POV Wendy.Beberapa hari kemudian. Sesuai dengan rencana, hari ini adalah hari di mana aku harus mengeksekusi nyonya Hilde. Chris sudah mengingatkanku beberapa detailnya serta menunjukkan keberadaan wanita itu saat ini. Sebuah mansion mewah yang berada di pinggir kota, di sanalah ia berada.Semua berjalan lancar hingga saat ini, aku sedang berada di salah satu properti si tante girang itu dan tengah bersembunyi di saluran ventilasi setelah sebelumnya berhasil menerobos penjagaan di pintu belakang properti yang begitu ketat. Sangat ketat karena bukan hanya keamanan wanita itu saja yang berjaga, aku sempat menguping bahwa beberapa orang suruhan Michael juga ikut memperketat penjagaan.Hal selanjutnya yang harus kulakukan adalah mencari keberadaannya di mansion yang besar dan luas ini. Namun, karena kupikir akan sangat mudah untuk mengeksekusinya dalam kesunyian, rencana yang terbaik adalah menunggu wanita itu di kamarnya."Hm, Aku tidak bisa berlama-lama di sini, Aku harus keluar agar
Chris menyeringai. Pandangannya beralih pada pria menawan yang tengah mengamati gerak-geriknya sedari tadi. Mereka berdua berada di ruang kerja Hilde di properti wanita itu. Chris yang baru saja datang itu langsung disambut oleh Michael yang memang sudah berada di sana sebelum ia datang."Dia ternyata memang tidak bisa diremehkan! Padahal berdasarkan informanku pria ini sudah datang ke properti ini dan tak menemukan apa yang dicarinya, tapi ternyata dia kembali ke sini! Dia sepertinya sedang berusaha menjebakku ... Ck, benar-benar merepotkan!" pikir Chris yang sejujurnya tidak menduga Michael akan kembali ke properti yang sudah ia kunjungi sebelumnya ini."Well, Tuan Chris Khiel, sedang apakah gerangan Anda berada di tempat ini? Saya sangat yakin ini bukanlah rumah Anda." Michael memulai pembicaraan setelah melihat pria playboy itu menyimpan kembali ponselnya di saku dalam blazer yang ia kenakan."Hm, sepertinya dia sudah tahu siapa Aku. Tidak aneh, dia pasti pernah melihatku bersama
Wendy yang sudah berada dalam mode siaganya itu tak langsung menyerang. Hal pertama yang dilakukannya adalah mengamati pria itu untuk mengetahui siapa dia dan mempelajari celahnya.Gadis itu menyipitkan matanya, dan hal yang diketahuinya dari sosoknya hanya pria itu adalah orang yang bersama Michael ketika mereka hendak menjemput Hilde yang tengah bersenang-senang di sebuah kamar di resort tempat wanita itu mengadakan pesta.Pria itu melipat tangan di depan dada tanpa mengalihkan pandangannya pada wanita kecil yang wajahnya tertutup topeng itu. "Jadi, siapa Kau?" Dia mempertanyakan hal itu lagi karena hanya mendapat jawaban diam dari wanita itu."He~ Mengapa Kau diam? Haruskah Aku menebaknya saja?" ucapnya lagi.Ia perlahan bangkit dari tempat duduknya. Ia hanya berdiri tanpa berlaku apa-apa lagi seakan ia sedang menunggu wanita bertopeng di hadapannya.Namun, Wendy masih tetap tak mengatakan sepatah kata pun. Tetapi, melihat pergerakan itu, ia semakin waspada, bersiap jika pria itu t
