Sudah setengah jam lamanya Eric menunggu kabar dari para petugas rumah sakit. Tetapi yang mereka temui hanya Anna dan Vania yang keluar dari area rumah sakit secara sadar tanpa paksaan dari siapapun di sekitar mereka. Hal itu membuat Eric sangat kebingungan, dia yakin bahwa ada suatu hal yang janggal. Tidak mungkin ibunya mematikan panggilan telepon darinya. Eric menunggu kabar dari asistennya, tetapi pria juga tak kunjung mengabarkannya. Segera dia mengambil ponsel dengan gelisah, kemudian menempelkannya ke telinga. Beberapa saat dia menunggu hingga akhirnya Liam menjawabnya, "Iya, Tuan." "Darimana saja kamu? Kenapa tidak mengabariku?" Eric berteriak kesal, selama bekerja dengan Liam, sekalipun pria itu bekerja besok dengan lamban seperti sekarang. "Ma-maafkan saya, Tuan." Eric menghembuskan napas dengan kesal, "Sudahlah! Apa kamu sudah menemukan dimana keberadaan ibu dan juga istriku?" Liam tidak langsung menjawab pertanyaan Eric, hingga akhirnya Eric merasa ada sesuatu yang
Anna sangat terkejut dengan kemarahan Eric yang tiba-tiba. Dia tidak pernah mendengar pria itu membentak ibunya. Sekarang hanya karena mencemaskan dia dan ibu mertuanya, sampai membuat pria itu kehilangan akal. Perlahan Anna turun menghampiri mereka dan menyentuh bahu suaminya. Membuat Eric berbalik badan dan menatapnya dengan nanar.Ini adalah kedua kalinya dia melihat pandangan terluka yang dilayangkan oleh sang suami padanya. Pertama adalah ketika dia jatuh sakit dan yang kedua merupakan saat ini dengan alasan yang belum dia ketahui. "Eric, kamu kenapa? Kenapa kamu membentak Mama seperti itu? Aku tidak pernah melihatmu kasar pada mamamu," ucap Anna, sedikit merasa kecewa dengan sikap Eric yang dinilai berlebihan. Sementara Vania, melihat kemarahan putranya seketika dia menyadari bahwa dirinya telah salah. Vania sama sekali tidak bermaksud untuk membuat Eric cemas. Hanya saja tadi mereka sedang asyik ke salon berdua. Berbicara hingga lupa waktu bahwa seharusnya dia memberi kabar
"Memang kenapa? Bukankah kamu sudah sembuh?" Eric sangat ingin, dia sudah berpuasa selama lebih dari seminggu. Meskipun sebenarnya Eric tahu bahwa Anna baru saja sembuh, tetapi kelelakiannya seakan tidak bisa ditahan lagi.Anna menatap Eric yang sangat menginginkannya, pria ini semenjak mereka melakukan hubungan yang lebih intim, menjadi semakin berani untuk terus menggodanya. Tidak ada lagi celah di antara mereka, tidak ada pembatas di antara keduanya. Melihat itu, seketika Anna tertawa lepas. Meski tubuhnya sudah lebih baik, tetapi dia belum ingin melakukannya. "Mandilah," ucap Anna memerintah.Seumur hidup Eric, tidak pernah ada seorangpun yang berani untuk memerintahnya. Justru Eric adalah orang yang suka memerintah seseorang demi mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Namun, ketika Anna memerintahnya, dia sama sekali tidak marah ataupun tersinggung. Eric malah segera berbeda pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Sementara Anna, melihat sang suami yang sudah menghila
Meskipun Anna merasa kecewa dengan perkataan Eric, tetapi dia sama sekali tidak menunjukkannya. Anna berusaha untuk berpikir positif, mereka sudah melakukan lebih dari itu jadi mungkin Eric memiliki alasan yang logis kenapa mereka tidak bisa pergi bulan madu dalam waktu dekat."Tidak apa-apa. Tidak pergi juga tidak masalah. Aku tidak seperti yang mama katakan. Bagiku bulan madu adalah suatu hal yang bisa digunakan sebagai liburan. Kita bisa liburan di lain waktu saja ketika kita sudah sama-sama tidak sibuk bekerja."Eric tersenyum lega ketika mendengar ucapan Anna, dia senang bahwa istrinya tidak seperti perempuan lain yang dikatakan oleh ibunya. Eric memegang tangan Anna yang hangat kemudian memberikan kecupan di punggung tangannya. "Terima kasih karena kamu selalu mengerti kesibukanku. Tapi aku akan tetap berusaha untuk mencari waktu supaya bisa pergi berlibur denganmu," ucap Eric bersungguh-sungguh. Anna hanya membalasnya dengan senyuman, dia percaya bahwa Eric akan menepati janj
