แชร์

Kontrak Tak Terduga

ผู้เขียน: Purplexyiii
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-15 22:14:43

Aku masih terdiam di kursi penumpang saat mobil Lucian melaju menembus malam. Jalanan lenggang, hanya lampu kota yang berpendar di kejauhan. Di dalam mobil yang hening ini, pikiranku justru riuh. Apa yang baru saja kulakukan? Aku menerima tawaran pria ini—tanpa benar-benar tahu apa konsekuensinya.

Lucian duduk di sampingku dengan ekspresi dingin, tangannya tetap di kemudi dengan tenang, seolah dia tidak baru saja menyeretku keluar dari kekacauan. Aku meliriknya sekilas, mencoba mencari petunjuk dalam ekspresinya, tapi yang kutemukan hanya ketenangan yang mengintimidasi.

"Kau diam saja sejak tadi," katanya tanpa menoleh.

Aku menggigit bibir, mengatur napas sebelum menjawab. "Aku masih mencoba memahami ... apa yang sebenarnya terjadi."

Dia mengeluarkan suara kecil, hampir seperti tawa sinis. "Sederhana. Aku menyelamatkanmu dari penghinaan, dan kau menerima kesepakatanku. Sekarang, kau harus mempersiapkan diri."

Aku mengerutkan kening. "Mempersiapkan diri untuk apa?"

Lucian akhirnya menoleh, dan untuk pertama kalinya, aku melihat sedikit kilatan hiburan di matanya. "Pernikahan kita, tentu saja."

Kata-katanya masih terdengar asing bagiku. Aku menelan ludah, menatap lurus ke depan, mencoba menenangkan hatiku yang berdetak liar. Ini hanya kesepakatan. Aku tidak benar-benar akan menikah karena cinta.

"Tidak ada cara lain?" tanyaku pelan.

Lucian menarik napas, lalu mengurangi kecepatan mobilnya, seolah memberi waktu bagiku untuk mencerna semuanya. "Tidak, Seraphina. Kau butuh balas dendam, aku butuh warisan. Ini adalah situasi yang saling menguntungkan."

Aku mengepalkan tangan di pangkuanku. "Lalu ... apa yang harus kulakukan?"

Dia kembali fokus ke jalanan, rahangnya mengeras. "Besok, kita akan bertemu dengan pengacara. Aku akan mengatur semuanya agar pernikahan ini sah secara hukum, dengan kontrak yang menguntungkan kedua belah pihak."

Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikannya. "Dan setelah itu?"

Lucian tersenyum kecil, tapi kali ini ada sesuatu yang dingin dalam ekspresinya. "Setelah itu, kau harus bersiap menjadi istriku di mata dunia."

***

Keesokan harinya, aku berdiri di depan gedung kantor yang menjulang tinggi, jantungku berdegup kencang. Nama "Devereaux Corp." terukir dengan megah di dinding marmer lobi. Aku masih belum sepenuhnya percaya bahwa aku akan menikah dengan CEO dari perusahaan sebesar ini.

Lucian menungguku di depan pintu masuk, mengenakan setelan hitam sempurna seperti biasanya. Tatapan dinginnya menyapu ke arahku, lalu dia memberi isyarat agar aku mengikutinya.

Kami menaiki lift menuju lantai tertinggi. Di dalam ruangan luas dengan pemandangan kota yang menakjubkan, seorang pria paruh baya berjas rapi sudah menunggu.

"Seraphina, ini Philip, pengacaraku," kata Lucian tanpa basa-basi.

Philip menjabat tanganku singkat sebelum duduk dan membuka map di hadapannya. "Saya sudah menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk pernikahan ini. Ini adalah kontrak pranikah yang mengatur hak dan kewajiban kalian berdua."

Aku mengambil dokumen itu dan mulai membacanya.

1. Pernikahan ini bersifat kontrak selama satu tahun.

2. Tidak ada hubungan pribadi yang diharapkan di luar citra publik.

3. Seraphina akan diberikan kompensasi finansial yang layak.

4. Kedua belah pihak tidak boleh mengungkapkan sifat pernikahan ini kepada pihak luar.

Aku menelan ludah saat membaca bagian berikutnya.

5. Perceraian hanya bisa terjadi setelah syarat warisan Lucian terpenuhi.

Aku mengangkat kepala. "Jadi, aku benar-benar tidak bisa pergi sebelum waktunya?"

