3 hari berada di rumah sakit, Dini akhirnya diizinkan pulang oleh dokter Oki. Meski sedikit merasa nyeri di bagian perut. Tetapi Dini merasa sudah jauh baik, sehingga dia bisa pulang ke rumah.
Tidak ada inisiatif dari Ferdi untuk mengantar Dini pulang ke rumah. Dini pulang diantar oleh seorang supir yang sudah dibayar oleh Ferdi. Ini memang sudah menjadi kebiasaan bagi Ferdi, dia sama sekali tidak peduli pada Dini sedikitpun. Padahal Dini adalah tanggung jawab bagi Ferdi.Dini berulang kali menghubungi Ferdi. Tetapi tidak satu pun panggilan telepon yang Dini lakukan, dijawab oleh Ferdi. Pria itu bungkam seribu bahasa. Entah apa yang membuat Ferdi enggan mengangkat panggilan telepon dari Dini. Padahal Dini butuh sedikit dukungan dari Ferdi di saat seperti ini.Dini mulai meneteskan air mata. Melempar handphone yang digunakan untuk menghubungi Ferdi. Dia kesal dan marah pada Ferdi. Tetapi cintanya yang begitu tulus pada Ferdi, seakan sulit untuk membuat Dini bisa menjauh dari Ferdi. Logika Dini seakan hilang, tenggelam oleh rasa cinta yang begitu besar akan Ferdi."Walaupun hanya aku yang memiliki perasaan yang paling besar dalam hubungan ini. Tetapi aku selalu berharap, suatu saat nanti. Kamu akan paham arti hubungan kita. Di mana aku ingin kamu bisa memiliki rasa yang sama seperti yang aku rasakan," ucap Dini dengan suara terisak-isak.Perjalanan itu terasa singkat, tanpa disadari. Dini sudah berada di depan rumah. Terlihat dari dalam mobil, Deni dengan pakaian santai sudah menunggu kepulangan dari Dini. Deni sendiri adalah saudara kembar dari Dini. Deni yang selalu meminta pada Dini untuk meninggalkan Ferdi. Tetapi Dini selalu menolak permintaan dari Deni. Tentu saja, Dini beralasan Ferdi adalah sosok pria yang baik. Itu yang membuat Dini begitu sulit meninggalkan Ferdi. Sekalipun Deni sudah meminta Dini untuk meninggalkannya.Dini keluar dari dalam mobil, dia berusaha menahan rasa sakit yang ada di perut. Menunjukkan akan dirinya yang begitu kuat. Seolah tidak terjadi hal buruk yang dilakukan oleh Dini."Kemana saja kamu kemarin? Tiga hari kemarin," tanya Deni dengan wajah datar."Aku pergi ke rumah Linda. Dia mengajakku pergi ke rumah ibunya yang ada di kampung. Maaf aku tidak mengabari kamu," jawab Dini sembari memegangi perutnya.Mata Deni mulai tertuju pada bagian perut Dini. Apalagi Deni sudah hapal betul, Dini sudah melakukan aborsi saat kembali dengan keadaan seperti ini."Kamu sakit perut atau gerd, atau kamu habis melakukan aborsi seperti biasanya. Tapi kemungkinan ketiga yang aku rasa benar," ucap Deni dengan wajah yang mulai kesal.Dini terlihat mulai panik, sembari menahan sakit di bagian perut. Dini pun berusaha menerobos Deni untuk masuk ke dalam rumah. Tentu Dini ingin merebahkan tubuh. Beristirahat di dalam kamar seperti biasanya. Bukan terus-menerus mendapatkan pertanyaan yang sulit dari Deni.Tetapi Deni yang masih penasaran dengan Dini. Menahan tangan Dini dengan begitu kuat. Hingga tanpa disadari, Deni pun menyentuh bagian perut Dini yang baru saja dilakukan operasi. Sontak Dini rasa mengerang kesakitan.Deni tentu panik melihat Dini yang terlihat kesakitan. Dia mencoba menenangkan Dini yang mulai menangis oleh rasa sakit yang dirasakan.Yatno yang merupakan ayah dari Deni dan Dini datang untuk mengetahui apa yang telah terjadi pada Dini. Bukannya senang akan kedatangan dari Yatno, Dini dengan kata-kata