Martin yang sedang bergumul dengan si perampok cebol itu langsung menoleh ke arah mahasiswinya setelah mendengar teriakan pria yang menyergap gadis itu karena sesungguhnya ia begitu sangat khawatir kedua pria itu melukainya."Sial-" Baru saja hendak memaki, perkataannya terjeda ketika ketika bujang lapuk itu mendapati hal begitu mengejutkan dari gadis yang ia khawatirkan itu.Kedua matanya terbelalak mendapati rambut Bella Valentine yang selama ini dia tahu hanyalah sebuah rambut palsu belaka untuk menutupi rambut hitam indah alami di baliknya.Mendapati hal itu, perasaan Martin menjadi rumit. Memang benar menggunakan rambut palsu adalah sesuatu hal yang biasa digunakan sebagai gaya, tetapi mengingat selama ini ia merasa ada yang aneh terhadap sosok Bella, maka sudah sangat pasti hal yang ia pikirkan ketika melihat hal itu adalah bahwa gadis itu selama ini sedang menyamar."A ... Apa? Bella?" Martin menggumamkan nama samaran gadis itu."Well, sepertinya gadismu itu sedang 'bermain' de
POV Wendy.Setelah membeli sebuah parcel buah, dengan segera Martin membawa kami menuju ke rumah Viona. Di sinilah kami sekarang, di depan sebuah rumah megah bercat putih yang tampak sangat elegan.Martin turun dari mobil dan berbicara terlebih dahulu pada satpam yang berjaga di gerbang pintu sebelum akhirnya gerbang rumah pun terbuka dan itu artinya sudah saatnya kami masuk ke dalam rumah bak istana itu."Sudah kuduga gadis itu orang kaya," pikirku yang takjub dengan penampakkan rumah megah yang akan kami masuki ini."Bella, apakah Kau sudah mengabari Viona bahwa Kita akan datang ke sini?" bisik Martin sebelum ia menekan bel pintu.Aku menggeleng seraya menjawab sambil berbisik pula, "Tidak Pak, Saya belum menghubunginya semenjak dia tidak masuk kuliah. Saya melakukannya untuk mengejutkannya! Bagaimana dengan Bapak?" "Oh, iya, iya! Sama, Aku juga tidak mengabarinya apa-apa mengenai hal ini," jawab Martin."Baiklah, semua bawaan Kita sudah dibawa bukan?" sambungnya sembari menilik ke
"Pak Martin, Bella, terima kasih ... Ulang tahun kali ini benar-benar yang terbaik," ucap Viona sembari menggenggam erat-erat kotak musik biru hadiah dari aku dan Martin."Aku akan menjadikan kotak musik ini sebagai harta karunku, dan akan kujaga dengan sebaik-baiknya!" gumam gadis itu.Aku dan Martin hanya memandangi gadis itu sembari tersenyum. Entah mengapa melihatnya tersenyum begitu tulus membuatku merasa seperti ada sesuatu yang hangat terasa dalam hatiku. Begitu pun dengan Martin, melihat raut wajah pria itu, sepertinya ia juga merasakan apa yang kurasakan.Setelah itu kami melanjutkan pesta ulang tahun kecil-kecilan itu dengan penuh kebahagiaan. Kami bersenda gurau, memakan kue yang sudah rusak itu, dan memainkan beberapa permainan papan yang begitu mengasyikan dengan tak lupa mengajak Yona, si pelayan wanita tadi sehingga suasana menjadi semakin ramai. Aku tidak bisa membohongi diri sendiri, saat-saat seperti ini benar-benar menyangkan bagiku.***Pesta menyenangkan itu akhir