Wendy yang baru saja berhasil melarikan diri dari properti Hilde yang dijaga dengan sangat ketat itu, dengan sigap langsung pergi menuju ke tempat yang jauh agar para penjaga itu tidak menemukannya. Bagaimana tidak? Informasi mengenai percobaan pembunuhan Hilde pasti sudah merebak di antara para penjaga dan sudah pasti pula mereka sedang mencari pelakunya. "Keh! Ternyata ini adalah jebakan! dalangnya sudah pasti si Michael brengsek! Keh! Sialan! Bajingan!" Wendy memaki detektif jenius yang memang merencanakan hal ini beberapa jam yang lalu. Wanita itu melepaskan topengnya dan melepaskan ikatan rambutnya sehingga kini rambut hitamnya benar-benar terurai dengan indah. BRAK! Ia lalu menginjak-injak topeng yang terbuat dari kayu itu hingga hancur menjadi serpihan-serpihan kecil. Tangannya yang bersarung tangan itu mengambil serpihan-serpihan itu seraya bergumam, "Hilangkan jejak! Aku yakin orang-orang itu tidak akan melepaskanku!" "Hah~ Tapi sial sekali Aku tidak sempat memung
"Em, bisa Kau katakan apa maksudnya itu?" ucap Wendy memastikan karena entah mengapa apa gang pria itu ucapkan sangatlah serius. "Kau masih ingat dengan peringatanku, bukan?" timpal Chris mempertanyakan hal yang selalu ia wanti-wantikan pada bawahannya itu. "Tentu saja! Mana pernah Aku mengabaikan peringatanmu," tegas Wendy meski sebenarnya perasaannya sendiri tidak yakin akan hal itu. Chris mendelik, dan memalingkan wajahnya dari wanita itu seakan merasa tidak puas dengan jawabannya. "Chris, sebenarnya apa maksudmu?" Wendy masih mendesak pria itu karena memang sungguh tak mengerti dengan responsnya. "Beberapa hari yang lalu Kau pergi bersama Martin kan? Mengapa Kau tidak langsung melaporkannya padaku? Mengapa Kau diam saja, hm?" Atmosfer pria itu semakin dingin sehingga membuat siapa pun yang berada di dekatnya bisa merasakan amarah yang begitu besar di baliknya. Wendy tersentak mendengar pertanyaan tiba-tiba itu. Ia memang tidak mengatakannya pada Chris karena masih mera
"Bekerja untukmu?" gumam gadis itu. "Yap, Kau tidak perlu berpikir bagaimana cara berdagang, mempertahankan pelanggan, putar otak untuk menutupi kerugian ... Semua yang harus Kau lakukan adalah melakukan apa yang kuperintahkan padamu, dan Kau akan mendapatkan banyak uang hingga merasa bahwa uang 200 juta itu hanyalah uang recehan belaka," tutur Chris yang dengan mengandalkan mulut manisnya mencoba untuk membujuk pencuri itu agar mau menjadi bawahannya. "Tidak! Aku tetap ingin 200 jutaku!" jawab gadis itu tanpa mempertimbangkan ucapan manis korbannya. Chris cukup terkejut mendengar jawaban tegasnya. Bukan karena penolakannya, tetapi karena betapa tegas dan ketusnya gadis itu menolak tanpa sedikit pun memikirkan ucapannya, dan bahkan dia juga tampak tidak tertarik dengan kata-kata manis serta wajah tampannya yang biasanya membuat wanita mana pun terpesona karenanya. "Meski Aku tidak bisa melihat wajahnya untuk memastikan ekspresinya, tetapi hanya dengan mendengar suaranya, Aku sa
Sementara itu di kediaman Michael Clifford. Setelah menyelesaikan urusannya dengan rekannya yang bekerja di kepolisian mengenai percobaan pembunuhan Hilde, detektif jenius itu langsung pulang ke rumahnya, tempat teraman baginya dari telinga-telinga yang ingin tahu tentang apa yang ia rencanakan. Pria itu tengah duduk di kursi kebesarannya di depan televisi yang sedang tidak menyala. Semenjak sampai ke rumah, ia terus berbicara sendiri seperti orang gila, mengatakan isi kepalanya yang sulit dimengerti jika ada orang lain mendengarnya. Tangannya lalu merogoh saku celananya, dan dikeluarkanlah sebuah flashdisk berwarna keemasan dengan gantungan kelinci berwarna perak yang tampak lucu sekali. Pandangannya tertuju pada benda itu. Saking fokusnya, pandangannya tampak kosong seakan ia benar-benar sedang tenggelam dalam lautan pikirannya. Melihatnya seperti itu, ditambah dengan ia yang berbicara sendiri membuatnya sungguh terlihat seperti orang yang tidak waras. "Benar-benar benda ini