yang sedikit kasar. Meminta Yatno untuk tidak mendekat, atau bahkan menyentuh tubuh Dini."Demi apapun, aku minta Anda tidak mendekat. Saya tidak ingin tangan kotor Anda menyentuh tubuh saya," ucap Dini sembari menahan rasa sakit.Deni merasa Dini sudah sedikit berlebihan pada ayahnya sendiri. Padahal ayahnya sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk Dini. Tetapi kenangan masa lalu yang buruk, telah merobek hati Dini. Sehingga tidak bisa lagi memaafkan ayahnya.Yatno sudah berulang kali meminta maaf pada Dini. Tetapi berulang kali juga, Dini menolak permohonan maaf yang dilayangkan oleh Yatno. Dini tetap menganggap Yatno adalah seorang yang jahat. Di mana perselingkuhan yang dilakukan oleh Yatno, menjadi awal mula sakit yang diderita oleh ibu Dini. Itu yang membuat Dini sulit untuk memaafkan kesalahan yang sudah dibuat oleh Yatno."Kamu yang sering disakiti oleh Ferdi, tetapi masih mau untuk memaafkan dia. Tetapi sulit rasanya untuk kamu bisa memaafkan kesalahan yang dibuat oleh ayah. Apa itu adil?" tanya Deni dengan wajah sedikit kesal."Jangan pernah samakan hal itu. Jika Ayah menyakitiku. Mudah untukku bisa memaafkan dia. Tetapi jika Ayah menyakiti Ibu. Sampai Ibu sakit, demi apapun. Aku tidak akan pernah memaafkan Ayah untuk alasan apapun. Maafkan aku," balas Dini dengan tegasnya. Jatuh air mata Yatno mendengar ucapan dari Dini. Sudah tidak ada lagi rasanya kesempatan bagi Yatno untuk bisa kembali di terima di hati Dini. Mengingat Dini sudah begitu benci akan Yatno. Dini yang tidak ingin kembali melanjutkan perdebatan dengan Yatno dan Deni. Lebih memilih untuk pergi ke kamarnya. Dia butuh banyak waktu istirahat. Sehingga tubuhnya akan segera pulih. Beradu argumen dengan Deni dan Yatno, tentu akan menguras energi dari Dini. Sehingga ia harus segera pergi dari hadapan keduanya. Deni mencoba kembali melobi Dini. Tetapi Yatno yang ingin Dini bisa segera beristirahat. Meminta Deni untuk tidak melanjutkan perdebatan yang ada. Yatno percaya, suatu hari nanti. Dini akan bisa memaafkan dirinya, tidak harus hari ini. Tetapi hari itu akan datang dengan sendirinya. Itu yang dipercaya oleh Yatno akan Dini. "Aku yakin, Ferdi pasti memaksa Dini untuk melakukan aborsi lagi. Dasar laki-laki bajingan. Aku sudah geram dengan dia. Aku harap Dini akan sadar, jika Ferdi adalah laki-laki bajingan yang tidak sepantasnya untuk dicintai!" Deni geram. Yatno mengelus pundak Deni. Meminta Deni untuk sedikit tenang. Tidak ada yang harus di khawatirkan oleh Deni. Semuanya akan berjalan baik-baik saja untuk Dini. Yatno meminta Deni untuk bersabar saja. Pada saatnya, Dini akan sadar akan kebusukan dari Ferdi. Sehingga ia akan meninggalkan Ferdi seperti yang diharapkan oleh Deni. "Kita tunggu saja, mungkin suatu hari nanti. Dini akan bisa lepas dari Ferdi. Tidak mungkin, perempuan baik seperti Dini. Akan mendapatkan pria bajingan seperti Ferdi. Ayah rasa itu tidak adil bagi Dini," ucap Yatno menenangkan Deni. "Semoga saja Dini cepat sadar. Sehingga ia bisa lepas dari pria brengsek seperti Ferdi. Aku benar-benar tidak ingin mereka terus menjalin hubungan. Apalagi Ferdi pria yang tidak pernah mau bertanggung jawab atas apa ya g sudah diperbuat. Itu semakin membuatku geram," tutup Deni dengan wajah marah.Rasa sakit ketika melakukan aborsi seminggu yang lalu. Seakan sudah dilupakan oleh Dini. Pesan singkat yang dikirim oleh Ferdi, seketika