Ada sedikit hal berbeda dirasakan oleh Deni saat melihat Dini. Tidak biasanya Dini tersenyum manis seperti itu. Apalagi Dini masih berduka dengan keputusan yang diambil oleh Rehan. Tetapi Dini sama sekali tidak menunjukkan rasa sedih yang seharusnya ada. Dini terlihat mulai tersenyum, bahagia seperti apa yang diharapkan oleh Deni.
Saat mobil yang dibawa oleh Deni sudah sampai di depan rumah bi Sanih. Dini tidak segera turun, dia masih teringat akan wajah tampan dari Fachri. Di mana Dini begitu menyukai senyuman dari wajah Fachri yang mempesona."Sepertinya ada yang lain yang ku lihat darimu," ucap Deni mengejek Dini.Dini langsung tersadar dengan apa yang dimaksud oleh Deni. Dia segera merubah sikapnya. Kembali menunjukkan wajah datar penuh kesedihan."Tidak ada yang aneh. Kamu saja yang merasa seperti itu," jawab Dini mulai kembali dengan ekspresi wajah sedih."Apa mungkin kamu jatuh hati pada pria tadi. Aku lupa namanya. Fach," Deni mengingat."Fachri," lanjut bi Sanih."Iya, Fachri. Aku rasa kamu jatuh hati pada pria tadi. Benar apa yang aku rasa, bukan?" tanya Fachri menyenggol Dini.Dini berusaha berkelit dari godaan Deni. Dia langsung marah dengan apa yang disampaikan oleh Deni. Berharap tidak akan kembali menggoda dirinya dengan sosok Fachri. Dini merasa tidak pantas untuk seorang Fachri yang terlihat begitu islami."Tentu saja dia tidak mungkin suka padaku. Aku perempuan seperti ini. Sementara dia terjaga dari hal kotor. Jadi jangan pernah menggodaku dengan dirinya lagi," tegas Dini."Tidak ada masalah kalau Bibi pikir. Kamu sepertinya cocok dengan Fachri. Apalagi kalian memiliki tinggi yang tidak jauh berbeda. Kamu cantik, dan dia juga ganteng. Jadi terlihat serasi," ucap bi Sanih menggoda Dini.Dini yang merasa semakin kesal pada Deni dan bi Sanih. Akhirnya memilih untuk pergi meninggalkan keduanya. Dia segera masuk ke dalam rumah bi Sanih. Di mana Dini bisa segera merebahkan tubuh di atas kasur. Sama seperti apa yang diharapkan oleh Dini saat ini.Baru akan masuk ke dalam rumah bi Sanih. Dini disambut ketus oleh Fitri. Gadis berhijab pasmina itu, sama sekali kurang menyukai kedatangan dari Dini. Apalagi melihat penampilan serba minim yang ditunjukkan oleh Dini. Fitri sama sekali kurang menyukainya. Dia menunjukkan wajah jutek saat berpapasan dengan Dini di depan pintu rumah.Merasa tidak ada yang salah dengan dirinya, Dini sama sekali tidak mempersoalkan respon yang ditunjukkan oleh Fitri terhadap dirinya. Bukan hal yang mudah bagi penduduk desa yang terkenal islami melihat penampilan dari Dini. Tetapi ini yang mungkin akan di dapat oleh Dini."Kamu mau kemana?" tanya Fitri tetap ketus."Saya mau masuk ke dalam," jawab Dini dengan singkat.Bi Sanih pun datang, dia pun segera menjelaskan pada Fitri akan kedatangan dari Dini ke rumah. Namun Fitri tetap kurang suka dengan kedatangan dari Dini ke rumah tersebut. Sekalipun rumah itu adalah rumah milik bi Sanih."Nenek mau rumah kita di jadikan tempat tinggal perempuan seperti ini. Nenek tidak takut, jika rumah kita akan dijadikan tempat maksiat oleh perempuan ini?" tanya Fitri dengan wajah kesal."Jaga bicaramu Fitri. Tidak seharusnya kamu mengatakan hal tersebut pada Dini. Jangan pernah merasa suci untuk apapun. Sejatinya kita pendosa yang masih terjaga saja," ucap bi Sanih dengan penuh