"Anak ini, dia sepertinya tertarik pada mahasiswi baru itu," pikir Michael dengan perasaan kaget yang tak bisa dijelaskan. "Aku tahu dia punya kekasih saja sudah sangat kaget, apa lagi melihat raut wajahnya seperti ini ... bahkan raut ini bukan karena kekasihnya, tetapi karena gadis lain," sambungnya. Detektif jenius itu memandang dengan seksama reaksi tidak biasa putranya itu, serta menampakkan diri bahwa ia benar-benar tertarik akan gadis yang membuat anak lelaki satu-satunya itu tergerak hatinya. "Jadi, ada apa dengan gadis itu?" tanya Reynold yang penasaran dengan diamnya Michael. "Tidak ada yang aneh, Aku hanya penasaran dengannya. Kau tampak tertarik padanya ... jadi, bagaimana dengan gadis itu? Siapa namanya?" tanya Michael dengan nada meledek. "Dia gadis yang aneh, namanya Bella Valentine." Entah karena tidak menyadari Michael tengah meledeknya atau karena tidak peduli, Reynold menjawab pertanyaannya. "Wah, mengejutkan sekali," gumam Michael yang cukup terkejut denga
Saat ini hari sudah sore. Setelah mendapatkan titik lokasi tempat saat ini Hilde dan Michael berada, tanpa menunggu lama, aku pun langsung berangkat menuju ke tempat itu. Beberapa saat kemudian, aku sampai di depan sebuah gang gelap yang di mulut gangnya tampak cukup ramai karena saat ini adalah jam-jam pulang bagi para pekerja kantoran. Mendapati hal itu, aku hanya mengernyitkan dahi, benar-benar tidak habis pikir mengapa Michael membawa Hilde ke tempat seperti itu. "Hm, titik lokasi yang dikirim Chris sudah benar, tetapi aku tidak melihat mereka ... sebenarnya apa yang sedang mereka berdua lakukan di dalam gang itu?" pikirku dengan memusatkan pandanganku pada gang yang berada tepat di depanku. Wajahku sudah kututup oleh masker, jadi dengan begitu penampakkan wajahku bisa sedikit tersamarkan. Aku harus berhati-hati karena mengingat Michael pernah berinteraksi denganku ketika kami berada di pesta Hilde waktu itu. Dia pria jenius, aku yakin hanya dengan sekali lihat saja dia pa
POV Wendy. "Misi apa yang akan pria itu berikan dengan membuat kita bertiga berkumpul seperti ini?" pikirku sembari menatap sosok Chris yang tengah duduk sembari menatap kami bertiga dengan serius. "Si bajingan Vincent kemarin buka mulut. Dia terus mengoceh, sehingga pada akhirnya mengatakan bahwa ada hal serius yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, dan itu berhubungan Coltello. Mau tidak mau organisasi akan terlibat dalam sebuah perang antar organisasi kecil dan itu tidak bisa dihindari!" Chris mulai menuturkan hal yang menjadi penyebab yang sepertinya membuat pikirannya terganggu. Mendengar hal itu, sontak saja semua orang terlihat semakin serius. "Dia tidak mengatakan detailnya, tetapi itu berhubungan dengan tuan Jimmy Heartnewt. Dia hanya bilang bahwa dengan adanya pejabat itu di sisi mereka, maka Coltello pasti tidak akan baik-baik saja!" Chris melanjutkan perkataannya. Pria itu, melirik ke arahku, kemudian berkata, "Wendy, kuperintahkan Kau untuk mengawasi