Lucian menatapku tajam. "Ini adalah permainan yang harus kita menangkan, Seraphina. Kau tidak bisa menyerah di tengah jalan."

Aku menggigit bibir, menimbang semuanya dalam benakku. Aku membutuhkan ini. Aku membutuhkan kekuatan untuk membalas Atlas.

Dengan tangan sedikit gemetar, aku mengambil pena dan menandatangani kontrak itu.

Lucian menyeringai tipis. "Bagus. Sekarang, kita buat pernikahan ini resmi."

***

Pernikahan kami tidak seperti yang kubayangkan dalam mimpi-mimpiku. Tidak ada gaun putih mewah, tidak ada bunga, tidak ada tamu yang tersenyum bahagia. Hanya aku, Lucian, pengacara, dan seorang hakim yang mengesahkan semuanya.

Setelah semua selesai, aku menatap cincin yang melingkar di jariku. Dingin. Tidak ada makna di baliknya.

Lucian berdiri di sampingku, tangannya diselipkan ke dalam saku celananya. "Sekarang, kau adalah Nyonya Devereaux."

Aku menatapnya. "Apa yang terjadi selanjutnya?"

Dia mendekat, suaranya rendah dan mengancam. "Tentu saja, memulai permainan kita, Sayang."

Aku tidak tahu apakah aku baru saja membuat kesalahan ... atau langkah terbaik dalam hidupku.

***

Beberapa jam kemudian, aku berdiri di depan pintu apartemen Lucian.

Aku tidak tahu di mana aku akan tinggal setelah ini, dan Lucian tidak mengatakan apa pun. Aku hanya mengikutinya sepanjang hari, dari kantor pengacara hingga pertemuan bisnisnya, tanpa banyak bicara.

Dia membuka pintu, lalu melangkah masuk tanpa menoleh. Aku mengikuti di belakangnya, merasa asing di tempat ini. Apartemennya luas dan elegan, tapi terasa dingin—hampir seperti penghuninya.

Aku menatap punggungnya. "Di mana aku akan tinggal?"

Lucian berbalik, menatapku tanpa ekspresi. "Di sini."

Jantungku berdebar. "Di apartemen ini?"

Dia mengangguk. "Kau istriku sekarang. Dan istri seorang Devereaux tidak mungkin tinggal di tempat lain."

Aku menggigit bibir. "Tapi kita hanya menikah kontrak, kan?"

Lucian berjalan mendekat, dan aku mundur tanpa sadar. Namun, dia berhenti beberapa langkah dariku, ekspresinya tetap dingin.

"Kau akan tinggal di sini, di kamar yang sudah kusiapkan untukmu."

Aku sedikit lega mendengarnya. "Baiklah."

Lucian mengamati wajahku sejenak sebelum berbicara, suaranya lebih rendah dari sebelumnya. "Dan satu hal lagi, Seraphina ...."

Aku meneguk ludah. "Apa?"

Dia mendekat, suaranya terdengar hampir seperti bisikan.

"Mulai sekarang, kau harus belajar memainkan peranmu dengan baik. Karena jika tidak ... konsekuensinya akan lebih besar dari yang kau bayangkan."

Aku menatapnya, merasakan hawa dingin merambat di tengkukku.

***

Aku berdiri di tengah ruang tamu apartemen Lucian, mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak terkendali. Aku seharusnya sudah siap untuk ini—seharusnya. Tapi kenyataannya, aku baru saja menikahi pria yang nyaris tidak kukenal, dan sekarang aku akan tinggal bersamanya.

Lucian berjalan melewati ruangan, melepas jasnya dan menggantungnya dengan rapi. Aku memperhatikannya dalam diam, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di balik sosok dinginnya.

Dia menyadari tatapanku dan menoleh. "Apa ada yang ingin kau tanyakan?"

Aku menggigit bibir, ragu sejenak sebelum akhirnya berbicara, "Kenapa aku?"

Lucian mengangkat alis. "Apa maksudmu? Kau sudah mendapatkan jawaban tentang itu, bukan?"

Aku menarik napas dalam-dalam. "Aku sulit percaya, dari sekian banyak wanita di luar sana, kenapa kau memilihku untuk pernikahan ini? Dan dalam waktu yang sangat singkat?"