Tak berselang lama, akhirnya kami sampai di depan gedung apartement-ku. Martin menghentikan mobilnya tepat di depan pintu gedung, dan setelah itu menatapku dengan penuh arti, tetapi aku tidak tahu yang mana artinya.Aku menampakkan senyum polos Bella seperti biasa padanya, dan membungkuk sedikit untuk menghormatinya. "Terima kasih, Pak. Hari ini sungguh sangat menyenangkan," ucapku.Martin hanya mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dariku."Em, Pak, apakah ada yang ingin Kau katakan?" tanyaku untuk memastikan."Masuklah, dan beristirahatlah dengan baik!" seru pria itu. Aku mengangguk dengan kikuk sebelum akhirnya aku keluar dari mobil. "Sekali lagi terima kasih, Pak Martin!" pungkasku pada Martin dari balik jendela mobilnya."Sama-sama!" ucapnya sebelum ia menginjak pedal gas dan melesat pergi meninggalkan apartement-ku dengan begitu cepatnya.Aku hanya berdiri memandang kendaraan roda empat yang kian lama kian menjauh itu dengan cemas. Bagaimana tidak? Ada seseorang yang sudah me
"Sebenarnya saat ini Aku memiliki benda kecil yang sangat bagus! Benda inilah yang bisa mendatangkan keuntungan untukku." Wanita itu mulai membicarakan hal penting yang selama ini Chris inginkan darinya."Benda apa itu?" Chris mengejar Hilde dengan pertanyaannya."Sssttt!" Jari telunjuk lentik wanita itu menyentuh bibir berondongnya itu. "Bukannya sudah kukatakan bahwa Aku tidak akan mengatakannya sebelum Kau menikahiku?" ujarnya dengan senyum menggoda.Chris tersenyum dengan manis sembari mengusap punggung wanita yang berada di atas lahunannya itu. "Ah, Honey~ Kau ini keras kepala juga ya! Tapi Aku suka!" ucap pria casanova brengsek itu. "Baiklah, lanjutkan," sambungnya.Wanita itu tersenyum manja, lalu mulai berkata kembali, "Well, benda itu sangat berharga dan Aku harus menjaganya baik-baik sampai benda itu benar-benar menghasilkan keuntungan!""Aku menyimpannya di suatu tempat yang sangat aman, dan sangat yakin tak akan ada yang bisa menebaknya. Sebuah tempat kecil gelap yang terl
Melihat reaksi Vincent yang termangu itu membuat pria bengis itu puas dan seringai yang ia tampakkan sedari tadi itu pun semakin menyeramkan bagi siapa pun yang melihatnya."Kondisi Hulkyn sudah diujung tanduk karena berbagai masalah hukum yang bahkan kalian pun tidak bisa menyuap penegak hukum di negara kalian untuk menyelesaikan masalah itu ... Well, menjalankan bisnis obat terlarang ke kota ini merupakan satu-satunya harapan kalian untuk menyelesaikan masalah itu -" Pria menyeramkan itu menjeda penuturannya untuk membuat efek mendebarkan bagi si pendengar yang wajahnya sudah tampak pucat itu."Namun agar bisnis Kalian lancar, kalian harus mendapatkan 'dukungan' dari penguasa kota ini. Hm, kasarnya Kau memerlukan dukungan dari pihak pemerintah dan organisasi gelap di kota ini ... Well, dari pihak pemerintah, Kau pasti berpikir Jimmy yang paling mudah untuk ditangani ditambah dia juga sangat dekat dengan wali kota sehingga Kau pun memilih untuk mengincarnya, dan dari pihak organisasi
Mendengar ungkapan Viona, gadis polos itu tampak terkejut dengan kedua mata yang terbelalak, lalu secara perlahan, karena hal itu tanpa ia sadari muncul rona merah di wajahnya sehingga membuatnya terlihat semakin manis."Be ... Benarkah itu?" Wendy memastikan ungkapan itu karena ia merasa tidak percaya bahwa orang asing yang hanya memerhatikan dari luar saja juga merasakan apa yang ia rasakan terhadap tingkah pemuda dingin itu padanya."Sepertinya ada kemungkinan hipotesisku itu akan terbukti," pikir Wendy, merasa girang akan hal yang selama ini didambakannya karena ia sudah sangat ingin sekali menuntaskan misi merepotkan dari Chris ini.Viona mengangguk dengan sangat yakin, lalu memandang gadis yang polos perihal asmara itu dengan tatapan penuh arti. DUK!Ia menyikut lengan Wendy dengan keras seakan merasakan kebahagiaan yang dirasakan temannya itu."Sepertinya ... Sepertinya ... Usaha Kita akan segera terbayarkan," ucap Viona dengan jahil."Ah! Ti ... Tidak kok, Aku yakin dia terli