amarah.Tentu saja Fitri terlihat kurang senang dengan apa yang terjadi. Mengingat bi Sanih akan lebih membela Dini di banding dengan Fitri. Padahal Fitri adalah cucunya sendiri, darah daging dari bi Sanih. Tetapi bukan tidak mungkin bi Sanih lebih membela Dini yang merupakan anak majikannya.Tidak ingin semakin sakit hati, Fitri segera pergi meninggalkan rumah. Di mana itu lebih baik dilakukan oleh Fitri dalam kondisi seperti ini. Sebab dia akan dianggap salah oleh bi Sanih. Itu yang membuat Fitri merasa kurang nyaman dengan situasi yang ada.Tidak peduli Fitri, bi Sanih pun segera meminta Dini dan Deni untuk beristirahat di dalam rumah. Di mana mungkin keduanya ingin segera merebahkan tubuh masing-masing. Mengingat perjalanan yang cukup jauh yang mereka berdua sudah tempuh.Dini tentu saja beristirahat di sebuah kamar yang sudah disiapkan oleh bi Sanih. Sementara Deni yang akan segera melanjutkan perjalanan pulang, hanya merebahkan tubuh di atas sofa saja. Dini pun terlihat begitu antusias untuk bisa berada di dalam kamar. Membayangkan kembali wajah Fachri yang ia temui dalam perjalanan menuju rumah bi Sanih.Dini langsung tersenyum saat dia menutup rapat pintu kamar. Dia pun menyandarkan tubuhnya ke pintu kamar. Di mana Dini langsung terbayang akan wajah tampan dari Fachri saat mulai menatap wajahnya."Entah kenapa aku mulai terbayang akan wajahnya. Pria itu, benar-benar membuatku hampir gila. Semoga saja aku bisa kembali bertemu dengan pria itu. Aku menyukai tutur katanya. Lembut, tentu enak untuk didengar." ucap Dini tersenyum.Namun saat Dini mulai terbayang wajah Fachri. Ingatan dari Dini kembali ke masa pendekatan dengan Rehan. Hal yang sama dirasakan oleh Dini. Di mana Dini mulai merasa begitu gembira saat pertama kali bertemu dengan Rehan. Hingga akhirnya mereka bisa jatuh hati. Dan Dini menjadi begitu tergila-gila akan Rehan."Aku harus belajar dari apa yang terjadi padaku. Rehan harusnya menjadi gambaran, bagaimana aku harus bisa jauh lebih baik lagi dalam mencari sosok yang akan aku pilih sebagai pasangan. Aku tidak ingin bodoh lagi, karena cinta. Aku harus pakai logika untuk bisa jauh lebih baik lagi." ucap Dini.Dini segera menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Tidak seperti di kamar yang biasa ditempati oleh dirinya. Kasur di kamar ini terasa keras, begitu juga dengan aroma bantal dan guling yang kurang sedap. Sedikit membuat Dini merasa kurang nyaman. Apalagi ini akan menjadi tempat yang Dini habiskan untuk beristirahat di kala dia sedang lelah."Tidak apalah, mungkin aku harus beradaptasi dengan kondisi kamar seperti ini. Jika aku sudah bisa beradaptasi. Aku yakin, aku bisa untuk hidup dengan situasi seperti ini." ucap Dini dengan penuh keyakinan.Gus Fatur sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kiayi Musthofa yang merupakan ayahnya sendiri. Hampir setengah gelas teh yang dihidangkan di atas meja. Sudah nyaris habis diminum olehnya. Entah Gus Fatur yang sedang haus, atau memang dia mulai tegang. Sebab hari ini adalah keputusan yang akan diambil oleh kiayi Musthofa dalam izin pembangunan vila di belakang pesantren. Gus Fatur terlihat begitu sumringah, saat kiayi Musthofa yang diantar oleh Khadijah datang menemui dirinya. Gus Fatur yang tidak ingin kehilangan momen untuk bisa membuat ayahnya setuju dengan keinginan dari dirinya. Bersikap begitu ramah. Dia pun langsung menghampiri kiayi Musthofa untuk menggandengnya duduk di atas kursi, samping Gue Fatur. Khadijah yang tidak setuju dengan pembangunan vila. Terlihat kurang senang melihat cara Gus Fatur yang berusaha merayu ayahandanya. Apalagi cara yang dilakukan oleh Gus Fatur adalah cara klasik orang-orang munafik. Khadijah pun mulai menunjukkan sikap yang begitu tegas dalam me
