"Sepertinya orang tua kamu tidak cukup baik mendidikmu. Wanita yang kamu hina sedari tadi itu adalah istriku!" jelas Hisyam. Suaranya keras dan lantang, hingga semua orang yang hadir di sana tercengang di buatnya."Tunggu .... Bapak bilang Zahra ini istrinya Pak Hisyam?" tanya Risa tak percaya. Begitu juga dengan Pak Ali atau para pejabat kampus yang hadir di acara itu."Saya yakin, dia pasti istri simpanan kan!" ejek Risa.Plak! Sebuah tamparan keras melayang ke pipi Risa hingga memerah. Tamparan itu di lakukan bodyguard Hisyam."Aku tidak ingin mengotori tanganku dengan menampar bocah ingusan sepertimu. Tapi mulutmu sudah keterlaluan, kau pantas menerimanya!" ucap Hisyam. "Tetap saja Zahra wanita tidak benar, ia melakukan berbagai cara untuk memenangkan lomba ini!" Risa masih saja ngoceh tak karuan. Ia tidak terima sekaligus iri Zahra menjadi istri pengusaha paling kaya raya di kota."Dia istri sahku, aku tidak pernah menganggapnya simpanan!" Hisyam makin berang menjawab perkataan
Hisyam sengaja mengosongkan isi rumahnya. Tidak ada pelayan di sana, hanya ada dirinya. Tentu saja semua makanan sudah tersakiti sempurna. Ia tahu istri kecilnya itu pasti sangat lapar setelah kejadian tidak menyenangkan menimpanya.Zahra masuk ke dalam rumah, dia heran mengapa tampak sepi tidak seperti biasa nya. Ia langsung masuk ke dalam kamar karena kelelahan. Namun pada saat membuka pintu kamarnya dia kaget karena Hisyam sudah menunggu di dalam."Om, kok di sini. Kamar Om kan di sana," ucap Zahra panik. Hampir saja dia melepas bajunya sembarangan. Untung saja dia sempat melihat pantulan wajah Hisyam di cermin."Dimanapun, semua kamar milikku," kata Hisyam. Ia mendekati Zahra membuat gadis muda itu kikuk. Susah payah dua pergi menghindari Hisyam sekarang pria itu justru berdiri di hadapannya."Aku mau istirahat. Om pergilah ke kamar Om sendiri," ucap Zahra setengah memohon.Tangan kekar Hisyam meraih pinggang Zahra, membuat tubuh gadis cantik itu meremang. "Setelah apa yang aku la
Zahra bungkam setelah Hisyam mengucapkan perkataan sebelumnya. Yaitu ada wanita lain yang sudah mengisi hatinya. "Gila dia senyum-senyum aja, gak tau hatiku sesakit ini," batin Zahra bermonolog."Zahra, nanti sore ada pesta peresmian cabang perusahaanku. Apa kamu mau ikut mendampingiku?" ajak Hisyam.Zahra terdiam sesaat, membayangkan suasana pesta itu pasti banyak yang datang dari kalangan para pengusaha terkenal. Kalau dia ada di sisi Hisyam pasti menimbulkan pertanyaan.Zahra belum siap menghadapi pertanyaan mereka mengenai status dirinya. "Enggak Om, aku pingin di rumah saja," jawab Zahra.Kecewa iya, tapi Hisyam tidak bisa memaksa. Terlebih akhir-akhir ini sikap Zahra kembali acuh. Ia tidak mengerti apa yang di pikirkan istrinya. Menikah dengan gadis kecil membuatnya main tebak-tebakan. "Oke, kalau kamu berubah pikiran. Nanti bilang ya, aku sudah siapin baju pestanya."Hisyam masih sabar menunggu Zahra berubah pikiran. Ia berharap Zahra mau menemaninya. Meski sebenarnya, sejak