Eric tidak langsung menjawab pertanyaan teman kecilnya. Tetapi pandangannya semakin tajam, apa yang tersembunyi di dalam hati gadis ini, tentu saja dia sangat tahu. "Tidak ada yang ingin kamu bicarakan? Kalau gitu, aku akan pergi." Eric segera berdiri dan berjalan menuju pintu. Ketika tangannya sudah memegang handle pintu, tiba-tiba sepasang tangan langsung memeluk tubuhnya, membuat gerakannya terhenti. "Kakak, aku mohon jangan pergi. Kita sudah lama tidak bertemu. Aku sangat merindukan kakak," ucap gadis itu, nada suaranya terdengar sangat mendayu, seakan sedang merayu kekasihnya untuk tetap tinggal bersama dengannya.Namun, Eric tidak suka dirinya disentuh sembarangan. Dia memegang tangan teman kecilnya kemudian melepaskannya dengan kasar. "Jessie, kelak jika di kemudian hari kita kembali bertemu, jangan sembarangan menyentuh tubuhku karena aku tidak suka ketika orang lain menyentuhku sembarangan sepertimu!"Setelah mengatakan itu, Eric segera melangkah pergi meninggalkan Jessie
Melihat ekspresi wajah putranya yang terlihat sangat terkejut, seketika membuat jantung Vania berdebar dengan kencang. Dia menduga bahwa ada sesuatu yang tidak benar. "Eric, ada apa?" Vania bertanya dengan perasaan yang cemas. Eric hanya diam saja, dia langsung mengambil ponselnya dari dalam saku celana kemudian menekan nomor istrinya. Berulang kali dia berusaha untuk melakukan sambungan telepon tetapi tidak diangkat. Eric mengangkat wajah, buru-buru dia berkata, "Ma, aku pergi sebentar untuk mencari Anna. Jika nanti dia sudah pulang, tolong kabari aku secepatnya." Vania hanya bisa menganggukkan kepala dan membiarkan putranya untuk mencari Anna. Dalam hatinya hanya ada perasaan cemas untuk menantunya. Dia sangat takut sekali jika sesuatu yang buruk telah terjadi pada Anna. Sementara Eric, begitu dia kembali masuk ke dalam mobilnya, dia langsung memasang earphone dan menekan nomor Liam. Sembari menyalakan mesin mobil, ketika panggilannya diangkat, Eric langsung berkata, "Cari t
Meski saat ini Anna sudah dalam kondisi mabuk, ketika mendengar perkataan John, tidak serta-merta membuat dia langsung mengangguk setuju. Anna menggelengkan kepala dan mendorong tangan John yang terulur padanya."Aku tidak bisa ikut denganmu, John," Anna berucap masih dengan berusaha untuk membuka kedua matanya.John tentu saja tidak langsung menyerah, masih dengan senyuman di wajah, dia berusaha untuk membujuk Anna."Kalau gitu, biarkan aku mengantarmu untuk pulang ke rumahmu. Malam-malam seperti ini tidak baik bagi seorang wanita untuk berjalan sendirian terlebih dalam keadaan mabuk."Tanpa sadar Anna menganggukan kepala, tetapi sesaat kemudian dia teringat tempat dia berada sekarang. Anna kembali menggelengkan kepala, menolak lagi ajakan John untuk pulang bersamanya."Tidak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula rumahku tidak jauh dari sini. Perumahan ini juga sangat aman karena tidak sembarangan orang bisa masuk. Jadi tidak perlu merepotkan untuk mengantarku pulang. Terima ka
Eric melihat ke arah benda berharganya, dilihat tangan mungil Anna yang memegang area sana. Seketika Eric langsung menegang, dia tidak bisa dibuat seperti ini oleh istrinya. Eric memejamkan kedua matanya, dia sangat menahan diri supaya tidak melakukan hal yang sejak tadi ditahan. Dia menggertakkan giginya, "Anna." Nada suaranya yang merdu, mampu membuat Anna membuka kedua matanya. Tatapannya bertemu, membuat Anna langsung tersenyum. Perlahan Anna mengangkat tangan, mengusap wajah Eric yang sangat tampan. Setelah hampir satu tahun tinggal bersama dengan suaminya, entah kenapa dia malah baru menyadari wajah suaminya yang sangat tampan. Tadinya dia hanya melihat Eric sebagai seorang pria yang lumayan bisa dilihat. Tetapi ternyata ketika diperhatikan lebih jauh, wajah sang suami sangat tampan bak dewa Yunani. "Suamiku, kamu tampan sekali." Nada suara Anna yang mendayu, semakin membuat kelelakiannya bangun. "Anna, bangunlah. Jangan seperti ini!" Eric memperingati, suaranya begitu rend