Keadaan ini, aku merasa seperti dejavu. Aku duduk di sini dan memandangi Martin yang tengah sibuk sendiri dengan urusannya. Ini mengingatkanku pada saat pertama kali aku masuk ke kelasnya. Sungguh tak terasa waktu berlalu begitu saja, terasa seperti kemarin, tetapi sebenarnya sudah berminggu-minggu aku berkuliah di sini.Menunggu memang hal yang menyebalkan, tetapi entah mengapa saat ini aku tidak merasa kesal karena menunggu."Ya, waktu memang bisa mengubah segala," gumamku yang tenggelam dalam pikiranku di tengah apa yang kulakukan ini."Em, Bella?" Suara Martin yang memanggilku itu membuatku kembali ke kenyataan.Aku terperanjat, dan langsung menimpali pria itu, "Iya Pak?" Martin malah tersenyum sembari memandangiku tanpa mengatakan apa-apa."Em, kenapa Pak? Apakah ada yang salah dari Saya?" tanyaku yang heran dengan diamnya pria itu."Tidak, tidak, hanya saja ... Aku penasaran, mengapa Kau terlihat senyum-senyum sendiri sambil memandangiku? Em, apakah ada yang aneh denganku?" Pri
Seakan melupakan rasa gugupku sebelumnya, ketika Reynold duduk di sebelahku kali ini, aku tidak merasa kaget, ataupun panik lagi. Bahkan kali ini aku berani mencuri pandang padanya diam-diam sembari tersenyum lebar, menunjukkan betapa senangnya diriku yang sudah tidak merasakan perasaan yang merepotkan seperti sebelumnya."Syukurlah, sekarang Aku bisa waras kembali!" pikirku."Ekm!" Martin berdeham dengan begitu keras sehingga perhatianku kembali lagi pada pria itu. "Em, Bella, bukannya Aku sudah katakan bahwa Rey ini sudah memiliki seorang kekasih?" Pria itu berbisik padaku dengan tampang yang begitu serius karena sepertinya ia menyadari bahwa sedari tadi aku mencuri pandang padanya.Aku mengangguk dengan sangat mantap, lalu menimpali ucapan pria itu dengan polosnya sembari berbisik juga, "Yap, tentu saja Saya masih ingat informasi itu! Tenang saja Pak, tujuan Saya hanya untuk cuci mata saja kok. Sayang sekali jika Saya melewatkan tampang gantengnya, bukan?""Eh? Hoo, baiklah, baikla
Setelah keluar dari ruang perkuliahan Martin, dengan segera aku langsung pergi meninggalkan kampus untuk kembali ke rumah mengingat Chris beberapa saat lagi akan datang 'berkunjung' ke apartemenku.Namun ketika sampai di parkiran, tampak Robert sedang duduk bersantai di sebuah bangku di bawah pohon sembari meminum minuman kaleng di tangannya. Tentu, melihat sosoknya itu sontak saja membuatku terpikirkan mengenai nasehat Viona untuk jangan dekat-dekat dengan pemuda itu karena ia terlalu aneh dan takutnya malah merugikan aku yang tengah berjuang mendapatkan hati Reynold ini."Keh! Sepertinya aku harus pulang lewat gedung sebelah saja," pikirku yang langsung membalikkan badan dan dengan mempercepat langkahku, aku pun kembali masuk ke gedung, lalu berbelok ke sebuah koridor yang menghubungkan gedung fakultasku dengan fakultas ekonomi.Aku pun sampai di gedung fakultas ekonomi. Tanpa diduga di sini aku malah bertemu dengan Reynold, dan ia tampak sedang berjalan bergandengan tangan dengan Li
