Home / Romansa / Terpikat Hasrat CEO Dingin / Memasuki Dunia Lucian

Share

Memasuki Dunia Lucian

Author: Purplexyiii
last update Last Updated: 2025-02-15 22:19:01

Aku duduk di sudut sofa, menggenggam cangkir teh hangat yang diberikan pelayan apartemen Lucian. Tanganku masih sedikit gemetar, tapi bukan karena suhu minuman ini—melainkan karena aku masih belum bisa memproses sepenuhnya apa yang baru saja terjadi dalam hidupku.

Pernikahanku dengan Damien telah hancur sebelum sempat dimulai, dan sekarang aku terjebak dalam pernikahan lain—dengan seorang pria yang sama sekali tidak kukenal. Lucian Devereaux. CEO dingin dengan tatapan yang mampu membuat siapa pun tunduk dalam hitungan detik.

Lucian duduk di seberangku, membaca sesuatu di tabletnya dengan ekspresi tanpa emosi. Kami belum berbicara lagi sejak percakapan singkat tadi. Suasana di antara kami terasa begitu canggung, seolah-olah ada jurang tak kasat mata yang memisahkan kami.

Aku memutuskan untuk mengakhiri keheningan lebih dulu. "Jadi ... apa yang terjadi sekarang?"

Lucian tidak langsung menjawab. Dia meletakkan tabletnya di meja dan menatapku. "Sekarang, kita akan mulai menyesuaikan diri dengan peran masing-masing."

Aku mengernyit. "Maksudmu?"

Dia menyandarkan punggungnya ke sofa, menatapku dengan intens. "Aku butuh istri yang bisa meyakinkan dunia bahwa pernikahan kita nyata. Tak hanya tinggal di sini, kau harus mengikuti semua acara sosial bersamaku, dan memainkan peran sebagai istri yang sempurna."

Aku mencengkeram cangkir teh lebih erat. "Dan bagaimana dengan tujuanku?"

Lucian menatapku sejenak sebelum menjawab, "Kau bisa memulai balas dendam."

Aku terdiam. Tentu saja aku menginginkannya. Aku ingin Damien melihatku bahagia tanpa dirinya. Aku ingin dia menyesal telah meninggalkanku demi wanita lain.

Lucian melanjutkan, "Aku bisa memberimu kesempatan itu. Dengan status barumu sebagai Nyonya Devereaux, kau akan mendapatkan perhatian yang selama ini tak pernah kau miliki. Kau akan berada dalam lingkaran sosial yang sama dengan Damien dan Celeste, dan kau bisa menunjukkan pada mereka betapa mereka telah membuat kesalahan besar."

Aku merenungkan kata-katanya. Itu memang terdengar seperti rencana yang sempurna. Tapi ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. "Dan setelah semua ini selesai? Setelah kau mendapatkan warisanmu dan aku mendapatkan balas dendamku?"

Lucian mengangkat bahu. "Kita berpisah. Pernikahan ini akan berakhir secepat kita mengawalinya."

Aku tidak tahu kenapa, tapi jawaban itu membuat dadaku terasa sedikit sesak.

Aku mengangguk pelan. "Baiklah. Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang?"

Lucian tersenyum tipis, senyum yang entah kenapa membuatku merasa sedang menandatangani perjanjian dengan iblis. "Mulai besok, kita akan mengumumkan pernikahan kita ke publik. Bersiaplah, Seraphina. Hidupmu tidak akan pernah sama lagi."

***

Pagi itu, aku terbangun lebih awal dari biasanya. Pikiranku masih berkecamuk dengan berbagai hal tentang pernikahan ini, tapi aku tahu tidak ada jalan kembali. Aku telah membuat keputusan, dan sekarang aku harus menjalani konsekuensinya.

Aku melangkah keluar dari kamar, dan mataku langsung menangkap sosok Lucian yang berdiri di dekat jendela besar apartemennya. Dia mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung, satu tangan memasukkan kopi ke dalam mulutnya, sementara tangan lainnya menggenggam ponsel.

Aku menatapnya beberapa detik lebih lama dari seharusnya. Sial. Tidak bisa disangkal bahwa pria ini memiliki aura yang mampu menarik perhatian siapa saja.