Michael memandang Hilde dengan perasaan penuh antusias, benar-benar ingin segera mengetahui apa yang hendak tante girang itu bicarakan dengannya, di samping dia ingin 'benda' yang ada padanya. Sedangkan wanita itu tampak tertunduk sedih di samping pria itu sembari memainkan tangannya. "Hm? Nyonya Hilde, mengapa Anda hanya diam saja?" tanya Michael sambil memasang senyumnya yang menawan. Hilde dengan ragu melirik pria rupawan itu. "Tuan Clifford, Saya merasa ketakutan," ucapnya dengan suara yang bergetar. "Well, itulah yang seharusnya Anda rasakan. Anda baru saja menjadi target pembunuhan, tentu saja hal semacam itulah yang harus Anda rasakan," ujar pria itu. Hilde langsung berdiri tanpa mengalihkan pandangannya dari Michael, lalu berkata dengan menggebu-gebu, "Tuan, Anda sudah menyelamatkan nyawa Saya malam itu. Saya yakin Anda bisa-" "Sejujurnya, Nyonya Hilde, yang Saya lakukan hanyalah menangguhkan waktu pembunuhan Anda. Anda berhasil lolos malam itu, bukan berarti Anda
"Well, Rey, Rob, tunggu sebentar ya! Sebentar lagi kelasku selesai," seru Martin. "Baik, ayah mertua!" timpal Robert dengan bersemangat, berbanding terbalik dengan Reynold yang hanya merespons dengan sebuah anggukan malas. Martin tersenyum, lalu kembali ke dalam kelas, melanjutkan perkuliahannya. Tinggallah kedua pemuda itu sendiri. "Sebenarnya untuk apa Kau menemui Pak Martin?" Reynold yang masih penasaran, menanyakan hal yang menurutnya ganjil itu. "Eh? Aku hanya datang untuk kunjungan rutinku. Takada masalah mengenai itu, kan?" jawab Robert dengan santainya. "Kunjungan rutin apa?" Reynold bertanya makin jauh. "Itu bukan urusanmu~" timpal lawan bicaranya yang terlihat seperti sedang menjahilinya. Mendengar respons itu, Reynold tidak memperpanjangnya lagi karena sejujurnya ia cukup kesal mendengar bagaimana pemuda itu menjawab tiap pertanyaannya. "Tapi ada satu hal pasti yang menjadi urusanmu, yaitu uruslah kekasihmu sendiri, dan jauh-jauhlah dari Bella!" Pemuda it
Beberapa saat kemudian, kami sudah berada di depan pintu masuk gedung aprtement-ku. "Terima kasih, Rey!" ucapku dengan riang gembira. Reynold hanya memandang dengan malas padaku. Aku memeluk erat boneka unicorn pemberian darinya sembari cengengesan. "Terima kasih juga bonekana ... Aku sangat menyukainya," ungkapku. "Aku tidak sengaja memberikannya-" "Aku akan menamainya ReyBell!" selaku, langsung memberitahukan nama boneka pemberiannya. "Hm, Reynold Bella, kah? Dasar gadis aneh!" gumamnya sembari menyalakan kembali motornya, sepertinya ia bersiap untuk pergi. Aku menghadapkan kepala boneka itu pada Reynold, seraya berkata dengan nada jahil, "Reybell, ayo katakan sesuatu pada Papa!" Reynold langsung menoleh padaku dengan tampang terkejut. "Papa, hati-hati di jalan ... sampai jumpa lagi!" Aku mengubah suaraku sembari mengerak-gerakkan kaki depan boneka unicorn itu seakan dia sedang melambai pada pemuda yang sudah memberikan boneka ini padaku. "Dasar gadis aneh!" guma
Belum sempat aku menjawab apa yang ditanyakannya, Reynold menghentikan laju motornya di depan sebuah kedai makanan sederhana. "Em, Rey?" Aku memanggilnya dengan heran. "Turunlah!" serunya. Aku pun melakukan apa yang diserukannya dengan tampang bingung. "Kenapa Kita berhenti di sini?" tanyaku. Pemuda itu menurunkan standar motornya, lalu turun dari motornya, dan setelah itu melengos pergi menuju ke pintu masuk kedai seraya berkata, "Aku lapar!" "Hah? Apa? Eh, tunggu Aku!" Takingin tertinggal olehnya, aku berlari kecil untuk mengejarnya. *** Kini kami duduk berhadapan di dalam kedai itu. Makanan sudah dipesan dan kami hanya tinggal menunggu pesanan kami datang. Ini pertama kalinya aku dan Reynold makan berdua seperti ini. Sejujurnya entah mengapa aku merasa gugup, karena kami benar-benar tidak melakukan apa-apa, hanya duduk diam saling menatap. Pemuda itu bahkan tidak memainkan ponselnya dan ia hanya memandangi sekitar dan sesekali memandang ke arahku dengan tampang