Semua sudah siap, aku sudah berdandan seperti dengan selera Chris dan kini aku sudah berdiri tepat di depan pintu apartemenku, meninggalkan Robert yang kurasa masih di mall."Aku ... Aku terlambat 1 menit!" pikirku yang begitu gugup memandangi pintu apartemenku yang tampak tertutup rapat itu meski kutahu ada pria menyeramkan yang tengah menungguku di baliknya.Kutekan kata sandi unitku dengan tangan gemetaran, dan akhirnya pintu pun terbuka.JEGLEK!Kudorong pintu yang cukup berat itu, dan perlahan mulai memasukkan tubuhku ke dalam tempat tinggalku itu, dan kembali menutup pintunya setelahnya."Harus kuapakan Kau sekarang, hm?" suara berat nan dingin itu terdengar menggema di seluruh ruangan. Sontak aku terperanjat mendengar suara yang bisa membuat bulu kudukku berdiri. Aku langsung berdiri tegak, dan kufokuskan pandanganku pada lorong menuju ke ruang tamuku, tempat di mana suara itu berasal."Mau sampai kapan Kau berdiri di depan pintu? Aku masih belum melihatmu sehingga dengan begi
Di saat Chris masih terlelap di ruang tamu, dengan segera aku bergegas menuju ke kamar mandi untuk memeriksa luka sulutan rokok dari Chris barusan. Jujur saja semakin lama luka itu semakin terasa perih sehingga kupikir aku harus segera merawatnya sebelum semakin parah.Namun, ketika kubuka pintu kamar mandi, mataku langsung mendapati keadaan ruangan itu sangat berantakan dengan berbagai perabotan dan keperluan mandiku gergeletak di lantai dan meja. Tidak hanya itu, bahkan air bekas berendam seseorang masih belum dikuras, masih menggenang di bathtub mengeluarkan aroma sabun yang sering kupakai. Satu lagi, yang paling membuatku tercengang adalah mendapati pakaian dalam kotorku yang tercecer di lantai sekitar bathtub. Aku sungguh tidak habis pikir akan hal yang satu itu.Aku hanya melongo dengan mata yang terbelalak melihat kamar mandi yang sudah seperti kapal pecah itu. Namun, meski merasa sangat kesal, aku berusaha untuk kembali tenang setelah kuingat keadaan Chris yang basah kuyup itu
Melihat Reynold yang terlihat serius itu, Lisa hanya mengangguk dan tak mempertanyakan hal itu lagi, mengurungkan niatnya untuk mengorek lebih dalam mengenai apa yang dipikirkan pemuda rupawan itu."Baiklah, terus apa lagi yang ingin Kau tanyakan, Sayang?" tanya Lisa."Apakah Kau tahu sesuatu mengenai organisasi mafia Hulkyn?" tanya Reynold pada akhirnya menanyakan tentang organisasi yang pemimpinnya saat ini sedang ditawan oleh Chris dari organisasi Coltello.Lisa terenyak sejenak, ia sangat terkejut mendengar nama organisasi yang akhirnya terucap dari mulut Reynold karena sejujurnya ia benar-benar tidak mengharapkan nama itu muncul di tengah kasus hilangnya sang ayah."Lisa?" Reynold pun memanggil namanya untuk menyadarkan gadis itu dari ketermenungannya.Lisa mengerjap, kesadarannya kembali, dan ia pun menyahut dengan gugup. "I ... Iya Rey ... Maaf tadi Aku sedikit melamun," ujarnya.Reynold hanya mengangkat alisnya untuk merespons ucapan kekasihnya itu."Rey, apakah organisasi itu
Beberapa saat kemudian Wendy sudah siap dengan penampilannya sebagai Bella. Chris yang memerhatikan Wendy selama berdandan sampai selesai itu tersenyum puas ketika ia melihat sosok yang ia ciptakan itu."Hahahaha, karya seniku yang luar biasa!" celetuknya setelah ia menilik sosok Bella Valentine dari ujung kaki sampai ujung rambut.Wendy hanya diam tak berekspresi berdiri di hadapan pria itu."Sekarang panggil Aku 'Tuan Tom', tapi dengan nada suara Bella!" serunya setelah itu.Wendy semakin heran dengan perintah dari atasannya itu sehingga ia diam cukup lama."Kenapa? Apakah itu sulit, hm?" tanya Chris sembari menyeringai."Tidak! Hanya saja ... Mengapa?" Wendy bertanya karena ia sungguh tidak mengerti dengan apa yang direncanakan pria itu."Oh, ayolah! Aku hanya ingin mendengar bagaimana gadis yang kuciptakan ini bertingkah padaku," ujar Chris dengan santainya.Mengingat sebelumnya suasana hati Chris sangat tidak baik, Wendy pun hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan atasannya i