membuat Dini begitu bersemangat untuk menemuinya di sebuah kafe. Entah apa yang ingin dibicarakan oleh Ferdi, tetapi Dini terlihat begitu antusias untuk bertemu dengan Ferdi.Dengan gaun pendek berwarna biru. Dini yang sudah sehat, terlihat begitu mempesona. Ditambah riasan tipis. Semakin menambah kesan dewasa dari Dini. Ia pun merasa penampilan dirinya di hari ini, akan membuat Ferdi bahagia. Tidak heran Dini, begitu percaya diri untuk bisa bertemu dengan Ferdi.Tiba di kafe, Dini terlihat langsung tersenyum gembira. Bagaimana tidak, ini adalah pertemuan kembali Dini dengan Ferdi. Pasca pemulihan operasi yang dilakukan oleh Dini. Ia pun sudah tidak sabar untuk melihat kembali wajah pacarnya secara langsung.Dini langsung memeluk Ferdi dari belakang. Mencium rambut Ferdi yang begitu harum. Sedikit merasakan sensasi harum yang ada. Dini terlihat begit
Melihat Dini yang begitu galau dengan keputusan dari Ferdi. Bi Sanih sama sekali tidak tega melihat Dini seperti seorang yang putus asa. Setiap hari, Dini hanya melamun di taman belakang rumah. Bahkan terkadang Dini berteriak seperti orang yang kurang waras. Itu benar-benar membuat bi Sanih khawatir akan kondisi kesehatan dari Dini. Hal yang sama pernah dialami oleh ibu Dini, saat mengetahui suami tercinta berselingkuh.Bi Sanih mendatangi kamar Deni. Mungkin sedikit berdiskusi dengan Deni, akan membuatnya menemukan solusi terbaik untuk Dini saat ini. Apalagi Deni di kenal sebagai seorang yang bijaksana. Tidak heran bi Sanih pun mengajak Deni untuk bisa berdiskusi dalam membicarakan persoalan yang saat ini sedang dihadapi oleh Dini.Belum mengetuk pintu kamar Deni, bi Sanih langsung dikejutkan dengan kedatangan dari Deni dari arah berlawanan. Membawa semangkuk soto ayam dari dapur. Deni sempat bingung dengan kedatangan dari bi Sanih ke kamarnya."Ada apa Bi?" tanya Deni menyuap kuah s
Dua koper perlengkapan dari Dini sudah siap berada di dalam koper. Sebagian besar isi dari koper itu adalah pakaian serta alat kosmetik yang memang sudah disiapkan oleh Dini selama di desa. Bi Sanih pun sudah tidak sabar untuk mengantar Dini menuju ke kampung halamannya. Di mana tempat itu akan menjadi rumah baru bagi Dini dalam menemukan jati dirinya. Darmawan pun terlihat turut gembira dengan kepergian Dini ke desa tempat bi Sanih tinggal. Darmawan merasa tempat baru yang Dini akan tinggali itu, tentu saja akan menjadi tempat yang bagus untuk Dini bisa belajar banyak. Apalagi desa tempat tinggal bi Sanih merupakan desa yang belum tersentuh kehidupan modernisasi yang cukup parah. Sehingga Dini bisa hidup jauh lebih baik lagi di sana. Sudah hampir 10 tahun, Dini melakukan perang dingin dengan ayahnya sendiri. Tidak ada kata apapun yang Dini ucapkan saat akan pergi. Dini hanya berpamitan pada ibunya saja. Sekalipun ibunya sendiri tidak mengenali Dini sebagai anaknya. Darmawan pun te
Ada sedikit hal berbeda dirasakan oleh Deni saat melihat Dini. Tidak biasanya Dini tersenyum manis seperti itu. Apalagi Dini masih berduka dengan keputusan yang diambil oleh Rehan. Tetapi Dini sama sekali tidak menunjukkan rasa sedih yang seharusnya ada. Dini terlihat mulai tersenyum, bahagia seperti apa yang diharapkan oleh Deni. Saat mobil yang dibawa oleh Deni sudah sampai di depan rumah bi Sanih. Dini tidak segera turun, dia masih teringat akan wajah tampan dari Fachri. Di mana Dini begitu menyukai senyuman dari wajah Fachri yang mempesona. "Sepertinya ada yang lain yang ku lihat darimu," ucap Deni mengejek Dini. Dini langsung tersadar dengan apa yang dimaksud oleh Deni. Dia segera merubah sikapnya. Kembali menunjukkan wajah datar penuh kesedihan. "Tidak ada yang aneh. Kamu saja yang merasa seperti itu," jawab Dini mulai kembali dengan ekspresi wajah sedih. "Apa mungkin kamu jatuh hati pada pria tadi. Aku lupa namanya. Fach," Deni mengingat. "Fachri," lanjut bi Sanih. "Iya,
