Langkah kaki Anna terhenti, dia menoleh ke arah Eric dengan tatapan penuh tanya. Tetapi pria itu hanya membalasnya dengan sebuah senyuman. Sembari terus memeluk tubuh Anna, membawanya pergi dari sana. Ketika mereka telah sampai di dalam mobil, Anna termenung sebentar, sampai akhirnya Liam datang dan masuk ke kursi kemudi, barulah dia tersadar. Anna menoleh pada Eric kemudian berkata, "Eric, sepertinya kita harus kembali. Aku merasa ada sesuatu yang tidak benar sudah terjadi di sana."Eric tidak langsung menjawab perkataannya, dia memandang Anna, sedikit memiringkan kepala sembari terus menatap tanpa mengeluarkan suara. "Eric," Anna menggoyangkan lengan Eric, "Ayo, kita lihat apa yang telah terjadi!" ajaknya. "Kau masih mencintainya?""Apa?""Pria itu, apa kau masih mencintainya?"Seketika Anna sadar dengan seseorang yang dimaksud suaminya. Dia menegakkan punggung, lalu menjawab, "Aku sudah tidak mencintainya. Sekarang, ayo pergi dan lihat apa yang terjadi.""Untuk apa?"Kening Ann
Laura sangat kesal menyadari dirinya sudah tidak berdaya. Melawan Eric, dia sangat sadar bahwa dirinya tidak mampu. Ayahnya saja sudah dibuat hancur, apalagi dia yang sama sekali tidak memiliki kekuatan apapun.Kemudian dengan hati yang dipenuhi oleh amarah, Laura langsung pergi dari sana meninggalkan suaminya. Sekarang dia bahkan sudah tidak peduli lagi bagaimana perasaan Carlos terhadapnya. Tujuannya memenangkan hati Carlos, adalah untuk mengalahkan Anna. Dia sama sekali tidak terima jika gadis itu memiliki sesuatu yang lebih baik darinya.Namun, tanpa dia ketahui, Anna malah sudah menikah dengan seorang pria yang merupakan pewaris dari kerajaan bisnis terkenal di negeri ini. Pencapaiannya dalam menikahi Carlos, tentu saja menjadi hal yang percuma. Laura sekarang sudah berada di kamar pengantinnya. Melihat dekorasi yang sangat cantik membuat hatinya menjadi semakin marah. Laura berteriak dengan kesal, melempar apapun yang bisa dilempar. Untung saja kamar ini kedap suara, sehingga
"Anna, kau kenapa?" Mendengar suara itu, seketika membuat Anna membuka kedua mata. Dia menurunkan tangan dan melihat Eric yang sudah terlihat dengan jelas berada di depannya. Saat itulah dia baru bisa bernapas lega, ternyata siluet hitam itu adalah suaminya. "Kau tidak apa-apa?" Eric kembali bertanya ketika Anna tak kunjung menjawab pertanyaannya. Anna memaksakan senyuman, dia menganggukkan kepala. Tidak mungkin dia berkata dengan jujur bahwa suasana tadi berubah menjadi menyeramkan. Siluet hitam yang dia kira adalah sebuah penampakan, ternyata adalah suaminya. Eric menuntun Anna duduk di kursi makan, mengambilkan air minum lalu duduk di sampingnya. Pria itu menunggu Anna sampai selesai menetralkan perasaannya. Melihat perhatian Eric yang sangat nyata, seketika membuat Anna semakin merasa malu. Seketika dia teringat dengan pernyataan cinta yang diucapkan olehnya. Tetapi dia saja yang memang masih sulit untuk membuka hati setelah dipatahkan berkali-kali oleh pria lain. "Kena
Anna mendengus, dia memalingkan wajah, enggan menatap suaminya. Pria ini, kenapa bisa terlihat begitu mempesona dan menyebalkan di satu waktu yang bersamaan?"Jangan terlalu percaya diri! Aku tidak akan jatuh cinta padamu!" Anna berkata dengan penuh percaya diri. Sebelumnya dia sangat mencintai Carlos dan berakhir dengan patah hati. Selain itu, karena cinta, orang tuanya juga berakhir tragis. Anna sangat yakin bahwa dia tidak akan bisa lagi membuka hatinya untuk pria lain. Jadi sangat yakin berkata bahwa dia tidak akan jatuh hati pada sang suami. Eric menatap Anna dengan senyuman, kedua tangannya masih lihai memotong sayuran, "Kau sudah sesumbar seperti itu, tapi lihat saja ke depannya nanti. Akan kubuat kau jatuh ke dalam pelukanku."Anna berdecak ketika mendengarnya, dia memilih untuk memainkan ponsel sembari menunggu makanannya matang. Tepat pada saat itu, dia mencium aroma wangi masakan. Seketika dia mengangkat kepala dan melihat sebuah atraksi yang diperlihatkan suaminya. Eric