POV Wendy.Benar dengan apa yang aku dan Chris rasakan. Reynold benar-benar ada di antara kami dan tengah bersembunyi, mengawasi gerak-gerik kami.Aku benar-benar tidak tahu bagaimana bisa pemuda itu menemukan tempat tinggalku. Aku sangat yakin sekali pada malam itu, aku sudah menunjukkannya sebuah rumah di dekat kampus yang kukatakan itu adalah tempat tinggalku dan aku juga sangat yakin dia tidak mengikutiku setelahnya."Yang menjadi pertanyaanku adalah mengapa dia bisa berada di sini? Apakah dia tidak sengaja melihatku, lalu mengikutiku? Ataukah sebenarnya ada kenalannya yang juga tinggal di sini? Keh! Apakah aku kecolongan? Banyak sekali pertanyaan di benakku mengenai keberadaan pemuda lempeng ini!" batinku sembari sesekali mencuri pandang padanya yang tengah memandang lurus ke depan."Hah~ Aku harus mencari alasan yang logis kalau begitu ... Dia pasti akan mempertanyakan mengenai mengapa aku membohonginya waktu itu," sambungku sembari menghela napas karena sudah pasrah dengan apa
Saat ini hari sudah sore. Setelah mendapatkan titik lokasi tempat saat ini Hilde dan Michael berada, tanpa menunggu lama, aku pun langsung berangkat menuju ke tempat itu. Beberapa saat kemudian, aku sampai di depan sebuah gang gelap yang di mulut gangnya tampak cukup ramai karena saat ini adalah jam-jam pulang bagi para pekerja kantoran. Mendapati hal itu, aku hanya mengernyitkan dahi, benar-benar tidak habis pikir mengapa Michael membawa Hilde ke tempat seperti itu. "Hm, titik lokasi yang dikirim Chris sudah benar, tetapi aku tidak melihat mereka ... sebenarnya apa yang sedang mereka berdua lakukan di dalam gang itu?" pikirku dengan memusatkan pandanganku pada gang yang berada tepat di depanku. Wajahku sudah kututup oleh masker, jadi dengan begitu penampakkan wajahku bisa sedikit tersamarkan. Aku harus berhati-hati karena mengingat Michael pernah berinteraksi denganku ketika kami berada di pesta Hilde waktu itu. Dia pria jenius, aku yakin hanya dengan sekali lihat saja dia pa
POV Wendy. "Misi apa yang akan pria itu berikan dengan membuat kita bertiga berkumpul seperti ini?" pikirku sembari menatap sosok Chris yang tengah duduk sembari menatap kami bertiga dengan serius. "Si bajingan Vincent kemarin buka mulut. Dia terus mengoceh, sehingga pada akhirnya mengatakan bahwa ada hal serius yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, dan itu berhubungan Coltello. Mau tidak mau organisasi akan terlibat dalam sebuah perang antar organisasi kecil dan itu tidak bisa dihindari!" Chris mulai menuturkan hal yang menjadi penyebab yang sepertinya membuat pikirannya terganggu. Mendengar hal itu, sontak saja semua orang terlihat semakin serius. "Dia tidak mengatakan detailnya, tetapi itu berhubungan dengan tuan Jimmy Heartnewt. Dia hanya bilang bahwa dengan adanya pejabat itu di sisi mereka, maka Coltello pasti tidak akan baik-baik saja!" Chris melanjutkan perkataannya. Pria itu, melirik ke arahku, kemudian berkata, "Wendy, kuperintahkan Kau untuk mengawasi