Gus Fatur sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kiayi Musthofa yang merupakan ayahnya sendiri. Hampir setengah gelas teh yang dihidangkan di atas meja. Sudah nyaris habis diminum olehnya. Entah Gus Fatur yang sedang haus, atau memang dia mulai tegang. Sebab hari ini adalah keputusan yang akan diambil oleh kiayi Musthofa dalam izin pembangunan vila di belakang pesantren. Gus Fatur terlihat begitu sumringah, saat kiayi Musthofa yang diantar oleh Khadijah datang menemui dirinya. Gus Fatur yang tidak ingin kehilangan momen untuk bisa membuat ayahnya setuju dengan keinginan dari dirinya. Bersikap begitu ramah. Dia pun langsung menghampiri kiayi Musthofa untuk menggandengnya duduk di atas kursi, samping Gue Fatur. Khadijah yang tidak setuju dengan pembangunan vila. Terlihat kurang senang melihat cara Gus Fatur yang berusaha merayu ayahandanya. Apalagi cara yang dilakukan oleh Gus Fatur adalah cara klasik orang-orang munafik. Khadijah pun mulai menunjukkan sikap yang begitu tegas dalam me
Pertama kali merasakan pagi di desa. Rasanya kurang, jika hanya di habiskan untuk berdiam diri di rumah saja. Mungkin dengan berkeliling desa dengan keindahan hamparan sawah dan pegunungan. Bisa membuat mata menjadi segar. Kesempatan yang baik ini, tidak akan di lewatkan oleh Dini. Apalagi pagi ini, matahari terlihat begitu indah terbit dari arah timur. Mengisyaratkan hari yang cerah nan indah akan segera di mulai. Dini mengajak bi Sanih untuk pergi bersama dengan dirinya. Tetapi tawaran dari Dini di tolak mentah-mentah oleh bi Sanih. Masih ada menu sarapan sehat yang harus di siapkan oleh bi Sanih untuk Dini dan Deni. Sehingga bi Sanih harus mempersiapkan sebaik mungkin. Bi Sanih pun memanggil Fitri untuk menemani Dini melakukan aktivitas pagi. Mungkin saja Fitri bersedia untuk pergi bersama dengan Dini. Perjalanan yang sudah pasti akan menyenangkan bagi Fitri dan Dini. "Ada apa Nek?" tanya Fitri dengan sedikit ketus. "Kamu antar mbak Dini untuk jalan-jalan memutari desa. Dia in
Merasa tertolong dengan bantuan dari Fachri dan para santri saat berada di dalam hutan. Dini meminta pada bi Sanih, untuk memasak makanan yang cukup banyak untuk diberikan pada para santri di pesantren milik kiayi Musthofa. Dini sendiri yang akan mengantar makanan itu ke pesantren. Dengan kaos tangan panjang serta rok berwarna biru yang panjang juga. Dini terlihat begitu antusias untuk segera memberikan makanan yang dibuat bi Sanih untuk para santri. Berbekal rute yang di berikan oleh bi Sanih. Dini pun terlihat begitu antusias untuk bisa segera tiba di pondok pesantren. Bertemu dengan Fachri dan para santri. Sebenarnya bi Sanih meminta Fitri untuk mengantar Dini pergi. Tetapi Fitri menolak permintaan dari bi Sanih. Dengan dalih capek, Fitri merasa tidak bisa untuk mengantar Dini ke pesantren. Sehingga Dini pergi sendiri ke pesantren dengan membawa dua rantang makanan. Perjalanan Dini menuju pesantren, tidak ada kendala apapun. Dia merasa begitu gembira untuk bisa tiba di pesantren
