Anna sangat terkejut dengan kemarahan Eric yang tiba-tiba. Dia tidak pernah mendengar pria itu membentak ibunya. Sekarang hanya karena mencemaskan dia dan ibu mertuanya, sampai membuat pria itu kehilangan akal. Perlahan Anna turun menghampiri mereka dan menyentuh bahu suaminya. Membuat Eric berbalik badan dan menatapnya dengan nanar.Ini adalah kedua kalinya dia melihat pandangan terluka yang dilayangkan oleh sang suami padanya. Pertama adalah ketika dia jatuh sakit dan yang kedua merupakan saat ini dengan alasan yang belum dia ketahui. "Eric, kamu kenapa? Kenapa kamu membentak Mama seperti itu? Aku tidak pernah melihatmu kasar pada mamamu," ucap Anna, sedikit merasa kecewa dengan sikap Eric yang dinilai berlebihan. Sementara Vania, melihat kemarahan putranya seketika dia menyadari bahwa dirinya telah salah. Vania sama sekali tidak bermaksud untuk membuat Eric cemas. Hanya saja tadi mereka sedang asyik ke salon berdua. Berbicara hingga lupa waktu bahwa seharusnya dia memberi kabar
"Memang kenapa? Bukankah kamu sudah sembuh?" Eric sangat ingin, dia sudah berpuasa selama lebih dari seminggu. Meskipun sebenarnya Eric tahu bahwa Anna baru saja sembuh, tetapi kelelakiannya seakan tidak bisa ditahan lagi.Anna menatap Eric yang sangat menginginkannya, pria ini semenjak mereka melakukan hubungan yang lebih intim, menjadi semakin berani untuk terus menggodanya. Tidak ada lagi celah di antara mereka, tidak ada pembatas di antara keduanya. Melihat itu, seketika Anna tertawa lepas. Meski tubuhnya sudah lebih baik, tetapi dia belum ingin melakukannya. "Mandilah," ucap Anna memerintah.Seumur hidup Eric, tidak pernah ada seorangpun yang berani untuk memerintahnya. Justru Eric adalah orang yang suka memerintah seseorang demi mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Namun, ketika Anna memerintahnya, dia sama sekali tidak marah ataupun tersinggung. Eric malah segera berbeda pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Sementara Anna, melihat sang suami yang sudah menghila
Meskipun Anna merasa kecewa dengan perkataan Eric, tetapi dia sama sekali tidak menunjukkannya. Anna berusaha untuk berpikir positif, mereka sudah melakukan lebih dari itu jadi mungkin Eric memiliki alasan yang logis kenapa mereka tidak bisa pergi bulan madu dalam waktu dekat."Tidak apa-apa. Tidak pergi juga tidak masalah. Aku tidak seperti yang mama katakan. Bagiku bulan madu adalah suatu hal yang bisa digunakan sebagai liburan. Kita bisa liburan di lain waktu saja ketika kita sudah sama-sama tidak sibuk bekerja."Eric tersenyum lega ketika mendengar ucapan Anna, dia senang bahwa istrinya tidak seperti perempuan lain yang dikatakan oleh ibunya. Eric memegang tangan Anna yang hangat kemudian memberikan kecupan di punggung tangannya. "Terima kasih karena kamu selalu mengerti kesibukanku. Tapi aku akan tetap berusaha untuk mencari waktu supaya bisa pergi berlibur denganmu," ucap Eric bersungguh-sungguh. Anna hanya membalasnya dengan senyuman, dia percaya bahwa Eric akan menepati janj
Eric tidak langsung menjawab pertanyaan teman kecilnya. Tetapi pandangannya semakin tajam, apa yang tersembunyi di dalam hati gadis ini, tentu saja dia sangat tahu. "Tidak ada yang ingin kamu bicarakan? Kalau gitu, aku akan pergi." Eric segera berdiri dan berjalan menuju pintu. Ketika tangannya sudah memegang handle pintu, tiba-tiba sepasang tangan langsung memeluk tubuhnya, membuat gerakannya terhenti. "Kakak, aku mohon jangan pergi. Kita sudah lama tidak bertemu. Aku sangat merindukan kakak," ucap gadis itu, nada suaranya terdengar sangat mendayu, seakan sedang merayu kekasihnya untuk tetap tinggal bersama dengannya.Namun, Eric tidak suka dirinya disentuh sembarangan. Dia memegang tangan teman kecilnya kemudian melepaskannya dengan kasar. "Jessie, kelak jika di kemudian hari kita kembali bertemu, jangan sembarangan menyentuh tubuhku karena aku tidak suka ketika orang lain menyentuhku sembarangan sepertimu!"Setelah mengatakan itu, Eric segera melangkah pergi meninggalkan Jessie