Abie terkesiap kaget mendapati gadis yang di carinya justru ada di samping Papanya. Semua juga berbisik-bisik sekaligus bertanya-tanya mengenai posisi Zahra.Zahra sedikit takut, namun Hisyam menggenggam tangannya erat. Mencoba meyakinkannya meski tanpa kata-kata.Semua mata tertuju pada mereka, pasangan serasi meski berbeda generasi. Zahra memakai gaun tertutup tetap saja terkesan cantik dan elegan. Tanpa sadar warna yang di pakai hampir senada dengan setelan jas yang di kenakan Hisyam.Seorang pelayan memberikan nampan berupa gunting berpita. Hisyam mengambil gunting itu dan memotong pita peresmian. Semua bertepuk tangan menyambut di bukanya perusahaan baru yang merupakan cabang dari perusahaan Hisyam. Abie ikut bertepuk tangan tapi bibirnya melongo heran. Bagaimana Zahra bisa berada di posisi sedekah itu dengan papanya. Sebenarnya apa hubungan mereka?"Kalau boleh tahu siapa wanita di samping Anda Pak Hisyam?" tanya salah seorang wartawan."Dia ..."Hisyam memandang Zahra sejenak
Selama beberapa saat Abie terpaku memandang Zahra. Wanita yang selama ini di tolaknya salam pernikahan justru sekarang dia inginkan. Andai saat itu Abie lebih teliti lagi tidak terburu-buru, mungkin Zahra sekarang sudah menjadi istrinya.Zahra tengah sibuk menata makanan untuk sarapan pagi. Hari ini dia libur, lumayan bisa membantu Mbok Siyem memasak di dapur untuk menyiapkan sarapan. Tidak biasanya Abie bangun lebih awal, tentu saja dia tidak ingin melewatkan momen bertemu Zahra. "Pagi Ma, cantik banget hari ini," puji Abie. Sementara Zahra merasa risih di panggil Mama oleh Abie. Ia terdiam tidak menjawab sapaan Abie. Rasanya hatinya masih kesal setelah tahu ternyata pria yang baru di kenalnya itu adalah mantan calon suami yang pernah di jodohkan dengannya dulu."Aku bantu ya nata piringnya," seloroh Abie tidak tahu malu. Gerah mendengar perkataan Abie yang menyebut dirinya Mama ia langsung menatap tajam ke arah Abie. Tak rela rasanya kalau dirinya yang masih muda di panggil Mama.
Hari sudah mulai gelap, keduanya sudah kembali dari pantai membersihkan diri. Hisyam tersenyum saat Zahra memakai pakaian tidur. Ia kelihatan menggemaskan dengan bajunya yang bergambar boneka. Sementara kepala Zahra masih di balut hijab. Meski memakai pakaian yang longgar tetap saja terlihat cantik.Hisyam sudah tidak sabar menunggu saat itu tiba. Ia pura-pura berbaring di ranjang memasang muka kelelahan. Terpaksa dia mengakali Zahra. Hanya dengan cara itu gadis itu peka dan lebih perhatian padanya."Om balik badan dulu," ucap Zahra. Otomatis kayak boneka di remot, tubuh Hisyam langsung berbalik tengkurap. Pikirannya sudah berselancar kemana-mana. Membayangkan jari-jari lentik Zahra memijat punggungnya. "Om, badannya gede. Kayaknya jariku nggak kuat kalau mijit langsung. Boleh kan aku pakai alat bantu?" tanya Zahra."Terserah kamu saja. Yang penting pegel-pegelku hilang," kata Hisyam pasrah. Meski ia tidak tahu apa yang akan di gunakan Zahra. Daripada aksi pijat memijatnya tidak jad
Tak ada yang terjadi semalam, Zahra masih bergulat dengan selimutnya setelah sholat subuh. Sementara Hisyam sibuk dengan laptopnya memeriksa laporan dari Candra asisten pribadinya. Ingin dia mengabaikan semua pekerjaan itu. Namun acara bulan madu termasuk acara dadakan gara-gara ada Abie. Jadi banyak pekerjaan yang mesti harus di selesaikan."Om, kita pulang aja yuk," suara Zahra terdengar dari balik selimut.Hisyam terdiam sejenak menghentikan aktifitas di laptopnya. Tangannya berhenti mengetik, menyimpan data-data itu sebelum mematikan laptopnya. Ia mendekati istri kecilnya, menyibak selimut tebal yang membungkus tubuh Zahra."Kamu bosan di sini?" tanya Hisyam."Enggak, aku cuman nggak enak. Om kayaknya banyak kerjaan," balas Zahra. Manik matanya menatap ke arah Hisyam yang tengah duduk di hadapannya."Tidak usah kamu pikirkan. Ayo kita keluar jalan-jalan lagi," ajak Hisyam.Zahra menggeleng. Ia memiringkan tubuhnya menghadap ke dinding. Tiba-tiba pria tampan itu ikut berbaring mir