Michael memandang Hilde dengan perasaan penuh antusias, benar-benar ingin segera mengetahui apa yang hendak tante girang itu bicarakan dengannya, di samping dia ingin 'benda' yang ada padanya. Sedangkan wanita itu tampak tertunduk sedih di samping pria itu sembari memainkan tangannya. "Hm? Nyonya Hilde, mengapa Anda hanya diam saja?" tanya Michael sambil memasang senyumnya yang menawan. Hilde dengan ragu melirik pria rupawan itu. "Tuan Clifford, Saya merasa ketakutan," ucapnya dengan suara yang bergetar. "Well, itulah yang seharusnya Anda rasakan. Anda baru saja menjadi target pembunuhan, tentu saja hal semacam itulah yang harus Anda rasakan," ujar pria itu. Hilde langsung berdiri tanpa mengalihkan pandangannya dari Michael, lalu berkata dengan menggebu-gebu, "Tuan, Anda sudah menyelamatkan nyawa Saya malam itu. Saya yakin Anda bisa-" "Sejujurnya, Nyonya Hilde, yang Saya lakukan hanyalah menangguhkan waktu pembunuhan Anda. Anda berhasil lolos malam itu, bukan berarti Anda
"Well, Rey, Rob, tunggu sebentar ya! Sebentar lagi kelasku selesai," seru Martin. "Baik, ayah mertua!" timpal Robert dengan bersemangat, berbanding terbalik dengan Reynold yang hanya merespons dengan sebuah anggukan malas. Martin tersenyum, lalu kembali ke dalam kelas, melanjutkan perkuliahannya. Tinggallah kedua pemuda itu sendiri. "Sebenarnya untuk apa Kau menemui Pak Martin?" Reynold yang masih penasaran, menanyakan hal yang menurutnya ganjil itu. "Eh? Aku hanya datang untuk kunjungan rutinku. Takada masalah mengenai itu, kan?" jawab Robert dengan santainya. "Kunjungan rutin apa?" Reynold bertanya makin jauh. "Itu bukan urusanmu~" timpal lawan bicaranya yang terlihat seperti sedang menjahilinya. Mendengar respons itu, Reynold tidak memperpanjangnya lagi karena sejujurnya ia cukup kesal mendengar bagaimana pemuda itu menjawab tiap pertanyaannya. "Tapi ada satu hal pasti yang menjadi urusanmu, yaitu uruslah kekasihmu sendiri, dan jauh-jauhlah dari Bella!" Pemuda it
Beberapa saat kemudian, kami sudah berada di depan pintu masuk gedung aprtement-ku. "Terima kasih, Rey!" ucapku dengan riang gembira. Reynold hanya memandang dengan malas padaku. Aku memeluk erat boneka unicorn pemberian darinya sembari cengengesan. "Terima kasih juga bonekana ... Aku sangat menyukainya," ungkapku. "Aku tidak sengaja memberikannya-" "Aku akan menamainya ReyBell!" selaku, langsung memberitahukan nama boneka pemberiannya. "Hm, Reynold Bella, kah? Dasar gadis aneh!" gumamnya sembari menyalakan kembali motornya, sepertinya ia bersiap untuk pergi. Aku menghadapkan kepala boneka itu pada Reynold, seraya berkata dengan nada jahil, "Reybell, ayo katakan sesuatu pada Papa!" Reynold langsung menoleh padaku dengan tampang terkejut. "Papa, hati-hati di jalan ... sampai jumpa lagi!" Aku mengubah suaraku sembari mengerak-gerakkan kaki depan boneka unicorn itu seakan dia sedang melambai pada pemuda yang sudah memberikan boneka ini padaku. "Dasar gadis aneh!" guma
Belum sempat aku menjawab apa yang ditanyakannya, Reynold menghentikan laju motornya di depan sebuah kedai makanan sederhana. "Em, Rey?" Aku memanggilnya dengan heran. "Turunlah!" serunya. Aku pun melakukan apa yang diserukannya dengan tampang bingung. "Kenapa Kita berhenti di sini?" tanyaku. Pemuda itu menurunkan standar motornya, lalu turun dari motornya, dan setelah itu melengos pergi menuju ke pintu masuk kedai seraya berkata, "Aku lapar!" "Hah? Apa? Eh, tunggu Aku!" Takingin tertinggal olehnya, aku berlari kecil untuk mengejarnya. *** Kini kami duduk berhadapan di dalam kedai itu. Makanan sudah dipesan dan kami hanya tinggal menunggu pesanan kami datang. Ini pertama kalinya aku dan Reynold makan berdua seperti ini. Sejujurnya entah mengapa aku merasa gugup, karena kami benar-benar tidak melakukan apa-apa, hanya duduk diam saling menatap. Pemuda itu bahkan tidak memainkan ponselnya dan ia hanya memandangi sekitar dan sesekali memandang ke arahku dengan tampang