Kini ketiga mahasiswa itu duduk mengelilingi meja Martin. Mereka duduk menghadap pada DPS mereka yang sedang memandang dengan seksama kue yang Viona berikan untuknya.Ia memandang lekat-lekat benda yang tampak payah dengan dekorasi tidak beraturan dan bau aneh juga tercium cukup pekat dari kue itu."Sekarang Aku mengerti!" ucap Martin tiba-tiba dengan tatapan datarnya."Hm? Apa?" Viona merasa heran akan perkataan tiba-tiba yang keluar dari mulut dosennya itu.Tanpa mengalihkan pandangannya dari kue yang tidak meyakinkan itu, Martin berkata, "Kue ini begitu unik!" Viona tampak senang, tetapi beberapa saat kemudian ia memandang curiga dengan ungkapan yang sekilas terdengar bagus itu karena teringat bagaimana reaksi Wendy sebelumnya ketika ia mendapat kue darinya itu. "Tunggu dulu, apa maksudnya itu?" tanyanya memastikan.Martin menoleh pada gadis itu seraya memasang senyum ramah khasnya padanya. "Kau ingin membunuhku ya?" ucapnya dengan begitu santainya.Sejenak, Viona mematung dengan k
POV Wendy. "Misi apa yang akan pria itu berikan dengan membuat kita bertiga berkumpul seperti ini?" pikirku sembari menatap sosok Chris yang tengah duduk sembari menatap kami bertiga dengan serius. "Si bajingan Vincent kemarin buka mulut. Dia terus mengoceh, sehingga pada akhirnya mengatakan bahwa ada hal serius yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, dan itu berhubungan Coltello. Mau tidak mau organisasi akan terlibat dalam sebuah perang antar organisasi kecil dan itu tidak bisa dihindari!" Chris mulai menuturkan hal yang menjadi penyebab yang sepertinya membuat pikirannya terganggu. Mendengar hal itu, sontak saja semua orang terlihat semakin serius. "Dia tidak mengatakan detailnya, tetapi itu berhubungan dengan tuan Jimmy Heartnewt. Dia hanya bilang bahwa dengan adanya pejabat itu di sisi mereka, maka Coltello pasti tidak akan baik-baik saja!" Chris melanjutkan perkataannya. Pria itu, melirik ke arahku, kemudian berkata, "Wendy, kuperintahkan Kau untuk mengawasi
Michael memandang Hilde dengan perasaan penuh antusias, benar-benar ingin segera mengetahui apa yang hendak tante girang itu bicarakan dengannya, di samping dia ingin 'benda' yang ada padanya. Sedangkan wanita itu tampak tertunduk sedih di samping pria itu sembari memainkan tangannya. "Hm? Nyonya Hilde, mengapa Anda hanya diam saja?" tanya Michael sambil memasang senyumnya yang menawan. Hilde dengan ragu melirik pria rupawan itu. "Tuan Clifford, Saya merasa ketakutan," ucapnya dengan suara yang bergetar. "Well, itulah yang seharusnya Anda rasakan. Anda baru saja menjadi target pembunuhan, tentu saja hal semacam itulah yang harus Anda rasakan," ujar pria itu. Hilde langsung berdiri tanpa mengalihkan pandangannya dari Michael, lalu berkata dengan menggebu-gebu, "Tuan, Anda sudah menyelamatkan nyawa Saya malam itu. Saya yakin Anda bisa-" "Sejujurnya, Nyonya Hilde, yang Saya lakukan hanyalah menangguhkan waktu pembunuhan Anda. Anda berhasil lolos malam itu, bukan berarti Anda