Lucian menyadari kehadiranku dan menoleh. "Kau sudah bangun. Bagus. Kita akan pergi dalam satu jam."

Aku mengerutkan kening. "Pergi ke mana?"

Dia menyeruput kopinya dengan tenang sebelum menjawab, "Ke kantor pusat Devereaux Group. Semua orang harus tahu bahwa kau sekarang adalah istriku."

Aku menelan ludah. "Bagaimana jika mereka tidak menerimaku?"

Lucian menatapku dalam-dalam, lalu berjalan mendekat. Aku menahan napas saat dia berhenti hanya beberapa inci dariku.

"Biarkan aku yang mengurus mereka," katanya pelan, tapi penuh ketegasan. "Tugasmu hanyalah bersikap seperti seorang istri. Sisanya, aku yang tangani."

Aku ingin membalas, tapi sesuatu dalam sorot matanya membuatku tidak bisa berkata-kata.

Aku baru menyadari bahwa mulai hari ini, aku tidak hanya harus berurusan dengan Damien dan Celeste.

Tapi juga dunia Lucian Devereaux yang penuh rahasia.

Dan mungkin, aku tidak siap untuk itu.

***

Aku menatap pantulan diriku di cermin. Gaun berwarna biru tua yang Lucian siapkan untukku terlihat sangat elegan, lebih mahal dari apa pun yang pernah kupakai sebelumnya. Rambutku digulung rapi ke belakang, memberi kesan anggun dan berkelas—seperti istri seorang miliarder seharusnya.

Namun, di balik semua ini, aku merasa seperti boneka yang dipoles agar sesuai dengan standar dunia yang bukan milikku.

Aku menarik napas dalam-dalam sebelum keluar dari kamar. Lucian sudah menungguku di ruang tamu, mengenakan setelan abu-abu yang sempurna membingkai tubuh tegapnya. Dia menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu mengangguk kecil.

“Bagus. Kau terlihat seperti istri yang seharusnya kumiliki.”

Aku tidak tahu apakah itu pujian atau sekadar pernyataan, tapi aku tidak membalasnya.

Di dalam mobil, suasana terasa sedikit tegang. Lucian duduk di sampingku, tetapi dia lebih banyak fokus pada ponselnya. Aku mengalihkan pandangan ke luar jendela, menyaksikan kota yang mulai sibuk dengan aktivitas paginya.

“Ada sesuatu yang perlu kau ketahui sebelum kita sampai di kantor.”

Aku menoleh ke arahnya. “Apa?”

Lucian meletakkan ponselnya dan menatapku serius. “Di sana, aku memiliki banyak musuh—dan tidak semuanya akan menyambutmu dengan baik. Beberapa dari mereka akan mempertanyakan keputusan ini, beberapa akan mencoba menjatuhkanmu. Aku ingin kau tetap tenang dan tidak menunjukkan kelemahan.”

Aku menelan ludah. “Bagaimana jika aku melakukan kesalahan?”

“Jangan lakukan.”

Aku mendesah. Pria ini benar-benar tidak memberi ruang untuk kesalahan.

Saat mobil berhenti di depan gedung pencakar langit dengan logo Devereaux Group yang mencolok, aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat. Kaca gedung yang besar memantulkan bayangan kami saat kami turun dari mobil. Beberapa karyawan yang lewat berhenti dan berbisik satu sama lain.

Lucian, seperti biasa, tetap tak tergoyahkan. Dia menggenggam tanganku dengan mantap, seolah ingin memastikan semua orang di sini tahu siapa aku sekarang.

Kami melangkah masuk ke dalam lobi utama yang luas dan mewah. Suara langkah kaki kami menggema di lantai marmer. Aku bisa merasakan tatapan tajam dari beberapa pegawai yang berusaha menebak siapa aku.

Seorang wanita paruh baya dengan pakaian rapi menghampiri kami. “Selamat pagi, Tuan Devereaux.” Tatapannya beralih padaku. “Dan … ini?”

Lucian tidak ragu sedikit pun saat menjawab, “Istriku.”

Hening. Beberapa detik yang terasa seperti selamanya.