Pertama kali merasakan pagi di desa. Rasanya kurang, jika hanya di habiskan untuk berdiam diri di rumah saja. Mungkin dengan berkeliling desa dengan keindahan hamparan sawah dan pegunungan. Bisa membuat mata menjadi segar. Kesempatan yang baik ini, tidak akan di lewatkan oleh Dini. Apalagi pagi ini, matahari terlihat begitu indah terbit dari arah timur. Mengisyaratkan hari yang cerah nan indah akan segera di mulai. Dini mengajak bi Sanih untuk pergi bersama dengan dirinya. Tetapi tawaran dari Dini di tolak mentah-mentah oleh bi Sanih. Masih ada menu sarapan sehat yang harus di siapkan oleh bi Sanih untuk Dini dan Deni. Sehingga bi Sanih harus mempersiapkan sebaik mungkin. Bi Sanih pun memanggil Fitri untuk menemani Dini melakukan aktivitas pagi. Mungkin saja Fitri bersedia untuk pergi bersama dengan Dini. Perjalanan yang sudah pasti akan menyenangkan bagi Fitri dan Dini. "Ada apa Nek?" tanya Fitri dengan sedikit ketus. "Kamu antar mbak Dini untuk jalan-jalan memutari desa. Dia in
Merasa tertolong dengan bantuan dari Fachri dan para santri saat berada di dalam hutan. Dini meminta pada bi Sanih, untuk memasak makanan yang cukup banyak untuk diberikan pada para santri di pesantren milik kiayi Musthofa. Dini sendiri yang akan mengantar makanan itu ke pesantren. Dengan kaos tangan panjang serta rok berwarna biru yang panjang juga. Dini terlihat begitu antusias untuk segera memberikan makanan yang dibuat bi Sanih untuk para santri. Berbekal rute yang di berikan oleh bi Sanih. Dini pun terlihat begitu antusias untuk bisa segera tiba di pondok pesantren. Bertemu dengan Fachri dan para santri. Sebenarnya bi Sanih meminta Fitri untuk mengantar Dini pergi. Tetapi Fitri menolak permintaan dari bi Sanih. Dengan dalih capek, Fitri merasa tidak bisa untuk mengantar Dini ke pesantren. Sehingga Dini pergi sendiri ke pesantren dengan membawa dua rantang makanan. Perjalanan Dini menuju pesantren, tidak ada kendala apapun. Dia merasa begitu gembira untuk bisa tiba di pesantren
"Assalamualaikum," salam Fachri sebelum pergi dari hadapan Dini. Dini yang tidak tahu cara membalas salam dari Fachri. Terlihat bingung untuk membalas salam dari Fachri tersebut. Dia hidup dengan orang-orang yang jauh dari nilai-nilai keagamaan. Itu yang membuat Dini bingung untuk menjawab salam dari Fachri. Fachri yang sudah hampir pergi. Kembali menahan diri untuk tidak langsung pergi. Sebab dia belum mendapat balasan dari Dini. Fachri pun merasa kurang afdol, saat Dini belum juga membalas salam yang diucapkan olehnya. "Kenapa kamu tidak membalas salam dariku?" Dini menggaruk kepalanya, menunjukkan ekspresi bingung. kemudian berkata, "Aku bingung membalas salam darimu. Apa yang harus aku katakan. Aku tidak tahu. Wakalam, atau apa. Aku sering mendengar, tapi aku tidak bisa mengucapkan itu. Sebab aku memang tidak pernah mengucapkan kata tersebut." Fachri pun menyadari akan Dini yang memang bukan berasal dari keluarga religius. Sehingga ia sama sekali tidak paham dengan jawaban da