"Assalamualaikum," salam Fachri sebelum pergi dari hadapan Dini. Dini yang tidak tahu cara membalas salam dari Fachri. Terlihat bingung untuk membalas salam dari Fachri tersebut. Dia hidup dengan orang-orang yang jauh dari nilai-nilai keagamaan. Itu yang membuat Dini bingung untuk menjawab salam dari Fachri. Fachri yang sudah hampir pergi. Kembali menahan diri untuk tidak langsung pergi. Sebab dia belum mendapat balasan dari Dini. Fachri pun merasa kurang afdol, saat Dini belum juga membalas salam yang diucapkan olehnya. "Kenapa kamu tidak membalas salam dariku?" Dini menggaruk kepalanya, menunjukkan ekspresi bingung. kemudian berkata, "Aku bingung membalas salam darimu. Apa yang harus aku katakan. Aku tidak tahu. Wakalam, atau apa. Aku sering mendengar, tapi aku tidak bisa mengucapkan itu. Sebab aku memang tidak pernah mengucapkan kata tersebut." Fachri pun menyadari akan Dini yang memang bukan berasal dari keluarga religius. Sehingga ia sama sekali tidak paham dengan jawaban da
Dini terlihat begitu cantik saat mengenakan kebaya berwarna putih. Begitu juga dengan Gus Fiment yang terlihat begitu tampan dengan jas berwarna hitam serta kemeja putih. Tidak lupa, sarung dengan kualitas bahan yang prima di kenakan oleh Gus Fiment. Itu semakin membuat Gus Fiment terlihat begitu tampan. Hal yang tidak pernah di duga oleh banyak orang.Beberapa Santriwati mulai tertarik dengan penampilan dari Gus Fiment yang terlihat mempesona. Mereka tidak jemu melihat bagaimana seorang Gus Fiment yang terlihat begitu tampan dengan gaya maskulin yang terlihat begitu berwibawa. Penampilan ciamik yang di perlihatkan oleh Gus Fiment. Semakin membuat banyak santriwati tertarik akan ketampanan dari Gus Fiment.Seorang penghulu sudah di siapkan untuk mewakili pak Suprapto sebagai wali dari Dini. Penghulu itu terlihat sudah begitu siap untuk mengawal pernikahan dari Gus Fiment dan Dini.Khadijah serta anggota keluarga lainnya juga, sudah tidak sabar untuk segera menyaksikan ijab qobul yang
Datang dengan kiayi Musthofa dan Khadijah. Gus Fiment tampil gagah dengan sebuah baju Koko serta celana panjang hitam. Tidak lupa, peci hitam semakin menambah ketampanan dari Gus Fiment di malam ini. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya pada Dini. Gus Fiment datang ke rumah Dini dengan modal nekat saja. Ini kesempatan yang cukup bagus. Mengingat masih ada kembaran dari Dini, yakni Deni. Begitu juga dengan pak Suprapto yang belum pulang ke rumahnya di Jakarta.Tiba di depan rumah Dini, Gus Fiment dengan suara merdunya mulai mengucapkan salam. Ada sedikit rasa gugup yang di rasakan oleh Gus Fiment. Tetapi dia tetap percaya diri untuk bisa mendapatkan cinta Dini. Meminang Dini sebagai istrinya.Dini langsung di buat terkesima dengan penampilan dari Gus Fiment. Dini melihat penampilan dari Gus Fiment begitu mempesona. Apalagi Dini menyukai peci hitam yang di kenakan oleh Gus Fiment. Peci itu begitu ciamik berpadu dengan baju koko yang di kenakan oleh Gus Fiment. Semakin memperlihatkan bagai