Lucian menatapku lama sebelum akhirnya berjalan mendekat, langkahnya tenang tapi berbahaya. Saat dia berdiri hanya beberapa inci dariku, aku bisa mencium aroma khasnya—campuran kayu cendana dan sesuatu yang lebih tajam.

"Kau ingin membalas dendam," katanya, suaranya rendah. "Dan aku butuh seseorang yang cukup berani untuk masuk ke dalam dunia ini tanpa banyak pertanyaan."

Aku menelan ludah. "Jadi hanya karena itu?"

Dia tersenyum tipis, tapi matanya tetap dingin. "Jangan berharap ada alasan romantis di balik ini, Seraphina. Ini bisnis."

Aku menatapnya, mencari sesuatu—apa pun—yang bisa menunjukkan bahwa dia masih memiliki sisi manusiawi di balik topengnya. Tapi aku tidak menemukan apa pun.

Saat itulah aku menyadari sesuatu.

Lucian Devereaux bukan hanya pria yang berbahaya.

Dia adalah seseorang yang tidak akan ragu menghancurkan siapa pun yang menghalangi jalannya.

Dan sekarang, aku telah mengikat diriku padanya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Memasuki Dunia Lucian

    Aku duduk di sudut sofa, menggenggam cangkir teh hangat yang diberikan pelayan apartemen Lucian. Tanganku masih sedikit gemetar, tapi bukan karena suhu minuman ini—melainkan karena aku masih belum bisa memproses sepenuhnya apa yang baru saja terjadi dalam hidupku. Pernikahanku dengan Damien telah hancur sebelum sempat dimulai, dan sekarang aku terjebak dalam pernikahan lain—dengan seorang pria yang sama sekali tidak kukenal. Lucian Devereaux. CEO dingin dengan tatapan yang mampu membuat siapa pun tunduk dalam hitungan detik. Lucian duduk di seberangku, membaca sesuatu di tabletnya dengan ekspresi tanpa emosi. Kami belum berbicara lagi sejak percakapan singkat tadi. Suasana di antara kami terasa begitu canggung, seolah-olah ada jurang tak kasat mata yang memisahkan kami. Aku memutuskan untuk mengakhiri keheningan lebih dulu. "Jadi ... apa yang terjadi sekarang?" Lucian tidak langsung menjawab. Dia meletakkan tabletnya di meja dan menatapku. "Sekarang, kita akan mulai menyesuaik

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Menjadi Nyonya Devereaux

    Saat lift bergerak naik, aku bisa merasakan tekanan di dadaku semakin berat. Tanganku masih dalam genggaman Lucian, tetapi bukan kehangatan yang kurasakan—melainkan cengkeraman kekuasaan. Dia tidak hanya menggandengku. Dia sedang memperlihatkanku pada dunia sebagai miliknya. Pintu lift terbuka dengan bunyi nyaring. Lantai eksekutif. Interior di sini terasa berbeda dari lobi di bawah. Lebih sepi, lebih eksklusif. Karpet lembut meredam suara langkah kaki, tetapi keheningan yang menggantung di udara jauh lebih menusuk. Beberapa pria dan wanita dalam setelan mahal menoleh saat kami lewat. Beberapa berbisik satu sama lain, beberapa hanya menatap tajam dengan ekspresi tak terbaca. Aku tidak perlu menebak siapa mereka. Dewan direksi. Orang-orang yang memiliki pengaruh besar dalam perusahaan ini—dan mereka semua sekarang melihat ke arahku. Seorang pria tua dengan rambut perak rapi berdiri dari kursinya saat kami memasuki ruang rapat. “Lucian,” katanya dengan nada penuh wibawa. “Ka