Sebagai seorang pengajar di pesantren. Umi Salamah adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang cukup luas. Apalagi materi pelajaran yang diberikan oleh Umi, panggilan akrab Umi Salamah adalah matematika. Tentu saja materi yang sulit untuk bisa diajarkan oleh sebagian orang. Umi pun terkenal akan sikap tegas serta cara mengajar yang begitu konsisten. Tidak heran Umi banyak di segani oleh para santri. Pasca kematian dari suaminya, lima tahun yang lalu. Umi hingga kini lebih memilih untuk tetap menjanda. Belum ada sosok yang menurutnya sesuai dengan apa yang di harapkan oleh Umi. Sudah banyak pria yang mengajak Umi untuk ta'aruf. Tetapi Umi tetap menolak ajakan dari para pria tersebut. Mengingat standar tinggi yang di berikan oleh Umi pada setiap pria. Sehingga mereka tidak memenuhi persyaratan yang Umi inginkan. Dua tahun terakhir, perasaan Umi pada Gus Fiment begitu terasa. Umi mulai merasakan hal berbeda pada calon pemimpin pesantren tersebut. Umi Salamah menyukai sikap lembut yan
Gus Fatur hanya bisa menunduk saat pak Hamzah yang merupakan investor yang bekerjasama dengan dirinya masuk ke dalam ruangan. Gus Fatur udah tidak bisa membayangkan, bagaimana kemarahan dari pak Hamzah pada dirinya. Apalagi Gus Fatur sudah berjanji pada pak Hamzah. Sehingga janji dari Gus Fatur sudah seharusnya di tepati pada pak Hamzah. Pak Hamzah menyalakan rokok terlebih dahulu. Baru setelah itu dia duduk di hadapan Gus Fatur yang terlihat begitu gugup saat bertemu dengan pak Hamzah. Pak Hamzah pun langsung mengirimkan asap tepat ke wajah Gus Fatur. Sontak Gus Fatur langsung batuk oleh asap rokok yang di kirim oleh pak Hamzah. Pak Hamzah tertawa melihat Gus Fatur yang batuk oleh ulah dirinya. Dia merasa Gus Fatur seorang yang begitu lemah. Dia harus batuk oleh asap rokok yang disemburkan padanya. Padahal asap rokok itu hal biasa bagi pak Hamzah. "Saya pikir Gus Fatur itu seorang yang kuat. Ternyata cuman sama asap rokok saja, Gus Fatur sudah batuk-batuk. Lemah banget Gus," ujar
Dini merasa sudah tidak sabar untuk ikut dalam kajian dari Gus Fiment. Selain ingin mendengar setiap kata bijak dan nasehat yang disampaikan oleh Gus Fiment. Dini juga ingin menyejukkan matanya, dengan melihat wajah tampan dari Gus Fiment. Melihat wajah tampan Gus Fiment, tentu sedikit membuat Dini bisa merasa segar. Apalagi wajah Gus Fiment tidak bosan untuk dilihat. Tidak heran, Dini pun berharap bisa melihat wajah tampan dari Gus Fiment tersebut. Kembali mengenakan jilbab pemberian dari Fachri. Dini sudah tidak sabar untuk berada di dalam mushola. Tempat Gus Fiment memberikan kajian. Ini benar-benar tidak pernah Dini bisa bayangkan, di mana dirinya akan kembali bertemu dengan sosok Gus muda yang begitu mempesona. Tiba di depan gapura pesantren, Dini terlihat bingung. Dia merapikan kembali hijab yang dikenakan. Melihat wajahnya di handphone yang ada digenggaman tangan. Dini tidak ingin terlihat buruk saat bertemu dengan sosok Gus Fiment yang begitu mempesona di matanya. Seorang s
