Dan pergumulan itu terjadi lagi.
Dua orang yang telah tiba di kos sederhana milik Vero. Selepas dari kamar mandi dan Berliana mendapati laki-laki itu sudah berbaring di kasur lantai miliknya. Sudah berganti pakaian hanya mengenakan baju dalaman putih tipis dan celana pendeknya.
Tak ubahnya dengan Berliana kini yang sudah menanggalkan pakaiannya. Menggantinya dengan satu tank top warna putih dan celana pendek hitam. Ikut merebahkan tubuh di sebelah laki-laki itu.
“Kau wangi sekali,” ucap Vero yang kemudian menghentikan aktivitasnya. Menyimpan kembali handphone nya, meletakkan benda kotak tipis berisi komponen itu di sebelah kepalanya. Berpindah memeluk tubuh sintal Berliana yang ada di sebelahnya.
“Tak apa kah jika kita melakukannya di sini?” tanya Berliana.
Membuat Vero tersipu malu. Menurunkan wajahnya, mencium kening Berliana, menyorot bola matanya. &ldq
Hari bergerak cepat. Berliana dan Vero sudah kembali ke hidupnya yang seharusnya berjalan. Kejadian malam itu sudah dua minggu yang lalu. Terasa baru sebentar meski sudah lama. Terasa sudah lama meski masih bisa dihitung dengan ke dua puluh jari.Dan roda ekonomi membuat semua berjalan kembali. Tak ubahnya restoran Janda yang bergerak hari demi hari.Sudah dua minggu, Berliana tak lagi khawatir soal kejadian malam itu. Kejadian yang membuatnya kesal pada Vero. Marah padanya, mendiamkannya selama tiga hari tanpa bicara apa pun pada laki-laki itu. Sekali pun saat di hingar bingar tempat kerja atau pun saat mereka hanya berdua.Saking kesalnya, wanita itu selalu meminta karyawannya yang lain kalau ada perlu dengan Vero. Benar-benar memutuskan kontak dengan pria itu. Apalah mau dikata, tapi kesalahan Vero memang sangat fatal baginya.Bayangkan betapa rumitnya semua urusan ini jikalau ternyata benih yang
Hingga pertemuan itu berakhir menjadi sebuah pertanyaan besar di kepala Berliana. Ini bukan main-main kan? Apa kesalahan yang ia buat sudah terlalu jauh? Dan yang paling mengerikan, yang mengganggu pikirannya, siapa yang merasa iri dengan kedekatan antara dirinya dan Vero?Ah tidak, tidak mungkin Pak Janur. Kalau ternyata benar laki-laki itu mana mungkin ia sampai repot-repot memperingatkannya. Lagi pula Pak Januar tak pernah cemburu dengan siapa pun yang masuk sebagai karyawan baru di kedai ini. Siapa pun orangnya, dia hanya akan mengerjakan pekerjaannya kemudian pulang seperti biasa.Apa mungkin Wilda? Laki-laki itu memang seminggu yang lalu datang ke Berliana untuk meminta kenaikan gaji. Ia merasa waktu yang dihabiskannya di Restoran Janda ini sudah cukup. Loyalitas dan kerja kerasnya jangan ditanya lagi. Dan Berliana pun tidak marah saat ia mendatangi ruangannya. Terus terang soal itu, soal gajinya yang masih di bawah anak kemarin sore.
“Jadi aku ditolak?” ucap Angga lirih.Suaranya terdengar serak. Terdengar sangat berat saat mengucapkannya. Sorot matanya kosong. Menengadah, menatap dedaunan pohon mangga yang gugur demi satu.“Jadi perjuanganku selama ini masih kurang?” ujarnya lagi sambil tersenyum kecut. Meski sudah mengira jawaban inilah yang akan diterimanya tapi tetap saja. Tak ada yang lebih sakit dari rasa sakit yang tak bersuara.Bahkan hampir saja pertanyaan itu tak bisa meluncur dari mulutnya. Hampir saja tak sanggup mengucapkannya. Hampir saja ia ingin segera pergi dari tempat ini. Membiarkan kaca helm hitamnya menutupi air mata yang saat ini masih ditahannya.Agar tidak jatuh, agar tidak membuatnya malu di depan perempuan ini. Perempuan yang kini menggelengkan kepala. Buru-buru menangkap tangan Angga yang ada di atas meja. Meremasnya, menahannya agar tidak pergi.“Aku b