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Peringatan Adik Ipar

    Aku menegang. Aku tahu ini akan terjadi—aku tahu cepat atau lambat, aku akan berhadapan dengan Veronica. Tapi menghadapi tatapannya secara langsung tetap saja membuat dadaku terasa sesak. Sebelum aku bisa mengatakan apa pun, Lucian menarikku lebih dekat, tangannya melingkari pinggangku dengan cara yang begitu alami, seolah ingin mengingatkanku bahwa aku tidak sendirian. "Seraphina adalah istriku," katanya, suaranya terdengar begitu dingin dan tak terbantahkan. "Aku tidak butuh persetujuan siapa pun, termasuk kau." Veronica tertawa kecil, tawa yang terdengar lebih seperti ejekan daripada sesuatu yang tulus. "Lucian, kau tahu betapa berharganya nama keluarga kita. Dan sekarang, kau membawa seorang wanita tanpa latar belakang jelas ke dalam keluarga ini? Apa kau serius?" Aku mengepalkan tangan di sisi tubuhku. Aku tidak peduli dengan pendapatnya, tapi cara dia mengatakannya seolah aku ini sampah yang tidak layak berada di sini benar-benar mengusikku. Namun, sebelum aku bisa mem

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudah Dihancurkan Sekali

    Sejak pertemuanku dengan Veronica kemarin, aku sudah menduga akan ada konsekuensi. Dan benar saja. Hari ini, dalam acara makan siang bersama beberapa kolega Lucian, aku bisa merasakan tatapan-tatapan terselubung yang memerhatikanku, menilai, dan mungkin meremehkan. Kami berada di restoran mewah dengan pemandangan kota dari ketinggian, ruangan penuh dengan orang-orang berpakaian rapi yang berbicara dengan nada sopan, tapi tajam. Aku tidak asing dengan lingkungan seperti ini. Meski dulu hidupku sederhana, pekerjaanku di toko bunga ibuku sering mempertemukanku dengan klien-klien kaya yang punya standar tinggi. Aku terbiasa menghadapi pelanggan yang memandang rendah pekerjaanku, seolah merangkai bunga bukan hal yang cukup bernilai. Tapi kali ini berbeda. Lucian duduk di sampingku, tenang seperti biasa. Sikapnya dingin dan tak tergoyahkan, seolah semua ini tidak berarti apa-apa baginya. Tapi aku tahu lebih baik dari itu. Dia sedang mengamatiku, menunggu untuk melihat bagaiman

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-04
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ketenangan Sebelum Badai

    Saat aku kembali ke kantor Lucian setelah pertemuanku dengan Veronica, pria itu sudah menungguku dengan ekspresi datar. Dia sedang berdiri di depan jendela, melihat pemandangan kota yang bermandikan cahaya senja. "Apa yang dia katakan padamu?" Aku menghela napas dan berjalan ke arah meja, meletakkan tas tanganku dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya. "Oh, hal biasa. Ancaman terselubung, pertanyaan meremehkan, sedikit penghinaan halus." Lucian akhirnya berbalik menatapku. Mata kelamnya mengamati wajahku seolah mencoba membaca apakah aku sedang berbohong atau tidak. "Dan bagaimana menurutmu?" Aku menyandarkan tubuh ke meja, melipat tangan di depan dada. "Aku pikir dia menganggapku sebagai pengganggu dalam hidupmu. Dan dia ingin memastikan aku tidak bertahan lama." Sudut bibir Lucian sedikit terangkat, tapi bukan dalam senyuman. "Itu sudah bisa diduga." Aku menatapnya tajam. "Kau tidak akan melakukan apa pun soal itu?" "Apa kau ingin aku melakukannya?" Dia b

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-04
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Seolah Sebagai Ancaman

    Aku selalu berpikir aku cukup pintar membaca orang. Sebelum mengelola toko bunga, aku pernah bekerja sebagai asisten pribadi selama bertahun-tahun. Pekerjaan itu mengajarkanku bagaimana memahami ekspresi, nada suara, dan kata-kata terselubung. Tapi Lucian Devereaux? Dia teka-teki yang tidak mudah dipecahkan. Aku masih mengingat percakapanku dengannya di dalam mobil semalam. Cara dia menatapku, seolah menimbang apakah aku pantas mengetahui rahasianya. Itu bukan ekspresi pria yang hanya menjalani pernikahan kontrak tanpa rasa peduli. Ada sesuatu di balik matanya—sesuatu yang lebih dalam dari pada yang pernah dia tunjukkan. Tapi pagi ini, aku tidak punya waktu untuk menganalisis tatapannya lebih jauh. Aku harus kembali ke kantor pusat Devereaux Industries. Meskipun aku hanya "istri kontrak" Lucian, peranku dalam perusahaan ini menjadi lebih besar dari yang kuduga. Saat aku memasuki gedung, aku merasakan tatapan para karyawan yang penuh rasa ingin tahu. Beberapa dari mereka m