Melihat ekspresi wajah putranya yang terlihat sangat terkejut, seketika membuat jantung Vania berdebar dengan kencang. Dia menduga bahwa ada sesuatu yang tidak benar. "Eric, ada apa?" Vania bertanya dengan perasaan yang cemas. Eric hanya diam saja, dia langsung mengambil ponselnya dari dalam saku celana kemudian menekan nomor istrinya. Berulang kali dia berusaha untuk melakukan sambungan telepon tetapi tidak diangkat. Eric mengangkat wajah, buru-buru dia berkata, "Ma, aku pergi sebentar untuk mencari Anna. Jika nanti dia sudah pulang, tolong kabari aku secepatnya." Vania hanya bisa menganggukkan kepala dan membiarkan putranya untuk mencari Anna. Dalam hatinya hanya ada perasaan cemas untuk menantunya. Dia sangat takut sekali jika sesuatu yang buruk telah terjadi pada Anna. Sementara Eric, begitu dia kembali masuk ke dalam mobilnya, dia langsung memasang earphone dan menekan nomor Liam. Sembari menyalakan mesin mobil, ketika panggilannya diangkat, Eric langsung berkata, "Cari t
Meski saat ini Anna sudah dalam kondisi mabuk, ketika mendengar perkataan John, tidak serta-merta membuat dia langsung mengangguk setuju. Anna menggelengkan kepala dan mendorong tangan John yang terulur padanya."Aku tidak bisa ikut denganmu, John," Anna berucap masih dengan berusaha untuk membuka kedua matanya.John tentu saja tidak langsung menyerah, masih dengan senyuman di wajah, dia berusaha untuk membujuk Anna."Kalau gitu, biarkan aku mengantarmu untuk pulang ke rumahmu. Malam-malam seperti ini tidak baik bagi seorang wanita untuk berjalan sendirian terlebih dalam keadaan mabuk."Tanpa sadar Anna menganggukan kepala, tetapi sesaat kemudian dia teringat tempat dia berada sekarang. Anna kembali menggelengkan kepala, menolak lagi ajakan John untuk pulang bersamanya."Tidak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula rumahku tidak jauh dari sini. Perumahan ini juga sangat aman karena tidak sembarangan orang bisa masuk. Jadi tidak perlu merepotkan untuk mengantarku pulang. Terima ka
Eric melihat ke arah benda berharganya, dilihat tangan mungil Anna yang memegang area sana. Seketika Eric langsung menegang, dia tidak bisa dibuat seperti ini oleh istrinya. Eric memejamkan kedua matanya, dia sangat menahan diri supaya tidak melakukan hal yang sejak tadi ditahan. Dia menggertakkan giginya, "Anna." Nada suaranya yang merdu, mampu membuat Anna membuka kedua matanya. Tatapannya bertemu, membuat Anna langsung tersenyum. Perlahan Anna mengangkat tangan, mengusap wajah Eric yang sangat tampan. Setelah hampir satu tahun tinggal bersama dengan suaminya, entah kenapa dia malah baru menyadari wajah suaminya yang sangat tampan. Tadinya dia hanya melihat Eric sebagai seorang pria yang lumayan bisa dilihat. Tetapi ternyata ketika diperhatikan lebih jauh, wajah sang suami sangat tampan bak dewa Yunani. "Suamiku, kamu tampan sekali." Nada suara Anna yang mendayu, semakin membuat kelelakiannya bangun. "Anna, bangunlah. Jangan seperti ini!" Eric memperingati, suaranya begitu rend
Anna merasakan silau yang teramat di kedua matanya. Dia otomatis mengangkat tangan dan menutup wajahnya. Anna menutup mulut dengan kedua tangan ketika rasa kantuk menderanya. Ketika dia akhirnya berhasil membuka mata, disitulah dia melihat wajah Eric yang tersenyum ke arahnya. Otomatis Anna langsung memalingkan pandangan, dia teringat dengan hari kemarin saat dia melihat Eric bersama dengan wanita lain. Dia sama sekali tidak tergoda dengan ketampanan wajah suaminya. Eric menghela napas, dia tahu Anna sedang marah. Jadi, dia harus lebih bisa bersikap dingin supaya bisa meredam amarah istrinya. "Aku sudah menyiapkan air hangat. Mandilah supaya tubuhmu menjadi lebih segar," ucap Eric. Dia adalah seorang yang kini menjabat sebagai CEO Shailendra grup. Di luar, dia begitu berani dan juga berprinsip. Tetapi ketika bersama dengan Anna, dia bagai seekor singa yang takut dengan betinanya. "Untuk apa?""Tentu saja supaya kamu lebih segar. Kemarin kamu sudah minum alkohol sampai memuntahkan
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn