintah, Kau pasti berpikir Jimmy yang paling mudah untuk ditangani ditambah dia juga sangat dekat dengan wali kota sehingga Kau pun memilih untuk mengincarnya, dan dari pihak organisasi
Mendengar ungkapan Viona, gadis polos itu tampak terkejut dengan kedua mata yang terbelalak, lalu secara perlahan, karena hal itu tanpa ia sadari muncul rona merah di wajahnya sehingga membuatnya terlihat semakin manis."Be ... Benarkah itu?" Wendy memastikan ungkapan itu karena ia merasa tidak percaya bahwa orang asing yang hanya memerhatikan dari luar saja juga merasakan apa yang ia rasakan terhadap tingkah pemuda dingin itu padanya."Sepertinya ada kemungkinan hipotesisku itu akan terbukti," pikir Wendy, merasa girang akan hal yang selama ini didambakannya karena ia sudah sangat ingin sekali menuntaskan misi merepotkan dari Chris ini.Viona mengangguk dengan sangat yakin, lalu memandang gadis yang polos perihal asmara itu dengan tatapan penuh arti. DUK!Ia menyikut lengan Wendy dengan keras seakan merasakan kebahagiaan yang dirasakan temannya itu."Sepertinya ... Sepertinya ... Usaha Kita akan segera terbayarkan," ucap Viona dengan jahil."Ah! Ti ... Tidak kok, Aku yakin dia terli
Kini ketiga mahasiswa itu duduk mengelilingi meja Martin. Mereka duduk menghadap pada DPS mereka yang sedang memandang dengan seksama kue yang Viona berikan untuknya.Ia memandang lekat-lekat benda yang tampak payah dengan dekorasi tidak beraturan dan bau aneh juga tercium cukup pekat dari kue itu."Sekarang Aku mengerti!" ucap Martin tiba-tiba dengan tatapan datarnya."Hm? Apa?" Viona merasa heran akan perkataan tiba-tiba yang keluar dari mulut dosennya itu.Tanpa mengalihkan pandangannya dari kue yang tidak meyakinkan itu, Martin berkata, "Kue ini begitu unik!" Viona tampak senang, tetapi beberapa saat kemudian ia memandang curiga dengan ungkapan yang sekilas terdengar bagus itu karena teringat bagaimana reaksi Wendy sebelumnya ketika ia mendapat kue darinya itu. "Tunggu dulu, apa maksudnya itu?" tanyanya memastikan.Martin menoleh pada gadis itu seraya memasang senyum ramah khasnya padanya. "Kau ingin membunuhku ya?" ucapnya dengan begitu santainya.Sejenak, Viona mematung dengan k
POV Wendy.Saat ini aku bersama Martin di klinik kampus.. Memang sebenarnya tidak aneh ketika ia memintaku untuk mengantarnya ke fasilitas kesehatan ini, tetapi kupikir sebenarnya ia melakukan itu karena memiliki maksud tersendiri terhadapku.Setelah selesai diperiksa oleh dokter, ia bertanya apakah aku masih ada perkuliahan atau tidak? Dan ketika kujawab 'tidak ada' pria itu memintaku untuk melakukan hal lain, yaitu menemaninya beristirahat di klik sampai ia merasa jauh lebih baik.Di sinilah aku sekarang. Duduk di kursi tepat di samping tempat tidur pasien yang ia gunakan untuk merebahkan diri.Wajah pria itu masih tampak merah meski tidak semerah sebelumnya. Hal itu menandakan bahwa dia sepertinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Namun meski begitu, sekarang aku bisa melihat dengan kedua mata yang tampak cekung seakan menunjukkan betapa lelahnya pria itu saat ini."Pak, bagaimana keadaan Bapak sekarang?" tanyaku untuk membuka pembicaraan dengan pria yang hanya diam saja memain
Setelah selesai menunaikan tugas dari Martin, Reynold pergi meninggalkan ruang perkuliahan itu menuju ke taman batu, tempat teduh yang kerap kali ia jadikan sebagai tempatnya menunggu sebelum perkuliahan selanjutnya dimulai.Seperti biasa, pemuda itu mengambil buku dari dalam tasnya, lalu mulai membacanya, melanjutkan kembali bacaan sebelumnya.Beberapa menit berlalu, ia membuka lembar demi lembar buku di tangannya, tetapi apa yang dirasakannya adalah sebuah kekosongan, ia tidak bisa menyerap apa yang baru saja dibacanya. "Hm, apa ini?" gumam pemuda itu sembari memijat keningnya yang mengerut itu.Hal itu karena sesungguhnya kepalanya tidak bisa diam berpikir mengenai Martin yang pergi ke klinik kampus bersama Wendy."Hm, haruskah Aku juga pergi ke sana?" pikir Reynold yang entah mengapa merasa tergerak untuk memeriksa apakah yang mahasiswi dan dosen itu lakukan di klinik.Reynold menggelengkan kepalanya seakan berusaha untuk mengusir pikiran random yang tiba-tiba saja menyambangi ke