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-04
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Amplop dan Rahasia

    Saat aku kembali ke rumah malam itu, Lucian sudah ada di ruang kerjanya. Aku mengetuk pintu sebelum masuk, membuatnya menoleh. "Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" tanyanya. Aku menutup pintu di belakangku dan melangkah mendekat. "Katakan padaku yang sebenarnya, Lucian. Apa yang terjadi antara kau dan Veronica?" Dia menghela napas, lalu berdiri dan berjalan ke arah jendela. "Itu bukan sesuatu yang mudah dijelaskan." "Aku tidak meminta penjelasan yang mudah. Aku meminta kejujuran." Dia diam sejenak sebelum akhirnya berbalik menatapku. "Kami memiliki masa lalu yang sulit. Ayah kami selalu menekan kami dengan ekspektasi tinggi. Aku mengambil alih perusahaan lebih cepat dari yang seharusnya, dan Veronica merasa itu adalah tanggung jawab yang seharusnya dia bagi denganku."

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-08
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Batasan Mulai Kabur

    Saat kami berjalan keluar dari restoran, aku tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Lucian … apa yang ada di dalam amplop itu?” Dia terdiam sejenak sebelum menjawab, “Sesuatu yang tidak perlu kau lihat.” Aku mengerutkan kening. “Jadi kau memang menyembunyikan sesuatu?” Dia menghentikan langkahnya, lalu menatapku dengan mata gelapnya. “Seraphina, percayalah padaku dalam hal ini.” Aku ingin mempercayainya. Aku benar-benar ingin. Tapi bagaimana aku bisa melakukannya jika dia terus menutupi sesuatu dariku? "Kalau begitu, jawablah satu pertanyaanku.” “Apa?” Aku menelan ludah, lalu bertanya, “Ap

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-08

บทล่าสุด

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Seperti Cermin Retak

    Aku masih terbaring di sofa ruangan kerja Lucian saat suara ketukan pelan terdengar dari pintu. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka, dan seorang wanita masuk dengan langkah anggun. Joanne Devereaux. Matanya yang tajam menelusuri ruangan sebelum akhirnya berhenti padaku. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi berlebihan, tapi ada ketegasan yang sulit diabaikan. Aku menarik napas pelan, bersiap menghadapi percakapan yang kemungkinan besar tidak disertai candaan. "Hai, Seraphina," sapanya sambil duduk di sampingku. "Hai juga, Joanne. Saya tidak menyangka Anda datang ke sini," balasku setelah duduk dan menoleh padanya. Dia mengamati wajahku dengan saksama. "Bagaimana kondisi ibumu?" "Masih belum ada kabar baik," jawabku singkat tanpa emosi berlebih. Lebih tepatnya air mataku sudah kering berlarut-larut dalam kesedihan. Joanne mengangguk pelan sebelum akhirnya melipat tangannya di atas pangkuan. "Aku tidak akan bertele-tele. Aku datang untuk membicarakan sesuatu yang mungkin ingin kau

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Dugaan Pelaku

    Sejak tadi pagi, Lucian menghubungi beberapa orang, termasuk tim investigasi pribadinya. Tatapannya tajam, wajahnya menunjukkan ketegangan yang tak biasa. Ternyata pria itu sungguh tidak akan diam saja setelah insiden kecelakaan Ibuku. Lucian berdiri di dekat jendela dengan punggungnya yang menghadapku. “Aku ingin laporan lengkap dalam waktu dua puluh empat jam,” katanya dengan nada tegas. “Cari tahu siapa yang ada di sekitar lokasi kejadian sebelum dan sesudah kecelakaan.” Aku mendengar suara seseorang di seberang telepon menjawab dengan cepat, lalu Lucian melanjutkan, “Termasuk semua aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan keluarga Langley dan Devereaux.” Dia menutup telepon tanpa banyak basa-basi. Aku segera mendekatinya untuk mencari tahu seberapa jauh dia sudah mendapatkan informasi. “Apa ada perkembangan?” tanyaku dengan ekspresi penuh harap. Lucian menoleh padaku. “Masih dalam tahap pengumpulan data. Aku juga meminta rekaman CCTV di sekitar rumah sakit.” Aku me