"Well, Rey, Rob, tunggu sebentar ya! Sebentar lagi kelasku selesai," seru Martin. "Baik, ayah mertua!" timpal Robert dengan bersemangat, berbanding terbalik dengan Reynold yang hanya merespons dengan sebuah anggukan malas. Martin tersenyum, lalu kembali ke dalam kelas, melanjutkan perkuliahannya. Tinggallah kedua pemuda itu sendiri. "Sebenarnya untuk apa Kau menemui Pak Martin?" Reynold yang masih penasaran, menanyakan hal yang menurutnya ganjil itu. "Eh? Aku hanya datang untuk kunjungan rutinku. Takada masalah mengenai itu, kan?" jawab Robert dengan santainya. "Kunjungan rutin apa?" Reynold bertanya makin jauh. "Itu bukan urusanmu~" timpal lawan bicaranya yang terlihat seperti sedang menjahilinya. Mendengar respons itu, Reynold tidak memperpanjangnya lagi karena sejujurnya ia cukup kesal mendengar bagaimana pemuda itu menjawab tiap pertanyaannya. "Tapi ada satu hal pasti yang menjadi urusanmu, yaitu uruslah kekasihmu sendiri, dan jauh-jauhlah dari Bella!" Pemuda it
Beberapa saat kemudian, kami sudah berada di depan pintu masuk gedung aprtement-ku. "Terima kasih, Rey!" ucapku dengan riang gembira. Reynold hanya memandang dengan malas padaku. Aku memeluk erat boneka unicorn pemberian darinya sembari cengengesan. "Terima kasih juga bonekana ... Aku sangat menyukainya," ungkapku. "Aku tidak sengaja memberikannya-" "Aku akan menamainya ReyBell!" selaku, langsung memberitahukan nama boneka pemberiannya. "Hm, Reynold Bella, kah? Dasar gadis aneh!" gumamnya sembari menyalakan kembali motornya, sepertinya ia bersiap untuk pergi. Aku menghadapkan kepala boneka itu pada Reynold, seraya berkata dengan nada jahil, "Reybell, ayo katakan sesuatu pada Papa!" Reynold langsung menoleh padaku dengan tampang terkejut. "Papa, hati-hati di jalan ... sampai jumpa lagi!" Aku mengubah suaraku sembari mengerak-gerakkan kaki depan boneka unicorn itu seakan dia sedang melambai pada pemuda yang sudah memberikan boneka ini padaku. "Dasar gadis aneh!" guma
Belum sempat aku menjawab apa yang ditanyakannya, Reynold menghentikan laju motornya di depan sebuah kedai makanan sederhana. "Em, Rey?" Aku memanggilnya dengan heran. "Turunlah!" serunya. Aku pun melakukan apa yang diserukannya dengan tampang bingung. "Kenapa Kita berhenti di sini?" tanyaku. Pemuda itu menurunkan standar motornya, lalu turun dari motornya, dan setelah itu melengos pergi menuju ke pintu masuk kedai seraya berkata, "Aku lapar!" "Hah? Apa? Eh, tunggu Aku!" Takingin tertinggal olehnya, aku berlari kecil untuk mengejarnya. *** Kini kami duduk berhadapan di dalam kedai itu. Makanan sudah dipesan dan kami hanya tinggal menunggu pesanan kami datang. Ini pertama kalinya aku dan Reynold makan berdua seperti ini. Sejujurnya entah mengapa aku merasa gugup, karena kami benar-benar tidak melakukan apa-apa, hanya duduk diam saling menatap. Pemuda itu bahkan tidak memainkan ponselnya dan ia hanya memandangi sekitar dan sesekali memandang ke arahku dengan tampang
"Aku akan tahu rahasia Reynold! Aku harus berjuang!" pikirku dengan rasa begitu antusias mengikuti langkah targetku ini. Pintu geser kaca otomatis pun langsung terbuka ketika kaki kami menyentuh lantai di depannya. "WOAH ...." Aku memasang tampang bodoh seperti anak kecil yang baru pertama kali masuk ke dalam sebuah gedung yang penuh dengan berbagai macam game arcade di dalamnya. Aku langsung beralih pada Reynold dengan antusias, seraya bertanya sambil menarik-narik bajunya, "Rey, Rey! Mau main yang mana dulu ini?" Pemuda itu menoleh padaku dengan malas, lalu berjalan begitu saja menuju ke tempat pembelian koin. "Kau yang pilih!" tegasnya setelah ia membeli koin yang cukup banyak. "Eh? Baiklah!" timpalku dengan bersemangat. Kuedarkan pandanganku untuk mencari mesin permainan yang terlihat menarik untuk pertandingan kami. "Ayo Kita main itu!" Aku menunjuk sebuah mesin game arcade Tekken yang terlihat masih baru tak jauh dari tempat kami berdiri. "Hm." Reynold hanya m