Wanita itu—yang kuduga adalah sekretaris pribadi Lucian—terlihat terkejut, tetapi profesionalisme membuatnya segera menguasai ekspresinya. “Saya mengerti, Tuan. Ruang rapat sudah disiapkan untuk pertemuan dewan direksi.”

Lucian mengangguk. “Baik. Aku akan membawa istriku ke sana.”

Aku tersentak. “Aku harus ikut?”

Lucian menoleh padaku. “Tentu saja. Ini bagian dari peranmu.”

Aku tidak punya waktu untuk protes. Dia menggenggam tanganku lebih erat dan membawaku ke lift. Saat pintu tertutup dan kami mulai naik ke lantai atas, aku menyadari satu hal.

Aku mungkin mengira sudah siap menghadapi pernikahan kontrak ini, tapi aku sama sekali tidak siap menghadapi dunia Lucian Devereaux.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Menjadi Nyonya Devereaux

    Saat lift bergerak naik, aku bisa merasakan tekanan di dadaku semakin berat. Tanganku masih dalam genggaman Lucian, tetapi bukan kehangatan yang kurasakan—melainkan cengkeraman kekuasaan. Dia tidak hanya menggandengku. Dia sedang memperlihatkanku pada dunia sebagai miliknya. Pintu lift terbuka dengan bunyi nyaring. Lantai eksekutif. Interior di sini terasa berbeda dari lobi di bawah. Lebih sepi, lebih eksklusif. Karpet lembut meredam suara langkah kaki, tetapi keheningan yang menggantung di udara jauh lebih menusuk. Beberapa pria dan wanita dalam setelan mahal menoleh saat kami lewat. Beberapa berbisik satu sama lain, beberapa hanya menatap tajam dengan ekspresi tak terbaca. Aku tidak perlu menebak siapa mereka. Dewan direksi. Orang-orang yang memiliki pengaruh besar dalam perusahaan ini—dan mereka semua sekarang melihat ke arahku. Seorang pria tua dengan rambut perak rapi berdiri dari kursinya saat kami memasuki ruang rapat. “Lucian,” katanya dengan nada penuh wibawa. “Ka

    Last Updated : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Peringatan Adik Ipar

    Aku menegang. Aku tahu ini akan terjadi—aku tahu cepat atau lambat, aku akan berhadapan dengan Veronica. Tapi menghadapi tatapannya secara langsung tetap saja membuat dadaku terasa sesak. Sebelum aku bisa mengatakan apa pun, Lucian menarikku lebih dekat, tangannya melingkari pinggangku dengan cara yang begitu alami, seolah ingin mengingatkanku bahwa aku tidak sendirian. "Seraphina adalah istriku," katanya, suaranya terdengar begitu dingin dan tak terbantahkan. "Aku tidak butuh persetujuan siapa pun, termasuk kau." Veronica tertawa kecil, tawa yang terdengar lebih seperti ejekan daripada sesuatu yang tulus. "Lucian, kau tahu betapa berharganya nama keluarga kita. Dan sekarang, kau membawa seorang wanita tanpa latar belakang jelas ke dalam keluarga ini? Apa kau serius?" Aku mengepalkan tangan di sisi tubuhku. Aku tidak peduli dengan pendapatnya, tapi cara dia mengatakannya seolah aku ini sampah yang tidak layak berada di sini benar-benar mengusikku. Namun, sebelum aku bisa mem

    Last Updated : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudah Dihancurkan Sekali

    Sejak pertemuanku dengan Veronica kemarin, aku sudah menduga akan ada konsekuensi. Dan benar saja. Hari ini, dalam acara makan siang bersama beberapa kolega Lucian, aku bisa merasakan tatapan-tatapan terselubung yang memerhatikanku, menilai, dan mungkin meremehkan. Kami berada di restoran mewah dengan pemandangan kota dari ketinggian, ruangan penuh dengan orang-orang berpakaian rapi yang berbicara dengan nada sopan, tapi tajam. Aku tidak asing dengan lingkungan seperti ini. Meski dulu hidupku sederhana, pekerjaanku di toko bunga ibuku sering mempertemukanku dengan klien-klien kaya yang punya standar tinggi. Aku terbiasa menghadapi pelanggan yang memandang rendah pekerjaanku, seolah merangkai bunga bukan hal yang cukup bernilai. Tapi kali ini berbeda. Lucian duduk di sampingku, tenang seperti biasa. Sikapnya dingin dan tak tergoyahkan, seolah semua ini tidak berarti apa-apa baginya. Tapi aku tahu lebih baik dari itu. Dia sedang mengamatiku, menunggu untuk melihat bagaiman