“Tap–tapi, kalian tampak baik-baik saja bukan?” tanya Angga memecah keheningan. “Kalian tak tampak ada masalah apalagi saling ingin menyingkirkan.”“Ya emang bener apa kata lu,” Dhita meraih gelas es nya lagi. Meneguknya, mengusir rasa kering di tenggorokannya hilang. “Laki-laki sok tahu yang kariernya di restoran itu karena terbantu Bu Berliana. Cih ....!!!” lanjutnya sambil membuang ludah.“Kau iri dengan dirinya?” tanya Angga. Sorot matanya jadi setajam sebelumnya. Mulai ikut terbawa emosi lawan bicaranya.“Mungkin,” jawab wanita itu singkat. “Aku hanya tidak suka caranya mendapatkan apa yang dia miliki sekarang. Hanya karena ia bisa mendapatkan hati bos kita, ia seperti semena-mena. Superior, selalu ingin jadi yang paling gemilang dari karyawan lain. Kau ingat kejadian siang itu. Dia pikir ia bisa jadi pahlawan? Ia mungkin ba
Hari ini Restoran janda buka seperti biasa.Hari yang sangat indah dan cerah. Hari di mana peluang-peluang baru terbuka lebar. Sama seperti betapa ramainya Restoran pada siang hari ini.Kesibukan tergambar jelas di arah bilik memasak. Ruang kerja Dhita dan Vero yang bersebelahan. Hilir mudik Angga dan Vera keluar masuk dari sana menyebutkan pesanan dari meja kasir, mendikte beberapa pesanan yang menyusul.Tak jarang Dhita dan Vero dibuat bingung. Saking banyaknya pesanan, saking menumpuknya orderan. Membuat mereka harus bertanya lagi kepada dua orang pelayan sekaligus penjaga kasir.Wilda bahkan sudah bergabung sedari tadi. Cuaca yang panas dan terik matahari yang menyengat membuat lapak kopinya sepi. Orang-orang lebih memilih memesan berbagai jenis es dan tersedia di sini. Membuat Wilda harus keluar dari persembunyiannya. Ikut membantu membawa pesanan makanan ke depan.Saking ra
“Selamat sore semuanya,” ucap Berlina memecah bisik-bisik di antara ke enam karyawannya.Mereka tengah mengadakan rapat dadakan. Sore setelah kedai tutup. Setelah semua pekerjaan rampung dan ke enam karyawannya tinggal meninggalkan Restoran ini.“Sore Mbak,” jawab mereka berenam serempak.Wajah yang lesu. Kehabisan tenaga setelah seharian penuh diperas pelanggan yang datang dan pulang silih berganti. Keringat yang belum kering di kemeja kerja. Meski tampak berantakan, semua karyawan di restoran ini tetap terlihat berkelas dan karismatik.“Ada satu hal penting yang ingin saya sampaikan. Jadi itu kenapa kalian saya kumpulkan sore hari ini.” Kalimat Berliana terpotong menatap satu demi satu karyawannya. Menatap mata-mata yang fokus menyorot dua matanya.“Tapi sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada kalian semua. Karena tanp
Dan malam usai dengan jauh lebih cepat. Hari itu malam berlalu dengan sangat cepat. Satu hari tepat sebelum pesanan kue dan cup cake dibuat. Satu hari yang mungkin tampak biasa saja bagi lima orang keluarga Restoran Janda.Tapi tidak dengan Dhita dan Angga.Hari itu akan jadi hari paling bersejarah bagi mereka berdua. Setelah menunggu berminggu-minggu lamanya untuk menemukan kesempatan terbaik ini. Kesempatan di mana akhirnya Restoran Janda mendapatkan pesanan makanan lagi. Kesempatan di mana akhirnya dua orang itu bisa melancarkan niat busuknya.Bukankah semua niat busuk itu berasal dari penerimaan yang salah? Sisi tumpul dari sisi yang tajam. Sisi hitam dari sisi yang putih. Sisi hujan dan guntur sebelum sisi pelangi yang romantis.Sama halnya dengan penerimaan orang lain yang tidak selalu sama. Akan selalu bayangan yang mengikuti datangnya cahaya. Akan selalu ada kebencian yang mengiringi setiap k
Dan sore itu pergantian kerja terjadi.Ya, seperti aturan yang sudah diikat oleh Berliana. Dhita akan jadi orang pertama yang dapat jatah memasak kue lebih dulu dibanding Vero.Sementara Vero, harus melayani dan membuatkan semua pesanan yang datang sembari menunggu Dhita menyelesaikan kuenya. Dan misi itu sudah selesai tepat pukul dua siang tadi. Tepatnya satu jam setelah jam istirahat selesai.Tiga adonan roti Dhita sudah jadi. Selesai sempurna matang keluar dari oven. Berbagai krim yang akan perempuan itu pakai nantinya juga sudah selesai. Semuanya sudah tertata rapi di dalam kulkas. Semua komponen sudah siap untuk dirakit besok siang.Dan kini waktunya Vero beraksi.Setelah masakan pesanan terakhirnya melenggang keluar dari bilik dapur. Setelah tiga lembar sisa pesanan yang belum dibuat diambil oleh Dhita. Ini semua waktu dan tempat untuknya beraksi.Tubuh