Ikhlas, tetapi sakit hati tetap di rasakan oleh seorang Fachri. Di sadar, tidak mungkin dirinya akan memaksa Dini untuk bisa cinta pada dirinya. Tidak mungkin juga bagi seorang Fachri untuk bisa mendapatkan cinta dari Dini. Tentu ada pertimbangan yang harus di lakukan oleh Dini akan Fachri. Itu hal yang tidak mudah. Tetapi Fachri selalu berusaha untuk tetap tegar dengan segala hal yang di rasakan. Menikmati semuanya dengan ikhlas. Sekali pun untuk tetap di posisi ikhlas bukan hal yang mudah. Mengingat banyak hal yang sudah di lakukan dengan Dini. Menghapus sebagian kenangan dengan Dini adalah bagian paling sulit yang tidak bisa dengan mudah di lakukan oleh Fachri.Fachri sudah tiba di Mesir dengan versi dia yang baru. Fachri berharap sudah tidak ada lagi rasa sakit yang di rasakan oleh Fachri seperti apa yang di rasakan oleh dirinya saat berada di Indonesia. Bertemu dengan Dini adalah hal yang paling menyakitkan bagi seorang Fachri. Tidak heran dia begitu merasa terbebani saat kembali
Khadijah terlihat begitu santai dengan sebuah buku di tangan kanannya. Begitu juga dengan kiayi Musthofa, yang terlihat menikmati suasana sore ini dengan sebuah buku tebal. Hobi keduanya yang sama-sama membaca, membuat suasana sore mereka di habiskan untuk membaca buku dari penulis terkenal di dunia. Melihat suasana sore yang hangat. Ini akan menjadi kesempatan yang cukup baik bagi Gus Fiment untuk bisa berdiskusi dengan mereka berdua. Tidak hanya diskusi kecil saja. Melainkan sebuah saran di harapkan oleh Gus Fiment dari keduanya. Permintaan dari Fachri tentu bukan permintaan yang biasa. Di mana Fachri menitipkan seorang Dini pada Gus Fiment. Fachri berharap Gus Fiment bisa menjaga seorang Dini seperti apa yang di minta oleh Fachri. Itu tugas yang tidak mudah. Tetapi Gus Fiment akan tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik dari permintaan seorang Fachri.Gus Fiment terlihat malu-malu saat tiba-tiba duduk di samping Khadijah. Pandangan matanya tidak mampu menatap ke arah Gus kia
Pak Suprapto sudah merapikan seluruh pakaiannya ke dalam koper. Ini adalah hari terakhir dia berada di desa. Di mana pak Suprapto siap kembali ke kota untuk menjalani kehidupan sebagai orang kota. Sudah rasanya bagi pak Suprapto untuk berada di desa. Menikmati setiap panorama yang ada di desa. Ini pengalaman yang paling menyenangkan di rasakan oleh pak Suprapto. Sehingga ia merasa ini adalah hal yang cukup menyenangkan untuk di rasa.Dini terlihat bersedih, saat melihat Deni sudah mulai memanaskan mobilnya. Deni siap kembali pulang ke kota, membawa pak Suprapto juga dalam perjalanan ke rumahnya tersebut. Hal yang cukup membuat Dini merasa sedikit kehilangan dengan kepulangan keduanya."Apa kamu tidak mau tinggal seminggu lagi di sini. Aku masih pengen sama Ayah," ucap Dini dengan begitu sedih."Pekerjaan Ayah siapa yang akan urus di sana. Posisi Ayah penting di perusahaan, makanya Ayah harus selalu ada di perusahaan. Tidak boleh hilang dari peredaran," ucap Deni dengan tegasnya."Tapi
Fachri berpelukan pada setiap anggota keluarganya, begitu pesawat yang akan membawa dirinya terbang. Dia meneteskan air mata pada setiap orang yang di peluknya. Memohon doa keselamatan yang akan di jalani oleh Fachri. Tentu ini akan menjadi perjalanan yang cukup panjang di tempuh oleh Fachri. Hal yang tidak biasa akan di lakukan oleh Fachri. Perjalanan yang tidak semestinya mungkin akan di lakukan oleh Fachri secara berjam-jam. Perjalanan jauh itu akan memakan waktu yang cukup panjang. Pelukan Fachri cukup lama di kiayi Musthofa. Beban berat di berikan oleh kiayi Musthofa pada seorang Fachri. Di mana Kiayi Musthofa berharap Fachri akan menjaga nama baik dari keluarga besarnya selama di Mesir nanti. Begitu juga dengan hal lain yang harus bisa di lakukan oleh Fachri. Dia harus bisa melakukan segala hal dengan sebaik mungkin. Sehingga tidak akan ada hal baru yang akan datang pada seorang Fachri. Itu cukup berkesan bagi Fachri, sehingga air matanya tidak berhenti menetes. Fachri terliha