"Jadi kan buat anaknya tiap hari," goda Hisyam. Ia hendak merangkul Zahra tapi gadis cantik itu justru menepis tubuhnya."Ih ... Om ke ger-an deh. Kalau bukan karena temen Om yang tingkahnya berbau pelakor aku pasti udah duduk anteng aja," ucap Zahra membela diri."Itu tandanya sayang.""Ya enggak juga, aku mempertahankan harga diriku sebagai istri kok. Mentang-mentang tampangku bocil gini mau di ejek semaunya," gerutu Zahra.Hisyam hanya geleng-geleng kepala. Seperti biasa kalau dari pantai dia pasti ke kamar mandi untuk membersihkan diri lagi. Pasalnya tubuh terasa lengket kalau tidak langsung mandi. Pagi dah mandi siang mandi lagi pokoknya kayak lumba-lumba si Om ini.Zahra cukup bosan karena dia dari tadi menunggu Hisyam mandi tidak kelar juga. "Ini Om sedang luluran ato ngapain sih. Lama banget mandinya kayak cewek," gerutu Zahra.Ia hendak mengetuk pintu kamar mandi tapi kaget bukan main karena tiba-tiba kepala Hisyam nongol separuh dari balik daun pintu."Astagfirullahhaladzim
Citra pulang dengan perasaan dongkol. Apalagi di rumah Reno hanya ongkang-ongkang saja tidak mau bekerja."Mana makanan pesananku!" Tangan Reno tengadah meminta yang di pesannya.Wajah Citra memucat, gara-gara ketemu Abie di warung tadi. Seharian pikirannya di penuhi mantan suaminya. Ia lupa kalau sehabis pulang kerja harus membawakan sebungkus nasi padang untuk Reno.Reno selalu mengancam dirinya kalau sampai kabur darinya dia akan mengobrak-abrik warung bakso bosnya. Padahal cari pekerjaan sulit. Citra tidak ingin kehilangan pekerjaan. Maka dari untuk sementara ini Citra tidak berani kabur dari rumah. Ia masih butuh uang untuk bertahan hidup. Tabungannya sudah habis di curi Reno. Ia harus kerja keras lagi mengumpulkannya sehingga kalau kabur nanti dia masih punya pegangan uang bertahan hidup."Kok diam! Kamu lupa kalau aku pesan nasi padang!" sentak Reno."Kerjaan di warung banyak. Jadi aku lupa," jawab Citra lirih. Perasaannya masih kacau. Keinget Abie sama perempuan cantik tadi."
"Kenapa pipi Mas memerah sedari tadi? Mas sakit?" tanya Winda."Aku nggak apa-apa kok. Kamu pilih aja baju yang kamu sukai. Nanti Mas yang bayarin," kata Abie. Gimana pipinya tidak memerah sepanjang perjalanan Winda memeluk erat pinggangnya. Saking nurutnya Winda tidak melepaskan pegangannya hingga sampai ke tujuan. Gara-gara tindakan Winda itu, miliknya jadi makin sesak. Tubuhnya memanas karena menahan diri cukup lama.Winda sebenarnya ragu ingin membeli baju yang biasa di belinya. Takutnya kemahalan dan mencolok akhirnya dia memilih yang biasa saja."Mas, aku cobain yang ini ya," izin Winda."Bener kamu suka itu?" tanya Abie memastikan. Karena di liatnya ukurannya terlalu besar dan modelnya kurang menarik. Gini-gini Abie dulu juga sering mengantar Citra berbelanja. Ia tahu baju yang sesuai fashion sama tidak. Apalagi melihat pilihan baju yang pernah di pakai Winda saat kecelakaan sepertinya beda jauh. Setidaknya meski beda harga ukurannya juga nggak jauh beda kan?Winda jadi ragu. "