"Aku akan tahu rahasia Reynold! Aku harus berjuang!" pikirku dengan rasa begitu antusias mengikuti langkah targetku ini. Pintu geser kaca otomatis pun langsung terbuka ketika kaki kami menyentuh lantai di depannya. "WOAH ...." Aku memasang tampang bodoh seperti anak kecil yang baru pertama kali masuk ke dalam sebuah gedung yang penuh dengan berbagai macam game arcade di dalamnya. Aku langsung beralih pada Reynold dengan antusias, seraya bertanya sambil menarik-narik bajunya, "Rey, Rey! Mau main yang mana dulu ini?" Pemuda itu menoleh padaku dengan malas, lalu berjalan begitu saja menuju ke tempat pembelian koin. "Kau yang pilih!" tegasnya setelah ia membeli koin yang cukup banyak. "Eh? Baiklah!" timpalku dengan bersemangat. Kuedarkan pandanganku untuk mencari mesin permainan yang terlihat menarik untuk pertandingan kami. "Ayo Kita main itu!" Aku menunjuk sebuah mesin game arcade Tekken yang terlihat masih baru tak jauh dari tempat kami berdiri. "Hm." Reynold hanya m
POV Wendy. Kedua mataku terbelalak melihat pemandangan mengejutkan itu. Setelah mencari pemuda itu selama satu setengah jam, akhirnya Aku menemukannya dalam situasi yang membuatku takhabis pikir. Sebuah situasi di mana Reynold terlihat bahagia bercanda dan beberapa kali ia juga tertawa dengan gadis kecil yang terlihat seperti berumur 7 tahunan di punggungnya itu. "Bocah cilik itu siapanya Reynold?" gumamku yang masih tak percaya dengan apa yang kulihat. "Reynold! Luna!" Seorang wanita berlari kecil sambil memanggil mereka. Pemuda dan bocah cilik itu menoleh pada wanita itu. Seorang wanita dewasa yang terlihat manis dan terlihat menenteng kantong kresek. Bocah itu terlihat antusias dan Reynold pun berjalan mendekat pada wanita itu sambil menggendong gadis cilik yang sepertinya bernama Luna itu. Mereka bertiga terlihat bercengkerama bersama dengan menampakkan senyum lepas satu sama lain sehingga mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang sangat bahagia. "Aku tida
Michael tengah duduk di depan seorang pria bermantel biru khas seragam kepolisian. Mereka duduk berhadapan dengan tampang si pria dari kepolisian itu terlihat kesal. Sedangkan Michael terlihat begitu santai, takpeduli dengan tampang kesal pria itu. "Jadi, Kau tetap takingin menyerahkan benda yang Kau dapatkan itu?" tanya pria itu dengan gigi bergemertak seakan sedang menahan kekesalannya. "Yaps! Aku berhak menolak karena itu adalah properti pribadiku. Kau ini polisi, pasti Kau sangat tahu hak-hak warga negara bukan?" jawab Michael dengan tenang. "Tuan Michael Clifford, Aku rasa itu bukan benda milikmu, jadi kami berhak untuk mengambilnya demi kepentingan negara!" Polisi itu menyanggah apa yang dikatakan pria yang tampak menyebalkan dengan seringainya yang tiba-tiba saja tampak semenjak mereka bertemu. Michael menghela napas, lalu sidekap di pahanya, lalu berkata, "Kau sepertinya lupa dengan tujuanmu sejak awal. Semenjak Kau datang Kau hanya membicarakan 'benda itu.' Well, Kau