Anna menutup pintu kamarnya dengan perlahan. Menyandarkan tubuhnya di balik pintu dan seketika itu juga senyuman di wajahnya terkembang. Dia mengingat perlakuan Eric yang sangat perhatian padanya. Pria ini, nampak tidak main-main dengan perasaannya. Seperti yang dia katakan adalah memang kenyataan. Namun, Anna sudah berkali-kali ditipu mengenai perasaan seseorang. Orang yang dia kira tidak akan menyakitinya, malah menjadi orang yang paling membuatnya tersiksa. Membuat dia sangat kecewa dan berujung hilangnya kepercayaan dirinya. Anna tidak mau lagi memberikan kepercayaannya dengan mudah. Dia tidak mau lagi merasa kecewa dengan seseorang. Anna tidak siap jika kebahagiaan yang dia rasakan adalah kebahagiaan semu seperti sebelumnya. Anna menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan menuju ranjang dan memilih untuk beristirahat dengan cepat. Masalah hari ini, biar dia pikirkan esok hari. Saat ini pikirannya sudah terlalu lelah dengan permasalahan yang telah
Anna mengerjapkan kedua matanya, dia tersadar setelah beberapa kali Eric memanggil namanya. Pria ini hanya sedang dinas beberapa hari di luar kota tetapi entah kenapa dia malah merasa kehilangan. Seperti hatinya menjadi kosong dan terasa hampa. "Ya, aku masih di sini," jawab Anna. "Ehm ... berapa hari kau di sana?" tanya Anna ragu-ragu. "Kenapa? Apakah kau sudah merindukanku?"Anna berdecak, "Sudahlah! Lupakan saja! Anggap aku tidak pernah mempertanyakannya.""Mana bisa seperti itu? Kau sudah mengatakannya dan aku juga sudah mendengarnya. Tidak bisa kulupakan begitu saja!" "Kalau begitu, jawab saja tanpa harus menggodaku!" sergahnya kesal. "Kau merindukanku, benarkah?" "Tidak!""Katakan saja dengan jujur, kau merindukanku, bukan?" Eric semacam mendapatkan kesenangan baru dengan menggoda Anna. Mendengar suara istrinya yang merengut kesal, membuat hatinya menjadi bahagia."Kututup telfonnya!"Panggilan langsung diputus begitu saja tanpa mendengar jawaban Eric. Anna menggerutu semba
"Pantas saja dia mengirimku ke kota ini," Eric mencibir. Padahal sudah lama sekali dia ditugaskan di luar kota. Biasanya sang ayah akan menyuruh Jason yang berangkat, tetapi tiba-tiba malah Eric yang disuruh melaksanakan tugas yang bahkan tidak berhubungan dengan proyek yang sedang dia kerjakan. Eric melirik sinis ke arah Liam, "Kenapa kau baru mengatakannya setelah kita berada di sini?""Maaf, Tuan. Saya juga baru mengetahui kebenarannya," Liam menundukkan kepala, saat ini tatapan Eric sangat berbeda dari sebelumnya ketika tuannya itu sedang menelpon istrinya. Untuk pertama kalinya dia melihat wajah Eric yang biasa dingin menjadi hangat. Pria yang tidak pernah tersenyum, tadi malah jelas sekali tertawa meski tidak terlalu besar suaranya. Ketika dia membicarakan tentang ayahnya, perubahan ekspresi sangat jelas terlihat. Eric tentu saja tidak senang dengan hal yang dia laporkan. Eric memejamkan kedua mata, dia memijat pelipisnya untuk mengurangi rasa sakit di kepala. Pria tua yang
Setelah keluar dari restoran, Anna langsung mengambil ponselnya dan menekan nomor sang kakak. Dia terus saja menelepon Clarissa tetapi tentu saja tidak dijawab. Saat ini kakaknya itu pasti sedang berada di lokasi syuting. Jadi dia berniat untuk pergi menghampiri.Ketika dia baru saja sampai, melihat Clarissa berada di dalam sebuah tenda yang sedang dirias, dia langsung berjalan menghampirinya."Maaf, bisa tinggalkan kami berdua?" Anna bertanya pada penata rias dan juga manajer Clarissa. Clarissa melihat Anna dengan sinis, lalu beralih pada sang manajer, "Tunggu di luar!" Setelah hanya ada mereka berdua, Clarissa tanpa melihat Anna, mengambil bedak padat dan mengoleskan bedak itu ke wajahnya. Dia bersikap seperti tidak ada Anna, hanya ada dia ruangan make up. "Apa tujuanmu ikut dalam film ini?" Anna langsung bicara ke inti. "Tentu saja karena aku ingin," jawab Clarissa tak acuh. "Apakah kau tidak tahu bahwa film ini adalah film pertama yang menggunakan naskahku?" Anna berharap, ba
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn