Gus Fatur langsung melempar berkas yang dibawa ke atas meja. Dia terlihat begitu kecewa akan dirinya yang gagal dalam melakukan lobi terhadap kiayi Musthofa dan kedua adiknya. Padahal jika Gus Fatur sukses melakukan lobi pada ketiganya. Gus Fatur pun bisa mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Aisyah, perempuan yang lebih tua dari Gus Fatur. Menjadi sosok yang membuat Gus Fatur tunduk. Gus Fatur mencintai sosok Aisyah yang sebenarnya memiliki umur lebih tua dari dirinya. Sehingga Gus Fatur pun menikahi Aisyah. Tetapi Aisyah yang memiliki sifat yang materialistis. Kerap memaksa hal yang tidak baik pada Gus Fatur. Dia meminta banyak hal yang sebenarnya tidak mampu untuk di penuhi oleh Gus Fatur. Tetapi Aisyah kerap memaksa Gus Fatur untuk melakukan itu semua. Sehingga tidak jarang Gus Fatur melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak mampu untuk di lakukan oleh dirinya sendiri. Proyek vila di belakang pesantren, sebenarnya proyek yang di sukai oleh Aisyah. Dia melihat banyak uang yang
Menyelesaikan semua pembayaran, begitu juga dengan surat-surat yang harus segera di selesaikan. Saat itu rumah yang akan di tempati oleh Dini pun sudah siap. Sebagai tanda akhir dari kesepakatan yang ada. Deni sebagai perwakilan dari Dini, menjabat tangan pemilik sebelumnya. Di mana secara resmi, rumah itu kini menjadi milik Dini. Dini pun bisa segera berpindah dari rumah bi Sanih, menuju rumah barunya tersebut. Senang rasanya bisa bekerjasama dengan Mas Deni. Semoga adik Mas bisa betah tinggal di rumah ini," ucap pemilik rumah sebelumnya. "Semoga saja Pak. Saya pun senang, akhirnya kita bisa mencapai kesepakatan ini. Saya harap, adik saya akan senang tinggal di rumah ini. Apalagi dia akan tinggal dalam waktu yang cukup lama di sini," ucap Deni dengan penuh kebahagiaan. Setelah semuanya selesai, Deni pun segera mengabarkan pada Dini akan rumah yang akan di tempati oleh Dini sudah selesai. Kini Dini bisa segera pindah ke rumah yang baru. Meninggalkan rumah bi Sanih yang kerap dimono
Fitri terlihat kurang nyaman saat berada di salah satu salon. Dia tidak biasa pergi ke salon. Apalagi Fitri menggunakan hijab, sehingga rambutnya tidak terlihat. Fitri pun bukan tipikal perempuan yang gemar bersolek. Bagi Fitri, menjadi dirinya sendiri. Sudah jauh cantik, tidak harus bersolek secara berlebihan. Itu justru akan membuat Fitri terlihat sedikit aneh. Gerah dengan suasana salon yang tidak memiliki pendingin ruangan. Fitri segera keluar dari dalam salon. Dia mencari udara segar, dengan duduk di depan salon. Mungkin Fitri bisa bertemu dengan banyak orang baru di depan salon. Mulai bosan, Fitri segera merogoh kantong celana. Di mana ia menyimpan dengan baik handphone mahal yang dibelikan oleh ibunya. Fitri pun siap berselancar di internet dalam mencari hiburan. Sehingga dia tidak akan bosan menunggu temannya yang sedang perawatan di dalam salon. Beberapa aplikasi sudah dibuka oleh Fitri. Tetapi rasa bosannya tetap ada. Sehingga Fitri pun mulai berpikir untuk meninggalkan t
Berjarak5 kilometer dari rumah barunya. Dini terlihat begitu bersemangat untuk bisa pergi ke pasar. Apalagi Dini harus segera bisa memenuhi kebutuhan pokok yang harus dibeli oleh dirinya. Dini yang pergi bersama dengan bi Sanih. Terlihat begitu antusias saat menumpang pada angkutan umum. Di mana ini adalah kali pertama bagi Dini untuk bisa pergi ke pasar tradisional. Tempat ia mendapatkan banyak bahan pokok untuk keperluan masaknya. Tiba di pasar, Dini dan bi Sanih langsung pergi ke tempat ikan segar. Dini begitu menyukai menyantap makanan dari ikan. Tidak heran, Dini pun langsung mengajak bi Sanih untuk pergi ke tempat ikan. Tiba di tempat penjual ikan, Dini bertemu dengan Khadijah. Di mana terlihat sedang memilih ikan mas. Ikan kesukaan dari Gus Fiment. Khadijah terlihat begitu telaten dalam memilih ikan mas yang akan dibeli oleh dirinya. Tidak heran, ia pun begitu menikmati suasana tempat yang bising oleh para pedagang dan pembeli dalam menjajakan barang dagangan mereka. Bi Sani