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cokelat dan Permen

    Suara langkah kakiku terdengar cepat di lantai rumah sakit. Jantungku berdegup kencang saat aku kembali menghampiri ruangan dokter. Tanganku gemetar saat mengetuk pintu, berharap ada kabar baik yang bisa meredakan sesak di dadaku. Dokter yang sama seperti tadi pagi membuka pintu. Ekspresinya masih sama—serius dan penuh kehati-hatian. "Bagaimana kondisi Ibu saya, Dokter?" tanyaku mendesak. Dokter itu menghela napas. "Kami masih melakukan yang terbaik. Tapi sampai sekarang, ibu Anda belum menunjukkan respons yang signifikan." "Tidak bisakah Anda memprediksi kapan ibu saya akan sadar?" "Kami tidak bisa memberikan kepastian, Nona. Lukanya cukup parah, dan masa pemulihan setiap pasien berbeda-beda. Kami hanya bisa terus memantau dan memberikan perawatan terbaik." Aku mengepalkan tanganku, menahan rasa frustrasi yang meluap di dadaku. "Jadi, saya hanya bisa menunggu tanpa kepastian?" Dokter itu menatapku penuh pengertian. "Saya mengerti ini sulit untuk Anda. Tapi percayalah, k

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Harus Tetap Sempurna

    “Ayah, aku ingin mengenalkan seseorang,” ucapku setelah duduk kembali ke kursi tunggu dan Lucian di sebelahku. Namun sebelum aku sempat melanjutkan, suara Lucian terdengar lebih dulu. “Selamat malam, Tuan Dawson.” Aku spontan menoleh. Melihat wajah Lucian tampak serius, tetapi ada nada hormat dalam suaranya. Sesuatu yang cukup mengejutkanku, mengingat sebelumnya tak pernah menunjukkan sikap seperti itu pada orang tuanya sendiri. Dawson menatap Lucian dengan seksama, lalu tersenyum tipis. “Jadi kau yang namanya Lucian Devereaux, ya?" Lucian mengangguk sopan. “Benar, saya Lucian Devereaux, suami dari Seraphina, putri Anda." Dawson mengangguk dengan senyum lembut. “Salam kenal. Aku sering mendengar tentangmu.” Aku membelalakkan mata. Apa maksudnya? Dari siapa ayah mendengar tentang Lucian? Padahal setahuku ini pertama kalinya mereka bertemu. “Ayah mengenal Lucian?” tanyaku mengangkat alis heran. "Tentu saja, Seraphina. Semua orang mengetahui siapa saja keluarga Deverea

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Insiden yang Berhubungan

    Aku menatap kosong ke dalam cangkir kopi yang sudah dingin di hadapanku. Pikiranku masih dipenuhi dengan ucapan Joanne beberapa jam lalu. Gemetar ringan di meja menyadarkanku. Ponselku bergetar untuk menampilkan sebuah pesan masuk. Aku mengulurkan tangan dan mengambilnya dengan setengah hati. Namun, saat melihat nama pengirimnya, aku langsung tersentak. Margaret Roseanne. Alisku berkerut, rasa cemas langsung menjalari tubuhku. Margaret jarang sekali menghubungiku, apalagi di jam segini. Dengan cepat aku membuka pesannya. [Seraphina, ibumu kecelakaan. Sekarang dia ada di rumah sakit dekat perusahaan Devereaux. Kondisinya sangat kritis.] Dadaku langsung sesak. Jantungku berdetak begitu kencang hingga aku merasa nyaris pingsan jika aku tidak menampar pipiku. Tanpa pikir panjang, aku buru-buru bangkit. Bahkan kursi yang berdecit saat terdorong ke belakang hampir saja jatuh. Aku meraih tas dan ponselku, lalu bergegas keluar dari apartemen. Aku mengemudi secepat yang aku bisa

