Eric menatap Jason dengan pandangan dingin, aura di sekelilingnya mendadak suram. Sejak awal dia sudah menduga bahwa inilah yang akan terjadi. Begitulah kakak tirinya, tidak akan pernah mau menerima kekalahan. Jason akan melakukan segala cara demi mendapatkan keinginannya. Para pemegang saham lainnya mulai ricuh, beberapa ada yang menyetujui perkataan Jason. Beberapa lainnya memilih diam dan sibuk dengan pilihannya. "Keputusanku sudah bulat!" Kericuhan yang ada di ruang rapat itu mendadak berhenti ketika suara Edmund terdengar. Edmund tidak menerima lagi sanggahan atas keputusan yang telah dipilihnya, "Jika di antara kalian ada yang tidak setuju dengan keputusanku, silakan datang dan beritahu aku alasan yang masuk akal kenapa aku tidak bisa memilih Eric sebagai penerusku!" Para pemegang saham ditantang seperti itu tentu saja menjadi tidak berani. Kebanyakan dari mereka tahu bagaimana kinerja Jason dan juga Eric. Beberapa pendukung Jason juga sebenarnya sudah di lobi olehnya. Teta
"Kami sudah berhasil memompa isi perutnya. Syukurlah Nyonya Anna sudah melalui masa kritis. Tapi kami akan tetap melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab Nyonya Anna sampai seperti ini." "Apakah kami bisa melihat keadaannya?" Vania bertanya, dia sudah ingin sekali untuk masuk dan melihat menantu kesayangannya. "Boleh, tapi harap tenang. Nyonya Anna membutuhkan waktu untuk beristirahat," setelah mengucapkan beberapa kata, dokter langsung pergi dari sana. Sementara Eric, dia hanya diam saja sembari memikirkan cara terbaik untuk membalas dendam atas rasa sakit yang diberikan oleh mereka. Dia tidak terima Anna sudah dibuat seperti sekarang. Mata dibalas mata, itulah prinsip hidup yang dijalaninya. "Eric, masuk dan lihatlah keadaan istrimu. Mama yakin saat ini dia membutuhkan kehadiranmu," ucap Vania, meski dia sebenarnya ingin masuk tetapi pendampingan dari seorang suami sangat dibutuhkan oleh istri. Sepanjang dia menikah dengan Edmund, Vania selalu saja ditin
Dokter mendengar ketukan di pintu ruangannya, segera membuka dan mempersilakan Eric untuk masuk. Dokter memang sudah menunggu kedatangan Eric sejak dia selesai melakukan pemeriksaan terhadap pasiennya, Anna. "Beritahu aku apa yang terjadi pada istriku. Kenapa kamu sampai memintaku untuk datang?" Eric langsung masuk ke inti pembicaraan.Dokter di depannya ini bukanlah dokter sembarangan yang dia bayar untuk mengobati istrinya. Dokter terhebat yang ada di negeri ini bahkan sampai dicari di luar negara. Tidak banyak orang yang bisa membayarnya tetapi Eric sudah mengeluarkan banyak sekali uang demi kesembuhan Anna.Dokter tersebut meminta Eric untuk duduk terlebih dahulu. Kemudian mulai mengeluarkan sebuah amplop coklat dan memberikannya pada Eric. "Apa ini?" "Ini adalah hasil pemeriksaan kesehatan Nyonya Anna yang kami lakukan," jawab dokter, mempersilakan Eric untuk segera membuka amplop itu.Eric membukanya, ada beberapa istilah dalam dunia kesehatan yang tidak dia pahami. Jadi, Eri
Edmund sangat terkejut dengan pertanyaan yang diucapkan oleh putranya. Dia tidak pernah menyangka bahwa pandangan seperti itulah yang dilihat oleh Eric kepadanya. Selama ini, Edmund memang mengakui bahwa dirinya jarang sekali bersama dengan Vania. Tetapi apakah itu berarti dirinya sudah tidak mencintai istri pertamanya? Tentu saja tidak!"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu? Kenapa kamu berpikir papa tidak mencintai ibumu?" Edmund bertanya setelah dia berhasil mendapatkan kembali suaranya. Eric menatap Edmund dengan tatapan sinis, sejak dulu selalu saja seperti ini. Ayahnya akan bersikap seakan dirinya tidak salah. Berpikir bahwa setiap tindakannya adalah hal baik untuk mereka. Namun, hal yang justru terjadi akibat sikap acuh tak acuh Edmund pada dia dan ibunya adalah kehancuran keluarga mereka. Eric tidak lagi menaruh rasa hormat pada ayahnya. Dan Edmund masih berpikir bahwa dirinya tidak salah? Eric ingin sekali tertawa dengan keras di telinganya. Tanpa berkata-kata, Eric sege
Sudah setengah jam lamanya Eric menunggu kabar dari para petugas rumah sakit. Tetapi yang mereka temui hanya Anna dan Vania yang keluar dari area rumah sakit secara sadar tanpa paksaan dari siapapun di sekitar mereka. Hal itu membuat Eric sangat kebingungan, dia yakin bahwa ada suatu hal yang janggal. Tidak mungkin ibunya mematikan panggilan telepon darinya. Eric menunggu kabar dari asistennya, tetapi pria juga tak kunjung mengabarkannya. Segera dia mengambil ponsel dengan gelisah, kemudian menempelkannya ke telinga. Beberapa saat dia menunggu hingga akhirnya Liam menjawabnya, "Iya, Tuan." "Darimana saja kamu? Kenapa tidak mengabariku?" Eric berteriak kesal, selama bekerja dengan Liam, sekalipun pria itu bekerja besok dengan lamban seperti sekarang. "Ma-maafkan saya, Tuan." Eric menghembuskan napas dengan kesal, "Sudahlah! Apa kamu sudah menemukan dimana keberadaan ibu dan juga istriku?" Liam tidak langsung menjawab pertanyaan Eric, hingga akhirnya Eric merasa ada sesuatu yang
Anna sangat terkejut dengan kemarahan Eric yang tiba-tiba. Dia tidak pernah mendengar pria itu membentak ibunya. Sekarang hanya karena mencemaskan dia dan ibu mertuanya, sampai membuat pria itu kehilangan akal. Perlahan Anna turun menghampiri mereka dan menyentuh bahu suaminya. Membuat Eric berbalik badan dan menatapnya dengan nanar.Ini adalah kedua kalinya dia melihat pandangan terluka yang dilayangkan oleh sang suami padanya. Pertama adalah ketika dia jatuh sakit dan yang kedua merupakan saat ini dengan alasan yang belum dia ketahui. "Eric, kamu kenapa? Kenapa kamu membentak Mama seperti itu? Aku tidak pernah melihatmu kasar pada mamamu," ucap Anna, sedikit merasa kecewa dengan sikap Eric yang dinilai berlebihan. Sementara Vania, melihat kemarahan putranya seketika dia menyadari bahwa dirinya telah salah. Vania sama sekali tidak bermaksud untuk membuat Eric cemas. Hanya saja tadi mereka sedang asyik ke salon berdua. Berbicara hingga lupa waktu bahwa seharusnya dia memberi kabar
"Memang kenapa? Bukankah kamu sudah sembuh?" Eric sangat ingin, dia sudah berpuasa selama lebih dari seminggu. Meskipun sebenarnya Eric tahu bahwa Anna baru saja sembuh, tetapi kelelakiannya seakan tidak bisa ditahan lagi.Anna menatap Eric yang sangat menginginkannya, pria ini semenjak mereka melakukan hubungan yang lebih intim, menjadi semakin berani untuk terus menggodanya. Tidak ada lagi celah di antara mereka, tidak ada pembatas di antara keduanya. Melihat itu, seketika Anna tertawa lepas. Meski tubuhnya sudah lebih baik, tetapi dia belum ingin melakukannya. "Mandilah," ucap Anna memerintah.Seumur hidup Eric, tidak pernah ada seorangpun yang berani untuk memerintahnya. Justru Eric adalah orang yang suka memerintah seseorang demi mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Namun, ketika Anna memerintahnya, dia sama sekali tidak marah ataupun tersinggung. Eric malah segera berbeda pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Sementara Anna, melihat sang suami yang sudah menghila
Meskipun Anna merasa kecewa dengan perkataan Eric, tetapi dia sama sekali tidak menunjukkannya. Anna berusaha untuk berpikir positif, mereka sudah melakukan lebih dari itu jadi mungkin Eric memiliki alasan yang logis kenapa mereka tidak bisa pergi bulan madu dalam waktu dekat."Tidak apa-apa. Tidak pergi juga tidak masalah. Aku tidak seperti yang mama katakan. Bagiku bulan madu adalah suatu hal yang bisa digunakan sebagai liburan. Kita bisa liburan di lain waktu saja ketika kita sudah sama-sama tidak sibuk bekerja."Eric tersenyum lega ketika mendengar ucapan Anna, dia senang bahwa istrinya tidak seperti perempuan lain yang dikatakan oleh ibunya. Eric memegang tangan Anna yang hangat kemudian memberikan kecupan di punggung tangannya. "Terima kasih karena kamu selalu mengerti kesibukanku. Tapi aku akan tetap berusaha untuk mencari waktu supaya bisa pergi berlibur denganmu," ucap Eric bersungguh-sungguh. Anna hanya membalasnya dengan senyuman, dia percaya bahwa Eric akan menepati janj