"Alhamdulillah," ucap Dini sembari menutup wadah berisi ikan bakar dan nasi hangat. Bi Sanih terlihat begitu gembira akan Dini yang sudah mulai terbiasa dengan kata-kata islami. Tidak heran, bi Sanih pun terlihat gembira dengan apa yang disampaikan oleh Dini. Apalagi Dini dari dulu, bukan seorang yang dikenal islami. Mendengar Dini mengucapkan kata-kata islami, tentu menjadi satu hal yang berbeda dirasakan oleh bi Sanih. "Bibi do'akan, semoga Gus Fiment suka sama masakan kamu," ucap bi Sanih. "Aamiin Bi. Dini juga berharap begitu. Jika Gus Fiment suka dengan masakan Dini. Dini akan semakin semangat lagi untuk belajar masak. Sehingga Dini bisa masak menu yang lain untuk Gus Fiment," terang Dini. Waktu jam makan siang hampir tiba. Dini harus segera rapi-rapi untuk mengantarkan menu ikan mas bakar yang telah dibuatnya. Dini merasa ini adalah hari yang paling indah. Di mana ia akan memberikan menu makan siang untuk Gus Fiment. Bi Sanih memberikan beberapa koleksi hijab miliknya pada
Fachri terlihat begitu gugup saat berhadapan dengan ayah serta kakeknya. Hari ini adalah keputusan berat yang akan diambil oleh Fachri. Antara melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau memilih untuk menjadi pengajar di pondok pesantren. Gus Fiment berharap Fachri akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dia ingin Fachri yang melanjutkan cita-cita dari Gus Fiment untuk mendapatkan gelar doktor yang sempat tertunda. Tidak berbeda dengan Gus Fiment, hal yang sama dirasakan oleh kiayi Musthofa. Di mana beliau berharap Fachri akan melakukan pendidikannya di Mesir. Sama seperti yang diharapkan oleh Gus Fiment, kiayi Musthofa juga berharap Fachri akan mendapatkan gelar doktor. "Bagaimana Fachri, apa kamu akan melanjutkan pendidikan kamu ke magister. Kakek berharap kamu akan melanjutkan pendidikan S2 kamu," ucap kiayi Musthofa. "Abi juga berharap demikian Fachri. Abi ingin kamu melanjutkan pendidikan magister kamu. Bahkan Abi berharap kamu akan mendap
Fachri terlihat merenung di atas ayunan besi di taman. Sesekali Fachri mengayunkan dengan dorongan yang pelan. Menikmati desir angin yang berhembus seirama dengan arah ayunan yang diayunnya. Fachri masih belum bisa menjelaskan keputusan dari dirinya untuk tidak melanjutkan pendidikan di Mesir. Merengkuh gelar magister yang diharapkan oleh seluruh keluarga besarnya. Dari arah pintu masuk taman, Dini yang penasaran dengan luas taman yang belum sempat dia kunjungi. Terlihat begitu penasaran dengan taman yang mempesona. Dini segera mendatangi taman untuk menikmati setiap hal yang ada di sana. Ia terlihat begitu gembira akan suasana taman yang sejuk dan meneduhkan hati. Dini menghela napas panjang, sebelum menghembuskan. Dini terlihat begitu gembira untuk segera memasuki area taman. Namun baru melangkahkan kaki di area taman. Dini melihat Fachri yang sedang duduk termenung di atas ayunan. Sontak Dini pun langsung penasaran dengan apa yang di lakukan oleh Fachri. Dini yang sedang gembira,
Melihat sajadah Gus Fiment yang sedang di jemur di belakang pesantren. Tiba-tiba Umi Salamah mulai berpikir hal lain. Dia mulai berpikir akan dirinya yang akan bisa menyentuh sajadah besar milik Gus Fiment. Tentu Umi Salamah akan shalat bersama dengan Gus Fiment di sajadah besar tersebut. Sebab hanya Gus Fiment dan calon istrinya saja yang bisa shalat di sajadah itu. Itu yang diimpikan oleh Umi Salamah, bisa berada di atas sajadah itu bersama dengan Gus Fiment. "Mudah-mudahan saja, suatu saat nanti. Aku bisa sujud di atas sajadah itu bersama dengan Gus Fiment. Sepertinya akan jadi sebuah kenyamanan yang akan aku rasakan," ucap Umi Salamah dengan raut wajah tersenyum. Umi Salamah langsung terkejut dengan kedatangan dari Dania. Ia seorang pengajar di pesantren juga, tidak heran kedatangan dari Dani secara tiba-tiba. Membuat Umi Salamah terkejut bukan main. Apalagi Dania menghampiri Umi Salamah, ketika Umi Salamah sedang membayangkan dirinya Yang berada di atas sajadah Gus Fiment. Sont