    Last Updated : 2025-03-04
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ketenangan Sebelum Badai

    Saat aku kembali ke kantor Lucian setelah pertemuanku dengan Veronica, pria itu sudah menungguku dengan ekspresi datar. Dia sedang berdiri di depan jendela, melihat pemandangan kota yang bermandikan cahaya senja. "Apa yang dia katakan padamu?" Aku menghela napas dan berjalan ke arah meja, meletakkan tas tanganku dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya. "Oh, hal biasa. Ancaman terselubung, pertanyaan meremehkan, sedikit penghinaan halus." Lucian akhirnya berbalik menatapku. Mata kelamnya mengamati wajahku seolah mencoba membaca apakah aku sedang berbohong atau tidak. "Dan bagaimana menurutmu?" Aku menyandarkan tubuh ke meja, melipat tangan di depan dada. "Aku pikir dia menganggapku sebagai pengganggu dalam hidupmu. Dan dia ingin memastikan aku tidak bertahan lama." Sudut bibir Lucian sedikit terangkat, tapi bukan dalam senyuman. "Itu sudah bisa diduga." Aku menatapnya tajam. "Kau tidak akan melakukan apa pun soal itu?" "Apa kau ingin aku melakukannya?" Dia b

    Last Updated : 2025-03-04
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Seolah Sebagai Ancaman

    Aku selalu berpikir aku cukup pintar membaca orang. Sebelum mengelola toko bunga, aku pernah bekerja sebagai asisten pribadi selama bertahun-tahun. Pekerjaan itu mengajarkanku bagaimana memahami ekspresi, nada suara, dan kata-kata terselubung. Tapi Lucian Devereaux? Dia teka-teki yang tidak mudah dipecahkan. Aku masih mengingat percakapanku dengannya di dalam mobil semalam. Cara dia menatapku, seolah menimbang apakah aku pantas mengetahui rahasianya. Itu bukan ekspresi pria yang hanya menjalani pernikahan kontrak tanpa rasa peduli. Ada sesuatu di balik matanya—sesuatu yang lebih dalam dari pada yang pernah dia tunjukkan. Tapi pagi ini, aku tidak punya waktu untuk menganalisis tatapannya lebih jauh. Aku harus kembali ke kantor pusat Devereaux Industries. Meskipun aku hanya "istri kontrak" Lucian, peranku dalam perusahaan ini menjadi lebih besar dari yang kuduga. Saat aku memasuki gedung, aku merasakan tatapan para karyawan yang penuh rasa ingin tahu. Beberapa dari mereka m

    Last Updated : 2025-03-04
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Amplop dan Rahasia

    Saat aku kembali ke rumah malam itu, Lucian sudah ada di ruang kerjanya. Aku mengetuk pintu sebelum masuk, membuatnya menoleh. "Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" tanyanya. Aku menutup pintu di belakangku dan melangkah mendekat. "Katakan padaku yang sebenarnya, Lucian. Apa yang terjadi antara kau dan Veronica?" Dia menghela napas, lalu berdiri dan berjalan ke arah jendela. "Itu bukan sesuatu yang mudah dijelaskan." "Aku tidak meminta penjelasan yang mudah. Aku meminta kejujuran." Dia diam sejenak sebelum akhirnya berbalik menatapku. "Kami memiliki masa lalu yang sulit. Ayah kami selalu menekan kami dengan ekspektasi tinggi. Aku mengambil alih perusahaan lebih cepat dari yang seharusnya, dan Veronica merasa itu adalah tanggung jawab yang seharusnya dia bagi denganku."