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Mengabaikan Larangan

    Kepalaku masih berat saat membuka mata. Rasa pusing menyerang begitu cepat, seperti efek samping dari malam yang penuh kekacauan. Aku menghela napas sambil menatap langit-langit kamar. Kemudian mataku bergerak ke arah kaki yang diperban rapi. Luka yang kuterima semalam kembali muncul dalam ingatan. Seseorang memberikanku teror. Namun yang membuatku lebih terkejut adalah bagaimana Lucian bertindak. Dia tidak seharusnya begitu peduli, tapi perlakuannya padaku kemarin menunjukkan sebaliknya. Aku menggeleng, mencoba menyingkirkan pikiran yang mulai berantakan. Tak lama suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu kamar terbuka, dan di sana berdiri sosok yang sama sekali tak kuduga akan muncul pagi ini. Lucian. Aku pikir dia sudah berangkat ke kantor. Dengan santai, dia masuk sambil membawa nampan berisi sepiring pancake mini dengan maple syrup dan segelas susu hangat. Aku menatapnya dengan alis terangkat, tidak yakin harus merespons bagaimana. "Aku tidak meminta apapun," kataku s

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Hampir Membuat Gila

    Aku menatap lurus ke depan, tapi otakku berputar memutar ulang kejadian tadi di pertemuan bisnis. Suara mesin mobil berdengung halus di telinga, tapi yang mengganggu justru gema tawa Veronica dan Celeste. Sialan. “Mereka bilang apa saja?” Suara Lucian terdengar tiba-tiba di keheningan, hampir tanpa emosi. Dia menyandarkan punggung ke jok mobil, tangan kirinya menggenggam setir dengan santai. Aku mendesah panjang. “Celeste. Dia mengatakan beberapa kalimat sampah di depan semua wanita di sana. Dia berpikir aku menikahimu hanya mendapat kekuasaan. Dan Veronica, entah kenapa tiba-tiba datang dan mendukung Celeste. Seperti biasa, saudarimu itu melontar kata-kata mutiara yang membuat telingaku panas." Lucian masih diam. Sorot matanya tetap fokus ke jalanan, seolah semua ini bukan hal yang mengejutkan. “Lalu Damien ternyata mengikutiku saat aku pergi ke tempat sepi." Aku melanjutkan dengan nada sedikit jengkel, “Dia meminta maaf atas nama istrinya. Tapi yang paling menyebalkan dia be

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Tidak Bisa Dipengaruhi

    "Suamimu itu ... benar-benar pria yang menarik perhatian, ya?” Suara itu datang dari belakang, pelan tapi penuh maksud. Aku tidak perlu berbalik untuk tahu siapa pemiliknya. Hanya ada satu orang yang selalu mulai percakapan dengan nada seolah-olah aku harus peduli. Damien Vaughn. Aku menghela napas pendek. Jari-jariku mencengkeram piring kecil berisi kue yang kubawa dari acara tadi. Aku sengaja pergi ke sisi lain mansion ini untuk menenangkan diri. Aku duduk di kursi kecil di dekat kolam renang. Meletakkan piring di pangkuan, lalu mengambil sepotong kue tanpa menoleh ke arahnya. Satu gigitan manis meleleh di lidahku, tapi rasanya hambar dengan kehadiran Damien yang masih berdiri di belakangku. “Kau baik-baik aja?” tanyanya lagi. Kali ini suaranya lebih dekat. Aku tetap diam. Memilih memotong lagi kue di piringku. Aku sebenarnya sedang menahan muak dan malas. “Aku mendengar tentang kejadian tadi.” Damien melangkah ke sisi kananku, akhirnya berdiri di samping kursi. “Celest

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Wanita yang Berkelas

    “Lucian memang selalu punya selera yang ... unik, ya?” Suara Celeste terdengar begitu manis, tapi setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti ditaburi racun ular. Mataku bergerak dari piring kecil berisi mini eclair dengan isian krim vanila di tanganku ke arah perempuan itu. Senyum tipis masih bertengger di wajahnya, sementara jemarinya melingkari gelas anggur putih yang tampak nyaris kosong. “Oh, aku setuju,” sahut salah satu wanita di sebelahnya dengan rambut sebahu. “Aku dengar dulu mereka berdua benar-benar tidak terpisahkan. Siapa sangka akhirnya dia beralih ke ... pilihan lain?” Mereka tertawa pelan, cukup lirih untuk dianggap sopan, tapi cukup nyaring untuk membuat siapa pun paham. Aku mengambil gigitan kecil dari eclair di tanganku, mengunyah perlahan, dan menyesap rasa lembut vanila yang meleleh di lidah. Aku tidak menoleh. Tidak sekarang. “Maksudku." Celeste melanjutkan. "Gaun emerald itu cantik, tapi blazer tailored dipadukan stiletto nude dan clutch sat

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status