Tiba di rumah bi Sanih, Dini pun langsung menghampiri Deni yang sedang bermain game online di handphone. Dini yang terlihat begitu gembira, langsung menarik perhatian dari Deni. Ia tidak menyangka, Dini akan bisa bahagia secepat ini. Hal yang tidak di duga oleh Deni akan Dini. "Kamu bahagia habis bertemu dengan Fachri?" tanya Deni tetap bermain game. "Bukan. Aku tidak bertemu dengan dia hari ini," jawab Dini. Bi Sanih datang membawa sepiring pisang goreng. Juga segelas kopi yang di minta oleh Deni. Bi Sanih dengan rasa penasaran, juga bertanya orang yang membuat Dini terlihat begitu gembira di hari ini. "Jika bukan Fachri. Lantas siapa yang membuat seorang Dini bisa tersenyum sumringah seperti ini?" Dini memperbaiki posisi duduknya. Dia terlihat mulai merapikan sofa tempat dia duduk. Sebelum dia mulai bercerita bagaimana dirinya bertemu dengan Gus Fiment. Sosok pria yang menurut Dini begitu sempurna. Kedewasaan serta tutur kata dari Gus Fiment yang begitu indah. Semakin membuat D
Dini terlihat begitu cantik saat mengenakan kebaya berwarna putih. Begitu juga dengan Gus Fiment yang terlihat begitu tampan dengan jas berwarna hitam serta kemeja putih. Tidak lupa, sarung dengan kualitas bahan yang prima di kenakan oleh Gus Fiment. Itu semakin membuat Gus Fiment terlihat begitu tampan. Hal yang tidak pernah di duga oleh banyak orang.Beberapa Santriwati mulai tertarik dengan penampilan dari Gus Fiment yang terlihat mempesona. Mereka tidak jemu melihat bagaimana seorang Gus Fiment yang terlihat begitu tampan dengan gaya maskulin yang terlihat begitu berwibawa. Penampilan ciamik yang di perlihatkan oleh Gus Fiment. Semakin membuat banyak santriwati tertarik akan ketampanan dari Gus Fiment.Seorang penghulu sudah di siapkan untuk mewakili pak Suprapto sebagai wali dari Dini. Penghulu itu terlihat sudah begitu siap untuk mengawal pernikahan dari Gus Fiment dan Dini.Khadijah serta anggota keluarga lainnya juga, sudah tidak sabar untuk segera menyaksikan ijab qobul yang
Datang dengan kiayi Musthofa dan Khadijah. Gus Fiment tampil gagah dengan sebuah baju Koko serta celana panjang hitam. Tidak lupa, peci hitam semakin menambah ketampanan dari Gus Fiment di malam ini. Tidak ada pemberitahuan sebelumnya pada Dini. Gus Fiment datang ke rumah Dini dengan modal nekat saja. Ini kesempatan yang cukup bagus. Mengingat masih ada kembaran dari Dini, yakni Deni. Begitu juga dengan pak Suprapto yang belum pulang ke rumahnya di Jakarta.Tiba di depan rumah Dini, Gus Fiment dengan suara merdunya mulai mengucapkan salam. Ada sedikit rasa gugup yang di rasakan oleh Gus Fiment. Tetapi dia tetap percaya diri untuk bisa mendapatkan cinta Dini. Meminang Dini sebagai istrinya.Dini langsung di buat terkesima dengan penampilan dari Gus Fiment. Dini melihat penampilan dari Gus Fiment begitu mempesona. Apalagi Dini menyukai peci hitam yang di kenakan oleh Gus Fiment. Peci itu begitu ciamik berpadu dengan baju koko yang di kenakan oleh Gus Fiment. Semakin memperlihatkan bagai