    Last Updated : 2025-03-08
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Batasan Mulai Kabur

    Saat kami berjalan keluar dari restoran, aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Lucian … apa yang ada di dalam amplop itu?” Dia terdiam sejenak sebelum menjawab, “Sesuatu yang tidak perlu kau lihat.” Aku mengerutkan kening. “Jadi kau memang menyembunyikan sesuatu?” Dia menghentikan langkahnya, lalu menatapku dengan mata gelapnya. “Seraphina, percayalah padaku dalam hal ini.” Aku ingin mempercayainya. Aku benar-benar ingin. Tapi bagaimana aku bisa melakukannya jika dia terus menutupi sesuatu dariku? "Kalau begitu, jawablah satu pertanyaanku.” “Apa?” Aku menelan ludah, lalu bertanya, “Ap

    Last Updated : 2025-03-08
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tidak Akan Mundur

    Aku menyandarkan diri ke sofa, mencoba menyembunyikan senyum kecil yang hampir muncul. "Ini rumah juga, bukan? Aku tidak harus berdandan seperti mau rapat dewan setiap saat." Lucian tidak menanggapi. Dia berjalan menuju dapur, menuangkan air ke dalam gelas, lalu kembali bersandar di meja bar. Dia tetap memperhatikanku, meskipun dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Apa kau ingin membahas sesuatu?" tanyaku akhirnya, merasa aneh dengan keheningan ini. Lucian meletakkan gelasnya di meja. "Besok kita ada jadwal makan malam bersama investor. Aku ingin kau ikut." Aku menegakkan tubuh. "Aku? Untuk apa?" "Aku ingin mereka melihat bahwa pernikahan kita memang nyata," jawabnya singkat. Aku menghela napas. Ini bukan pertama kalinya dia memintaku hadir dalam acara bisnisnya, tet

    Last Updated : 2025-03-08

Latest chapter

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Seperti Cermin Retak

    Aku masih terbaring di sofa ruangan kerja Lucian saat suara ketukan pelan terdengar dari pintu. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka, dan seorang wanita masuk dengan langkah anggun. Joanne Devereaux. Matanya yang tajam menelusuri ruangan sebelum akhirnya berhenti padaku. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi berlebihan, tapi ada ketegasan yang sulit diabaikan. Aku menarik napas pelan, bersiap menghadapi percakapan yang kemungkinan besar tidak disertai candaan. "Hai, Seraphina," sapanya sambil duduk di sampingku. "Hai juga, Joanne. Saya tidak menyangka Anda datang ke sini," balasku setelah duduk dan menoleh padanya. Dia mengamati wajahku dengan saksama. "Bagaimana kondisi ibumu?" "Masih belum ada kabar baik," jawabku singkat tanpa emosi berlebih. Lebih tepatnya air mataku sudah kering berlarut-larut dalam kesedihan. Joanne mengangguk pelan sebelum akhirnya melipat tangannya di atas pangkuan. "Aku tidak akan bertele-tele. Aku datang untuk membicarakan sesuatu yang mungkin ingin kau

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Dugaan Pelaku

    Sejak tadi pagi, Lucian menghubungi beberapa orang, termasuk tim investigasi pribadinya. Tatapannya tajam, wajahnya menunjukkan ketegangan yang tak biasa. Ternyata pria itu sungguh tidak akan diam saja setelah insiden kecelakaan Ibuku. Lucian berdiri di dekat jendela dengan punggungnya yang menghadapku. “Aku ingin laporan lengkap dalam waktu dua puluh empat jam,” katanya dengan nada tegas. “Cari tahu siapa yang ada di sekitar lokasi kejadian sebelum dan sesudah kecelakaan.” Aku mendengar suara seseorang di seberang telepon menjawab dengan cepat, lalu Lucian melanjutkan, “Termasuk semua aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan keluarga Langley dan Devereaux.” Dia menutup telepon tanpa banyak basa-basi. Aku segera mendekatinya untuk mencari tahu seberapa jauh dia sudah mendapatkan informasi. “Apa ada perkembangan?” tanyaku dengan ekspresi penuh harap. Lucian menoleh padaku. “Masih dalam tahap pengumpulan data. Aku juga meminta rekaman CCTV di sekitar rumah sakit.” Aku me

