Ketika Reynold tengah tenggelam dalam pemikirannya mengenai surat di tangan kurir yang duduk di sebelahnya itu, si penunggu toko kembali dengan sebuah paket kecil yang ditujukan untuk pemuda itu."Oh, hai Jill, ada paket baru kah?" sapa si pemilik toko pada kurir yang dipanggil Jill itu."Yap, tapi kali ini hanya sebuah surat, tak ada kiriman lain lagi!" jawab Jill sembari menunjukkan sepucuk surat yang sedari tadi diamati Reynold itu.Si penunggu toko itu mengambil surat itu dan membaca muka amplopnya untuk memastikan siapa si pengirim dan penerima surat itu."Hm ... Baiklah Aku akan menghubungi si penerimanya nanti," ucap si penunggu toko itu sembari memasukkan suratnya ke dalam laci khusus di dekatnya."Well, surat sudah ada di tanganmu, jadi tugasku sudah selesai! Kalau begitu Aku pergi!" ujar Jill sembari menggendong kembali tasnya."Yap, terima kasih!" timpal si penunggu toko.Jill mengangguk, lalu menoleh pada Reynold sembari memasang senyum ramahnya. "Oh, dan selamat malam Ana
Bruno membawa wanita itu ke salah satu ruangan di rumah singgahnya itu. Sebuah ruangan yang nyaman dan hangat, benar-benar nyaman sehingga siapa pun yang berada di dalamnya akan merasa sangat betah. Selain itu, dalamnya juga terdapat berbagai jenis alat musik klasik seperti piano, biola, selo, klarinet, saksofon, dan sebagainya.Mengetahui dirinya di bawa ke sebuah ruangan yang tidak biasa, tentu saja membuat Wendy merasa heran. Ia benar-benar tidak mengerti dengan maksud pria tua itu membawanya ke tempat itu, tetapi Wendy tetap diam saja mengikuti arus, seperti dengan apa yang dikatakan Chris."Well, duduklah di sana, Wendy!" seru Bruno sembari menunjuk sebuah sofa yang membelakangi sebuah jendela besar.Wendy hanya mengangguk, dan melakukan apa yang diperintahkan pria tua itu."Apakah Kau bisa memainkan alat musik?" tanya Bruno setelah memastikan Wendy sudah duduk dengan manis di sofa yang ia tunjuk itu."Tidak, Bos! Selama ini Saya lebih suka mendengarkan dari pada mencoba memainka
POV Wendy.Setelah pertarungan kilat sebelumnya, bos besar mengajakku untuk makan malam bersamanya di ruang makannya. Di sinilah aku sekarang, berdiri dengan tegap di samping bos besar yang duduk di meja makan besar dengan beberapa hidangan sudah tersajikan dengan rapi di atasnya. Hidangan sehat yang cukup banyak sehingga membuatku berpikir bahwa tidak mungkin pria tua itu memakan semuanya sendirian. "Duduk dan makanlah apa pun yang Kau mau!" seru bos besar yang sepertinya menyadari bahwa sedari tadi aku hanya memandangi semua hidangan di hadapanku.Aku terperanjat, menyadari bahwa aku sudah sangat tidak sopan sehingga membuat bos besar menawarkan makanannya padaku."Terima kasih, Bos Besar! Tapi tak apa, Saya di sini saja! Silakan nikmati santap malam Anda, atau jika Anda terganggu dengan kehadiran Saya, Saya akan per-""Duduklah!" sela pria itu. "Sangat jarang sekali seseorang menemaniku makan. Well, lagi pula kapan lagi Kau bisa duduk satu meja dengan Bos Besar ini, hm? Aku yakin
"Mau apa Kau datang ke sini? Jika yang Kau cari adalah ayahku, dia tidak ada di rumah!" ucap Reynold dengan ketus tanpa menghiraukan rayuan wanita di hadapannya itu.Wanita genit itu semakin melebarkan senyumnya. Senyum yang sangat mencurigakan karena memang ada sesuatu hal yang dipikirkan wanita itu di baliknya."Ah, sayang sekali ... Padahal Aku sudah jauh-jauh datang ke sini, mana sekarang sudah dini hari lagi, jika Aku pulang lagi, apa yang-""Lakukan sama seperti dengan cara Kau datang ke sini!" sela Reynold.DUG!Pemuda dingin itu langsung menutup pintu kembali tepat di depan wajah wanita cantik yang menggoda itu dan menguncinya tanpa rasa iba sedikit pun."Merepotkan sekali," gerutu Reynold di balik pintu dan bergegas menuju ke kamarnya.TOKTOKTOKKaren tidak menyerah, dia mengetuk pintu rumah itu kembali.Namun Reynold tidak peduli, dan ia pun melanjutkan langkahnya, tanpa memedulikan wanita yang ia kunci di luar itu."Rey! Rey! Tolong buka pintunya! Biarkan Aku masuk!" ucap