POV Wendy. Kedua mataku terbelalak melihat pemandangan mengejutkan itu. Setelah mencari pemuda itu selama satu setengah jam, akhirnya Aku menemukannya dalam situasi yang membuatku takhabis pikir. Sebuah situasi di mana Reynold terlihat bahagia bercanda dan beberapa kali ia juga tertawa dengan gadis kecil yang terlihat seperti berumur 7 tahunan di punggungnya itu. "Bocah cilik itu siapanya Reynold?" gumamku yang masih tak percaya dengan apa yang kulihat. "Reynold! Luna!" Seorang wanita berlari kecil sambil memanggil mereka. Pemuda dan bocah cilik itu menoleh pada wanita itu. Seorang wanita dewasa yang terlihat manis dan terlihat menenteng kantong kresek. Bocah itu terlihat antusias dan Reynold pun berjalan mendekat pada wanita itu sambil menggendong gadis cilik yang sepertinya bernama Luna itu. Mereka bertiga terlihat bercengkerama bersama dengan menampakkan senyum lepas satu sama lain sehingga mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang sangat bahagia. "Aku tida
Michael tengah duduk di depan seorang pria bermantel biru khas seragam kepolisian. Mereka duduk berhadapan dengan tampang si pria dari kepolisian itu terlihat kesal. Sedangkan Michael terlihat begitu santai, takpeduli dengan tampang kesal pria itu. "Jadi, Kau tetap takingin menyerahkan benda yang Kau dapatkan itu?" tanya pria itu dengan gigi bergemertak seakan sedang menahan kekesalannya. "Yaps! Aku berhak menolak karena itu adalah properti pribadiku. Kau ini polisi, pasti Kau sangat tahu hak-hak warga negara bukan?" jawab Michael dengan tenang. "Tuan Michael Clifford, Aku rasa itu bukan benda milikmu, jadi kami berhak untuk mengambilnya demi kepentingan negara!" Polisi itu menyanggah apa yang dikatakan pria yang tampak menyebalkan dengan seringainya yang tiba-tiba saja tampak semenjak mereka bertemu. Michael menghela napas, lalu sidekap di pahanya, lalu berkata, "Kau sepertinya lupa dengan tujuanmu sejak awal. Semenjak Kau datang Kau hanya membicarakan 'benda itu.' Well, Kau
Reynold sudah tidak terlihat lagi. Dia berlari dengan sangat cepat. Wendy tidak mengira pemuda itu bisa berlari secepat itu, bahkan ia bisa membuat seorang eksekutor seperti dirinya kehilangan jejak. "Well, sebenarnya dia tidak berlari secepat itu, tetapi ia menggunakan keadaan sekitarnya yang cukup ramai untuk menyamarkan jejaknya," pikir wanita itu, masih tetap berlari untuk mencari sosok jangkung pemuda menawan itu. "Pemuda itu benar-benar selalu melampaui ekspetasiku." Wendy tersenyum mengingat betapa menariknya target yang harus ia dapatkan itu. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat seakan memvisualkan bagaimana sangat bersemangatnya ia saat ini. "Aku tidak boleh menyerah! Aku harus menemukannya!" ucap wanita itu dengan begitu bersemangat. *** Sementara itu di sisi Chris. Pria casanova itu tampak sedang duduk di meja kerjanya sembari memandangi ponselnya lekat-lekat seakan ia sedang mempelajari sesuatu dari sana. "Hm, sepertinya wanita itu sedang bersenang-senang," guma