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cokelat dan Permen

    Suara langkah kakiku terdengar cepat di lantai rumah sakit. Jantungku berdegup kencang saat aku kembali menghampiri ruangan dokter. Tanganku gemetar saat mengetuk pintu, berharap ada kabar baik yang bisa meredakan sesak di dadaku. Dokter yang sama seperti tadi pagi membuka pintu. Ekspresinya masih sama—serius dan penuh kehati-hatian. "Bagaimana kondisi Ibu saya, Dokter?" tanyaku mendesak. Dokter itu menghela napas. "Kami masih melakukan yang terbaik. Tapi sampai sekarang, ibu Anda belum menunjukkan respons yang signifikan." "Tidak bisakah Anda memprediksi kapan ibu saya akan sadar?" "Kami tidak bisa memberikan kepastian, Nona. Lukanya cukup parah, dan masa pemulihan setiap pasien berbeda-beda. Kami hanya bisa terus memantau dan memberikan perawatan terbaik." Aku mengepalkan tanganku, menahan rasa frustrasi yang meluap di dadaku. "Jadi, saya hanya bisa menunggu tanpa kepastian?" Dokter itu menatapku penuh pengertian. "Saya mengerti ini sulit untuk Anda. Tapi percayalah, k

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Harus Tetap Sempurna

    “Ayah, aku ingin mengenalkan seseorang,” ucapku setelah duduk kembali ke kursi tunggu dan Lucian di sebelahku. Namun sebelum aku sempat melanjutkan, suara Lucian terdengar lebih dulu. “Selamat malam, Tuan Dawson.” Aku spontan menoleh. Melihat wajah Lucian tampak serius, tetapi ada nada hormat dalam suaranya. Sesuatu yang cukup mengejutkanku, mengingat sebelumnya tak pernah menunjukkan sikap seperti itu pada orang tuanya sendiri. Dawson menatap Lucian dengan seksama, lalu tersenyum tipis. “Jadi kau yang namanya Lucian Devereaux, ya?" Lucian mengangguk sopan. “Benar, saya Lucian Devereaux, suami dari Seraphina, putri Anda." Dawson mengangguk dengan senyum lembut. “Salam kenal. Aku sering mendengar tentangmu.” Aku membelalakkan mata. Apa maksudnya? Dari siapa ayah mendengar tentang Lucian? Padahal setahuku ini pertama kalinya mereka bertemu. “Ayah mengenal Lucian?” tanyaku mengangkat alis heran. "Tentu saja, Seraphina. Semua orang mengetahui siapa saja keluarga Deverea

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Insiden yang Berhubungan

    Aku menatap kosong ke dalam cangkir kopi yang sudah dingin di hadapanku. Pikiranku masih dipenuhi dengan ucapan Joanne beberapa jam lalu. Gemetar ringan di meja menyadarkanku. Ponselku bergetar untuk menampilkan sebuah pesan masuk. Aku mengulurkan tangan dan mengambilnya dengan setengah hati. Namun, saat melihat nama pengirimnya, aku langsung tersentak. Margaret Roseanne. Alisku berkerut, rasa cemas langsung menjalari tubuhku. Margaret jarang sekali menghubungiku, apalagi di jam segini. Dengan cepat aku membuka pesannya. [Seraphina, ibumu kecelakaan. Sekarang dia ada di rumah sakit dekat perusahaan Devereaux. Kondisinya sangat kritis.] Dadaku langsung sesak. Jantungku berdetak begitu kencang hingga aku merasa nyaris pingsan jika aku tidak menampar pipiku. Tanpa pikir panjang, aku buru-buru bangkit. Bahkan kursi yang berdecit saat terdorong ke belakang hampir saja jatuh. Aku meraih tas dan ponselku, lalu bergegas keluar dari apartemen. Aku mengemudi secepat yang aku bisa

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Mengabaikan Larangan

    Kepalaku masih berat saat membuka mata. Rasa pusing menyerang begitu cepat, seperti efek samping dari malam yang penuh kekacauan. Aku menghela napas sambil menatap langit-langit kamar. Kemudian mataku bergerak ke arah kaki yang diperban rapi. Luka yang kuterima semalam kembali muncul dalam ingatan. Seseorang memberikanku teror. Namun yang membuatku lebih terkejut adalah bagaimana Lucian bertindak. Dia tidak seharusnya begitu peduli, tapi perlakuannya padaku kemarin menunjukkan sebaliknya. Aku menggeleng, mencoba menyingkirkan pikiran yang mulai berantakan. Tak lama suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu kamar terbuka, dan di sana berdiri sosok yang sama sekali tak kuduga akan muncul pagi ini. Lucian. Aku pikir dia sudah berangkat ke kantor. Dengan santai, dia masuk sambil membawa nampan berisi sepiring pancake mini dengan maple syrup dan segelas susu hangat. Aku menatapnya dengan alis terangkat, tidak yakin harus merespons bagaimana. "Aku tidak meminta apapun," kataku s

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Hampir Membuat Gila

    Aku menatap lurus ke depan, tapi otakku berputar memutar ulang kejadian tadi di pertemuan bisnis. Suara mesin mobil berdengung halus di telinga, tapi yang mengganggu justru gema tawa Veronica dan Celeste. Sialan. “Mereka bilang apa saja?” Suara Lucian terdengar tiba-tiba di keheningan, hampir tanpa emosi. Dia menyandarkan punggung ke jok mobil, tangan kirinya menggenggam setir dengan santai. Aku mendesah panjang. “Celeste. Dia mengatakan beberapa kalimat sampah di depan semua wanita di sana. Dia berpikir aku menikahimu hanya mendapat kekuasaan. Dan Veronica, entah kenapa tiba-tiba datang dan mendukung Celeste. Seperti biasa, saudarimu itu melontar kata-kata mutiara yang membuat telingaku panas." Lucian masih diam. Sorot matanya tetap fokus ke jalanan, seolah semua ini bukan hal yang mengejutkan. “Lalu Damien ternyata mengikutiku saat aku pergi ke tempat sepi." Aku melanjutkan dengan nada sedikit jengkel, “Dia meminta maaf atas nama istrinya. Tapi yang paling menyebalkan dia be

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tidak Bisa Dipengaruhi

    "Suamimu itu ... benar-benar pria yang menarik perhatian, ya?” Suara itu datang dari belakang, pelan tapi penuh maksud. Aku tidak perlu berbalik untuk tahu siapa pemiliknya. Hanya ada satu orang yang selalu mulai percakapan dengan nada seolah-olah aku harus peduli. Damien Vaughn. Aku menghela napas pendek. Jari-jariku mencengkeram piring kecil berisi kue yang kubawa dari acara tadi. Aku sengaja pergi ke sisi lain mansion ini untuk menenangkan diri. Aku duduk di kursi kecil di dekat kolam renang. Meletakkan piring di pangkuan, lalu mengambil sepotong kue tanpa menoleh ke arahnya. Satu gigitan manis meleleh di lidahku, tapi rasanya hambar dengan kehadiran Damien yang masih berdiri di belakangku. “Kau baik-baik aja?” tanyanya lagi. Kali ini suaranya lebih dekat. Aku tetap diam. Memilih memotong lagi kue di piringku. Aku sebenarnya sedang menahan muak dan malas. “Aku mendengar tentang kejadian tadi.” Damien melangkah ke sisi kananku, akhirnya berdiri di samping kursi. “Celest

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Wanita yang Berkelas

    “Lucian memang selalu punya selera yang ... unik, ya?” Suara Celeste terdengar begitu manis, tapi setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti ditaburi racun ular. Mataku bergerak dari piring kecil berisi mini eclair dengan isian krim vanila di tanganku ke arah perempuan itu. Senyum tipis masih bertengger di wajahnya, sementara jemarinya melingkari gelas anggur putih yang tampak nyaris kosong. “Oh, aku setuju,” sahut salah satu wanita di sebelahnya dengan rambut sebahu. “Aku dengar dulu mereka berdua benar-benar tidak terpisahkan. Siapa sangka akhirnya dia beralih ke ... pilihan lain?” Mereka tertawa pelan, cukup lirih untuk dianggap sopan, tapi cukup nyaring untuk membuat siapa pun paham. Aku mengambil gigitan kecil dari eclair di tanganku, mengunyah perlahan, dan menyesap rasa lembut vanila yang meleleh di lidah. Aku tidak menoleh. Tidak sekarang. “Maksudku." Celeste melanjutkan. "Gaun emerald itu cantik, tapi blazer tailored dipadukan stiletto nude dan clutch sat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status