Seketika Reynold teringat akan nama Diana Madeline dan Wendy Madeline. Ternyata kedua nama di muka amplop rahasia yang membuatnya tertarik itu benar-benar berarti sesuatu sekarang."Benar-benar sebuah takdir. Sepertinya Aku ditakdirkan untuk sempat membaca pengirim dan penerima surat itu agar Aku bisa segera menemukan si wanita licik sialan itu!" simpul Reynold di tengah-tengah pemikiran dalamnya."Namun masalahnya sekarang adalah di antara kedua wanita itu, siapakah Madeline yang kumaksud?" pikirnya lagi semakin dalam."Hm, karena surat itu dikirim secara sembrono untuk dikatakan sebagai surat rahasia, jadi kusimpulkan si pengirim ini hanya wanita polos sehingga hal yang paling masuk akal adalah si penerima itulah wanita licik yang kucari, yaitu Wendy Madeline!" Pemuda itu akhirnya mencapai pada sebuah kesimpulan sementaranya, meski sebenarnya ia sudah sangat yakin.Reynold lalu menatap tajam-tajam pada wanita penggoda itu seraya berpikir, "Itu artinya wanita yang bertarung bersama K
POV Wendy."Aku tidak boleh membuat Chris curiga!" pikirku. Aku yang berusaha senatural mungkin, dengan sangat meyakinkan langsung menerima panggilan dari 'Deliverman' itu.Tep!Panggilan pun tersambung dan tepat setelah itu, si orang di ujung sambungan pun mulai berkata dengan begitu ramah layaknya seorang costumer service yang sedang menghadapi pelanggannya.Selama penjelasan singkat itu, Chris tampak terus memandangi semua gerak-gerikku dan mendengarkan tiap perkataan yang si 'Deliverman' ini tuturkan padaku. Aku tidak tahu mengapa, tetapi dia sepertinya mencurigaiku akan sesuatu."Baiklah, Aku akan mengambil barangku jika Aku ada waktu luang, Kau jaga baik-baik barang langka itu!" tegasku di akhir penjelasan pria yang menghubungiku itu."Baik, Saya tunggu kedatangan Anda, terima kasih, selamat malam!" Setelah mengatakan itu, aku langsung memutuskan sambungan, dan kembali beralih pada pria yang duduk di belakang kemudi di sampingku ini."Apa?" tanyaku, mempertanyakan pandangan pri
"Apa-apaan mereka berdua ini? Untuk apa mereka ikut duduk di sini" pikir Robert yang sebenarnya merasa kesal dengan hadirnya kedua pria tak diundang itu."Hal bodoh apa yang sedang dilakukan gadis aneh itu?" pikir Reynold yang sesekali melirik pada Wendy yang tengah terlelap di bahu Robert."Bella pasti sangat kelelahan, posisinya yang terlihat menempel seperti itu pada Robert sangat menarik perhatian orang-orang! Aku tidak boleh membiarkan orang-orang berpikir yang tidak-tidak terhadap mereka!" pikir Martin sembari memandang Robert dan Bella dari tempatnya duduk saat ini.Robert tampak melirik ke kanan dan kirinya memandang kedua orang itu secara bergantian. Ia berpikir bahwa ia harus mencari cara agar keduanya pergi dari tempatnya sekarang, agar ia memiliki waktu berkualitas lagi dengan Wendy.Ia lalu berfokus pada Martin dan bersiap untuk memulai langkahnya pada bujang lapuk itu. "Pak Mar-""Oh, Rey Kau sedang apa?" tanya Martin mendahului Robert yang hendak melancarkan basa-basiny
"A ... Apa yang terjadi? Mengapa mereka semua berkumpul di sini?" pikir Wendy, terkejut mendapati dirinya duduk di antara ketiga pria yang ia kenal itu.Ia langsung menoleh pada Reynold untuk mendapat kejelasan, tetapi pemuda yang duduk di sampingnya itu malah menutup bukunya dan pergi meninggalkan tempat duduknya tanpa mengatakan apa-apa.Mendapati pemuda itu pergi begitu saja, ia beralih pada kedua orang yang duduk berderet di sampingnya itu dengan menunjukkan tampang yang begitu heran."Em, maaf sebelumnya, sebenarnya ini ada apa ya? Mengapa Kalian bisa ada di sini?" Wendy pun akhirnya mempertanyakan hal yang mengganjal itu karena sungguh ia amat sangat penasaran."Ahahahaha, itu tidak penting, yang terpenting sekarang adalah, apakah Kau masih mengantuk, Bella?" timpal Martin dengan riang, tak menghiraukan pertanyaan mendasar Wendy."Um, Saya ... Saya sudah jauh lebih baik, Pak!" timpal Wendy yang terlihat masih bingung dengan situasi saat ini."Ah, syukurlah kalau gitu ... Well, n