Hisyam menghela napas."Kamu main perempuan lagi? Makanya kamu terpaksa menikahinya," tebak Hisyam.Tuduhan itu sama sekali tidak membuat Abie marah. Ia paham betul bagaimana sikapnya dulu yang seenaknya. Suka main perempuan dan berfoya-foya. Sudah sepantasnya Hisyam berpasangka buruk terhadapnya."Bu ... bukan seperti itu, Pa. Aku tak sengaja menemukannya pingsan di jalanan depan rumahku. Karena aku tidak memiliki cukup uang akhirnya aku putuskan merawatnya hingga sembuh. Namun ... warga sekitar justru salah paham mengiraku berbuat macam-macam padanya selama tinggal di rumahku," terang Abie."Lalu ... mereka memaksaku menikahinya. Dan ... sekarang aku berusaha menerima pernikahan ini, Pa," lanjut Abie.Nafas Hisyam sempat tertahan mendengar pengakuan Abie. Tiap kalimat yang di ucapkan Abie begitu lancar seperti tidak ada yang di tutupi. Tatapannya juga sendu. Tidak terlihat berapi-api. Mungkinkah Abie memang sudah berubah?Di sisi lain dia terharu sekaligus kasihan. Gaji OB di perusah
Abie terdiam sesaat, membuat Winda yang tengah menunggu jawabannya menjadi gelisah. Ia yakin kalau Abie masih ada perasaan dengan mantan istrinya."Kalau aku bilang sudah tidak mencintainya apa kamu percaya?" Abie justru balik bertanya."Bener juga, siapa yang tahu hati seseorang. Mas juga belum mencintaiku sekarang. Akupun begitu. Kita ganti topik saja." Winda berusaha menenangkan dirinya. Kalau dia belum mencintai Abie lalu kenapa harus takut mendengar pengakuan suaminya. Mengenai perasaan Abie pada mantan istrinya?Tangan Abie menggenggam Winda erat. Tatapannya teduh seolah berusaha menenangkan hati Winda yang gundah.Reaksi Winda cukup kaget. Ia hendak menarik tangannya namun Abie menggenggamnya makin erat."Aku sudah tidak mencintainya. Sekarang aku hanya fokus pada keluarga kecil ini. Aku ingin mulai dari awal denganmu. Maukah kamu bersabar agar kita saling mencintai sepenuhnya."Ucapan Abie cukup menguatkan hati Winda. Ia pun mengangguk pelan sembari tersenyum manis."Terima ka
"Kembalikan uangku!" Citra memaksa merogoh saku celana Reno. Reno tidak terima perlakuan Citra, ia langsung mendorong Citra hingga jatuh terduduk di lantai.Citra tidak pantang menyerah dia juga membalas mendorong tubuh Reno hingga terjatuh. Reno yang masih setengah mabuk berusaha bangkit namun tubuhnya sempoyongan. Citra tidak mendapatkan apa-apa dari saku Reno."Kenapa Om habiskan semua uangku!""Aaargh!" Citra berteriak histeris. Dia sudah tidak tahan hidup seperti ini. Susah payah dia mendapatkan uang itu. Seenaknya saja Reno menghabiskannya.Citra langsung ke kamarnya. Ia sudah tidak tahan hidup satu atap dengan parasit seperti Reno. Harapannya untuk menjadi Nyonya besar yang di manja pupus sudah. Reno sudah jatuh miskin. Tak ada yang bisa di harapkan dari Reno.Ia memasukkan semua pakaiannya di koper. Entah mau pergi kemana. Citra juga tidak tahu. Yang terpenting pergi secepatnya dari tempat yang terkutuk ini. Ia tidak mau hidup satu atap dengan pemabuk yang kerjaannya hanya men
Abie spontan menggenggam jemari Winda. Tatapannya penuh kecemasan karena mendengar teriakan Winda akibat mati lampu.Namun tiba-tiba cahaya dari hape itu juga ikut padam. Winda ketakutan langsung memeluk Abie yang berada di dekatnya."Aku takut Mas!" Teriaknya.Abi yang sudah lama tidak pernah berpelukan dengan wanita. Kaget Winda menghamburkan diri dalam dekapannya. Susah payah berusaha menguasai perasaannya."Tenanglah, aku ada di sini. Tidak akan ada apa-apa," ucap Abie lembut. Winda merasakan kehangatan yang mulai tumbuh dalam hatinya setelah mendengar perkataan Abie."Mas, jangan ninggalin aku ya. Aku takut gelap," lirih Winda.Ganti Abie yang tidak bisa menguasai gemuruh degup jantungnya yang bertalun-talun sejak tadi. Gimana tidak gugup Winda tanpa sadar merapatkan tubuhnya memeluknya erat. Ia bisa merasakan aroma harum istrinya.Naluri kelaki-lakiannya pun bangkit. Abie berusaha keras menahan diri. Ia tidak ingin Winda makin ketakutan kalau dirinya berbuat macam-macam.Winda j