Ikhlas, tetapi sakit hati tetap di rasakan oleh seorang Fachri. Di sadar, tidak mungkin dirinya akan memaksa Dini untuk bisa cinta pada dirinya. Tidak mungkin juga bagi seorang Fachri untuk bisa mendapatkan cinta dari Dini. Tentu ada pertimbangan yang harus di lakukan oleh Dini akan Fachri. Itu hal yang tidak mudah. Tetapi Fachri selalu berusaha untuk tetap tegar dengan segala hal yang di rasakan. Menikmati semuanya dengan ikhlas. Sekali pun untuk tetap di posisi ikhlas bukan hal yang mudah. Mengingat banyak hal yang sudah di lakukan dengan Dini. Menghapus sebagian kenangan dengan Dini adalah bagian paling sulit yang tidak bisa dengan mudah di lakukan oleh Fachri.Fachri sudah tiba di Mesir dengan versi dia yang baru. Fachri berharap sudah tidak ada lagi rasa sakit yang di rasakan oleh Fachri seperti apa yang di rasakan oleh dirinya saat berada di Indonesia. Bertemu dengan Dini adalah hal yang paling menyakitkan bagi seorang Fachri. Tidak heran dia begitu merasa terbebani saat kembali
Khadijah terlihat begitu santai dengan sebuah buku di tangan kanannya. Begitu juga dengan kiayi Musthofa, yang terlihat menikmati suasana sore ini dengan sebuah buku tebal. Hobi keduanya yang sama-sama membaca, membuat suasana sore mereka di habiskan untuk membaca buku dari penulis terkenal di dunia. Melihat suasana sore yang hangat. Ini akan menjadi kesempatan yang cukup baik bagi Gus Fiment untuk bisa berdiskusi dengan mereka berdua. Tidak hanya diskusi kecil saja. Melainkan sebuah saran di harapkan oleh Gus Fiment dari keduanya. Permintaan dari Fachri tentu bukan permintaan yang biasa. Di mana Fachri menitipkan seorang Dini pada Gus Fiment. Fachri berharap Gus Fiment bisa menjaga seorang Dini seperti apa yang di minta oleh Fachri. Itu tugas yang tidak mudah. Tetapi Gus Fiment akan tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik dari permintaan seorang Fachri.Gus Fiment terlihat malu-malu saat tiba-tiba duduk di samping Khadijah. Pandangan matanya tidak mampu menatap ke arah Gus kia
Pak Suprapto sudah merapikan seluruh pakaiannya ke dalam koper. Ini adalah hari terakhir dia berada di desa. Di mana pak Suprapto siap kembali ke kota untuk menjalani kehidupan sebagai orang kota. Sudah rasanya bagi pak Suprapto untuk berada di desa. Menikmati setiap panorama yang ada di desa. Ini pengalaman yang paling menyenangkan di rasakan oleh pak Suprapto. Sehingga ia merasa ini adalah hal yang cukup menyenangkan untuk di rasa.Dini terlihat bersedih, saat melihat Deni sudah mulai memanaskan mobilnya. Deni siap kembali pulang ke kota, membawa pak Suprapto juga dalam perjalanan ke rumahnya tersebut. Hal yang cukup membuat Dini merasa sedikit kehilangan dengan kepulangan keduanya."Apa kamu tidak mau tinggal seminggu lagi di sini. Aku masih pengen sama Ayah," ucap Dini dengan begitu sedih."Pekerjaan Ayah siapa yang akan urus di sana. Posisi Ayah penting di perusahaan, makanya Ayah harus selalu ada di perusahaan. Tidak boleh hilang dari peredaran," ucap Deni dengan tegasnya."Tapi
Fachri berpelukan pada setiap anggota keluarganya, begitu pesawat yang akan membawa dirinya terbang. Dia meneteskan air mata pada setiap orang yang di peluknya. Memohon doa keselamatan yang akan di jalani oleh Fachri. Tentu ini akan menjadi perjalanan yang cukup panjang di tempuh oleh Fachri. Hal yang tidak biasa akan di lakukan oleh Fachri. Perjalanan yang tidak semestinya mungkin akan di lakukan oleh Fachri secara berjam-jam. Perjalanan jauh itu akan memakan waktu yang cukup panjang. Pelukan Fachri cukup lama di kiayi Musthofa. Beban berat di berikan oleh kiayi Musthofa pada seorang Fachri. Di mana Kiayi Musthofa berharap Fachri akan menjaga nama baik dari keluarga besarnya selama di Mesir nanti. Begitu juga dengan hal lain yang harus bisa di lakukan oleh Fachri. Dia harus bisa melakukan segala hal dengan sebaik mungkin. Sehingga tidak akan ada hal baru yang akan datang pada seorang Fachri. Itu cukup berkesan bagi Fachri, sehingga air matanya tidak berhenti menetes. Fachri terliha