"Aku akan tahu rahasia Reynold! Aku harus berjuang!" pikirku dengan rasa begitu antusias mengikuti langkah targetku ini. Pintu geser kaca otomatis pun langsung terbuka ketika kaki kami menyentuh lantai di depannya. "WOAH ...." Aku memasang tampang bodoh seperti anak kecil yang baru pertama kali masuk ke dalam sebuah gedung yang penuh dengan berbagai macam game arcade di dalamnya. Aku langsung beralih pada Reynold dengan antusias, seraya bertanya sambil menarik-narik bajunya, "Rey, Rey! Mau main yang mana dulu ini?" Pemuda itu menoleh padaku dengan malas, lalu berjalan begitu saja menuju ke tempat pembelian koin. "Kau yang pilih!" tegasnya setelah ia membeli koin yang cukup banyak. "Eh? Baiklah!" timpalku dengan bersemangat. Kuedarkan pandanganku untuk mencari mesin permainan yang terlihat menarik untuk pertandingan kami. "Ayo Kita main itu!" Aku menunjuk sebuah mesin game arcade Tekken yang terlihat masih baru tak jauh dari tempat kami berdiri. "Hm." Reynold hanya m
POV Wendy. Kedua mataku terbelalak melihat pemandangan mengejutkan itu. Setelah mencari pemuda itu selama satu setengah jam, akhirnya Aku menemukannya dalam situasi yang membuatku takhabis pikir. Sebuah situasi di mana Reynold terlihat bahagia bercanda dan beberapa kali ia juga tertawa dengan gadis kecil yang terlihat seperti berumur 7 tahunan di punggungnya itu. "Bocah cilik itu siapanya Reynold?" gumamku yang masih tak percaya dengan apa yang kulihat. "Reynold! Luna!" Seorang wanita berlari kecil sambil memanggil mereka. Pemuda dan bocah cilik itu menoleh pada wanita itu. Seorang wanita dewasa yang terlihat manis dan terlihat menenteng kantong kresek. Bocah itu terlihat antusias dan Reynold pun berjalan mendekat pada wanita itu sambil menggendong gadis cilik yang sepertinya bernama Luna itu. Mereka bertiga terlihat bercengkerama bersama dengan menampakkan senyum lepas satu sama lain sehingga mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang sangat bahagia. "Aku tida
Michael tengah duduk di depan seorang pria bermantel biru khas seragam kepolisian. Mereka duduk berhadapan dengan tampang si pria dari kepolisian itu terlihat kesal. Sedangkan Michael terlihat begitu santai, takpeduli dengan tampang kesal pria itu. "Jadi, Kau tetap takingin menyerahkan benda yang Kau dapatkan itu?" tanya pria itu dengan gigi bergemertak seakan sedang menahan kekesalannya. "Yaps! Aku berhak menolak karena itu adalah properti pribadiku. Kau ini polisi, pasti Kau sangat tahu hak-hak warga negara bukan?" jawab Michael dengan tenang. "Tuan Michael Clifford, Aku rasa itu bukan benda milikmu, jadi kami berhak untuk mengambilnya demi kepentingan negara!" Polisi itu menyanggah apa yang dikatakan pria yang tampak menyebalkan dengan seringainya yang tiba-tiba saja tampak semenjak mereka bertemu. Michael menghela napas, lalu sidekap di pahanya, lalu berkata, "Kau sepertinya lupa dengan tujuanmu sejak awal. Semenjak Kau datang Kau hanya membicarakan 'benda itu.' Well, Kau