"Hari ini aku membelikanmu beberapa baju. Maaf kalau harganya tidak mahal dan modelnya kamu kurang suka." Abie menyerahkan kresek berwarna hitam yang berisikan pakaian pada Winda.Winda mengeluarkan isinya. Dia bentangkan sebentar, heran karena ukurannya pas di badannya."Mas kok bisa tahu ukuranku?" tanya Winda.Abie terdiam sejenak. Pengalamannya dulu sebagai penjelajah wanita membuatnya terlalu mudah mengenali ukuran tubuh maupun baju mereka. Namun Abie tidak mungkin menceritakan masa lalunya sekarang."Aku cuman ngira-ngira saja. Alhamdulillah kalau memang pas. Maaf ya, kalau tadi belinya nggak ngajak kamu. Masak pergi ke toko kamu pake sarungku ..." kekeh Abie.Winda tiba-tiba tergelak tertawa mendengar perkataan Abie. Ia jadi membayangkan pakai hem kedodoran dan bawahan sarung. Pasti orang-orang akan menertawakannya."Mas lucu deh ..."Baru kali ini Abie mendapati Winda tertawa lepas. Aura kecantikannya makin terpancar meski tanpa make up. Ia buru-buru membatasi pandangannya men
Abie mengangkat satu ember yang berisi baju-baju yang sudah di cucinya."Berat? Aku bantu angkat?" tawar Winda."Tidak usah. Aku bisa kok," jawab Abie.Winda mengikuti langkah Abie di belakang. Lanjut dia membantu menjemur baju. Menjemur baju saja dia tidak bisa. Masih berupa gulungan dia sampaikan di atas jemuran. Abie geleng-geleng kepala. Entah manusia dari planet mana istrinya ini. Menjemur pakaian saja tidak bisa."Lihat caraku...""Kamu peras dulu bajunya agar kadar airnya berkurang. Setelah itu kamu kibaskan agar mudah di bentangkan di jemuran." Abie penuh kesabaran mengajari istrinya.Meski agak kaku Winda berusaha meniru apa yang di ajarkan Abie. Tak terasa keringatnya sampai mengalir di pelipisnya. Rupanya melelahkan juga mencuci baju dengan cara begini. Winda tidak bisa bayangkan bagaimana lelahnya kerja di laundry.Suasana hening kembali datang keduanya tengah sibuk menjemur pakaian. Winda berusaha menerapkan apa yang di ajarkan Abie. Perlahan dia sudah bisa melakukannya.
"Selamat tidur," ucap Winda.Abie hanya bisa terpaku membiarkan Winda berdiri dan berbalik menuju kamarnya. Langkah kakinya pelan namun terlihat tak bersemangat.Jika biasanya pengantin baru tidak sabar menghabiskan malam pertama. Kedua pengantin ini tidur sendiri-sendiri seolah itu yang paling nyaman buat mereka.Setibanya di kamar, kata-kata Abie tadi masih terngiang-ngiang di telinganya. Perkataan Abie menyatakan kesungguhannya sebagai suami. Meski tidak ada cinta di antara keduanya. Perasaan asing yang terpaksa di ikat dalam pernikahan yang serba mendadak. Membuatnya meragukan langkah yang di ambil ini benar atau tidak."Kenapa jadi serius begini sih. Padahal aku butuh suami sewaan. Malahan jadi nikah beneran," gumam Winda. Ia merebahkan tubuhnya di kamar.Rasanya tidak enak membiarkan sang pemilik kamar justru tidur di kursi tamu. Lelahnya berpikir membuat dirinya tertidur pulas.**Suara adzan subuh berkumandang. Terdengar kucuran suara air kran dari arah belakang. Winda merasa