Masih bingung dengan sikap dingin yang di tunjukkan oleh Fachri. Dini tentu tidak ingin tetap dalam rasa penasaran yang begitu besar. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya membuat Fachri terlihat begitu dingin pada dirinya. Ini sama sekali tidak sama seperti biasanya. Itu yang membuat Dini ingin tahu akan hal tersebut. Dini harus bisa menemukan jawaban dari segala persoalan yang sedang ada dalam diri Fachri.Dini mendatangi Fatimah. Orang yang mungkin bisa dia temui untuk mendapatkan segala informasi seputar pondok pesantren. Dini pun mengajak Fatimah untuk bertemu di taman. Di mana Dini sudah tidak sabar untuk tahu penyebab dari perubahan sikap dari seorang Fachri yang begitu drastis. Ini menjadi tanda tanya besar yang datang dari dalam diri seorang Dini. Sehingga ia harus tahu jawaban yang pasti dari seorang Fachri. Sikap Fachri yang tiba-tiba berubah drastis begitu saja. Tentu ada penyebab yang membuat dia menjadi dingin pada seorang Dini.Fatimah datang lebih dulu di taman. Sebelum
Sebelum keberangkatan ke Mesir. Fachri meminta bertemu terlebih dahulu dengan Gus Fatur. Tentu pertemuan dengan Gus Fatur akan menjadi sebuah pertemuan yang cukup di nanti oleh Fachri. Mengingat pertemuan dirinya tersebut akan menjadi pertemuan sekaligus meminta izin pada Gus Fatur. Bagaimana pun juga, Fachri berharap doa dari seorang Gus Fatur dalam perjalanan menuju Mesir. Mendapatkan banyak doa semakin baik di dapat oleh Fachri.Tidak hanya Fachri saja yang datang ke penjara untuk bertemu dengan Gus Fatur. Gus Fiment dan beberapa anggota keluarga lainnya, juga tertarik datang ke penjara untuk menjenguk Gus Fatur. Mereka ingin memberikan sedikit motivasi pada Gus Fatur yang saat ini dalam posisi tertekan.Khadijah yang sedikit kecewa dengan apa yang sudah di lakukan oleh Gus Fatur. Merasa apa yang telah di lakukan oleh Gus Fatur sedikit berlebihan. Mungkin ini akan sedikit lebih baik ketika Khadijah mulai merasa bisa memaafkan Gus Fatur. Sekali pun itu adalah hal yang sangat sulit d
Sempat ragu untuk melanjutkan pendidikan yang tertunda. Fachri akhirnya menerima tawaran dari keluarga besarnya untuk pergi kembali ke Mesir dalam melanjutkan pendidikan S2 yang sempat tertunda. Terlihat bagaimana raut wajah sedih masih menyelimuti seorang Fachri. Bagaimana pun juga, dia masih merasa begitu bersedih dengan kenyataan pahit yang harus di terima oleh dirinya akan perasaan dari Dini. Fachri menghampiri Gus Fiment, dia segera mengatakan pada Gus Fiment untuk tiket ke Mesir yang sudah di janjikan. Tiket yang bisa di pakai oleh Fachri kapan saja. Gus Fiment terhentak dengan permintaan dari Fachri tersebut. Dia penasaran dengan alasan dari Fachri yang akhirnya menerima tawaran dari keluarga besarnya untuk kembali ke Mesir. Mengingat Fachri yang selama ini menolak untuk kembali melanjutkan pendidikan yang sudah di jalaninya tersebut. "Ada angin apa, kenapa kamu menerima tawaran untuk kembali ke Mesir. Kamu tidak bercanda, bukan?" Tanya Gus Fiment dengan raut wajah kurang ya