Masih bingung dengan sikap dingin yang di tunjukkan oleh Fachri. Dini tentu tidak ingin tetap dalam rasa penasaran yang begitu besar. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya membuat Fachri terlihat begitu dingin pada dirinya. Ini sama sekali tidak sama seperti biasanya. Itu yang membuat Dini ingin tahu akan hal tersebut. Dini harus bisa menemukan jawaban dari segala persoalan yang sedang ada dalam diri Fachri.Dini mendatangi Fatimah. Orang yang mungkin bisa dia temui untuk mendapatkan segala informasi seputar pondok pesantren. Dini pun mengajak Fatimah untuk bertemu di taman. Di mana Dini sudah tidak sabar untuk tahu penyebab dari perubahan sikap dari seorang Fachri yang begitu drastis. Ini menjadi tanda tanya besar yang datang dari dalam diri seorang Dini. Sehingga ia harus tahu jawaban yang pasti dari seorang Fachri. Sikap Fachri yang tiba-tiba berubah drastis begitu saja. Tentu ada penyebab yang membuat dia menjadi dingin pada seorang Dini.Fatimah datang lebih dulu di taman. Sebelum
Sebelum keberangkatan ke Mesir. Fachri meminta bertemu terlebih dahulu dengan Gus Fatur. Tentu pertemuan dengan Gus Fatur akan menjadi sebuah pertemuan yang cukup di nanti oleh Fachri. Mengingat pertemuan dirinya tersebut akan menjadi pertemuan sekaligus meminta izin pada Gus Fatur. Bagaimana pun juga, Fachri berharap doa dari seorang Gus Fatur dalam perjalanan menuju Mesir. Mendapatkan banyak doa semakin baik di dapat oleh Fachri.Tidak hanya Fachri saja yang datang ke penjara untuk bertemu dengan Gus Fatur. Gus Fiment dan beberapa anggota keluarga lainnya, juga tertarik datang ke penjara untuk menjenguk Gus Fatur. Mereka ingin memberikan sedikit motivasi pada Gus Fatur yang saat ini dalam posisi tertekan.Khadijah yang sedikit kecewa dengan apa yang sudah di lakukan oleh Gus Fatur. Merasa apa yang telah di lakukan oleh Gus Fatur sedikit berlebihan. Mungkin ini akan sedikit lebih baik ketika Khadijah mulai merasa bisa memaafkan Gus Fatur. Sekali pun itu adalah hal yang sangat sulit d
Sempat ragu untuk melanjutkan pendidikan yang tertunda. Fachri akhirnya menerima tawaran dari keluarga besarnya untuk pergi kembali ke Mesir dalam melanjutkan pendidikan S2 yang sempat tertunda. Terlihat bagaimana raut wajah sedih masih menyelimuti seorang Fachri. Bagaimana pun juga, dia masih merasa begitu bersedih dengan kenyataan pahit yang harus di terima oleh dirinya akan perasaan dari Dini. Fachri menghampiri Gus Fiment, dia segera mengatakan pada Gus Fiment untuk tiket ke Mesir yang sudah di janjikan. Tiket yang bisa di pakai oleh Fachri kapan saja. Gus Fiment terhentak dengan permintaan dari Fachri tersebut. Dia penasaran dengan alasan dari Fachri yang akhirnya menerima tawaran dari keluarga besarnya untuk kembali ke Mesir. Mengingat Fachri yang selama ini menolak untuk kembali melanjutkan pendidikan yang sudah di jalaninya tersebut. "Ada angin apa, kenapa kamu menerima tawaran untuk kembali ke Mesir. Kamu tidak bercanda, bukan?" Tanya Gus Fiment dengan raut wajah kurang ya